oleh
: Pdt. Budi Asali M.Div.
1) Sejak awal (Adam dan Hawa) sudah ada serangan terhadap Firman
Tuhan.
Kej 3:1-5 - “(1)
Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang
dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu:
‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan
buahnya, bukan?’ (2) Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu:
‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3) tetapi tentang
buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan
ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’ (4) Tetapi ular itu berkata kepada
perempuan itu: ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, (5) tetapi Allah
mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan
menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’”.
a) Serangan setan dalam ay 1b.
1. Setan menyerang supaya Hawa meragukan Firman
Tuhan (ay 1b).
Dalam ay 1b ini Alkitab
NIV : “Did God really say ...” (= Benarkah Allah berkata
...).
Ini jelas merupakan suatu
serangan untuk meragukan Firman Tuhan.
2. Setan mengubah Firman Tuhan (ay 1 - semua tak
boleh dimakan).
Reaksi Hawa:
a. Hawa mengurangi Firman Tuhan.
Bandingkan kata-kata Hawa dalam ay 2 dan larangan
asli dari Tuhan dalam Kej 2:16-17 - “(16) Lalu TUHAN Allah
memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini
boleh kaumakan buahnya dengan bebas, (17) tetapi pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati."”.
Apa bedanya? Kata ‘semua’ ditiadakan. Sepintas lalu penghapusan
kata ‘semua’ ini tidak ada artinya, tetapi sebetulnya ada! Kalau ada kata ‘semua’ maka penekanannya ada pada kasih Allah
(Allah mengijinkan memakan semua, kecuali satu). Tetapi dengan tidak adanya
kata ‘semua’, maka penekanan Hawa adalah pada larangan Allah.
b. Hawa menambahi Firman Tuhan (ay 3: ‘raba’).
Keil & Delitzsch (tentang
Kej 3:3): “but
she added, ‘neither shall ye touch it,’ and proved by this very
exaggeration that it appeared too stringent even to her, and therefore that her
love and confidence towards God were already beginning to waver”
(= tetapi ia menambahkan ‘juga janganlah kamu merabanya’, dan
membuktikan dengan tindakan melebih-lebihkan ini bahwa hal itu terlihat terlalu
keras baginya, dan karena itu terlihat bahwa kasih dan keyakinannya kepada Allah
sudah mulai goncang).
Dari reaksi Hawa ini jelaslah
bahwa Hawa kurang kuat berpegang pada Firman Tuhan! Ini menyebabkan setan makin
berani menyerang (ay 4-5).
b) Serangan setan dalam ay 4.
Dalam ay 4 setan secara
terang-terangan menentang Firman Tuhan! Melalui ay 4 ini setan ingin supaya
Hawa:
·
tidak percaya kepada Allah.
·
menganggap Firman Tuhan tak benar.
·
menganggap hukuman tidak ada.
Setan selalu menyerang Firman
Tuhan. Karena itu kita harus belajar Firman Tuhan baik-baik.
2) Setan menyerang Yesus.
Ada 3 x serangan setan terhadap
Yesus, tetapi saya hanya ingin berkonsentrasi pada pencobaan 2 saja (Mat
4:5-7).
Mat 4:5-7 - “(5)
Kemudian Iblis membawaNya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait
Allah, (6) lalu berkata kepadaNya: ‘Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah
diriMu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan
malaikat-malaikatNya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya
kakiMu jangan terantuk kepada batu.’ (7) Yesus berkata kepadanya:
‘Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan,
Allahmu!’”.
a) Pencobaan I ditolak oleh Yesus dengan
menggunakan Firman Tuhan (Mat 4:3-4), maka sekarang setan juga menggunakan
Firman Tuhan, yaitu Maz 91:11-12, yang disalah-tafsirkan. Karena itu kita
perlu waspada; tidak setiap orang yang menggunakan Kitab Suci memberikan
pengajaran yang benar. Semua orang sesat bisa mencari-cari dasar Kitab Suci
untuk mendukung pandangan mereka.
Satu hal yang harus ditekankan
di sini adalah bahwa setan juga tahu dan hafal Kitab Suci. Karena itu kalau
kita tidak mau belajar dan menghafal Kitab Suci, kita akan dengan mudah
ditipunya!
b) Jawaban Yesus terhadap pencobaan II (ay 7).
Ay 7 ini dikutip oleh
Yesus dari Ul 6:16 yang jelas berhubungan dengan ajaran setan yang
menyalah-tafsirkan Maz 91:11-12 itu. Di sini kita lihat lagi pentingnya
kita mempelajari Firman Tuhan dan menghafalkannya. Kita membutuhkannya pada
waktu kita mendengar pemberitaan Firman Tuhan dari siapa saja. Kita harus
mengecheck setiap khotbah dengan Firman Tuhan untuk melihat apakah khotbah itu
bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci atau tidak.
Bdk. Kis 17:11 - “Orang-orang
Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di
Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan
setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya
itu benar demikian”.
Perhatikan bahwa dalam ayat ini
orang Yahudi di Berea dipuji karena mengecheck khotbah Paulus, yang adalah
seorang rasul, dengan menggunakan Kitab Suci! Karena itu kalau saudara adalah
orang yang mengaminkan segala kata-kata pendeta tanpa mengechecknya dengan
Kitab Suci, itu jelas merupakan sikap yang salah dan bahkan berbahaya!
3) Banyaknya serangan setan jaman sekarang dengan menggunakan ajaran
sesat.
Contoh:
·
Roma Katolik.
·
Liberalisme.
·
Toronto Blessing.
·
Yesaya Pariaji (GBI Tiberias).
·
Gereja Orthodox Syria (Bambang Noorsena, Jusuf Roni).
·
Saksi Yehuwa.
·
Gereja Mormon.
·
Penginjilan terhadap orang mati (Andereas Samudera, Yoachim
Huang).
·
dll.
Sekarang saya akan
mengelompokkan ajaran-ajaran sesat / serangan-serangan ini:
a) Ajaran sesat tanpa dasar Kitab Suci, dan bahkan bertentangan
dengan Kitab Suci.
Ini banyak, misalnya dalam
kalangan Gereja Roma Katolik.
Contoh:
Ajaran tentang:
·
Maria yang dikatakan suci / tak berdosa (>< Ro 3:23).
·
doa kepada Maria (>< Mat 4:10).
·
larangan menikah untuk hamba Tuhan (><
Im 21:7,13-14 Hos 1:2 Mark 1:30 1Kor 9:5).
·
dan sebagainya.
b) Ajaran sesat dengan menggunakan logika /
ilustrasi semata-mata, tetapi tanpa ayat Kitab Suci, dan bahkan bertentangan
dengan Kitab Suci.
