Memadamkan
Roh
oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.
1Tes
5:19-22 - “(19)
Janganlah padamkan Roh, (20) dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. (21) Ujilah segala sesuatu dan
peganglah yang baik. (22) Jauhkanlah dirimu dari segala jenis
kejahatan”.
Kata-kata dalam ay 19 - “Janganlah padamkan Roh”, menunjukkan Roh Kudus
sebagai terang / api.
Herbert Lockyer: “Moffat translates the phrase,
‘Never quench the fire of the Spirit.’” (= Moffat menterjemahkan ungkapan
ini, ‘Jangan pernah memadamkan api dari Roh) - ‘The
Holy Spirit of God’, hal 219.
Herbert Lockyer mengutip
kata-kata
Calvin: “This metaphor is derived from
the power and nature of the Spirit; for as it is the proper office of the
Spirit to illuminate the understandings of men, and as he is on this acount called
our light, it is with propriety that we are said to quench him, when we make
void his grace” (= Kiasan ini didapatkan dari kuasa dan sifat alamiah dari Roh;
karena sebagaimana merupakan tugas yang benar dari Roh untuk menerangi
pengertian manusia, dan sebagaimana Ia karena ini disebut terang kita, maka
adalah tepat kalau dikatakan bahwa kita memadamkanNya, pada waktu kita
menyia-nyiakan kasih karuniaNya) - hal 298.
Bdk. Ibr 6:4-6 - “(4) Sebab mereka yang pernah
diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah
mendapat bagian dalam Roh Kudus, (5) dan yang mengecap firman yang baik dari
Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, (6) namun yang murtad lagi,
tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab
mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghinaNya di muka
umum”.
Wah 4:5 - “Dan dari takhta itu keluar
kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di
hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah”.
KJV: ‘seven
lamps of fire burning before the throne’ (= 7 lampu api menyala di hadapan takhta).
NIV: ‘Before the
throne, seven lamps were blazing’ (= Di hadapan takhta, 7
lampu sedang menyala / berkobar-kobar).
1) ‘Memadamkan Roh’ tak berarti mengeluarkan Roh
Kudus dari diri orang percaya.
Herbert Lockyer: “We can quench the fire of the
Spirit in our own heart. ... it must be clearly
understood that the quenching of the Spirit has nothing to do with casting Him
out of our life. Such an action is impossible, since upon His entrance he
becomes our eternal Inhabitant. The quenching is simply related to the
manifestation of the Spirit’s presence and power” (= Kita dapat memadamkan api dari
Roh dalam hati kita sendiri. ... harus dimengerti
dengan jelas bahwa pemadaman Roh tidak ada hubungannya dengan mengeluarkan Dia
dari kehidupan kita. Tindakan seperti itu mustahil, karena dengan masuknya Ia ke dalam diri kita, Ia menjadi Penghuni kita yang kekal.
Pemadaman itu hanya berhubungan dengan manifestasi dari kehadiran dan kuasa
Roh) - ‘The
Holy Spirit of God’, hal 221.
Bdk. Yoh
14:16 - “Aku
akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang
lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya”.
2) Bisakah orang Kristen memadamkan Roh secara mutlak?
Calvin: “Those, however, who infer
from this that it is in man’s option either to quench or to cherish the
light that is presented to him, so that they detract from the efficacy of
grace, and extol the powers of free will, reason on false grounds. For although
God works efficaciously in his elect, and does not merely present the light to
them, but causes them to see, opens the eyes of their heart, and keeps them
open, yet as the flesh is always inclined to indolence, it has need of being
stirred up by exhortation” (= Tetapi mereka yang menyimpulkan dari ini bahwa
adalah dalam pilihan manusia untuk memadamkan atau memelihara terang yang
diberikan kepadanya, sehingga mereka merendahkan keefektifan dari kasih
karunia, dan meninggikan kuasa dari kehendak bebas, berargumentasi pada dasar
yang salah. Karena sekalipun Allah bekerja secara efektif dalam orang-orang
pilihan, dan tidak semata-mata memberikan terang kepada mereka, tetapi membuat
mereka melihat, membuka mata hati mereka, dan menjaga mata mereka tetap
terbuka, tetapi karena daging selalu cenderung pada kemalasan, ia perlu untuk
digerakkan / dibangunkan oleh desakan / peringatan) - hal 298.
