Amanat Agung
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
I) Perintah Yesus untuk memberitakan
Injil.
Mungkin saudara sudah sering mendengar ayat ini
dikhotbahkan, tetapi hari ini saya akan mengkhotbahkannya dengan suatu latar belakang
yang sangat berbeda.
Dalam Koran Jawa Pos, tanggal 27 Juli 2003, hal 4, ada
suatu wawancara antara seorang Islam (Ulil Abshar-Abdalia)
dengan Pdt. Kuntadi, ketua Sinode GKI Jabar. Pendeta ini diwawancarai berkenaan
dengan artikel dalam majalah Time tanggal 30 Juni 2003, dengan topik ‘Should
Christians Convert Muslims?’, yang
mengatakan bahwa saat ini di Amerika, orang-orang kristen yang mau memberitakan
Injil ke negara-negara Islam, khususnya di Timur Tengah, meningkat dengan
tajam.
Hebatnya, pendeta ini mengatakan bahwa ia tidak setuju
dengan penginjilan! Dengan adanya perintah Yesus seperti ini dalam Mat
28:19-20, pendeta ini bisa berkata demikian!
1) ‘Jadikanlah semua bangsa muridKu’.
a) Dalam
bahasa Yunaninya, ‘jadikan murid’ adalah satu-satunya kata perintah dalam bagian ini.
Sedangkan kata-kata ‘pergilah’, ‘baptislah’, dan ‘ajarlah’ merupakan participles (kalau diterjemahkan ke
bahasa Inggris menjadi ‘kata kerja + ing’, yaitu: going, baptizing,
teaching).
Ini menunjukkan bahwa penekanan utama dari bagian ini
adalah ‘menjadikan murid Yesus’. Sedangkan ‘pergi’, ‘membaptis’ dan ‘mengajar’ adalah hal-hal yang harus dilakukan untuk bisa
menjadikan murid.
b) Ini
juga secara implicit menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya
jalan ke surga, karena kalau tidak mengapa Yesus menyuruh menjadikan semua
bangsa muridNya?
Jawa Pos: Agenda agama-agama
propagandis-misionaris sering ditentukan oleh seberapa besar kesuksesan mereka yang
dicatat dalam mengkonversi agama orang lain. Paradigma yang diusung tak pernah
beranjak dari konsepsi lama bahwa ‘tak ada keselamatan di luar Kristus’.
Doktrin kuno yang sudah ditanggalkan banyak kalangan Kristen mainstream itu ...
Ulil Abshar-Abdalia: Bagaimana sikap kalangan
Kristen mainstream terhadap gerakan evangelisme?
Pdt. Kuntadi: Hal tersebut tidak selalu
bisa diungkapkan secara gamblang. Kebanyakan, Kristen mainstream tidak setuju terhadap cara-cara, paradigma, dan konsep yang dipakai
oleh gerakan-gerakan pengabaran atau penyiaran Injil ini. Sikap itu tidak
berarti bahwa kita meninggalkan apa yang diembankan dalam agama Kristen sebagai
misi penyiaran. Hanya, kita merasa perlu memperbaiki metodologi, paradigma,
dan pendekatan kita, sehingga aktivitas tersebut tidak menjadi sumber konflik
baru pada abad ke-21 ini.
Tanggapan saya:
1. Kepercayaan
terhadap Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan berhubungan erat dengan
pemberitaan Injil. Kalau kita mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan
keselamatan, maka itu mendorong kita untuk memberitakan Injil. Tetapi
sebaliknya, kalau kita tidak mempercayai hal itu, tidak mungkin kita
memberitakan Injil. Jadi, adalah omong kosong kalau seseorang tak mempercayai
Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, tetapi ia tetap mau dan bisa
menjalankan Amanat Agung Tuhan Yesus.
Illustrasi: kalau
rumah ini terbakar, dan hanya ada satu jalan, maka saya akan dorong semua untuk
ikut saya lewat jalan itu. Tetapi kalau saya tahu ada banyak jalan, saya akan
biarkan semua orang memilih jalannya sendiri-sendiri.
2. Ajaran bahwa ‘di luar Kristus tidak ada keselamatan’ dikatakan sebagai ‘konsepsi lama’, ‘doktrin kuno’, dan ‘sudah ditanggalkan’. Ini menunjukkan bahwa dalam pemikiran Pdt. Kuntadi yang
sesat ini, Injil / ajaran Kitab Suci bisa berubah-ubah. Ajaran yang lama
menjadi ketinggalan jaman dan harus dibuang, lalu muncul yang ajaran baru, dan
sebagainya. Ini jelas bodoh, karena menunjukkan bahwa Firman Tuhan menjadi
suatu kebenaran yang relatif, dan itu juga berarti bahwa apa yang sekarang ia
percayai bisa saja suatu saat kelak menjadi ajaran kuno dan harus ditinggalkan
dan diganti dengan yang baru lagi. Pengertian sesat seperti ini bertentangan
dengan:
·
Yes 40:8
- “Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman
Allah kita tetap untuk selama-lamanya.’”.
·
Mat
24:35 - “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu
tidak akan berlalu”.
·
Maz 119:152,160
- “(152) Sejak dahulu aku tahu dari peringatan-peringatanMu, bahwa
Engkau telah menetapkannya untuk selama-lamanya. ... (160) Dasar
firmanMu adalah kebenaran dan segala hukum-hukumMu yang adil adalah untuk
selama-lamanya”.
·
Wah 14:6
- “Dan aku melihat seorang malaikat lain terbang di tengah-tengah
langit dan padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada
mereka yang diam di atas bumi dan kepada semua bangsa dan suku dan bahasa dan
kaum”.