Contoh:
·
pada waktu Saksi Yehuwa mau
menekankan bahwa Bapa lebih kekal dari Yesus, mereka berkata: ‘mana
ada bapa yang sama tuanya dengan anaknya?’.
·
pada waktu orang-orang Kharismatik
mau membela ajaran / praktek mereka tentang bahasa Roh yang bisa dilatih,
mereka menggunakan ilustrasi tentang pompa air, yang harus dipancing dengan air
dulu, baru bisa mengeluarkan air. Jadi orang Kristen harus mencoba berbahasa
roh dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang aneh-aneh dulu, nanti akan keluar
bahasa Roh yang asli.
c) Ajaran sesat yang didasarkan pada pengalaman, tanpa dasar Kitab
Suci.
Ini banyak dalam kalangan
Kharismatik. Misalnya dalam persoalan kesembuhan, bahasa Roh, dan sebagainya.
d) Ajaran sesat dengan menggunakan ayat Kitab Suci yang
diselewengkan.
1. Toronto Blessing.
·
Yer 23:9 - “Mengenai nabi-nabi. Hatiku
hancur dalam dadaku, segala tulangku goyah. Keadaanku seperti orang mabuk,
seperti laki-laki yang terlalu banyak minum anggur, oleh karena TUHAN dan oleh
karena firmanNya yang kudus”.
Ayat
ini dipakai untuk mendukung Toronto
Blessing karena di sini dikatakan bahwa nabi Yeremia sendiri mengalami
tulang-tulang yang goyah, seperti orang yang mabuk / terlalu banyak minum
anggur! Dan Yeremia mengalami semua itu karena Tuhan dan karena firman Tuhan
yang kudus! Karena itu, apa anehnya kalau dalam Toronto Blessing itu lalu ada orang yang terhuyung-huyung seperti
orang mabuk, bergulingan di lantai, bergerak seperti orang sakit ayan, dsb?
·
Yes 29:9 - “Tercengang-cenganglah,
penuh keheranan, biarlah matamu tertutup, buta semata-mata! Jadilah mabuk
tetapi bukan karena anggur, jadilah pusing, tetapi bukan karena arak!”.
Ayat
ini menunjukkan adanya mabuk / pusing yang bukan karena anggur / arak, dan
kalau dilihat dalam Yes 29:10 kelihatannya ditimbulkan oleh Tuhan.
Disamping
itu kata-kata ‘jadilah mabuk’ dan
‘jadilah pusing’ dalam Yes 29:9b ini dianggap
sebagai suatu perintah dari Tuhan untuk mengalami mabuk / pusing seperti itu.
Karena itu, pengadaan kebaktian Toronto
Blessing, dimana orang-orangnya mengalami ‘mabuk / pusing’ yang
bukan karena anggur / arak, merupakan suatu ketaatan terhadap perintah Tuhan
ini.
2. Saksi Yehuwa.
Mereka
menggunakan Yoh 14:28 untuk membuktikan Yesus lebih rendah dari Bapa.
Yoh 14:28
- “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu:
Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku,
kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih
besar dari pada Aku”.
e) Ajaran sesat dengan menggunakan Kitab Suci yang diubah
terjemahannya.
Ini banyak dalam ajaran Saksi
Yehuwa.
Contoh:
·
Ro 9:5 - “Mereka adalah keturunan
bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia,
yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai
selama-lamanya. Amin!”.
TDB: “yang
memiliki bapak-bapak leluhur dan yang menurunkan Kristus sebagai manusia: Allah,
yang ada di atas segalanya, diagungkanlah untuk selama-lamanya”.
Kelihatannya TDB mau memisahkan
kalimat yang saya garis bawahi dalam Ro 9:5 itu, dengan kalimat
sebelumnya, dan menganggap bahwa kalimat pertama berbicara tentang Kristus, sedangkan
kalimat kedua (yang saya garis bawahi) mereka anggap sebagai suatu doxology (=
kata-kata pujian) dari Paulus kepada Allah (Bapa). Jadi, dengan terpisahnya
kedua kalimat ini, maka Ro 9:5 ini tidak menunjukkan Kristus sebagai
Allah.
Catatan: TDB adalah singkatan dari
Terjemahan Dunia Baru, Kitab Suci dari Saksi Yehuwa.
·
Fil 2:5b-7 - “(5b) ... Kristus
Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah
mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia”.
TDB:
“(5) Peliharalah sikap mental ini dalam dirimu, yang juga
ada dalam Kristus Yesus, (6) yang, walaupun ada dalam wujud Allah, tidak
pernah mempertimbangkan untuk merebut kedudukan, yakni agar ia setara dengan
Allah”.
f) Serangan terhadap ayat-ayat Kitab Suci.
1. Ayat-ayat Kitab Suci yang dianggap
bertentangan dengan fakta (ilmu pengetahuan, fakta geografis, fakta sejarah,
dsb).
Contoh:
·
Kutipan: “Kelahiran Yesus.
a. ‘Sesudah Yesus
dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah
orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem’ (Matius 2:1).
b. Injil Lukas 2:1-20
menyebutkan bahwa Yesus lahir ketika Kaisar Agustus mengadakan sensus penduduk.
Menurut
perhitungan sejarah, sensus itu dilaksanakan pada tahun 7 Masehi. Berarti Yesus
lahir pada tahun itu juga. Tetapi menurut Matius, Yesus lahir di zaman Herodes
yang wafat sekitar tahun 4 SM. Kemudian diganti anaknya yang bernama Herodes Archelaus
yang dipecat oleh pemerintah Romawi tahun 6 Masehi. Sampai sekarang para ahli
Alkitab sendiri belum bisa menentukan secara tepat tahun kelahiran Yesus,
apakah tahun 4 SM sebagaimana isyarat dari Matius ataukah tahun 7 M seperti
yang diceritakan Lukas?” (dikutip dari sebuah makalah
berjudul ‘Bukti kepalsuan Kitab Suci agama Kristen’, hal 2).
·
Teori Evolusi (Darwin).
2. Ayat-ayat Kitab Suci yang dianggap kontradiksi.
Contoh:
·
Kutipan: “Berapa
pasang hewan yang harus dibawa ke atas bahtera Nuh ?
a. Satu pasang dari segala
hewan tanpa kecuali (Kejadian 6: 19-22, 7: 8-9, 7: 14-16).
b. Tujuh pasang dari segala
hewan yang tidak haram dan sepasang dari segala hewan yang haram (Kejadian 7:
2-5)”.