Dengan
kata-kata ini Calvin menyatakan bahwa ay 19 ini tidak boleh diartikan bahwa
kita bisa menolak pekerjaan dari kasih karunia Allah dalam diri kita. Pekerjaan
Allah dalam diri kita itu efektif / pasti berhasil, tetapi tetap ada tanggung
jawab bagi kita untuk melakukan yang terbaik. Karena itu diberikan
semacam ancaman / peringatan, supaya kita melakukan apa
yang terbaik, seakan-akan kita bisa secara mutlak memadamkan Roh. Ini sama seperti dalam persoalan keselamatan; sekalipun Allah
menjamin keselamatan kita tidak mungkin hilang, tetapi kita tetap dituntut
untuk melakukan apa yang terbaik, seakan-akan keselamatan itu bisa
hilang.
Pulpit Commentary: “Yet provision is made in the
covenant of grace that the fire once kindled will never be quenched” (= Tetapi perlengkapan / persediaan
dibuat dalam perjanjian kasih karunia supaya api yang
pernah satu kali dinyalakan tidak akan pernah dipadamkan) - hal 113.
Bandingkan dengan ayat-ayat
ini:
Mat 12:20 - “Buluh yang patah terkulai
tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan
dipadamkanNya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang”.
2Tim 2:13 - “jika kita tidak setia, Dia
tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Semua ini
saya berikan di sini, bukan supaya saudara meremehkan peringatan Paulus dalam
ay 19 ini. Semua ini bertujuan untuk memberikan kita
rasa aman, tetapi ay 19 ini tetap harus diperhatikan. Itu adalah
tanggung jawab kita!
Di atas telah saya bahas bahwa
pemadaman Roh secara mutlak tidak mungkin bisa terjadi dalam diri orang kristen yang sejati. Jadi, yang saya
bicarakan di bawah ini adalah pemadaman Roh yang tidak mutlak. Maksudnya, karena tindakan-tindakan tertentu, maka untuk
sementara Roh Kudus itu sepertinya padam.
Pemadaman Roh bisa dilakukan:
1) Pada diri orang Kristen lain.
Herbert Lockyer: “We can put out the fire of
the Spirit in another’s heart. ... Whatever we do, let us see to it that
we never quench the ardor of a young Christian, even though his testimony is
faulty. ... Let us never throw cold water over the efforts of another by
unsympathetic criticism and cold looks and words. Let us encourage the fervor,
enthusiasm, and passion of those whose zeal may not be altogether according to
knowledge. Do we realize that the tongue of criticism can quench the tongue of
fire?”
(= Kita bisa memadamkan api dari Roh dalam hati orang
lain. ... Apapun yang kita lakukan, hendaklah kita menjaga supaya kita tidak
pernah memadamkan semangat dari seorang Kristen muda, sekalipun kesaksiannya
salah. ... Janganlah kita pernah menyiramkan air dingin
kepada usaha dari orang lain dengan kritik yang tidak simpatik dan pandangan
dan kata-kata yang dingin. Hendaklah kita mendorong semangat /
kegairahan, antusiasme, dan keinginan bekerja dari mereka yang semangatnya mungkin
tidak sepenuhnya sesuai dengan pengetahuan. Apakah kita menyadari bahwa lidah
kritikan bisa memadamkan lidah api?) - ‘The
Holy Spirit of God’, hal 220-221.
Pada satu sisi, orang Kristen
tak boleh melakukan apapun yang bisa memadamkan Roh dalam diri orang Kristen
lain, tetapi pada sisi lain, orang Kristen tak boleh membiarkan orang Kristen
lain memadamkan Roh dalam dirinya.
2) Pada diri kita sendiri.