3. Hal
lain yang ingin saya tekankan dalam persoalan ini adalah: kepercayaan terhadap
Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan merupakan suatu keyakinan, bukan
kesombongan. Bandingkan ini dengan cara Pdt. Kuntadi ini menyatakannya.
Pdt. Kuntadi: Yang paling mendasar,
mereka masih menganut pemikiran-pemikiran para orientalis zaman dulu yang melihat
agama lain sebagai agama yang lebih rendah derajatnya dan kurang berharga.
Pandangan seperti itulah yang dalam sejarah Kristianitas disebut sebagai
Triumphalistik, selalu merasa lebih dan unggul dari pada yang lain. Nah, pandangan itu tentu akan sangat mempengaruhi ‘metodologi’
pekabaran Injil mereka. Misalnya, ketika melakukan pelayanan atau penyiaran,
paradigma seperti itu akan menimbulkan anggapan bahwa kebenaran dan keselamatan
hanya milik mereka (truth claim). Sementara itu, yang di
luar mereka dianggap salah dan tidak mengerti apa-apa.
Tanggapan saya:
a. Harus saya akui bahwa saya
mempunyai pandangan bahwa agama Kristen adalah yang terbaik, yang paling benar,
dan satu-satunya yang bisa menyelamatkan. Kalau saya tidak menganggap agama
saya paling benar, mengapa gerangan saya menganutnya?
b. Dalam agama lain ada kebenaran,
tetapi tidak ada keselamatan.
Saya tidak menganggap bahwa
kebenaran itu terdapat hanya dalam Kristen. Dalam agama lain ada kebenaran,
misalnya kalau mereka mengajar bahwa dusta, zinah dsb, merupakan dosa, maka itu
adalah kebenaran. Tetapi memang dalam agama-agama lain tidak ada keselamatan,
karena mereka menolak Kristus, yang adalah satu-satunya jalan keselamatan.
c. Kalau saya merasa agama Kristen
sebagai yang paling benar dan satu-satunya yang memang mempunyai keselamatan,
maka itu merupakan iman / keyakinan, bukan suatu kesombongan. Tetapi
Pdt. Kuntadi yang brengsek dan sesat ini secara memfitnah menggambarkan hal itu
sedemikian rupa sehingga hal itu terlihat sebagai suatu kesombongan, bukan
sebagai suatu iman / keyakinan.
4. Ajaran
bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan ke surga harus diterima dan
dipertahankan karena:
a. Kitab
Suci mengajar demikian.
·
Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya:
‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.
Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:
*
Kitab Sucinya salah /
ngawur. Yesus tidak pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat
seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini.
*
Kitab Sucinya betul; Yesus
memang pernah mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia
menyatakan diri sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak
demikian.
*
Kitab Sucinya betul, dan
Yesusnya tidak berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada
Bapa / ke surga.
Renungkan: yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara
terima? Kalau saudara menerima yang pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara
pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa
Kitab Sucinya salah / ngawur, atau Tuhannya pendusta!
Pdt. Dr. Budyanto, Pendeta GKJW dan Dekan Fakultas
Teologi Universitas Duta Wacana, Yogyakarta, menulis dalam Majalah DUTA terbitan
GKJW, bulan April 2000, hal 8-9, suatu artikel yang berjudul ‘Pemikiran ulang
Amanah Agung Yesus Kristus (Mat 28:19-20)’. Bunyinya adalah sebagai berikut:
“Amanat Agung Yesus Kristus
ini biasanya dipahami sebagai perintah untuk mengabarkan Injil, dalam arti
sempit mengkristenkan umat lain, bahkan lebih sempit lagi menjadikan
orang lain menjadi warga gereja tertentu. Pandangan ini biasanya disertai
dengan keyakinan, bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus dan di luar
Yesus Kristus manusia akan binasa, seperti yang terdapat dalam Yohanes 14:6: ‘Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak
melalui Aku’. Dua ayat inilah yang membuat gereja sangat bersikap eksklusif
dan merasa diri sebagai umat pilihan Allah. Yang lebih benar, lebih baik dari
umat lain. Pemahaman ini akan membuat gereja kesulitan dalam menjalankan
tugas panggilannya di dunia ini. Karena itu dua ayat ini perlu mendapat
penjelasan ulang.
Pertama, Matius 28:19-20: ‘Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku dan
baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Dan ajarlah
mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu.’ Kata
‘baptiskanlah mereka’ selama ini dipahami sebagai tanda bahwa seseorang menjadi
orang Kristen atau menjadi anggota gereja tertentu. Padahal baptis dalam
Alkitab tidak dihubungkan dengan gereja, tetapi dihubungkan dengan kematian dan
kebangkitan Kristus, sebagai simbol seseorang dipersekutukan dengan kematian
dan kebangkitan Kristus (Rm. 6:3,4; Kol. 2:12), sebagai simbol pembebasan dari
dosa dan dilibatkannya manusia dalam hadirnya kerajaan Allah dalam diri
Kristus, yang mendatangkan syalom. Itulah sebabnya perkataan ini
dihubungkan dengan menjadi murid Kristus. Adapun menjadi murid Kristus itu
berarti ‘mengajar melakukan apa yang diperintahkan oleh Kristus, bukan mengajar
perintah Kristus, tetapi mengajar melakukan’.
Karena
itu penulis setuju dengan pendapat Moltmann yang mengatakan, misi Kristen itu
tidak lagi dipahami sebagai membaptiskan dan mengumpulkan orang
sebanyak-banyaknya menjadi warga gereja serta mendirikan gereja dimana-mana.
Itu adalah misi kuantitatif, yang lebih penting adalah misi yang kualitatif,
yaitu menulari manusia apa pun agamanya, dengan roh pengharapan, kasih dan
tanggung jawab kepada dunia dengan segala macam persoalannya. Agama harus
mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi masalah manusia saat ini yaitu:
kelaparan, dominasi satu kelas terhadap kelas lain, imperialisme ideologi,
perang atom dan perusakan terhadap lingkungan hidup dan sebagainya.