Kej 6:19-7:16 - “(19)
Dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau
bawa satu pasang ke dalam bahtera
itu, supaya terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau; jantan dan betina
harus kaubawa. (20) Dari segala jenis burung dan dari segala jenis hewan, dari
segala jenis binatang melata di muka bumi, dari semuanya itu harus datang satu pasang kepadamu, supaya
terpelihara hidupnya. (21) Dan engkau, bawalah bagimu segala apa yang dapat
dimakan; kumpulkanlah itu padamu untuk menjadi makanan bagimu dan bagi
mereka.’ (22) Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang
diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya. (7:1) Lalu
berfirmanlah TUHAN kepada Nuh: ‘Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan
seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapanKu di antara orang
zaman ini. (7:2) Dari segala binatang yang
tidak haram haruslah kauambil tujuh
pasang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan betinanya;
(7:3) juga dari burung-burung di udara tujuh
pasang, jantan dan betina, supaya terpelihara hidup keturunannya di
seluruh bumi. (7:4) Sebab tujuh hari lagi Aku akan menurunkan hujan ke atas
bumi empat puluh hari empat puluh malam lamanya, dan Aku akan menghapuskan dari
muka bumi segala yang ada, yang Kujadikan itu.’ (7:5) Lalu Nuh melakukan
segala yang diperintahkan TUHAN kepadanya. (7:6) Nuh berumur enam ratus tahun,
ketika air bah datang meliputi bumi. (7:7) Masuklah Nuh ke dalam bahtera itu
bersama-sama dengan anak-anaknya dan isterinya dan isteri anak-anaknya karena
air bah itu. (7:8) Dari binatang yang tidak haram dan yang haram, dari
burung-burung dan dari segala yang merayap di muka bumi, (7:9) datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke dalam
bahtera itu, jantan dan betina, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh.
(7:10) Setelah tujuh hari datanglah air bah meliputi bumi. (7:11) Pada waktu
umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas
bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat
dan terbukalah tingkap-tingkap di langit. (7:12) Dan turunlah hujan lebat
meliputi bumi empat puluh hari empat puluh malam lamanya. (7:13) Pada hari itu
juga masuklah Nuh serta Sem, Ham dan Yafet, anak-anak Nuh, dan isteri Nuh, dan
ketiga isteri anak-anaknya bersama-sama dengan dia, ke dalam bahtera itu,
(7:14) mereka itu dan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan
segala jenis binatang melata yang merayap di bumi dan segala jenis burung,
yakni segala yang berbulu bersayap; (7:15) dari segala yang hidup dan
bernyawa datanglah sepasang
mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu. (7:16) Dan yang masuk itu adalah
jantan dan betina dari segala yang hidup, seperti yang diperintahkan Allah
kepada Nuh; lalu TUHAN menutup pintu bahtera itu di belakang Nuh”.
·
Kutipan: “Siapakah anak Daud yang kedua?
a. Kileab (II Samuel 3: 2-3)
b. Daniel (I Tawarikh 3: 1)”.
2Sam 3:2-3
- “(2) Di Hebron lahirlah bagi
Daud anak-anak lelaki. Anak sulungnya ialah Amnon, dari Ahinoam, perempuan
Yizreel; (3) anaknya yang kedua ialah Kileab, dari Abigail, bekas isteri
Nabal, orang Karmel; yang ketiga ialah Absalom, anak dari Maakha, anak
perempuan Talmai raja Gesur”.
1Taw 3:1 - “Inilah anak-anak Daud yang lahir bagi dia di
Hebron; anak sulung ialah Amnon, dari Ahinoam, perempuan Yizreel; anak yang
kedua ialah Daniel, dari Abigail, perempuan Karmel”.
·
Kutipan: “Bolehkah membawa tongkat dan kasut dalam perjalanan?
a. Ya, boleh (Markus 6: 7-9)
b. Tidak boleh (Matius 10: 9-10, Lukas 9: 1-3)”.
Mark 6:8 - “dan
berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan
mereka, kecuali tongkat, rotipun jangan, bekalpun jangan, uang dalam ikat
pinggangpun jangan”.
Mat 10:10 - “Janganlah
kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai,
kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya”.
Luk 9:3 - “kataNya
kepada mereka: ‘Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan
membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju”.
3. Ayat-ayat Kitab Suci yang dianggap sengaja ditambahi, dikurangi,
diubah.
Dari makalah ‘Bukti
kepalsuan Kitab Suci Agama Kristen’.
1Pet 3:15b-16a - “(15b)
Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada
tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan
yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, (16a) dan
dengan hati nurani yang murni, ... ”.
1) ‘Pertanggungan
jawab’.
KJV/NIV: ‘an
answer’ (= suatu jawaban).
NASB: ‘a
defense’ (= suatu pembelaan).
Yunani: APOLOGIA. Dari kata ini
diturunkan kata ‘apologetics’, yang bisa diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari cara-cara pembelaan iman Kristen terhadap serangan-serangan
dari luar.
a) Ini bukan suatu permintaan maaf atas sesuatu
yang salah yang kita percayai / ajarkan, tetapi suatu pembelaan, atas sesuatu
yang benar yang kita percayai dan ajarkan.
Mengapa saya tahu-tahu
berbicara tentang ‘permintaan maaf’? Karena kata bahasa Inggris ‘apology’ yang biasanya diartikan
sebagai ‘permintaan maaf’ juga diturunkan dari kata APOLOGIA ini.
Adam Clarke: “The
word a]pologia (APOLOGIA),
which we translate ‘answer’, signifies ‘a defence’;
from this we have our word ‘apology’, which did not originally signify
an excuse for an act, but a defence of that act. The defence of
Christianity by the primitive fathers are called
‘apologies’.” [= Kata a]pologia (APOLOGIA), yang kami terjemahkan
‘jawaban’, berarti ‘suatu pembelaan’; dari sini kita
mendapatkan kata ‘apology’, yang pada mulanya tidak berarti
suatu permintaan maaf untuk suatu tindakan, tetapi suatu pembelaan
terhadap tindakan itu. Pembelaan terhadap kekristenan oleh bapa-bapa gereja
jaman dulu disebut ‘apologies’] - hal 860.
Catatan: kata ‘apology’
bisa diartikan sebagai:
·
suatu pengakuan dan pernyataan penyesalan tentang suatu
kesalahan.
·
suatu pembelaan terhadap suatu pandangan.
Bdk. Kis 22:1 - “‘Hai
saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu
sebagai pembelaan diri (Yunani: APOLOGIAS).’”.
Kalau saudara membaca cerita
selanjutnya dalam Kis 22 itu, maka saudara akan melihat bahwa Paulus
sama sekali tidak meminta maaf. Sebaliknya ia bersaksi tentang alasan
mengapa ia menjadi kristen dan melakukan apa yang ia lakukan.