Secara umum,
kita bisa memadamkan Roh dalam diri kita sendiri dengan dosa. Mungkin karena itu Paulus
mengatakan dalam ay 22: “Jauhkanlah dirimu dari segala jenis
kejahatan”.
Tetapi,
bukankah setiap dosa juga ‘mendukakan Roh’
(Ef 4:30)? Lalu, apa
bedanya ‘memadamkan
Roh’ dengan ‘mendukakan Roh’?
Saya tidak bisa mendapatkan
hal ini dari buku-buku tafsiran, tetapi menurut pendapat saya sendiri, semua
dosa ‘mendukakan
Roh’,
tetapi hanya dosa-dosa yang dipelihara terus menerus yang ‘memadamkan Roh’.
Tetapi dosa
adalah sesuatu yang komplex. Karena itu ini perlu diperinci.
a) Kemalasan.
Ini bisa
dalam persoalan belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani, dsb.
Calvin: “We must, therefore, be on our
guard against indolence, by which the light of God is choked in us” (= Karena itu, kita harus
berjaga-jaga terhadap kemalasan, dengan mana terang dari Allah dicekik di dalam
kita) - hal
298.
b) Pengabaian.
Herbert Lockyer: “Neglect. Fire
have to be tended. Busy here and there, even with things legitimate, we
are apt to forget the fire at home and out it goes. How descriptive of
ourselves! Busy here and there, we forget to feed the fires of our inner life.
... We forget to heap on the fuel. We fail to pray without ceasing. When
communion with God, the study of the Scripture, and full obedience to the
Spirit are not daily practiced, the fire dies down” (= Pengabaian. Api
harus diurus / dipelihara. Sibuk di sana sini, bahkan
dengan hal-hal yang sah / bukan dosa, kita cenderung untuk melupakan api di
rumah dan api itu padam. Betul-betul suatu penggambaran tentang diri kita
sendiri! Sibuk di sana sini, kita lupa untuk
‘memberi makan’ pada api dalam kehidupan rohani kita. ... Kita lupa untuk memberi bahan bakar. Kita
gagal untuk berdoa tanpa henti. Pada saat persekutuan dengan Allah,
tindakan belajar Kitab Suci, dan ketaatan penuh kepada Roh tidak dipraktekkan
setiap hari, api padam) - ‘The Holy Spirit
of God’, hal 221-222.
Pulpit Commentary: “The fire may be quenched by
neglecting it quite as much as by casting water upon it. This is the tendency
of neglect. ... Sin has a tendency to quench the Spirit, as water quenches fire.
We ought to stir up our gifts and graces that they may shine the brighter, and
give both light and heat around us” (= Api bisa dipadamkan dengan
mengabaikannya sama seperti dengan menyiramkan air padanya. Ini
adalah kecenderungan dari pengabaian. ... Dosa mempunyai kecenderungan
untuk memadamkan Roh, seperti air memadamkan api. Kita
harus mengobarkan karunia-karunia dan kasih karunia kita sehingga mereka bisa
bersinar lebih terang, dan memberikan terang dan panas di sekitar kita) - hal 113.
Pulpit Commentary: “It is our part to stir up the
gift of God that is in us; to watch very carefully lest, through sin or
carelessness or indifference, the holy fire lose its brightness and its power.
... An unclean life, says Chrysostom, quenches that holy fire; so does apathy,
indifference in religion. Sin is like water poured upon the flame. ...
Indifference gradually quenches the fire” (= Merupakan bagian kita untuk
mengobarkan karunia Allah yang ada dalam diri kita; untuk berjaga-jaga dengan
sangat hati-hati, supaya jangan, melalui dosa atau kecerobohan atau
ketidak-pedulian / sikap acuh tak acuh, api yang kudus itu kehilangan terang
dan kuasanya. ... Suatu kehidupan yang najis, kata
Chrysostom, memadamkan api yang kudus itu; demikian
juga sikap acuh tak acuh, ketidak-pedulian dalam agama. Dosa adalah seperti air
yang dicurahkan pada nyala api. ... Ketidak-pedulian /
sikap acuh tak acuh memadamkan api secara bertahap) - hal 119.