Kedua,
Yohanes 14:6: Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup,
tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.’ Ayat
inilah yang sering dipakai oleh kelompok Kristen eksklusif sebagai dasar
pemutlakan Yesus, bahkan pemutlakan agama Kristen, bahwa tidak ada jalan lain
menuju Bapa kalau tidak lewat Yesus Kristus atau bahkan kalau tidak lewat
gereja. Sedangkan kelompok pluralis cenderung melupakan dan tidak
menyinggung-nyinggung ayat ini, karena ayat ini sukar dipahami dalam konteks
pluralisme agama-agama. Secara eksklusif William Barclay menafsirkan ayat ini
sebagai berikut: Memang banyak orang yang mengajar tentang jalan yang harus
ditempuh, tetapi hanya Yesuslah jalan itu dan di luar Dia manusia akan
tersesat. Banyak orang yang berbicara tentang kebenaran, tetapi hanya Yesuslah
yang dapat mengatakan ‘Akulah kebenaran’ itu. Orang lain mengajarkan
tentang jalan kehidupan, tetapi hanya dalam Yesus orang menemukan kehidupan
itu. Karena itu hanya Dia saja yang dapat membawa manusia kepada Tuhan.
Tafsiran
Barclay ini bertolak belakang dengan hakikat gereja sebagai umat Allah, yang
sejajar dengan umat-umat lain dan bertolak belakang dengan semangat pluralisme
agama-agama. Mungkin lebih cocok dengan tafsiran Samartha yang mengatakan bahwa
dalam agama Kristen, Yesus Kristus memang Juru Selamat namun orang Kristen
tidak dapat mengklaim bahwa juru selamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula
Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu bukan hanya Yesus, seperti yang dikatakan
Kenneth Cracknell bahwa di luar agama Kristen-pun dikenal banyak jalan menuju
keselamatan.
Dalam
agama Yahudi dikenal istilah Halakhah, yang secara hurufiah artinya
berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam pengajaran agama Yahudi yang
berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan hidup sehari-hari. Istilah
ini diambil dari Keluaran 18:20: ‘Kemudian haruslah engkau mengajarkan
kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang memberitahukan
kepada mereka jalan yang harus mereka jalani dan pekerjaan yang harus mereka
lakukan’. Dalam agama Islam konsep jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: ‘...
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon
pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus (yaitu), jalan orang-orang yang
telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka ...’
Dalam
agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju mokhsa, menuju kelepasan
dari kelahiran kembali, menuju keselamatan, yaitu Jnana marga atau jalan
pengetahuan, Karma marga atau jalan perbuatan baik, serta Bhakti
marga yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha
dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana.
Lalu
bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan? Pemahaman
ini bisa ditarik ke paradigma inklusif, artinya ada banyak jalan kecil-kecil (path),
tetapi hanya satu jalan besar (way) yaitu jalan Kristus. Atau, ditarik
ke paradigma pluralis indiferen, artinya banyak jalan, termasuk jalan Kristus,
tetapi hanya ada satu tujuan yaitu Allah.
Kalau kita memilih yang pertama, memang tidak cocok dengan semangat pluralisme
agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan teks Yohanes 14:6
Ada
banyak jalan tetapi hanya ada satu jalan yang menuju Bapa, yaitu jalan Kristus.
Kalau memilih alternatif kedua, hal itu sesuai dengan semangat pluralisme,
tetapi persoalan tentang ‘Tidak seorang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui
Aku’ tidak terpecahkan. Dengan memilih alternatif kedua, berarti menempatkan
Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai suatu tujuan. Padahal menurut banyak
penafsir Yesus itu bukan jalan (cara) untuk mencapai tujuan, tetapi Ia sendiri
jalan sekaligus tujuan. Dalam teks dikatakan ‘Aku adalah ... (tiga kata
berikutnya mempunyai kedudukan yang sejajar) jalan, kebenaran dan hidup’. Bukan
Aku jalan menuju kebenaran dan menuju hidup, juga bukan Aku jalan kebenaran dan
jalan hidup.
Penulis
setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, marga, dhama pada),
ada jalan kebenaran, ada keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa semua jalan
itu sama saja, sehingga semua agama sama saja. Juga tidak berarti bahwa jalan
Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa.
Lalu
persoalannya adalah bagaimana kalimat ‘Tidak seorangpun yang datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku’ harus ditafsirkan? Konteks ayat ini adalah:
ketika itu Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya, Ia pergi untuk
menyediakan tempat bagi murid-murid-Nya, kemudian Ia akan kembali menjemput
mereka, supaya di mana Yesus berada, murid-murid juga berada di sana (Yohanes
14:3). Kemudian Thomas berkata, ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau
pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’. Dengan perkataan itu
Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu dengan cara dan
kekuatannya sendiri. Kemudian Tuhan Yesus menjawab, ‘Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup, tidak seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui
Aku’. Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan itu adalah Thomas tidak
dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan kekuatannya sendiri. Kalau toh
ia bisa datang di tempat itu karena Tuhan Yesus yang membawa dia (Bdk. ay. 3
yang berkata: ‘Aku akan datang kembali membawa kamu’). Dengan kata lain, kalau
Thomas bisa datang di tempat itu, semua itu semata-mata hanya karena anugerah
Allah yang nyata dalam kehadiran Yesus Kristus.
Jadi
persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen kita bisa sampai ke
tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata karena anugerah Allah. Inilah yang
membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen dan jalan-jalan lainnya. Di sana
bukan tidak ada jalan, di sana juga ada jalan, jalan di sana bukan kurang baik,
sedangkan di sini lebih baik, tetapi memang jalan itu berbeda.
Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya, tidak harus membuat
orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua agama. Kita yakin
seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa kita kepada
keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam agama-agama
lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan. Kalau kita sendiri tidak
rela orang menganggap dalam kekristenan hanya ada kegelapan dan kesesatan,
mengapa hal yang sama kita tujukan kepada orang lain.
Apakah
pandangan ini tidak memperlemah semangat pekabaran Injil? Tidak, hanya harus
ada orientasi baru tentang Pekabaran Injil. Pekabaran Injil harus dipahami
seperti pemahaman Yesus Kristus sendiri: ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab
Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik (mengabarkan Injil) kepada
orang-orang miskin, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan
dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang
tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang’ (Luk. 4:18,19).
Memberitakan
Injil tidak lagi dipahami sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi.
Menambah jumlah orang-orang yang diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan
tujuan pekabaran Injil, tetapi sebagai akibat atau buah pekabaran Injil: ‘Mereka
disukai semua orang dan setiap hari Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang
diselamatkan’ (Kis. 2:46). Buah pekabaran Injil ini mungkin tidak segera
kita nikmati dalam kehadiran mereka di gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di
tempat lain.
Apakah
pemahaman pekabaran Injil ini tidak sama saja dengan pemahaman sebelumnya?
Tidak, pada pola pemahaman yang pertama mengesampingkan sikap toleransi yang
karenanya dapat menimbulkan kecurigaan bahkan konflik sosial. Sering
kekristenan mereka yang ‘bertobat’ lebih bersifat emosional. Sedangkan pola
pekabaran Injil kedua, sangat bersifat tenggang rasa, toleran dan bahkan
mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerja sama antar agama. Kalau
akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka tidak bersifat emosional,
tetapi dengan kesadaran penuh.”.
·
Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada
di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini
tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat
diselamatkan”.
·
1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu:
Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di
dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak
memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.
·
1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan
esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia
Kristus Yesus”.
Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab
Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa
ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di
dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12
menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya
berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus),
maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau
ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan /
hidup yang kekal).
Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit
ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki
Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini
menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang
kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!
Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang
diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya /
kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi
yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya
bagi orang kristen!
b. Karena
Kristus adalah Allah sendiri dan Ia satu dengan BapaNya (Yoh 10:30).
Karena itu sikap kepada Yesus Kristus merupakan sikap terhadap Allah Bapa (Yoh
5:23 14:9 15:23 1Yoh 2:22-23).
Dengan demikian, orang yang tidak percaya kepada Yesus,
sama dengan tidak percaya kepada Allah. Lalu bagaimana ia mau masuk surga yang
adalah milik Allah?
c. Karena
Kristus adalah satu-satunya Penebus / Juruselamat dosa.
Orang yang tidak mau percaya dan menerima Yesus sebagai
Juruselamat / Penebus dosanya, harus membayar dosanya sendiri, dan karena itu
ia harus masuk ke neraka selama-lamanya!
d. Dalam
Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk
bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
Contoh:
·
Bahtera Nuh (Kej 6-8).
Pada jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam
bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu
banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah,
naik gunung yang tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu
merendam seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk.
Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan
keselamatan.
·
Darah pada ambang pintu
(Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30
1Kor 5:7).
Pada waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan
membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui mana bangsa Israel
bisa lolos dari hukuman itu. Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada
ambang pintu. Dan ini adalah satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos
dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya, 1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah
kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”.
Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya
jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus.
·
Ular tembaga (Bil
21:4-9 Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel
berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu
jalan keluar, yaitu dengan memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka
menolak jalan itu dan mencari jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada
tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari
obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang
kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu
dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak patung ular
tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga!
Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”.
Dari ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE /
gambaran dari Kristus. Sama seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya
jalan keselamatan pada saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya
jalan keselamatan pada saat ini.
Jadi, tetaplah percaya pada ajaran / doktrin bahwa Yesus
adalah satu-satunya jalan keselamatan. Jangan peduli dengan istilah ‘kuno’, ‘ketinggalan jaman’ atau
apapun juga yang dilontarkan oleh orang-orang sesat ini. Lebih baik ‘kuno tetapi Alkitabiah’
dari pada ‘modern tetapi sesat’!
5. Satu
hal yang harus ditekankan adalah: kalau kita percaya Yesus adalah satu-satunya
jalan keselamatan, kita juga harus percaya bahwa orang yang bisa selamat, hanyalah
orang yang percaya kepada Kristus.
Ini saya tekankan, karena saya berdebat dengan satu orang
Katolik di internet, yang mengatakan bahwa ia mempercayai Yesus sebagai
satu-satunya jalan keselamatan, tetapi pada saat yang sama juga mengakui bahwa
orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus bisa selamat. Bagaimana bisa
demikian? Katanya, orang-orang itu tetap diselamatkan oleh jasa penebusan
Kristus, jadi Yesus tetap adalah satu-satunya jalan keselamatan.
Tanggapan saya:
Ini sama sekali sesat dan tak memungkinkan, karena dalam
seluruh Kitab Suci iman / percaya kepada Yesus Kristus merupakan syarat yang
sangat ditekankan. Dan sebaliknya, Kitab Suci juga menyatakan bahwa orang-orang
yang tidak percaya kepada Yesus Kristus akan dihukum.
Yoh 3:16,18 - “(16) Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. ... (18) Barangsiapa percaya
kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di
bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.
Yoh 3:36 - “Barangsiapa
percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat
kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di
atasnya.’”.
Yoh 8:24 - “Karena itu
tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau
kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.
Kis 16:31 - “Jawab
mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat,
engkau dan seisi rumahmu.’”.
