BULETIN AL-FATH
       
          Edisi - IV        
         
Kewajiban Menuntut Ilmu
       
         


Hampir semua orang mengerti dan mengetahui kepentingan dan keperluan mencari ilmu sekalipun hanya secara glambayaran tidak secara mendetail, terutama umat islam yang diwajibkan dalam agamnya untuk menuntut ilmu tiada terbatas, selama ilmu itu membawa kemaslahatan dalam hidupnya. Wahyu pertama dari Al Qur'an turun dengan perintah- Nya : yang artinya : Bacalah !!

Dalamsuatu riwayat, perintah membaca itu diulangi sampai beberapa kali, hingga Nabi sendiri terasa badannya letih. Mengingat Nabi bersifat Fathanah ( cerdas dan sekali perintah beliau telah dapat menjawab dan membacanya ) namun, tidak lain hanya untuk mendidik dan merupakan tekanan kuat kepada umatnya untuk mencari ilmu, sesuai dengan perintah beliau didalam haditsnya : "Carilah ilmu dari asuhan sang Ibu (tidak terbatas waktunya), hingga masuk liang kubur ".

Islam mewajibkan mencari ilmu bukan hanya ilmu bukan hanya ilmu pengetahuan apa saja yang membawa kemaslahatan dan berguna bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya di dunia, selama tidak bertentangan dan merusak aqidah Islamiyah, Rasulullah bersabda : "Carilah ilmu pengetahuan sekalipun adanya di negeri Cina, bahwasanya mencari ilmu itu wajib bagi semua pemeluk Islam ".

Maka dengan dasar hadits tersebut diatas , sangatlah jelas bagi kita bahwa ilmu yang dimaksud bukan hanya ilmu tentang agama saja, tetapi segala ilmu pengetahuan yang tidak berbahaya. dan ketika itu jika yang dimaksud ilmu agama, sudah dapat dipastikan Jazirah Arab dan sekitarnya adalah sumbernya dari Rasululah saw. Namun apa sebabnya Nabi menyuruh pergi ketanah cina ?

Hal ini menunjukkan bahwa ilmu dimaksud adalah ilmu pengetahuan umum dan kebetulan waktu itu negeri cina telah mengalami kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan pada umumnya.

Wahyu pertama "Bacalah dengan nama Tuhanmu "ini menunjukkan adanya kelas atau tingkatan bagi manusia dalam mengenal Tuhan hanya nama dan sifat-Nya saja, untuk menguatkan kepercayaannya belu punya dasar yang kuat. Golongan orang-orang semacam ini tidak sedikit jumlahnya di negeri kita bahwa hampir menduduki tingkat tertinggi (hasil-hasil mereka lebih mudah disebut dengan penganut agama secara tradisi atau keturunan ).

Tingkat kedua yaitu mengenal Tuhan disertai dengan dasar yang meyakinkan akan pengenalannya itu.

Tingkat ketiga, mereka mengenal Tuhan sudah lebih maju lagi yaitu : Setelah yakin disertai dengan dasar yang menguatkan, tetapi juga denga percobaan dan penyelidikan seperti yang dilakukan Nabiyullah Ibrahim as ketika ia mencari Tuhannya, tetapi tingkatan ketiga ini jarang dilakukan masyarakat awam karena dikhawatirkan akan tersesat.

Dalam rangka pengenalan terhadap Allah agar hatinya benar yakin, Islam mewajibkan pemeluknya menuntut ilmu dengan pembahasan dan penyelidikan berdasarkan pecobaan, karena bila didasarkan hanya sekedar percaya tanpa adanya dalil-dalil yang meyakinkan hanya ikut-ikutan saja ini akan mudah diombang-ambingkan arus gelombang keraguan yang dahsyat.