Jadi, sama
seperti api bisa dipadamkan (dengan segera) dengan menyiramkan air kepadanya,
ataupun secara perlahan-lahan dengan mengabaikannya, demikian juga Roh bisa
dipadamkan (dengan segera) dengan berbuat dosa, atau secara perlahan-lahan
dengan pengabaian!
Barnes’ Notes: “However rich the gifts which
God has bestowed upon us, they do not grow of their own accord, but need to be
cultivated by our own personal care” (= Betapapun kayanya
karunia-karunia yang Allah berikan kepada kita, mereka tidak bertumbuh dengan
sendirinya, tetapi perlu untuk diusahakan oleh perhatian / perawatan kita sendiri).
Pulpit Commentary: “what those who have felt the
power of the Spirit have to fear is the repression of enthusiasm. ... there is not needed outward irregularity to quench the
Spirit. The essential thing is the withdrawing of the mind from the range of
the Divine revelation, the paying no heed to the Divine voice, ... the
neglecting to follow up good impressions by a decisive step for Christ” (= mereka yang pernah merasakan
kuasa Roh harus takut terhadap penekanan semangat / kegairahan. ... tidak
diperlukan sesuatu dari luar yang luar biasa untuk memadamkan Roh. Hal yang
perlu adalah penarikan pikiran dari daerah / batasan dari wahyu Ilahi,
ketidak-pedulian pada suara Ilahi, ... pengabaian
untuk mengikuti pengaruh yang baik dengan suatu langkah yang menentukan untuk
Kristus) -
hal 127.
Barnes’ Notes: “the apostle gives this
direction to Timothy, ‘I put thee in remembrance that thou stir up (anazoopurein, kindle up, cause to burn)
the gift of God;’ 2 Tim. 1:6. Anything that will tend to damp the ardor
of piety in the soul; to chill our feelings; to render us cold and lifeless in
the service of God, may be regarded as ‘quenching the Spirit.’
Neglect of cultivating the Christian graces, or of prayer, of the Bible, of the
sanctuary, of a careful watchfulness over the heart, will do it. ... It is a
great rule in religion that all the piety which there is in the soul is the
fair result of culture. A man has no more religion than he intends to have; he
has no graces of the Spirit which he does not seek; he has no deadness to the
world which is not the object of his sincere desire, and which he does not aim
to have. Any one, if he will, may make elevated attainments in the divine life;
or he may make his religion merely a religion of form, and know little of its
power and its consolations” [= sang rasul memberikan pengarahan ini kepada
Timotius, ‘Aku mengingatkan engkau agar engkau mengobarkan (ANAZOOPUREIN,
menyalakan, menyebabkan terbakar) karunia Allah’; 2Tim 1:6. Apapun yang
cenderung untuk mengurangi / mencekik / mematikan semangat kesalehan dalam
jiwa; mendinginkan perasaan kita; membuat kita dingin dan tak mempunyai
kehidupan dalam pelayanan Allah, bisa dianggap sebagai ‘memadamkan
Roh’. Pengabaian pengolahan kasih karunia Kristen, atau doa, Alkitab, tempat kudus / gereja, penjagaan yang
hati-hati terhadap hati, akan memadamkan Roh. ... Merupakan
suatu peraturan yang besar dalam agama bahwa semua kesalehan yang ada dalam
jiwa merupakan hasil yang wajar dari pemeliharaan / pengusahaan / pengolahan.
Seseorang tidak mempunyai agama lebih dari yang ia
ingin dapatkan; ia tidak mempunyai kasih karunia dari Roh yang tidak ia cari;
ia tidak mati terhadap dunia jika itu bukan merupakan keinginannya yang
sungguh-sungguh dan jika ia tidak bertujuan untuk mendapatkan. Siapapun, jika ia mau, bisa membuat pencapaian yang tinggi dalam kehidupan
ilahi; atau ia bisa membuat agamanya semata-mata suatu agama lahiriah, dan
mengetahui hanya sedikit dari kuasa dan penghiburannya].