2Tes 1:6-10 - “(6) Sebab
memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas
kamu (7) dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas, dan juga
kepada kami, pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diriNya
bersama-sama dengan malaikat-malaikatNya, dalam kuasaNya, di dalam api yang
bernyala-nyala, (8) dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau
mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. (9) Mereka
ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat
Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya, (10) apabila Ia datang pada hari itu
untuk dimuliakan di antara orang-orang kudusNya dan untuk dikagumi oleh semua
orang yang percaya, sebab kesaksian yang kami bawa kepadamu telah kamu
percayai”.
Wah 21:8 - “Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji,
orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian
mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah
kematian yang kedua.’”.
c) Perintah
untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus ini, jelas merupakan suatu perintah
yang ditujukan kepada semua orang Kristen untuk memberitakan Injil kepada
orang-orang yang belum mengenal Kristus.
Sebetulnya perintah ini jelas mencakup kristenisasi,
karena menjadikan seseorang sebagai murid Kristus jelas mencakup tindakan
mengkristenkan dia.
Perlu diketahui bahwa istilah ‘Kristen’, relatif sangat jarang digunakan dalam Kitab Suci.
Istilah ‘Kristen’ hanya muncul 3 x dalam seluruh Kitab Suci, yaitu dalam:
·
Kis 11:26b - “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen”.
NIV: ‘Christians’
(= orang-orang Kristen).
·
Kis 26:28
- “Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja
kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’”.
·
1Pet 4:16
- “Tetapi, jika ia menderita sebagai orang
Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah
dalam nama Kristus itu”.
Dalam Kitab Suci Indonesia istilah ‘Kristen’ itu muncul
dalam beberapa ayat lain, tetapi sebetulnya terjemahannya salah. Ayat-ayat itu
adalah:
¨
Ro 16:7
- “Salam kepada Andronikus dan Yunias,
saudara-saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan bersama-sama dengan aku,
yaitu orang-orang yang terpandang di antara para rasul dan yang telah
menjadi Kristen sebelum aku”.
NIV: ‘and
they were in Christ before I was’ (= mereka sudah ada dalam
Kristus sebelum aku).
¨
1Kor 9:5
- “Tidakkah kami mempunyai hak untuk
membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang
dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas?”.
NIV: ‘a believing wife’ (= seorang istri yang percaya).
Lit: ‘a sister, a wife’ (= seorang istri yang adalah
seorang saudari).
¨
2Kor 12:2
- “Aku tahu tentang seorang Kristen;
empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di
luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba
diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga”.
NIV: ‘a man in Christ’ (= seorang laki-laki dalam
Kristus).
Sekarang mari kita soroti Kis 11:26b itu sekali lagi.
Kis 11:26b - “Di
Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen”.
NIV:
‘The disciples were called Christians
first at Antioch’ (= Murid-murid disebut orang-orang Kristen
pertama-kalinya di Antiokhia).
Barnes’ Notes: “The name was evidently
given because they were the followers of Christ. But by whom, or with what
views it was given, is not certainly known” (= Nama itu
jelas diberikan karena mereka adalah pengikut-pengikut Kristus. Tetapi oleh siapa,
atau dengan pandangan apa nama itu diberikan, tidak diketahui dengan pasti).
Dari Kis 11:26b ini kita bisa tahu bahwa:
*
istilah ‘Kristen’ baru dipakai
setelah Yesus naik ke surga. Dan karena itu jelas tidak mungkin Yesus
memberikan perintah ‘jadikanlah semua bangsa
orang Kristen’.
*
‘murid-murid’ disebut ‘orang-orang Kristen’.
Calvin: “and what it is else to be
a disciple of Christ but to be a Christian?” (= menjadi
seorang murid dari Kristus bukan lain dari pada menjadi seorang Kristen) - hal 472.
Jadi kata-kata Yesus ‘jadikanlah
semua bangsa muridKu’, tidak berbeda
dengan ‘jadikanlah semua bangsa kristen / orang
Kristen’.
Dengan demikian, Kristus sendiri memerintahkan kita untuk
menjadikan semua bangsa orang Kristen, atau dengan kata lain, Kristus sendiri
memerintahkan untuk melakukan kristenisasi!
Kis 26:28-29 - “(28) Jawab
Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’ (29) Kata
Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan
hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang
mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu
ini.’”.
Kata-kata Agripa ini menunjukkan bahwa Paulus memang
bertujuan untuk menjadikan dia orang Kristen. Dengan kata lain, Paulus
melakukan kristenisasi.
Matthew Henry: “it is an acknowledgement
that Paul spoke very much to the purpose” (= itu
merupakan suatu pengakuan bahwa Paulus berbicara untuk tujuan itu).
Dan hal yang perlu diperhatikan adalah: jawaban Paulus
dalam Kis 26:29 sama sekali tidak menyangkal hal itu, tetapi bahkan
membenarkannya dan lebih menekankannya lagi, karena ia mengatakan bahwa ia
berdoa supaya bukan hanya Agripa, tetapi semua orang yang hadir saat itu,
menjadi orang Kristen.
Wycliffe Bible Commentary: “Paul took Agrippa’s light comment seriously and replied
solemnly, whether in short or at length ... he wished that all men who heard
him might become Christians as he was-with the exception of the chains he was
wearing because he was a Christian” [= Paulus
menganggap serius komentar ringan Agripa dan menjawab dengan khidmat, apakah
segera atau lama kelamaan ... ia berharap bahwa semua orang yang
mendengarnya bisa menjadi orang-orang kristen seperti dia, dengan
perkecualian tentang belenggu yang ia pakai karena ia adalah seorang Kristen].