Bdk. juga dengan Fil
1:7,16 Kis 25:16 1Kor 9:3
2Tim 4:16 2Kor 7:11.
Jadi jelas bahwa APOLOGIA bukan
berarti ‘permintaan maaf’, dan karena itu:
1. Jangan pernah minta maaf terhadap orang-orang
kafir, karena saudara beragama Kristen, atau karena saudara percaya kepada
Yesus / Kitab Suci!
Misalnya:
¨ dalam acara kumpul-kumpul dalam
acara hari kemerdekaan (17 Agustusan), saudara diminta untuk berdoa, dan
saudara lalu berkata: ‘Tetapi maaf lho, saya agama
kristen, jadi doanya doa Kristen!’.
¨ saudara dikirimi makanan bekas
sembahyangan, dan saudara mengatakan: ‘Maaf ya, saya agama
kristen, dan saya tidak boleh makan makanan sembahyangan’.
Hal-hal seperti ini mungkin
dianggap sebagai ‘sopan’ / ‘beretika’, tetapi semua
sopan santun / etika yang tidak sesuai dengan Kitab Suci / Firman Tuhan harus
dibuang!
2. Jangan pernah meminta maaf karena saudara
mempercayai / menyatakan suatu kebenaran!
Baru-baru ini saya berkhotbah
di suatu persekutuan, dan di situ ada orang baru dari Kanada. Pada saat
berkhotbah, saya menyerang Toronto Blessing. Lalu waktu acara makan pemilik
rumah memberitahu saya bahwa orang baru itu dari gereja Vineyard di Toronto
(tempat Toronto Blessing meledak pertama kalinya). Dia pasti tersinggung.
Tetapi haruskah saya meminta maaf atas apa yang saya katakan? Sama sekali
tidak!
b) Pertanggungan jawab itu harus Alkitabiah dan
logis, dan untuk bisa memberikannya, orang kristen harus belajar, dan
berlatih dalam memberikannya.
Dalam persoalan ini, kita harus
hati-hati dengan Mat 10:17-20 - “(17) Tetapi
waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada
majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. (18) Dan karena
Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu
kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. (19)
Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan
apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu
pada saat itu juga. (20) Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh
Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu”.
Hati-hati dengan text ini,
karena text ini tidak menjanjikan bahwa Tuhan akan memberikan kata-kata kepada
kita dalam segala keadaan, tetapi hanya pada waktu diajukan ke mahkamah
agama / pengadilan. Jadi, ini bukan alasan bagi seorang pengkhotbah untuk
naik ke mimbar tanpa lebih dulu mempersiapkan khotbahnya. Dan jelas ini juga
bukan alasan bagi orang kristen untuk tidak belajar dengan baik supaya bisa
memberikan pembelaan terhadap iman Kristennya.
William Barclay mengatakan
bahwa kata APOLOGIA itu mengandung kata LOGOS, dan ia lalu memberikan komentar
sebagai berikut:
“Here
Peter has certain things to say about this Christian defence. ... It must be
reasonable. It is a logos that
the Christian must give, and a logos
is a reasonable and intelligent statement of his position”
(= Di sini Petrus mempunyai hal-hal tertentu untuk dikatakan tentang pembelaan
Kristen ini. ... Itu harus logis / masuk akal. Adalah suatu LOGOS yang harus
diberikan oleh orang kristen, dan suatu LOGOS adalah suatu pernyataan yang
logis / masuk akal dan cerdas dari posisinya) - hal 230.
William Barclay: “It
is one of the tragedies of the modern situation that there are so many Church
members who, if they were asked what they believe, could not tell, and who, if
they were asked why they believe it, would be equally helpless. The
Christian must go through the mental and spiritual toil of thinking out his
faith, so that he can tell what he believes and why”
(= Merupakan salah satu dari tragedi-tragedi dari situasi modern bahwa ada
begitu banyak anggota Gereja yang, jika ditanya apa yang mereka percayai, tidak
bisa memberitahukan, dan yang, jika ditanya mengapa mereka mempercayainya, juga
sama tidak berdayanya. Orang kristen harus berjalan melalui jerih payah yang
bersifat mental / pemikiran dan rohani untuk memikirkan imannya, sehingga ia
bisa memberitahukan apa yang ia percayai dan mengapa ia mempercayainya) - hal 231.
Pulpit Commentary: “We
should take care that our faith is established on the holy Word of God; those
who are able should pursue such other studies as may assist us in the defence
of the faith” (= Kita harus memperhatikan
supaya iman kita ditegakkan pada Firman Allah yang kudus; dan mereka yang
mampu, harus mengejar pelajaran-pelajaran lain sehingga bisa menolong kita
dalam pembelaan dari iman) - hal 143.
A. T.
Robertson: “This
attitude calls for an intelligent grasp of the hope and skill in presenting
it” (= Sikap ini memerlukan suatu pengertian yang cerdas
tentang pengharapan, dan keahlian dalam menyampaikannya) - ‘Word Pictures in the New
Testament’, vol VI, hal 114.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘A
reason’ - a reasonable account. This refutes Rome’s ‘I believe
it, because the Church believes it.’” [= ‘Suatu alasan’ - suatu penjelasan yang
masuk akal. Ini membantah kata-kata Roma (Katolik)
‘Aku mempercayainya, karena Gereja mempercayainya’].
Catatan: penafsir ini menggunakan
terjemahan KJV dari 1Pet 3:15 - ‘and
be ready always to give an answer to every man that asketh you a reason
of the hope that is in you’ (= dan siap sedialah selalu untuk
memberikan suatu jawab kepada setiap orang yang memintamu / menanyakan kepadamu
suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam kamu).
Barnes’ Notes: “No
man ought to entertain opinions for which a good reason cannot be given; and
every man ought to be willing to state the grounds of his hope on all proper
occasions” (= Tidak ada orang yang harus
memelihara pandangan-pandangan untuk mana suatu alasan yang baik tidak bisa
diberikan; dan setiap orang harus mau untuk menyatakan dasar-dasar dari
pengharapannya pada semua kesempatan yang tepat) - hal 1421.
Hal-hal lain yang harus
dilakukan selain belajar adalah:
·
menandai Alkitab / memberi catatan pada Alkitab. Misalnya:
*
memberi warna merah untuk ayat-ayat untuk penginjilan, warna
biru untuk ayat-ayat berkenaan dengan Saksi Yehuwa, warna kuning untuk Liberal,
dsb.
*
mencatat di bagian belakang Alkitab saudara ayat-ayat yang
penting, misalnya ayat-ayat tentang keilahian Kristus, tentang Allah
Tritunggal, dsb.