Islam dalam mencari hakekatnya adalah searah dengan ilmu pengetahuan, tidak cukup hanya dengan alasan ghaib atau alasan tujuan baik saja, tetapi Al Qur'an sering menegaskan adanya ilmu pengetahuan yang harus diselidiki. Sesuatu yang pasti (harus ada) yang disebut hukum moril bagi hidup dan sesuatu yang pasti itu Allah meletakkan dalam hukum alam atau sunatullah yang harus dipatuhi dan digunakan oleh umat manusia sebab barang siapa yang menyalahi hukum alam tersebut akan berarti binasa atau hancur dan seakan menyalahi sarta durhaka kepada Allah.

Kemudian dari ilmu yang dimiliki itu, diharapkan menambah keyakinan dan kemampuan meningkatkan pengabdian terhadap Allah, sebab ia sudah tunduk dan taat pada kuasa dan Iradah- Nya.

Demikianlah kiranya yang dikehendaki Islam, manusia-manusia yang mampu menghimpun kekuatan ilmu untuk meraih tujuan agama yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan yang nyata. Firman Allah : " Bahwasanya kejadian langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, sungguh terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berfikir ".

( Dikutip dari buku Masrap Suhaem)

ILMU, AMAL DAN IKHLAS

Ilmu, amal dan Ikhlas ketiga-tiganya tidak bisa dipisah-pisahkan jika kita ingin diterima oleh Allah, sebab Islam agama yang ajarannya bukan sekedar pengertian atau teori pelaksanaan dan penerapan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari disertai dengan keikhlasan niat.

Islam jika diambilkan dari kata-kata " Sallama " berarti menyerahkan diri atau memelihara. Menyerahkan diri dengan atau memelihara. Menyerahkan diri dengan segala ketulusan hati dan taat lahir batin terhadap dzat yang menciptakan. Firman Allah: " Tidaklah mereka diperintahkan, kecuali hanya menyembah kepada Allah, mengikhlaskan semata hanya untuk -Nya agama sempurnanya, dan mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat itulah Islam agama tegak kokoh ".( Al Bayyinah 5)

Dengan ayat tersebut diatas jelaslah bahwa seorang Muslim harus mengetahui tugas kewajibannya yaitu mengabdi kepada Tuhannya, hal ini ia disebut telah berilmu.

Kemudian jika melaksanakan tugas kewajibannya sebagai seorang Muslim, maka ia disebut orang yang mengamalkan ilmunya, dan akhirnya agar dalam melaksanakan tugas kewajiban diterima oleh Allah, maka setiap muslim dituntut keikhlasandidalam niatnya tanpa pamrih atau apapun, semata hanya karena mengaharap keridhaan Allah SWT.

Islam berarti memelihara diri dari segala bencana atau kebinasaan, baik kebinasaan didunia atau diakhirat nanti. Oleh karena itu manusia yang belum Islam, berarti belum sanggup memelihara diri dari kebinasaan dan penderitaan, sebab ia belum mengerti hakekat hidupnya atau lazim disebut berilmu dan belum pula melaksanakan tugas kewajibannya sebagai makhluk Tuhan (tugas kemanusiannya), yaitu mengabdi kepada dzat yang menciptakannya dan belum pula melaksanakan tugas kewajibannya sebagai makhluk Tuhan ( tugas kemanusiannya), yaitu mengabdi kepada dzat yang menciptakannya dan menciptakan segala sesuatu yang wujud dialam semesta ini. Hadits Rasulullah : " Setiap manusia pasti binasa kecuali orang yang berilmu, setiap yang berilmu juga binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, setiap pengamal ilmupun rusak binasa kecuali orang yang ikhlas niatnya ". ( Al Hadits)

Sesudah kita mengetahui hubungan ilmu, amal dan ikhlas faktor pertama yang harus dimiliki adalah keikhlasan, sebab ikhlas sebagai penentu amal diterima atau tidaknya, untuk itu setiap muslim wajib memiliki keikhlasan dalam beramal, jika tidak maka jangan harap tegar terlaksana ajaran Islam dengan terhormat serta disegani bagi pemeluknya.

