Dalam Matius
23: 12, menyatakan Paradoks yang mengejutkan : "Dan barang siapa
meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri,
ia akan ditinggikan".
Akan
lebih jelas lagi apabila kita simak dalam Lukas 18: 19-14, bahwa orang
yang mengaku benar akan dinyatakan salah sedangkan orang yang mengaku salah
dinyatakan benar.
Kebenaran
yang digambarkan
dalam figur orang farisi adalah kebenaran melalui ungkapan doa syukur
dan terima kasih kepada Allah bawa :"Aku tidak sama seperti semua orang
lain" . (ayat 11). Sedangkan si pemungut cukai melihat dirinya sendiri
sebagai orang berdosa dan menyadari bahwa ia harus bersandar sepenuhnya
hanya kepada kemurahan dan karunia Allah.
Ternyata Yesus
memberi ketegasan dalam kisah ini dengan komentar : "Aku berkata kepadamu:
orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang
lain itu tidak". (ayat 14).
Mungkin kita
tidak pernah mempertimbangkan dan merenungkan bahwa hal yang paradoks ini
menyadarkan kita kepada suatu kebenaran rohani. Hal-hal yang nampak benar
lahiriah, belum tentu benar kandungan rohaninya. Di dalam upaya mencari
keselamatan bersama Kristus, mengubah perilaku lahiriah dengan keluar-masuk
gedung gereja, tentusaja belum menjamin. Tetapi berusaha menghayati
akan kebenaran yang diajarkan, dorongan orang-orang yang bersujud dan mencintai
Allah dalam komunitas Gereja, akan memberi pengaruh kepada kita (I Tes.
5: 14-22).
Semua ini merupakan
dorongan yang kuat bagi kita untuk melakukan hal-hal yang benar untuk bertumbuh
menjadi orang yang lebih baik dari hari kemarin. Yang diperlukan adalah
hadirnya sebuah hati yang baru yang terungkap dalam perubahan perilaku
kasih dan kerendahan hati.
Insp. Mat 23: 1-12.