*
mencatat ayat-ayat referensi dari ayat tertentu. Misalnya pada
Ro 6:23 - ‘upah dosa ialah maut’, kita mencatat ayat
referensinya yaitu Wah 21:8 (yang menunjukkan bahwa maut / kematian kedua
itu menunjuk kepada neraka).
·
menghafal ayat. Ini khususnya penting sekali dalam menghadapi
Saksi-Saksi Yehuwa yang banyak sekali hafal ayat dan menggunakan ayat!
c) Pemberian pertanggung-jawaban / pembelaan
tersebut bisa melibatkan argumentasi / perdebatan. Selama itu bukan suatu
perdebatan yang ‘panas’, itu tidak salah. Alasannya:
1. Banyak tokoh Kitab Suci yang juga
melakukannya.
Contoh:
a. Paulus sering
berdebat, misalnya dalam:
·
Kis 9:22,29 - “(22) Akan tetapi
Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang
tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias.
... (29) Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi
yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.
·
Kis 15:2 - “Tetapi Paulus dan Barnabas dengan
keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan,
supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi
kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal
itu”.
·
Kis 17:17-18 - “(17) Karena itu di
rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan
orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang
yang dijumpainya di situ. (18) Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan
Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata:
‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain
berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’
Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitanNya”.
·
Kis 18:4 - “Dan setiap hari Sabat
Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang
Yahudi dan orang-orang Yunani”.
·
Kis 19:8-9 - “(8) Selama tiga
bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh
pemberitaannya ia berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah. (9)
Tetapi ada beberapa orang yang tegar hatinya. Mereka tidak mau diyakinkan,
malahan mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Karena itu Paulus
meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka, dan setiap hari
berbicara di ruang kuliah Tiranus”.
·
Kis 22:1 - “‘Hai saudara-saudara
dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan
diri.’”.
·
Kis 26:24-25 - “(24) Sementara
Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya,
berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang
banyak itu membuat engkau gila.’ (25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku
tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang
sehat!”.
·
Kis 28:23 - “Lalu mereka menentukan
suatu hari untuk Paulus. Pada hari yang ditentukan itu datanglah mereka dalam
jumlah besar ke tempat tumpangannya. Ia menerangkan dan memberi
kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan hukum Musa dan
kitab para nabi ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus. Hal itu
berlangsung dari pagi sampai sore”.
·
1Kor 9:3 - “Inilah pembelaanku terhadap
mereka yang mengeritik aku”.
·
Fil 1:7,16 - “(7) Memang sudahlah
sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam
hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang
diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku
membela dan meneguhkan Berita Injil. ... (16) Mereka ini memberitakan
Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela
Injil”.
b. Stefanus juga berdebat dalam Kis 6:9-10.
Kis 6:9-10 - “(9)
Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat Yahudi yang disebut jemaat orang
Libertini - anggota-anggota jemaat itu adalah orang-orang dari Kirene dan dari
Aleksandria - bersama dengan beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang
itu bersoal jawab dengan Stefanus, (10) tetapi mereka tidak sanggup melawan
hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”.
c. Apolos juga berdebat dalam Kis 18:28.
Kis 18:28 - “Sebab
dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan
membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias”.
2. Tuhan Yesus sendiri berjanji untuk memimpin /
memberikan kata-kata pada waktu orang kristen dihadapkan pada pengadilan /
mahkamah agama.
Luk 12:11-12 - “(11)
Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah
dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu
katakan untuk membela dirimu (Yunani: APOLOGESESTHE).
(12) Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus
kamu katakan.’”.
Luk 21:12-15 - “(12)
Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan
diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan
kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu. (13) Hal itu akan
menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. (14) Sebab itu tetapkanlah di dalam
hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu (Yunani:
APOLOGETHENAI). (15) Sebab Aku sendiri akan memberikan
kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah
lawan-lawanmu”.
Kalau orang kristen memang
tidak boleh berdebat, dan harus berdiam diri seperti Yesus dalam menghadapi
segala tuduhan, bagaimana mungkin Yesus menjanjikan hal ini kepada para
pengikutNya?
2) ‘siap sedialah pada
segala waktu’.
a) Perhatikan bahwa ini merupakan suatu
perintah, sehingga kalau saudara tidak melakukannya, saudara berdosa.
Juga perhatikan bahwa Petrus
tidak menujukan kata-kata ini hanya kepada hamba-hamba Tuhan / pendeta /
penginjil, guru Sekolah Minggu dan sebagainya, tetapi kepada seadanya orang
kristen, termasuk saudara!
Jadi, pada waktu agama /
kepercayaan saudara diserang, saudara tidak boleh lari, menjadi marah, atau
mendiamkan saja, dengan alasan ‘orang kristen harus cinta
damai’ /
‘orang kristen tidak boleh gegeran’, dsb. Alasan-alasan bodoh dan
tidak alkitabiah ini sering diberikan oleh banyak orang kristen / hamba Tuhan,
hanya untuk menutupi ketidak-mampuan / kebodohan mereka atau rasa takut / sikap
pengecut mereka, dengan kedok kesalehan. Jangan meniru kebodohan seperti ini!
Saudara wajib untuk bisa memberikan pembelaan.
Kita tidak bisa / boleh
meneladani Yesus dalam hal ini. Yesus diam saja di depan Pontius Pilatus maupun
Herodes, karena Ia memang datang ke dunia dengan tujuan untuk mati disalib
untuk menebus dosa-dosa kita. Kalau Dia menjawab, maka Ia tidak akan dihukum
mati. Ingat bahwa tidak seluruh kehidupan Yesus harus kita teladani. Bahwa
Yesus tidak kawin, puasa 40 hari, mati untuk menebus dosa, tidak berarti bahwa
kita harus meneladani hal-hal itu. Juga pada saat Ia tidak menjawab pertanyaan
Herodes / Pontius Pilatus.
Pulpit Commentary: “As
they must live for Christ, so they must, when occasion serves, speak for him.
... men will sometimes ask for a reason of the hope that is in them. ...
Christians had often to speak or to write in defence of their faith. We should
be ready to do so still both for the glory of God and for the sake of the
inquirer’s soul” (= Sebagaimana mereka
harus hidup untuk Kristus, demikian juga mereka harus, pada waktu peristiwa /
kesempatan itu memenuhi syarat, berbicara untuk Dia. ... kadang-kadang
orang-orang akan meminta suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam
mereka. ... Orang-orang Kristen sering harus berbicara atau menulis dalam
pembelaan iman mereka. Kita harus tetap siap untuk melakukannya baik untuk
kemuliaan Allah maupun demi jiwa si penanya) - hal 142-143.