Orang yang sangat rugi dihari kiamat

ialah orang yang sewaktu didunia memungkinkan

untuk menuntut ilmu lalu dia tidak mau menuntut

dan seorang yang mengajarkan ilmu lalu orang yang

diajari mendapatkan manfaat dari ilmunya sedangkan dirinya sendiri tidak

melaksanakan

 

TIPS Membabat Sifat Dengki

Sebelum dirusak oleh sifat dengki. lebih baik kita yang terlebih dahulu membabatnya. Usaha yang dapat kita lakukan misalnya:

1. Menyadari bahwa akibat suatu rencana kejahatan akan kembali kepada pembuat itu. Allah berfirman, yang artinya, "...Dan rencana kejahatan itu hanyalah akan menimpa orang yang mempunyai itu sendiri..."(QS. Fathir 43).

2. Bersikap rendah hati.

3. Mengutuk tabiat diri sendiri yang tidak baik.

Setelah rasa dengki dibabat habis dari dalam hati, kita perlu menggantinya dengan "tanaman" itu tak lain adalah positive thinking, terutama yang dikaitkan dengan hubungan antarpersonal . Disadari, untuk mencapai kesuksesan, seseorang harus banyak menjalin hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Adalah pemimpin, telah membuat rumus kesuksesannya, yang intinya adalah berpikir positif terhadap orang lain dalam hidup dan kehidpan.

Rumus yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Milikilah kebiasaan menyukai arang lain.

2. Belajarlah mengingat nama-nama. Kalau tidak bisa mengingat nama-nama, ini menandakan kurangnya perhatian.

3. Milikilah sifat-sifat santaisupaya tidak gampang gelisah.

4. Jadilah orang yang menyenangkan, supaya tidak kaku, jadilah orang yang luwes.

5. Jangan memusatkan perhatian kepada "kekakuan"anda, Jangan menimbulkan kesan Anda ingin dianggap serba tahu.

6. Kembangkan sifat mengasikkan sehingga orang lain bisa memperoleh untung karena bergaul dengan Anda.

7. Usahakan supaya unsur-unsur yang tidak enak dalam diri anda dilenyapkan.

8. Berusahalah menyembuhkan atau melenyapkan salah paaham yang pernah ada dan masih ada. Buanglah kejengkelan-kejengkelan Anda.

9. Janganlah mengabaikankesempatan-kesempatan untuk memuji orang atas keberhasilannya, atau menyatakan simpati kepada yang mengalami musibah atau kemalangan.

10. Berilah semangat kepada mereka, agar mereka bersimpati kepada Anda.

 

PEMIMPIN BERIDENTITAS MUSLIM

Salah seorang pelaku kehidupan yang mempunyai pengaruh cukup luas terhadap corak kehidupan itu sendiri ialah seorang pemimpin. Kharisma, wewenang, kekuasaan, power dan berbagai atribut yang ada padanya secara langsung mempengaruhi orang-orang yang berada dalam wilayah kekuasannya. Dengan kata lain, figur ini mempunyai kemampuan untuk menggiring masayarakatnya ke tempat/keadaan yang ia kehendaki. Sebuah material spiritual berdasarkan Pancasila yang diridhai Allah atau sebaliknya.

Al Ghazali, seorang filsuf Islam dalam tahun 1100 menulis buku yang berjudul Tibrul Masbuk', yang isinya tentang penguasa (pemimipin) yang harus berhati-hati. Di dalam bukunya itu ia menyajikan petunjuk-petunjuk yang penting dalam suatu pemerintahan yang bercita-cita luhur. Misalnya, seorang pemimipin (administrator) harus mempunyai kepintaran, pengetahuan, tuntutan pertimbangan yang harus benar sebagai seorang kesatria, dalam arti berani mengaku salah, bertanggung jawab, tidak licik berterus terang dan jujur, kemauan yang kuat dan benar. Dia juga memperingatkan agar orang-orang pemerinyahan tidak melakukan perjudian dan meminum minuman kears. sietem yang paling baik dalam hidup, menuruutnya adalah pandai meletakkan diri, dalam arti bekerjalah pada waktu kerja dan bermain-mainlah pada waktu bermain.