2) ‘Pergilah’.
a) Untuk
bisa pergi mencari jiwa, kita sendiri harus sudah datang kepada Kristus! Bdk.
Mat 4:19 yang mengatakan: “Mari, ikutlah Aku, dan
kamu akan Kujadikan penjala manusia”.
Jadi, harus ikut Yesus dulu baru menjadi penjala manusia!
b) Kata
‘pergi’ ini jelas
menunjukkan bahwa kita tidak boleh hanya menunggu sampai orang luar mau datang
ke gereja. Kita harus pergi mencari mereka!
Penerapan:
Pernahkah saudara betul-betul pergi dari rumah dengan tujuan
khusus untuk memberitakan Injil?
3) ‘Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus’.
Di atas sudah saya bahas bahwa sebetulnya perintah ‘menjadikan murid Yesus’
jelas sudah menunjukkan bahwa dalam pemberitaan Injil ada kristenisasi! Tetapi kalau
itu masih kurang jelas, maka kata ‘baptislah’ ini menunjukkan secara lebih menyolok lagi.
Ulil Abshar-Abdalia: Konkretnya, bagaimana
pandangan gereja-gereja mainstream terhadap gerakan pengabaran
Injil dalam konteks keragaman agama yang sudah tak bisa ditolak itu?
Pdt. Kuntadi: Kalau dalam GKI, kami
sering berkata begini: ‘Pekabaran Injil itu tidak sama dengan mengkristenkan
orang.’ Tugas kita hanya menyiarkan, bukan melakukan proselitisme (konversi
agama). Kalau sudah melakukan proselitisme, kita perlu kembali melihat
kenyataan sejarah bahwa setiap kegiatan proselitisme selalu berhadapan dengan
konsekuensi yang tidak bisa kita tanggung nantinya. Itulah perbedaan antara
proselitisme dan pengabaran Injil. Penyiaran atau pengabaran tersebut bermakna
menyiarkan kabar baik, tapi tidak memaksa dan menyudutkan orang untuk masuk ke
agama kita. Sedangkan proselitisme adalah usaha untuk memindahkan orang ke
agama kita. Gereja-gereja mainstream mestinya memakai istilah
dialog untuk melakukan pengabaran Injil. Sebagai ketua Sinode GKI Jabar,
saya mengatakan, ‘Kalau kita mempunyai kabar baik dan mau didengarkan oleh
orang lain, ingatlah pesan Yesus supaya kita juga mau mendengarkan orang lain.’
Jangan cuma mau didengar, tapi tidak mau mendengar.
Ketika saya ingin menyiarkan
Injil kepada seorang muslim, saya juga mesti bersedia mendengarkan muslim itu
melakukan dakwah kepada saya. Ada mutualisme yang merupakan inti dialog. Niat saya bukan
mengkristenkan orang muslim. Sebaliknya, kaum muslim mestinya juga tidak mengislamkan
orang Kristen. Ada pertukaran kabar baik. Dan masing-masing bisa belajar
tentang sisi-sisi positif dari pengabaran atau dakwah.
Kalau akhirnya terjadi
perpindahan agama, biarlah itu menjadi hak asasi orang. Kalau orang pindah
agama bukan dengan pikiran penuh, tapi karena manipulasi, itu hanya menurunkan
kualitas agama Artinya, sekalipun kuantitasnya banyak, kualitasnya sangat
menurun.
Tanggapan saya:
a) Penolakan
‘mengkristenkan orang’
ini lagi-lagi merupakan omong kosong yang sesat.
Pada waktu rasul-rasul memberitakan Injil, mereka
memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama. Dan pada waktu
orang-orang itu bertobat, mereka membaptis orang-orang itu, misalnya 3000 orang
pada hari Pentakosta, dan itu berarti melakukan kristenisasi!
Kis 2:38 - “Jawab Petrus
kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi
dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka
kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.
Kis 2:41-42 - “(41)
Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan
pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. (42) Mereka
bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka
selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa”.
Pemberitaan Injil, kalau itu diterima oleh orang yang
diinjili, harus dilanjutkan dengan baptisan / kristenisasi. Memang bukan
saudara sendiri yang membaptis, tetapi saudara mendorong orang itu untuk mau
menyerahkan diri dibaptis.
Dan tulisan Pdt. Budyanto di atas, dikatakan olehnya
bahwa:
1. ‘baptis dalam Alkitab tidak dihubungkan
dengan gereja’.
Tetapi dari Kis 2:41-42 di atas dikatakan bahwa ‘orang-orang yang memberi diri dibaptis itu lalu bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa’. Apakah ini
kalau bukan masuk ke dalam gereja / menjadi orang Kristen?
2. Ia
tidak setuju dengan kristenisasi, tetapi setuju dengan Kristusisasi! Ini lucu dan bodoh. Kristenisasi berarti menjadikan
Kristen, lalu Kristusisasi berarti apa? Menjadikan Kristus?
b) Kristenisasi
yang salah.
Memang ada kristenisasi yang salah, yaitu yang tidak
didahului oleh penginjilan. Ini sering dilakukan oleh orang-orang Pentakosta /
Kharismatik yang asal mendorong orang untuk masuk gereja dan dibaptis, tak
peduli orangnya sudah mengerti dan percaya Injil atau tidak. Ini tentu salah.
4) ‘Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu’.
a) Kita
disuruh ‘mengajar melakukan perintah Kristus’ atau ‘mengajarkan perintah
Kristus’?
Pdt. Dr. Budyanto di atas mengatakan:
“Adapun menjadi murid Kristus itu berarti
‘mengajar melakukan apa yang diperintahkan oleh Kristus, bukan mengajar
perintah Kristus, tetapi mengajar melakukan’”.