Calvin: “he
requires such constancy in the faithful, as boldly to give a reason for their
faith to their adversaries. And this is a part of that sanctification
which he had just mentioned; for we then really honour God, when we neither
fear nor shame hinders us from making a profession of our faith. ... He bids
them only to be ready to give an answer, lest by their sloth and the cowardly
fear of the flesh they should expose the doctrine of Christ, by being silent,
to the derision of the ungodly. ... we ought to be prompt in avowing our faith,
so as to set it forth whenever necessary, lest the unbelieving through our
silence should condemn the religion we follow”
(= ia menghendaki keteguhan / kesetiaan dalam diri orang-orang percaya,
sehingga dengan berani memberikan alasan untuk iman mereka kepada musuh-musuh
mereka. Dan ini adalah sebagian dari pengudusan yang baru ia sebutkan;
karena kita sungguh-sungguh menghormati Allah, pada waktu rasa takut atau malu
tidak menghalangi kita untuk membuat suatu pengakuan tentang iman kita. ... Ia
hanya meminta mereka untuk siap sedia untuk memberi jawaban, supaya jangan
karena kemalasan dan rasa takut dari daging yang bersifat pengecut, mereka
berdiam diri dan membuka ajaran Kristus terhadap ejekan dari orang-orang jahat.
... kita harus cepat dalam mengakui iman kita, supaya bisa menyatakannya
kapanpun diperlukan, supaya jangan orang-orang yang tidak percaya mengecam agama
yang kita ikuti karena diam / bungkamnya kita) - hal 108.
Calvin: “This
was also required by the state of the times; the Christian name was much hated
and deemed infamous; many thought the sect wicked and guilty of many
sacrileges. It would have been, therefore, the highest perfidy against God,
if, when asked, they had neglected to give a testimony in favour of their
religion” (= Ini juga diharuskan oleh
keadaan dari saat itu; nama Kristen sangat dibenci dan dianggap sebagai nama
buruk; banyak orang beranggapan bahwa sekte ini jahat dan bersalah tentang
banyak pelanggaran hal-hal keramat. Karena itu, merupakan suatu
pengkhianatan / kedurhakaan tertinggi terhadap Allah, jika pada waktu diminta /
ditanya, mereka lalai untuk memberikan kesaksian untuk mendukung agama mereka) - hal 109.
Pulpit Commentary: “Christians
ought to be able to give an account of their hope when asked, both for the
defence of the truth and for the good of the asker. That account may be very
simple; it may be the mere recital of personal experience - often the most
convincing of arguments; it may be, in the case of instructed Christians,
profound and closely reasoned. Some answer every Christian ought to be able
to give” (= Orang-orang kristen harus bisa
memberikan suatu pertanggung-jawaban tentang pengharapan mereka pada waktu
diminta, baik demi pembelaan dari kebenaran maupun demi kebaikan dari orang
yang meminta. Pertanggung-jawaban itu bisa sederhana; itu bisa sekedar
merupakan cerita tentang pengalaman pribadi, yang sering merupakan argumentasi
yang paling meyakinkan; dan dalam kasus orang-orang kristen yang telah
diajar, itu bisa merupakan sesuatu yang mendalam dan diberi alasan yang seksama
/ teliti. Setiap orang kristen harus bisa memberikan jawaban) - hal 132.
b) Kata-kata ‘pada segala
waktu’
menunjukkan bahwa orang kristen harus selalu siap untuk memberikan
pertanggungan jawab / pembelaan, dan harus selalu siap untuk
membicarakan agama / kepercayaannya.
Barnes’ Notes: “A
Christian should always be willing to converse about his religion. He should
have such a deep conviction of its truth, of its importance, and of
his personal interest in it; he should have a hope so firm, so cheering, so
sustaining, that he will be always prepared to converse on the prospect of
heaven, and to endeavour to lead others to walk in the path to life”
(= Seorang Kristen harus selalu mau untuk berbicara tentang agamanya. Ia harus
mempunyai keyakinan yang begitu dalam tentang kebenaran agamanya, tentang
pentingnya agamanya, dan tentang kesenangan pribadinya terhadap agamanya;
ia harus mempunyai suatu pengharapan yang begitu teguh, begitu menggembirakan,
begitu mendukung, sehingga ia akan selalu siap untuk berbicara tentang prospek
tentang surga, dan untuk berusaha untuk membimbing orang lain untuk berjalan di
jalan yang menuju kepada kehidupan) - hal 1421.
Mengapa banyak orang kristen
enggan berbicara tentang agamanya sendiri? Karena mereka sendiri tidak yakin
akan kebenarannya, atau tentang pentingnya agama mereka, dan mereka sendiri
tidak terlalu punya interest terhadap agamanya sendiri!
3) ‘kepada tiap-tiap
orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada
padamu’.
a) Calvin mengatakan (hal 109) bahwa kata ‘pengharapan’ di sini menunjuk kepada ‘iman’.
b) ‘tentang
pengharapan yang ada padamu’.
KJV: ‘the
hope that is in you’ (= pengharapan yang ada di dalam
engkau).
Calvin: “he
speaks of that ‘hope that is in you’; for he intimates that
the confession which flows from the heart is alone that which is approved by God;
for except faith dwells within, the tongue prattles in vain. It ought then to
have its roots within us, so that it may afterwards bring forth fruit of
confession” (= ia berbicara tentang
‘pengharapan yang ada di dalam kamu’; karena ia
mengisyaratkan bahwa pengakuan yang keluar dari hati saja yang direstui oleh
Allah; karena kecuali iman tinggal di dalam, lidah mengoceh dengan sia-sia.
Jadi itu harus mempunyai akar di dalam kita, sehingga selanjutnya itu bisa
melahirkan buah pengakuan) - hal 109.
c) ‘tiap-tiap
orang’.
1. Dari kata ‘tiap-tiap
orang’
ini kelihatannya text ini membicarakan pembelaan biasa, bukan dalam pengadilan.
Kata APOLOGIA biasanya
diartikan sebagai suatu pembelaan di depan pengadilan, seperti pada ayat-ayat
di bawah ini.
Kis 22:1 - “‘Hai
saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu
sebagai pembelaan diri.’”.
Kis 25:16 - “Aku
menjawab mereka, bahwa bukanlah kebiasaan pada orang-orang Roma untuk
menyerahkan seorang terdakwa sebagai suatu anugerah sebelum ia dihadapkan
dengan orang-orang yang menuduhnya dan diberi kesempatan untuk membela diri
terhadap tuduhan itu”.