2Tim 1:6 - “Karena itulah kuperingatkan
engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan
tanganku atasmu”.
Matthew Henry (tentang 2Tim
1:6): “He exhorts him to stir up the
gift of God that was in him. ... It is meant of all the gifts and graces that
God had given him, to qualify him for the work of an evangelist, the gifts of
the Holy Ghost, the extraordinary gifts that were conferred by the imposition
of the apostle’s hands. These he must stir up; ... He must take all opportunities
to use these gifts, and so stir them up, ... otherwise it would decay” (= Ia menasehatinya untuk
mengobarkan karunia Allah yang ada di dalam dia. ... Ini dimaksudkan tentang
semua karunia-karunia dan kasih karunia yang telah Allah berikan kepadanya, untuk
membuat ia memenuhi syarat untuk pekerjaan seorang
penginjil, karunia-karunia dari Roh Kudus, karunia-karunia yang luar biasa yang
diberikan kepadanya dengan penumpangan tangan rasul. Hal-hal ini harus ia
kobarkan; ... Ia harus menggunakan semua kesempatan untuk menggunakan
karunia-karunia ini, dan dengan demikian mengobarkannya, ...
kalau tidak itu akan membusuk).
Tetapi awas, jangan
‘menggunakan’ karunia-karunia yang tidak saudara miliki, atau
melayani di tempat saudara tidak berkarunia!
Pulpit Commentary: “We cherish the Spirit by
earnest desires for his influence, by a diligent use of the means of grace, by
a spirit of trust and dependence, and by compliance with his secret
impressions” (= Kita memelihara Roh dengan keinginan yang sungguh-sungguh akan
pengaruhNya, dengan penggunaan cara / jalan kasih karunia dengan rajin, dengan
roh yang percaya dan bergantung, dan dengan ketundukan / penyesuaian dengan
pengaruhNya yang rahasia) - hal 107-108.
Catatan: ‘the means of
grace’ (= cara / jalan kasih karunia)
merupakan suatu istilah theologia, yang sukar diterjemahkan. Mungkin
bisa diartikan sebagai hal-hal yang diberikan oleh Allah untuk mendapatkan
berkat rohani. Ini bisa menunjuk kepada Kitab Suci / Firman Tuhan,
kebaktian, doa, iman, pelayanan, persekutuan dengan
saudara-saudara seiman, dsb.
c) Kesombongan / pemuliaan diri sendiri.
Herbert Lockyer: “Self-glorification. The love
of self-praise and of self-born aims and wishes can cause the spiritual fire to
burn very low upon the altar of the heart. James Denny reminds us that
‘there always have been men in the world so clever that God could make no
use of them; they could never do His work, because they were so lost in the
admiration of their own.’ If we do well, the Devil is the first to tell
us so! If we fail, then he is the first to discourage us and whisper,
‘What’s the use of you trying to speak?’” (= Pemuliaan diri sendiri. Kasih /
kesenangan pada pujian terhadap diri sendiri dan terhadap tujuan-tujuan dan
keinginan-keinginan yang dilahirkan diri sendiri, bisa menyebabkan api rohani menyala sangat rendah pada mezbah dari hati. James Denny mengingatkan kita bahwa ‘selalu ada orang-orang
dalam dunia yang begitu pandai sehingga Allah tidak bisa menggunakan mereka;
mereka tidak pernah bisa melakukan pekerjaanNya, karena mereka begitu terhilang
dalam kekaguman terhadap diri mereka sendiri’. Jika kita melakukan
sesuatu dengan baik, setan adalah yang pertama memberitahu kita akan hal itu! Jika kita gagal, maka ia
adalah yang pertama yang membuat kita kecil hati dan berbisik, ‘Apa
gunanya engkau berusaha untuk berbicara?’) - ‘The
Holy Spirit of God’, hal 222-223.
d) Menganggap rendah nubuat (bdk. ay 20).
