Laki-laki dan Doanya
oleh: Pdt. Budi
Asali M.Div.
1Tim 2:8 - “Oleh
karena itu aku ingin, supaya
di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan
tangan yang suci, tanpa marah dan
tanpa perselisihan”.
1Tim
2:8 itu mengatakan: ‘Orang
laki-laki’.
Bukan berarti
perempuan tak boleh. Tentu saja boleh.
Tetapi di sini yang ditekankan
adalah laki-laki. Mengapa?
1) Biasanya laki-laki sibuk, jadi yang berdoa perempuan. Dalam Persekutuan Doa
yang hadir biasanya perempuan saja, tua-tua lagi.
Tetapi Yesus,
sekalipun Ia
adalah laki-laki yang sibuk, banyak berdoa, khususnya di tengah-tengah kesibukanNya!
Bandingkan dengan:
·
Luk 5:15-16 - “(15) Tetapi kabar
tentang Yesus makin jauh tersiar
dan datanglah orang banyak berbondong-bondong
kepadaNya untuk mendengar Dia dan
untuk disembuhkan dari penyakit mereka.
(16) Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat
yang sunyi dan berdoa”.
·
Mark 1:35-37 - “(35) Pagi-pagi benar, waktu hari
masih gelap, Ia bangun
dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa
di
Dari text ini
terlihat dengan jelas bahwa Yesus
sangat sibuk, tetapi Ia
tetap mengatur kesibukanNya, atau tidurNya, dan memberi
waktu untuk berdoa!
2) Laki-laki sering
merasa diri kuat, sehingga merasa tak butuh
doa.
Tak ada
orang yang lebih kuat dari Yesus,
tetapi Yesus banyak berdoa!
Bdk. Maz
147:10-11 - “(10)
Ia tidak
suka kepada kegagahan kuda, Ia tidak senang
kepada kaki laki-laki; (11)
TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada
orang-orang yang berharap akan kasih setiaNya”.
3) Laki-laki biasanya lebih rasionil dari pada
perempuan, dan orang yang rasionil sering merasa doa itu tidak
perlu, yang perlu adalah bekerja / berusaha.
Tetapi kalau
rasio itu mengerti Kitab Suci dan tunduk
Kitab Suci, maka orang laki-laki
seharusnya tahu bahwa kita itu
lemah dan tidak bisa berbuat
apa-apa, tanpa pertolongan dari Tuhan.
Yoh 15:5 - “Akulah
pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam
Aku dan Aku
di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu
tidak dapat berbuat apa-apa”.
Maz 127:1 - “Nyanyian
ziarah Salomo. Jikalau bukan
TUHAN yang membangun rumah,
sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal
1Tim
2:8 itu mengatakan: ‘Di mana-mana’.
1) Ini menunjukkan bahwa kita harus berdoa
bukan hanya di tempat-tempat tertentu, seperti gereja, bukit doa, dsb, tetapi di segala
tempat.
Adam Clarke: “they should always have a
praying heart, and this will ever find a praying place” (= mereka
harus selalu mempunyai hati yang berdoa, dan ini
akan selalu
menemukan tempat untuk berdoa).
Contoh: ada
orang Islam bedoa di tepi jalan.
2) Ini ditekankan
mungkin berhubungan dengan kepercayaan Yahudi yang salah.
Adam Clarke: “This may refer to a Jewish
superstition. They thought, at first, that no prayer could be acceptable that
was not offered at the temple at Jerusalem; afterward this was extended
to the Holy Land; but, when they became dispersed among the nations, they
built oratories or places of prayer, principally by rivers and by the
seaside; and in these they were obliged to allow that public prayer might be
legally offered, but nowhere else. In opposition to this, the apostle, by the
authority of Christ, commands men to pray everywhere” (= ).
Barnes’ Notes: “Not merely in the temple, or
in other sacred places, but in all places. The Jews supposed that there was
special efficacy in prayers offered at the temple in Jerusalem; the pagan also
had the same view in regard to their temples - for both seemed to suppose that
they came nearer to God by approaching his sacred abode. Christianity teaches
that God may be worshipped in any place, and that we are at all times equally
near him”
(= ).
Bdk. Yoh
4:20-24 - “(20)
Nenek moyang kami menyembah di atas gunung
ini, tetapi kamu katakan, bahwa
Yerusalemlah tempat orang menyembah.’ (21) Kata
Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepadaKu, hai perempuan, saatnya akan
tiba, bahwa kamu akan menyembah
Bapa bukan di gunung ini
dan bukan juga di Yerusalem.
(22) Kamu menyembah apa yang tidak
kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal,
sebab keselamatan datang dari bangsa
Yahudi. (23) Tetapi saatnya akan
datang dan sudah tiba sekarang,
bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah
Bapa dalam roh dan kebenaran;
sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. (24) Allah itu
Roh dan barangsiapa
menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan
kebenaran.’”.
1Tim 2:8
itu mengatakan: ‘Berdoa
dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan
tanpa perselisihan’.
1) ‘Berdoa dengan menadahkan
tangan’.
