Janji Bapa

HATI YANG BARU (1)

( Warta Sepekan GBI Bethany, 13 Juni 1999 )

Sebelum Tuhan Yesus terangkat ke sorga, Dia mengatakan kepada murid-murid-Nya, 'Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan BapaKu. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi.' ( Lukas 24:49 )

Kita semua harus mengetahui dan mengerti apa sesungguhnya janji Bapa itu.

Ketika Yesus berbicara tentang janji Bapa, Dia tidak mengatakan, 'Aku akan mengirim salah satu janji Bapa.' (Ada sementara pengkotbah yang mengatakan ada 6 ribu janji; sementara yang lain mengatakan ada 3 ribu janji.) Tetapi pada saat itu murid-murid Yesus sangat mengerti apa yang Yesus maksudkan ketika Dia mengatakan, 'Aku akan mengirimkan janji Bapa itu.'

Sekarang kita bisa tahu dan mengerti janji Bapa karena adanya alkitab yang menunjukkan dengan jelas tentang itu. Walaupun begitu kita masih juga mengalami kesulitan, meskipun di alkitab sendiri membicarakan masalah janji itu, mulai dari kitab Kejadian sampai ke kitab Maleakhi. Jika kita mau menanyakan apa arti janji Bapa ini kepada orang Yahudi, dia pasti akan bisa menjelaskannya. Kita sendiri saat ini kebingungan menghadapi begitu banyak ajaran alkitab. Oleh karena itu jika ingin mengerti apa yang dimaksud dengan janji Bapa, kita harus kembali ke Adam dan Hawa.

Ada sementara orang mengatakan, jika seandainya Adam dan Hawa tidak jatuh dalam dosa, kita akan menikmati kehidupan yang berbeda. Atau, 'Jika seandainya saja saya tidak tahu dosa seperti Adam.' Pada mulanya memang Adam itu tidak tahu dosa, tetapi dia jatuh juga. Ketidak-tahuan dosa tidak menjamin keberhasilan. Jika Adam dan Hawa tidak jatuh, mungkin saja Kain, atau Habil, atau yang lain, akan jatuh. Ini karena setiap manusia itu dibentuk dengan kecenderungan untuk jatuh dalam dosa, Allah tahu manusia itu akan jatuh, tetapi Dia mempunyai maksud tertentu dalam setiap kejatuhan yang diijinkanNya, yaitu untuk memuliakan diriNya sendiri tanpa bantuan siapapun.

Sebelum Adam dan Hawa jatuh, Allah telah minta kepada mereka untuk tidak makan buah dari pohon tertentu, tetapi mereka memakannya. Ini mengakibatkan manusia menyadari akan pengetahuan yang baik dan yang jahat, sehingga mereka bertanggung jawab terhadap apa yang akan diperbuat. Manusia itu begitu lemah dan tidak mampu untuk melakukan yang baik dan menjauhkan diri dari yang jahat. Kesadarannya senantiasa terus-menerus menuduh akan kesalahannya.

Manusia berteriak, 'Apa yang bisa saya lakukan?' 'Bagaimana saya bisa menyenagkan Allah ? Saya tahu apa yang baik; saya tahu apa yang jahat. Saya ingin melakukan apa yang baik, tetapi saya melakukan apa yang jahat. Oh, Tuhan, ini bukan kehidupan ! Bagaimana saya bisa memenuhi persyaratan yang Engkau telah tetapkan ?'

Allah kemudian memberikan hukum Musa (Sepuluh Perintah Allah); perintah atau hukum yang tertulis. Tertulis di atas loh batu. Hukum itu dengan jelas dan tegas menuliskan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Manusia mencoba. apa hukum tang tertulis itu bisa sedikit dilunakkan. Mereka membaca hukum itu, tetapi apa yang tertulis mengandung persyaratan yang sama, perintah yang sama. Manusia tetap menghadapi kejatuhan yang sama, masalah yang sama.

Manusia itu sebenarnya ingin bisa memenuhi standar kehidupan yang Tuhan tetapkan dan hidup dalam kekudusan, tetapi mereka tidak bisa melakukannya. Agaknya tidak peduli, seberapa usaha yang telah mereka lakukan atau bagaimanapun kerasnya mereka mencoba, mereka tetap tidak pernah bisa menjaga kehidupan yang menyenangkan Allah.

Karena ini Allah berjanji untuk melakukan sesuatu agar bisa menolong manusia. Janji ini ada dalam setiap firmanNya; seluruh alkitab didasarkan atas janji Bapa. Di Yeremia 31:31-34 Bapa berjanji, 'Sesungguhnya akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir, perjanjianKu itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh TauratKu dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umatKu. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.'

Allah mengatakan, perjanjian baru ini benar-benar berbeda dengan perjanjian yang Allah buat pada saat Dia membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir. Janji yang baru ini bukan merupakan perintah yang berasal dari luar, tetapi dorongan dari dalam diri orang yang sudah menerima janji itu. Allah telah mengatakan, 'Aku akan menaruh TauratKu dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka ...'