Tetapi di sini Petrus
mengatakan ‘tiap-tiap orang’, sehingga jelas menunjukkan bahwa ia memaksudkan suatu
pembelaan biasa, di depan orang-orang yang menyerang kekristenan, pada setiap
kesempatan.
Pulpit Commentary: “The
word a]pologia (APOLOGIA) is
often used of a formal answer before a magistrate, or of a written defence of
the faith: but here the addition ‘to every man,’ shows that St. Peter
is thinking of informal answer on any suitable occasion” [= Kata a]pologia (APOLOGIA)
sering digunakan tentang suatu jawaban resmi di depan hakim, atau tentang suatu
pembelaan iman yang tertulis: tetapi di sini penambahan ‘kepada tiap-tiap
orang’, menunjukkan bahwa Santo Petrus sedang memikirkan suatu jawaban
tidak resmi pada seadanya peristiwa / kesempatan yang cocok / pantas] - hal 132.
Alan M. Stibbs (Tyndale): “The
verb AITEIN, asketh, suggests ordinary conversation rather than an official
enquiry” (= Kata kerja AITEIN,
‘meminta’, lebih menunjuk pada suatu pembicaraan biasa dari pada
suatu pertanyaan resmi) - hal 135.
2. Kata-kata ‘tiap-tiap
orang’
tidak bisa dimutlakkan, karena:
a. Adanya ayat-ayat yang mengatakan bahwa
orang-orang tertentu tidak perlu dijawab:
·
Mat 7:6 - “‘Jangan kamu
memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan
mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia
berbalik mengoyak kamu.’”.
·
Amsal 26:4-5 - “(4) Jangan menjawab orang
bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan
dia. (5) Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap
dirinya bijak”.
Kedua ayat ini bukannya
kontradiksi. Kadang-kadang kita harus melakukan ay 4nya dan kadang-kadang
ay 5nya.
·
Tit 3:10 - “Seorang bidat yang sudah
satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.
·
Yes 36:21 - “Tetapi orang berdiam diri
dan tidak menjawab dia sepatah katapun, sebab ada perintah raja, bunyinya:
‘Jangan kamu menjawab dia!’”.
b. Alexander Nisbet mengatakan (hal 138) bahwa
Petrus tidak mengatakan bahwa kita harus ‘selalu menjawab
tiap-tiap orang’, tetapi bahwa kita harus ‘selalu siap
untuk menjawab’.
c. Adanya kata-kata ‘kepada
tiap-tiap orang yang meminta kepadamu’.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘To
every man that asketh you.’ The last words limit the
‘always.’ Not to a railer; but to everyone who inquires
honestly” (=
‘Kepada tiap-tiap orang yang meminta dari kamu’. Kata-kata yang
terakhir membatasi kata ‘selalu’. Bukan kepada seorang pencemooh /
pengejek; tetapi kepada setiap orang yang bertanya dengan jujur).
4) ‘tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat’.
a) ‘tetapi’.
KJV tidak mempunyai kata itu,
tetapi RSV/NIV/NASB mempunyainya, dan Pulpit Commentary mengatakan bahwa
manuscripts yang terbaik menggunakan kata itu. Kalau kata ‘tetapi’ ini memang ada, maka itu lebih
menekankan anak kalimat ini.
b) ‘dengan
lemah lembut dan hormat’.
KJV: ‘fear’
(= takut).
NASB: ‘reverence’
(= hormat bercampur takut).
NIV: ‘respect’
(= hormat).
Pulpit Commentary: “The
word ‘but’ (a]lla / ALLA)
is emphatic; argument always involves danger of weakening the spiritual life
through pride or bitterness. We must sometimes ‘contend earnestly for the
faith;’ but it must be with gentleness and awe. We should seek the
spiritual good for our opponents; and we should entertain a solemn awe of the
presence of God, with a trembling anxiety to think and to say only what is
acceptable unto him” [= Kata
‘tetapi’ (a]lla / ALLA)
ditekankan; argumentasi selalu melibatkan bahaya yang melemahkan kehidupan
rohani melalui kesombongan atau kepahitan. Kadang-kadang kita harus
‘berdebat / berargumentasi dengan sungguh-sungguh untuk iman’;
tetapi itu harus dilakukan dengan kelembutan dan takut / hormat. Kita harus
mencari kebaikan rohani dari lawan-lawan kita; dan kita harus mempunyai rasa
takut / hormat yang khidmat terhadap kehadiran Allah, dengan suatu keinginan
untuk hanya memikirkan dan mengatakan apa yang bisa diterima olehNya] - hal 132.
Calvin: “unless
our minds are endued with meekness, contentions will immediately break forth.
And meekness is set in opposition to pride and vain ostentation, and also to
excessive zeal” (= kecuali pikiran kita dibimbing
/ dibentuk dengan kelembutan, perbantahan / pertikaian akan segera meledak. Dan
kelembutan diatur sebagai lawan dari kesombongan dan sikap pamer yang sia-sia,
dan juga dari semangat yang berlebih-lebihan) - hal 109.
Calvin: “To
this he justly adds ‘fear’; for where reverence for God prevails,
it tames all the ferocity of our minds, and it will especially cause us to
speak calmly of God’s mysteries. ... all boasting must be put aside, all
contention must be relinquished” (= Terhadap ini ia secara
benar menambahkan ‘takut’; karena dimana ada rasa takut terhadap
Allah, itu menjinakkan semua keganasan dari pikiran kita, dan khususnya itu
akan menyebabkan kita mengucapkan misteri Allah dengan tenang. ... semua
kebanggaan harus disingkirkan, semua pertikaian harus dilepaskan) - hal 109,110.
William Barclay: “No
debates have been so acrimonious as theological debates; no differences have
caused such bitterness as religious differences”
(= Tidak ada perdebatan yang begitu sengit seperti perdebatan theologia; tidak
ada perbedaan yang menyebabkan kepahitan seperti perbedaan agama) - hal 231.
Adam Clarke: “Do
not permit your readiness to answer, nor the confidence you have in the
goodness of your cause, to lead you to answer pertly or superciliously to any
person” (= Jangan mengijinkan kesediaanmu
untuk menjawab, ataupun keyakinanmu tentang baiknya perkara / gerakanmu,
membimbingmu untuk menjawab dengan tidak sopan atau dengan sombong kepada
siapapun) -
hal 860.
William Barclay: “His
defence must be given with gentleness. There are many people who state their
beliefs with a kind of arrogant belligerence. Their attitude is that anyone who
does not agree with them is either a fool or a knave and they seek to ram their
beliefs down other people’s throat. The case for Christianity must be
presented with winsomeness and with love, and with that wise tolerance which
realizes that it is not given to any man to possess the whole truth.