Ini luar biasa bodohnya! Bagaimana mungkin kita ‘mengajar melakukan perintah Kristus’ tanpa lebih dulu ‘mengajarkan
perintah Kristus’?
b) Kita
disuruh mengajar orang agama lain, bukan belajar dari mereka, atau saling
belajar.
Kalau dalam agama lain tidak ada keselamatan, kabar baik
apa yang bisa ada dalam agama mereka? Jadi kata-kata Pdt. Kuntadi tadi, jelas
merupakan suatu omong kosong.
Ia juga mengatakan bahwa:
“‘Kalau kita mempunyai kabar
baik dan mau didengarkan oleh orang lain, ingatlah pesan Yesus supaya kita juga
mau mendengarkan orang lain.’ Jangan cuma mau didengar, tapi tidak mau
mendengar”.
Ini lucu, karena Yesus tak
pernah mengatakan kata-kata seperti itu, dan Kitab
Suci justru melarang kita mendengar ‘orang lain’!
·
Yoh 10:5,8
- “(5) Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah
mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.’
... (8) Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba
itu tidak mendengarkan mereka”.
·
Ul 13:3,8
- “(3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau
pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah
kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu. ... (8) maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah
mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah
mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya”.
·
1Yoh 4:1-6
- “(1) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah
percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari
Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh
dunia. (2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku,
bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan
setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah
roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan
sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia. (4) Kamu berasal dari Allah,
anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada
di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. (5) Mereka
berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan
dunia mendengarkan mereka. (6) Kami berasal dari Allah: barangsiapa
mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia
tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang
menyesatkan”.
Calvin: “he therefore forbids them
to hear those who denied that the Son of God appeared in the flesh” (= karena itu ia melarang mereka untuk mendengar mereka yang
menyangkal bahwa Anak Allah muncul / tampil dalam daging) - hal 228.
c) Memang
bukan berarti kalau kita memberitakan Injil kita tak boleh mendengar orang itu
sama sekali, karena kalau demikian, ia juga tak akan mau mendengar kita. Kita
boleh mendengar dia, tetapi itu bukan tujuan kita. Itu cuma taktik /
strategi, supaya ia mau mendengar kita! Tujuan kita: kita mengajar dia, dan
dia mendengar dari kita!
II) Konflik dan penyertaan Tuhan.
1) Kalau
kita taat, pasti akan ada konflik.
Jangan berharap kalau saudara memberitakan Injil, lalu
seluruh dunia menerima saudara dan memuji / berterima kasih kepada saudara.
Memang akan ada orang-orang yang percaya, tetapi pasti ada yang menolak,
membenci, bahkan mungkin menganiaya dan membunuh saudara. Dengan kata lain,
pasti terjadi konflik.
Pdt. Kuntadi: apakah penyiaran Injil yang
kalau diterjemahkan berarti kabar baik akan betul-betul bisa tersalur sebagai
kabar baik atau justru menjadi kabar buruk ketika menjadi konflik?
a) Apa yang dikatakan oleh Pdt.
Kuntadi ini merupakan penghujatan. Yesus sendiri datang untuk memberitakan
Injil (Mark 1:38), dan Ia sendiri sering mengalami konflik. Jadi Ia
memberitakan kabar buruk?
b) Ini juga merupakan penghinaan
terhadap rasul-rasul dan orang-orang kristen sepanjang jaman, yang dalam
memberitakan Injil pasti akan mengalami konflik. Apakah semua orang-orang ini
adalah pemberita kabar buruk?
Bdk. Kis 24:5 - “Telah nyata kepada kami, bahwa orang ini adalah penyakit
sampar, seorang yang menimbulkan kekacauan di antara semua orang Yahudi di
seluruh dunia yang beradab, dan bahwa ia adalah seorang tokoh dari sekte orang
Nasrani”.
NIV: ‘We
have found this man to be a troublemaker, stirring up riots among the
Jews all over the world. He is a ringleader of the Nazarene sect’ (= Kami mendapati orang ini sebagai
seorang pembuat kekacauan, menimbulkan huru hara di antara orang-orang
Yahudi di seluruh dunia. Ia adalah seorang tokoh dari sekte Nasrani).
Kemanapun Paulus pergi, selalu
timbul huru-hara sehingga ia disebut ‘a trouble maker’ (= seorang
pembuat keributan / pengacau) dalam Kis 24:5! Tetapi apakah terjadinya
huru hara ini merupakan kesalahan Paulus? Tentu saja tidak! Yesus sendiri sudah
berkata bahwa Ia datang bukan membawa damai tetapi membawa pedang
(Mat 10:34), dan karena itu dimanapun Injil diberitakan, bisa saja terjadi
kekacauan. Tetapi ini adalah kesalahan dari orang-orang yang menolak Injil itu,
bukan kesalahan pemberita Injilnya!
c) Kata-katanya menunjukkan bahwa
apakah itu merupakan kabar baik atau kabar buruk, tergantung dari tanggapan
para pendengarnya. Jadi itu menjadi sesuatu yang subyektif. Padahal Firman
Tuhan / Injil merupakan sesuatu yang obyektif. Apakah didengar atau tidak,
dimengerti atau tidak, dihargai atau tidak, diterima atau tidak, dipuji atau
diejek, itu tetap adalah Firman Tuhan / Injil.
Mari kita membandingkan dengan
beberapa ayat di bawah ini:
·
Mark 8:35
- “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan
karena Injil, ia akan menyelamatkannya”.
Ayat ini bicara tentang orang yang
kehilangan nyawanya karena Yesus dan karena Injil. Berarti pada waktu ia
memberitakan Injil terjadi konflik, dan ia dibunuh. Tetapi ayat ini tetap
menyebut ‘Injil’, yaitu ‘kabar baik’ bukan ‘kabar buruk’.