Calvin
mengatakan (hal 298) bahwa ada orang-orang yang menyamakan ‘memadamkan Roh’ dengan ‘menganggap
rendah nubuat’. Tetapi Calvin sendiri menganggap bahwa ‘memadamkan Roh’ bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara,
dan ‘menganggap rendah nubuat’ hanya merupakan salah satu dari banyak cara itu.
Calvin: “as the Spirit of God
illuminates us chiefly by doctrine, those who give not teaching its proper
place, do, ... ‘quench the Spirit,’ ...
Let every one, therefore, who is desirous to make progress under the direction
of the Holy Spirit, allow himself to be taught by the ministry of the
prophets”
(= karena Roh Allah menerangi kita terutama dengan doktrin / pengajaran, mereka
yang tidak memberikan pengajaran tempat yang benar, memang ...
‘memadamkan Roh’, ... Karena itu, hendaklah setiap orang yang ingin
membuat kemajuan di bawah pimpinan dari Roh Kudus, mengijinkan dirinya sendiri
untuk diajar oleh pelayanan dari nabi-nabi) - hal 299.
Adam Clarke: “‘Despise not
prophesyings.’ Do not suppose that ye have no need of continual
instruction; without it ye cannot preserve the Christian life, nor go on to
perfection. God will ever send a message of salvation by each of his ministers
to every faithful, attentive hearer. Do not suppose that ye are already wise
enough; you are no more wise enough than you are holy
enough. They who slight or neglect the means of grace, and especially the
preaching of God’s holy word, are generally vain, empty, self-conceited
people, and exceedingly superficial both in knowledge and piety” (= ‘Jangan menganggap rendah
nubuat’. Jangan menganggap bahwa engkau tidak membutuhkan pengajaran
terus menerus; tanpa itu engkau tidak bisa memelihara / mempertahankan
kehidupan Kristen, ataupun maju kepada kesempurnaan. Allah akan
selalu mengirimkan pesan keselamatan oleh setiap pelayanNya kepada setiap
pendengar yang setia dan penuh perhatian. Jangan menganggap bahwa engkau
sudah cukup bijaksana; engkau tidak cukup bijaksana sama
seperti engkau tidak cukup kudus. Mereka yang melalaikan / menganggap
sepi atau mengabaikan jalan / cara kasih karunia, dan khususnya pemberitaan
firman yang kudus dari Allah, biasanya adalah orang-orang yang sombong, kosong,
mempunyai pemikiran yang berlebihan tentang diri sendiri, dan sangat dangkal /
lahiriah baik dalam pengetahuan maupun kesalehan).
Kata-kata ‘janganlah anggap rendah
nubuat’
(ay 20) tidak boleh diextrimkan, seakan-akan kita harus menerima seadanya
nubuat. Karena itu, Paulus langsung menyambung kata-kata ini dengan
mengatakan ‘Ujilah sesuatu, dan
peganglah yang baik’ (ay 21).
Adalah aneh
kalau dalam hal-hal duniawi, kita melakukan pengujian, karena takut mendapatkan
yang palsu.
Misalnya dalam persoalan uang palsu, atau emas palsu, atau
berlian palsu. Tetapi dalam hal-hal rohani, Firman
Tuhan, yang jauh lebih penting, kita bersikap acuh tak acuh, dan tidak mau
melakukan pengujian apapun.
Calvin
mengatakan bahwa ada orang-orang yang karena pernah ditipu oleh ajaran sesat,
lalu menolak seadanya ajaran. Dan ada orang-orang kelompok kedua, yang
dengan bodohnya menerima segala sesuatu yang diajarkan oleh siapapun.
Keduanya salah, karena yang pertama akan terhalang
dalam kemajuan pengertian Firman Tuhan, dan yang kedua akan terombang-ambing
oleh rupa-rupa angin pengajaran.
Bdk. Ef 4:11-14 - “(11) Dan Ialah yang
memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, (12) untuk memperlengkapi
orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,
(13) sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus, (14) sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang
diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu
manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan”.