Kadang-kadang pengkotbah hanya mengambil bagian terakhir janji Tuhan di atas, 'Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.'

Tetapi janji baru Tuhan itu lebih dari sekedar itu.

Apa perbedaan antara 'diperintah dari luar' dan 'dorongan dari dalam'? Ilustrasi berikut mungkin bisa membantu untuk lebih mengeti akan hal ini. Pada saat seorang ibu minta gadisnya melakukan sesuatu di rumah, mereka keberatan; mereka tidak mau dipaksa untuk melakukan sesuatu. Tetapi jika mereka untuk pertama kalinya membawa pacarnya ke rumah, mereka dengan serta merta akan mau melakukan segala sesuatu yang ibunya minta. Inilah yang dimaksud dengan dorongan dari dalam itu.

Ini pula yang Tuhan inginkan dari kita untuk melayani Dia, dengan kemauan sendiri, dengan sukacita.

Sepuluh Perintah Allah itu merupakan bayangan jelek tentang kehendak Tuhan; perintah itu hanya seperti topi saja. Dalam Kotbah di Bukit, Yesus mengatakan, 'Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.' (Matius 5:43)

Tetapi kehendak Allah lebih dari itu.

Bahkan dengan mencoba mentaati hukum-hukum Allah dengan ketat pun kita tidak benar-benar meninggikan Dia, karena dengan cara ini sesungguhnya manusia itu melakukan perintah karena kewajiban / tuntutan, karena mereka harus melakukannya. Orang melayani Tuhan karena adanya perintah yang tertulis, yang mengharuskannya. Ini perjanjian lama. Mereka melakukan karena ada di bawah perjanjian lama. Mereka sama sekali tidak belajar apa-apa tentang perjanjian baru. Hampir semua orang Kristen hari ini tetap hidup di bawah perjanjian lama. Mereka mengatakan, 'Saya telah mencoba melakukan ini dan itu.' Mereka tetap mengatakan tidak bisa melakukan apa yang baik.

Mereka hidup di bawah penghukuman. Bahkan walaupun mereka bisa menyanyi dan memuji dan secara pribadi adalah umat Allah, mereka tetap masih memiliki kreagu-raguan yang besar. Mereka masih banyak masalah. Mereka masih banyak pergumulan. Mereka melakukan hal yang baik sewaktu di gereja, tetapi pada saat ada di rumah, kita semua tahu apa masalah yang mereka hadapi.

Mereka hidup dalam perjanjian lama.

Beberapa orang beranggapan perjanjian lama itu adalah kitab Perjanjian Lama dan perjanjian baru itu kitab Perjanjian Baru. Ini salah. Perjanjian lama itu adalah hukum yang tertulis. Perjanjian baru adalah hati yang baru: 'Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru ada di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. RohKu akan kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapanKu dan tetap berpegang pada peraturan-peraturanKu dan melakukannya.' (Yehezkiel 36:26-27)

Tuhan tidak mengatakan, 'Aku akan memberimu kode etik baru, daftar baru perintah-perintah yang harus dilakukan.' Tidak. Tuhan mengatakan Dia akan memberikan hati yang baru, ini bisa diumpamakan seperti seperangkat alat modern di mana kehendak Tuhan sudah tertanam di dalamnya.

Ini bukan sesuatu yang harus kita lakukan sendiri. Menghafalkan perintah Tuhan itu bukan berarti sudah memiliki di dalam hati. Di bawah perjanjian lama, manusia mempelajari perintah Tuhan  tetapi tetap tidak mampu untuk mentaatinya. Pada saat ini sebagian orang masih memakai hati yang lama, bahkan meskipun mereka sudah memiliki hati yang baru pun, yang mereka sudah peroleh pada saat lahir baru.

Tetapi dengan hati yang baru, dengan firman Allah yang sudah tertanam di dalamnya, manusia paling tidak bisa melakukan apa yang Tuhan inginkan. Tetapi mereka bisa melakukan hanya karena anugerah atau kasih karunia Allah saja. Ini bukan anugerah yang bersifat teoritis; tetapi sesuatu yang bersifat praktis. Ini merupakan hubungan yang dinamis dengan Allah sebagai apa adanya, yang menjadikan kita akan bisa berjalan dalam kehendakNya bersama Roh Kudus.

Kita harus mengerti bahwa perjanjian lama itu didasarkan atas hukum yang tertulis yang harus ditaati; perjanjian baru didasarkan atas pemberian Roh Kudus yang perlu diikuti. Jika kita bisa mengerti perbedaan ini, kita akan menjadi orang yang paling berbahagia di dunia ini, dan akan hidup dengan kehidupan baru kita.

Roh Kudus itu merupakan keseluruhan kehendak Allah, bukan hanya merupakan sebagian darinya, seperti perjanjian lama. Di bawah perjanjian lama, manusia diminta: jangan mencuri, jangan berzinah, jangan berbohong.

(bersambung)

 

 

ke renungan yang lain