Di sini yang ditekankan bukan ‘menadahkan
tangan’, seakan-akan itu merupakan suatu
keharusan. Yesus sendiri doa
di taman Getsemani dengan sujud (Mat 26:39). Dikatakan ‘menadahkan tangan’ hanya karena itu merupakan
kebiasaan pada saat itu.
Adam Clarke: “It was a common custom, not
only among the Jews, but also among the pagans, to lift up or spread out their
arms and hands in prayer. ... But the apostle probably alludes to the Jewish
custom of laying their hands on the head of the animal which they brought for a
sin-offering, confessing their sins, and then giving up the life of the animal
as an expiation for the sins thus confessed. And this
very notion is conveyed in the original term epairontas,
from airoo, ‘to lift
up’, and epi,
‘upon’ or ‘over’. This shows us how Christians should
pray. They should come to the altar; set God before their eyes; humble
themselves for their sins; bring as a sacrifice the Lamb of God; lay their
hands on this sacrifice; and by faith offer it to God in their souls’
behalf, expecting salvation through his meritorious death alone” (= ).
Barnes’ Notes: “‘To lift up the
hands’ denotes supplication, as it was a common attitude of prayer to
spread abroad the hands toward heaven; compare Ps 68:31; Exo.
19:29,33; 1 Kings 8:22; 2 Chr.
6:12-13; Isa. 1:15” (= ).
2) ‘tangan yang suci’.
Ini yang merupakan
penekanan. Kita harus
berdoa dengan tangan yang suci. Adanya dosa yang masih dipertahankan dan belum dibereskan,
membuat doa
tak didengar.
Adam Clarke: “The holy hands refer to the
Jewish custom of washing their hands before prayer; this was done to signify
that they had put away all sin, and purposed to live a holy life” (= ).
Barnes’ Notes: “‘Holy hands’ here, mean hands that are not defiled by sin, and that have
not been employed for any purpose of iniquity. The idea is, that when men
approach God they should do it in a pure and holy manner” (= ).
Bandingkan dengan:
·
Maz 24:3-4 - “(3) ‘Siapakah yang boleh naik ke
atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempatNya
yang kudus?’ (4) ‘Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya,
yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu”.
·
Yes 1:15 - “Apabila kamu
menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku
akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan
mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.
·
Maz 66:18 - “Seandainya ada
niat jahat dalam hatiku, tentulah
Tuhan tidak mau mendengar”.
·
Yoh 9:31 - “Kita tahu, bahwa
Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendakNya”.
·
1Pet 3:7 - “Demikian juga
kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari
kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan
terhalang”.
3) ‘tanpa marah
dan tanpa perselisihan’.
KJV: ‘without
wrath and doubting’ (= tanpa kemarahan dan keraguan).
Ini merupakan
penerapan dari ‘suci’ tadi. Dibandingkan dengan
perempuan, pada umumnya laki-laki lebih condong pada
marah dan gegeran. Mungkin karena itu maka hal ini
ditekankan di sini.
a) ‘tanpa marah’.
Adam Clarke: “Having no vindictive feeling
against any person; harbouring no unforgiving spirit,
while they are imploring pardon for their own offences” (= ).
b) ‘dan tanpa perselisihan’.
KJV: ‘without
... doubting’ (= tanpa ... meragukan).
Rasanya terjemahan KJV salah.
Bdk. Mat 5:23-24 - “(23) Sebab
itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan
engkau teringat akan sesuatu
yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah
itu dan pergilah
berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk
mempersembahkan persembahanmu
itu”.
Adam Clarke: “‘And doubting.’ Dialogismou or dialogismoon, as in many MSS., ‘reasonings’, ‘dialogues’. Such as
are often felt by distressed penitents and timid believers; faith, hope, and
unbelief appearing to hold a disputation and controversy in their own bosoms,
in the issue of which unbelief ordinarily triumphs. The apostle therefore wills
them to come, implicitly relying on the promises of God, and the sacrifice and
mediation of Jesus Christ” (= ).
Barnes’ Notes: “‘And doubting.’
This word, as used here, does not mean, as our translation would seem to imply,
that we are to come before God without any doubts of our own piety, or in the
exercise of perfect faith. The word used dialogismos
means, properly, computation, adjustment of accounts; then reflection, thought;
then reasoning, opinion; then debate, contention, strife; Luke 9:46; Mark
9:33-34; Phil 2:14. This is the sense evidently in this place. They were not to
approach God in prayer in the midst of clamorous disputings
and angry contentions. They were not to come when the mind was heated with
debate, and irritated by strife for victory. Prayer was to be offered in a
calm, serious, sober state of mind, and they who engaged in polemical strife,
or in warm contention of any kind, are little fitted to unite in the solemn act
of addressing God” (= ).
c)
Mat 18:19 - “Dan lagi
Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari
padamu di dunia ini sepakat
meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh BapaKu yang di sorga”.
Maukah saudara
sebagai laki-laki, berdoa, banyak berdoa, berdoa dimana-mana, dan berdoa dengan benar
dengan membuang semua dosa? Tuhan memberkati
saudara.
-AMIN-