Paulus ingin kita ada di antara kedua sikap extrim ini. Kita harus memeriksa, dengan Kitab Suci, sebelum menolak atau
menerima ajaran apapun.
Sebagai
contoh memeriksa ajaran dengan menggunakan Kitab Suci, saya ingin menunjuk
kepada 2 buah buku, yang berjudul:
·
40 hari di alam maut (Mary Kathryn
Baxter). Pada beberapa tahun yang lalu, buku ini sudah terbit dengan judul
‘Wahyu Tuhan Yesus tentang neraka’.
·
Kumpulan kesaksian perjalanan ke
sorga & neraka (Pdt. Petrus Agung Purnomo - Editor).
Dalam kedua buku ini, kebanyakan dari orang-orang yang mengaku
telah melihat neraka, atau mendapat wahyu dari Tuhan tentang neraka, mengatakan
bahwa mereka melihat setan menyiksa orang-orang yang masuk ke neraka.
Apakah ini sesuai dengan Kitab Suci?
Jelas tidak, bahkan ini bertentangan dengan Kitab Suci, karena:
¨
Kitab Suci mengatakan bahwa pada saat
ini setan belum masuk ke neraka. Setan baru akan dibuang ke neraka pada saat
Yesus datang keduakalinya / penghakiman akhir jaman
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam
lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka
disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
¨
Kalau nanti setan dibuang ke neraka, maka ia
disiksa, bukan menyiksa. Ini bahkan diketahui oleh setan sendiri.
Mat 8:29 - “Dan mereka itupun berteriak,
katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’”.
Bagaimana
mungkin orang-orang ini mendapat wahyu dari Tuhan yang ternyata bertentangan
dengan Kitab Suci? Dari semua ini saya hanya melihat adanya 2 kemungkinan:
*
orang-orang ini hanya membual; mereka tidak pernah melihat atau mendapat
wahyu dari Tuhan tentang neraka.
*
orang-orang ini memang mendapat wahyu, tetapi bukan dari Tuhan, melainkan
dari setan.
Yang manapun yang benar dari 2
kemungkinan ini, tetap menunjukkan bahwa mereka adalah orang sesat / nabi
palsu, dan buku-buku itu juga adalah buku-buku sesat!
e) Macam-macam dosa yang lain.
Pulpit Commentary: “We quench the Spirit by the
commission of grievous sins, by the indulgence of sensuality, covetousness,
pride, and the irascible passions, and by formality and lukewarmness in our
religion”
(= Kita memadamkan Roh dengan melakukan dosa-dosa yang menyedihkan, dengan
menuruti / memuaskan hawa nafsu, ketamakan, kesombongan, dan perasaan marah,
dan dengan formalitas dan kesuaman dalam agama kita) - hal 107.
Adam Clarke: “This Spirit is represented as
being quenched when any act is done, word spoken, or temper indulged, contrary
to its dictates. It is the Spirit of love, and therefore anger, malice,
revenge, or any unkind or unholy temper, will quench it ... It has been
observed that fire may be quenched as well by heaping earth on it as by
throwing water on it; and so the love of the world will as effectually grieve
and quench the Spirit as any ordinary act of transgression” (= Roh ini digambarkan sebagai
dipadamkan pada waktu ada tindakan apapun yang dilakukan, kata-kata apapun yang
diucapkan, atau kemarahan yang dituruti, bertentangan dengan perintahNya. Ia
adalah Roh kasih, dan karena itu kemarahan, kebencian, balas dendam, atau
kemarahan yang tidak baik atau tidak kudus, akan memadamkanNya ... Telah
ditinjau bahwa api bisa dipadamkan baik dengan menumpuk tanah padanya maupun
dengan menyiramkan air padanya; dan demikian juga cinta akan dunia ini akan
secara efektif menyedihkan dan memadamkan Roh seperti tindakan pelanggaran
biasa yang manapun).