·
Kis 5:40-42
- “(40) Mereka memanggil rasul-rasul itu, lalu menyesah mereka dan
melarang mereka mengajar dalam nama Yesus. Sesudah itu mereka dilepaskan. (41)
Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena
mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus. (42)
Dan setiap hari mereka melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di
rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah
Mesias”.
Baru terjadi konflik dimana
Petrus dan Yohanes ditangkap, lalu dalam ay 40 mereka disesah dan dilarang
mengajar dalam nama Yesus, tetapi dalam ay 42 dikatakan bahwa mereka ‘memberitakan Injil’. Mengapa tetap disebut ‘Injil’, yaitu ‘kabar baik’ dan bukan ‘kabar buruk’? Hal yang sama terjadi dengan
text di bawah ini.
·
Kis 11:19-20
- “(19) Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena
penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar
sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil
kepada orang Yahudi saja. (20) Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang
Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada
orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan”.
·
Kis 14:5-7
- “(5) Maka mulailah orang-orang yang tidak mengenal Allah dan
orang-orang Yahudi bersama-sama dengan pemimpin-pemimpin mereka menimbulkan
suatu gerakan untuk menyiksa dan melempari kedua rasul itu dengan batu.
(6) Setelah rasul-rasul itu mengetahuinya, menyingkirlah mereka ke kota-kota di
Likaonia, yaitu Listra dan Derbe dan daerah sekitarnya. (7) Di situ mereka memberitakan
Injil”.
·
2Tim 2:9
- “Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu
seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu”.
Ayat ini jelas menunjukkan
suatu konflik. Paulus dipenjara dan dibelenggu karena memberitakan Injil,
tetapi ia tetap menyebutnya sebagai ‘Injil’, yaitu ‘kabar baik’, bukan ‘kabar buruk’.
Text ini menunjukkan bahwa bagi orang-orang yang sedang
binasa / sedang menuju kebinasaan, Paulus dan pemberitaannya adalah bau
kematian yang mematikan (ay 16a), dan ini yang menyebabkan mereka menimbulkan
konflik. Tetapi bagi Allah Paulus dan pemberitaannya selalu adalah bau
harum (ay 15).
Calvin: “they have the name of
odour, not as if they emitted any fragrance of themselves, but because the
doctrine which they bring is odoriferous, so that it can imbue the whole world
with its delectable fragrance. ... this commendation is applicable to all the
ministers of the gospel, because wherever there is a pure and unvarnished
proclamation of the gospel, there will be found there the influence of that
odour, of which Paul here speaks. ... faithful and upright ministers of the
gospel have a sweet odour before God, not merely when they quicken souls by a
wholesome savour, but also, when they bring destruction to unbelievers. Hence
the gospel ought not to be less esteemed on that account. ‘Both odours,’
says he, ‘are grateful to God - that by which the elect are refreshed unto
salvation, and that from which the wicked receive a deadly shock.’ Here we have
a remarkable passage, by which we are taught, that, whatever may be the
issue of our preaching, it is, notwithstanding, well-pleasing to God, if the
Gospel is preached, and our service will be acceptable to him; and also, that
it does not detract in any degree from the dignity of the Gospel, that it does
not do good to all; for God is glorified even in this, that the Gospel
becomes an occasion of ruin to the wicked, nay, it must turn out so” (= mereka mendapat nama ‘bau (harum)’, bukan seakan-akan
mereka memancarkan bau wangi dari diri mereka sendiri, tetapi karena doktrin /
ajaran yang mereka bawa berbau harum, sehingga itu bisa memenuhi seluruh dunia
dengan bau harumnya yang enak. ... pujian ini dapat diterapkan kepada semua
pelayan-pelayan dari injil, karena dimanapun ada proklamasi injil yang murni
dan sebenarnya, akan ditemukan di sana pengaruh dari bau tersebut, tentang mana
Paulus di sini berbicara. ... pelayan-pelayan injil yang setia dan tulus /
jujur mempunyai bau harum di hadapan Allah, bukan hanya pada waktu mereka
menghidupkan jiwa-jiwa oleh bau yang sehat, tetapi juga, pada waktu mereka
membawa kehancuran kepada orang-orang yang tidak percaya. Karena itu injil
tidak boleh dinilai lebih rendah karena hal itu. ‘Kedua bau’, katanya,
‘menyenangkan bagi Allah - bau dengan mana orang-orang pilihan disegarkan
kepada keselamatan, dan bau dari mana orang-orang jahat menerima suatu kejutan
yang mematikan’. Di sini kita mempunyai suatu text yang hebat / luar biasa,
oleh mana kita diajar bahwa bagaimanapun hasil dari pemberitaan kita, itu
tetap menyenangkan bagi Allah, jika Injil diberitakan, dan pelayanan kita akan
berkenan kepadaNya; dan juga, bahwa itu sama sekali tidak mengurangi kewibawaan
dari Injil, bahwa itu tidak membawa kebaikan bagi semua; karena Allah
dimuliakan bahkan dalam hal ini, dimana Injil menjadi penyebab dari kehancuran
bagi orang-orang jahat, tidak, itu harus berakhir demikian) - hal 159-160.
2) Janji
penyertaan Tuhan Yesus (ay 20b).
Perintah untuk memberitakan Injil dalam ay 19-20a
memang berat, tetapi Tuhan berjanji untuk menyertai orang yang mau mentaati
perintah itu!
Penerapan:
Kalau saudara mau untuk memberitakan Injil, saudara harus
menyadari bahwa akan ada serangan setan bagi saudara. Tetapi jangan takut, karena
Tuhan Yesus beserta dengan saudara, dan karena itu, sekalipun ada konflik,
teruslah memberitakan Injil!
-o0o-
email
us at : gkri_exodus@lycos.com