Dalam hal keadilan, AL GHAZALI mencamtumkan 10 peraturan sebagai berikut :

1. Didalam segala hal, administrator (pemimpin) harus berhati-hati meletakkan dirinya sendiri dalam kedudukan berbagai pihak.

2. Dia hanya memenuhi keinginan siapa saja yang datang kepadanya tanpa pilih-pilih.

3. Keadilan hanya mungkin terlaksana bagi suatu pemerintahan yang tidak memperdayakan diri kepada kemewahan dalam pakaian ataupun makanan.

4. Dia harus mempraktikan dengan kasih sayang, tidak dengan kekerasan dalam kedudukannya sebagai orang resmi.

5. Dia harus bersungguh-sungguh mencoba supaya rakyatnya memenuhi segala peraturan dan hukum (jangan ada yang menyuap aparat pemerintahan).

6. Dia jangan mencoba sekali-kali untuk berembuk dalam melaksanakan hukum (jangan sampai hukum bisa dibeli)

7. Dia harus mengawasi hal-hal rakyatnya dalam keadaan yang bersamaan, sebagaimana dia mengawasi hal-hal didalam rumah tangganya sendiri dan harus bertindak dengan kekuasaan serta kekuatan yang bersamaan cara.

8. Dia harus mencoba untuk menemui orang-orang terpelajar sesering mungkin dan harus membiarkan mereka berani untuk berkata benar.

9. Dia harus melihat bahwa pejabat-pejabat, lembaga peradilannya menunjukkan pelaksanaan kewajiban dengan segala kesungguhan dan keberesan.

10. Jangan sekali-kali dia dikalahkan oleh suatu kecurangan, kepalsuan dan kesombongan.

Dengan demikian, dalam pandangan Al Ghazali, keadilan yang sebenarnya adalah keadilan yang berlaku sama antara si gembel, sipenguasa dan terhadap sesamanya. Dia menjatuhkan hukuman menurut kesalahan yang telah diperbuat dan kesanggupan yang dapat dialaminya. Dia harus melakukan sama rata dan sama harga terhadap siapa saja, besar atau kecil, tinggi atau rendah, mulia artau gembel.

Adapun prinsip-prinsip lain yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila antara lain :

1. Bersikap keteladanan

2. Konsisten dan konsekuen

3. Bersikap kekeluargaan

4. Berwibawa

5. Jujur

6. Terpercaya

7. Bijaksana

8. Menagayomi

9. Berani mawas diri

10. Mampu melihat jauh kedepan

11. Berani dam mampu mengatasi kesulitan

12. Bersikap wajar

13. Tegas dan bertanggung jawab atas putusan yang diambil

14. Penuh pengabdian kepada tugas

15. Berjiwa besar

16. Bersikap ingin tahu

17. Dan di atas semua itu harus dilandasi taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Uraian diatas pada pokoknya membicarakan subjek pemimpin dalam skala khusus , padahal dalam skala yang lebih luas tiap individu (manusia) hakikatnya adalah seorang khalifah, pemimpin atau penguasa dimuka bumi. Khalifah di sisni maksudnya menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan segala isinya. Jadi, di tangan manusialah terletak kemakmuran dunia dan ketentramannya. Sebaliknya, disebabkan oleh manusia pula dunia menjadi kacau balau, rusak dan terjadilah saling membunuh di antara sesamanya karena mereka mengabaikan segala amanat Allah.

Mengenai dijadikanya manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini, Allah berfirman : ``Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : `Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.`Mereka berkata :` Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah ) di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkandarah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau `? Tuhan berfirman : ` Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. ``

( BERSAMBUNG PADA EDISI 04 BULETIN AL-FATH ).

 

       
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
       
| download | ke atas |
     
                       
                       
   
© Musholla Ulul Al Baab Politeknik Negeri Malang
Jl. Veteran PO.BOX 04 Malang 65145 Telp. ( 0341 ) 551341 Pes. 307

Kritik,Pesan, dan Saran kirim ke : Ulul_albaab@bolehmail.com