Barnes’ Notes: “Worldliness, vanity, levity,
ambition, pride, the love of dress, or indulgence in an improper train of
thought, will do it” [= Keduniawian, kesia-siaan, kesembronoan, ambisi, kesombongan,
kecintaan pada pakaian / penampilan, atau pemuasan dalam suatu rentetan
pemikiran yang tidak benar, akan melakukannya (memadamkan Roh)].
Herbert Lockyer: “Insufficient materials. Scarcity
of paper and wood can hinder the progress of a fire. Lack of
air or insufficient coal are also responsible for a slow-burning fire.
Very often the fire of faith is kindled, but it soon dies, leaving nothing but
ashes. Surrender to Christ was not complete. Materials were insufficient. There
was not enough knowledge, repentance, or submission. Has your first love gone?
Have you a cold heart? Can it be that you have ashes where there ought to be a
blaze?”
(= Material / bahan bakar yang tidak cukup. Kurangnya kertas dan kayu bisa
menghalangi kemajuan dari api. Kurangnya udara atau
batu bara juga bisa menyebabkan api yang lambat
membakar. Sangat sering api dari iman dinyalakan,
terapi segera padam, tidak meninggalkan apapun kecuali abu. Penyerahan
kepada Kristus tidak sempurna. Material tidak cukup.
Di sana tidak ada pengetahuan, pertobatan, ketundukan
yang cukup. Apakah kasih semula / pertamamu hilang? Apakah kamu mempunyai hati yang dingin? Mungkinkah bahwa
engkau mempunyai abu dimana seharusnya ada nyala api?) - ‘The
Holy Spirit of God’, hal 221.
Perlu
dicamkan bahwa semua dosa-dosa yang saya bicarakan di atas, hanyalah contoh. Semua dosa, kalau dipelihara,
akan memadamkan Roh!
1) Kekerasan hati, kegelapan pikiran,
kehilangan kepekaan, kehilangan kesenangan pada apa
yang baik.
Pulpit Commentary: “The result in the following
out of trial is a state of mind in which there is an insensibility to the
importance of the Divine call and warning. Conviction of sin or uneasiness
about it ceases; interest in what is good dies out” (= Hasil dari mengikuti pencobaan
sampai akhir adalah suatu keadaan pikiran yang tidak dapat merasakan pentingnya
panggilan dan peringatan Ilahi. Kesadaran terhadap dosa atau ketidak-nyamanan
tentangnya berhenti; kesenangan terhadap apa yang baik
padam / habis sama sekali) - hal 127.
Adam Clarke: “... will quench it so that it
will withdraw its influences; and then the heart is left in a state of hardness
and darkness” (= ... akan memadamkanNya sehingga Ia
akan menarik pengaruh-pengaruhNya; dan lalu hati ditinggalkan dalam keadaan
keras dan gelap).
Dan dalam keadaan seperti itu,
tidak mungkin seorang kristen bisa merasakan damai dan
sukacita!
2) Orang Kristen itu tetap akan
diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.
James Elder Cumming: “By disobedience, .... we may -
and we do - ‘quench the Spirit,’ and put out the fire of God in the
heart! Then what remains? Ashes; the ashes of the fire that was there, once! And what more? ‘Saved, yet so as by fire’; and
that not the fire of the Spirit, but the fire of ‘the day’ that is
coming to try and to burn up whatever may not bear the flame” (= Oleh ketidak-taatan, ... kita bisa
- dan kita memang - ‘memadamkan Roh’, dan memadamkan api Allah dalam
hati! Lalu apa yang tersisa? Abu; abu dari api yang pernah ada di
Bdk. 1Kor 3:10-15 - “(10) Sesuai dengan kasih
karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan
yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya.
Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia
harus membangun di atasnya. 11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat
meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah
diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar
ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13)
sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan
nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia
akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji
oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan
diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api”.
Apakah saudara ingin hal-hal
ini terjadi pada diri saudara? Kalau tidak, berusahalah untuk tidak memadamkan Roh tetapi
sebaliknya mengobarkan api Roh Kudus dalam diri
saudara!
-AMIN-