‘There are as many ways to the stars as there are men to climb
them.’ Men may be wooed into the Christian faith when they cannot be
bullied into it” (= Pembelaannya harus diberikan
dengan kelembutan. Ada orang-orang yang menyatakan kepercayaan mereka dengan
suatu jenis kesenangan berkelahi yang sombong. Sikap mereka adalah bahwa setiap
orang yang tidak setuju dengan mereka adalah orang tolol atau orang rendahan,
dan mereka berusaha untuk mencekokkan kepercayaan mereka kepada orang-orang
lain. Kasus dari kekristenan harus disajikan dengan cara yang menarik dan
dengan kasih, dan dengan toleransi yang bijaksana, yang menyadari bahwa tidak
ada orang yang memiliki seluruh kebenaran. ‘Ada sama banyaknya jalan
menuju bintang-bintang dengan banyaknya orang-orang yang menaikinya’.
Manusia bisa dibujuk ke dalam iman Kristen pada waktu mereka tidak bisa
digertak ke dalamnya) - hal 231.
Catatan: menurut saya, kata-kata
William Barclay ini berbau Liberalisme, yang selalu mempunyai ‘toleransi
yang bijaksana’ seperti itu. Dengan kedok bahwa tidak ada orang yang mengetahui
seluruh kebenaran, sebetulnya mereka tidak mempunyai keyakinan terhadap apa
yang mereka percayai. Memang tidak ada orang yang mengetahui seluruh kebenaran,
tetapi kalau kebenaran itu berupa keilahian Kristus, atau bahwa Yesus adalah
satu-satunya jalan ke surga, atau bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan, maka itu
merupakan suatu kebenaran yang pasti benar, dan dalam hal ini, siapapun yang
menolak kebenaran itu harus kita anggap sebagai orang bodoh / sesat!
Satu hal yang agak mengherankan
saya pada waktu mempelajari bagian ini adalah: kata ‘lemah
lembut’
di sini diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTETOS. Kata ‘kelemah-lembutan’ dalam Gal 5:23 (buah Roh)
diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTES. Sedangkan kata ‘lemah
lembut’
dalam Mat 5:5 berasal dari kata Yunani PRAEIS. Semuanya jelas berasal dari
kata dasar yang sama yaitu PRAUS, dan tentang kata ini Barclay menjelaskan
sebagai berikut:
1. Ia mengatakan bahwa Aristotle sering
mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang extrim. Misalnya: murah
hati terletak diantara pelit / kikir dan boros.
PRAUS terletak diantara ‘marah
yang berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah marah’. Jadi, orang yang PRAUS
bukannya ‘tidak pernah marah’, juga bukannya ‘marah
yang berlebihan’, tetapi selalu ‘marah pada saat yang tepat’.
2. Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang
yang sudah dijinakkan / dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik /
majikannya. Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang
dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.
3. Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering
dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS mengandung arti ‘rendah
hati’.
Kelihatannya dari 3 arti ini,
arti ketigalah yang harus ditekankan dalam 1Pet 3:15b ini. Dalam suatu kamus
Yunani dikatakan bahwa selain mempunyai arti ‘gentleness’ (=
kelembutan), kata ini memang juga bisa berarti ‘humility’ (=
kerendahan hati).
‘Lemah
lembut’
bukan berarti lemah gemulai seperti putri Solo, juga bukan suatu sikap yang
lemah / tidak tegas. Tidak berarti bahwa kita harus menggunakan kata-kata ‘itu
kurang tepat’ dan yang sejenisnya! Kita harus tetap mempunyai ketegasan
dengan menggunakan kata-kata ‘itu sesat!’, atau setidaknya ‘itu
salah!’,
sekalipun diucapkan dengan lembut / tidak kasar.
Bandingkan dengan
Gal 1:6-9 dan Mat 23:13-36. Jelas bahwa baik Paulus maupun Yesus
sendiri tidak bisa dikatakan mengucapkan kata-kata yang ‘lemah
lembut’
dalam arti seperti kita menggunakan istilah itu. Karena itu, jangan menafsirkan
kata-kata ‘lemah lembut’ itu sehingga bertentangan dengan kedua text ini, dan
juga text-text lain yang menunjukkan bahwa Yesus, rasul-rasul dan nabi-nabi
selalu mempunyai sikap yang keras terhadap nabi-nabi palsu.
Juga, menurut saya, kita harus
mempertimbangkan 2 kasus yang berbeda. Kalau kita menghadapi seorang
individu yang mempunyai pandangan sesat / salah, maka tentu kita harus
menggunakan cara yang halus (tetapi tetap tegas) lebih dulu. Tetapi kalau kita membahas
tentang seorang pendeta populer yang memberitakan ajaran sesat (seperti
Bambang Noorsena, Jusuf Roni, Yesaya Pariadji, dsb.), atau kalau kita membahas
tentang suatu ajaran sesat, seperti Saksi Yehuwa, kita harus menggunakan
serangan yang keras. Mengapa? Karena dalam kasus kedua ini, ada 2 kelompok
orang yang terlibat, yaitu kelompok dari orang-orang sesat / penyesat, dan
kelompok dari orang-orang yang berpotensi untuk disesatkan. Demi kelompok kedua
ini, kita harus menyatakan kesalahan / kesesatan itu dengan cukup keras.
Illustrasi: Bagaimana saudara akan
mengatakan kepada anak saudara, kalau sebuah warung di dekat rumah saudara
menjual makanan beracun? Apakah dengan mengatakan bahwa makanan yang dijual
warung itu ‘kurang enak’, ‘tidak terlalu baik untuk
kesehatan’,
dsb.? Atau dengan mengatakan secara tegas dan keras bahwa makanan warung itu
beracun dan akan mematikan bila dimakan?
5) ‘dan dengan hati nurani yang murni’.
KJV: ‘Having
a good conscience’ (= dengan mempunyai hati nurani yang baik).
Kita
hanya bisa mempunyai hati nurani seperti ini kalau:
a) Pikiran / hati kita diterangi
secara benar oleh Firman Tuhan, sehingga kita tahu apa yang benar dan apa yang
salah. Tanpa ini, kita bisa didorong untuk melakukan sesuatu yang kita anggap
baik, padahal kita sedang menentang Tuhan.
Bandingkan
dengan:
·
Yoh 16:2 - “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya
bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti
bagi Allah”.
·
Kis 26:9 - “Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka,
bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret”.
b) Kita hidup dalam kekudusan / ketaatan.
Dengan
demikian, maka kehidupan kita akan mendukung pembelaan kita terhadap iman kita.
Calvin: “What we say without a corresponding life has but
little weight; hence he joins to confession a good conscience. For we see that
many are sufficiently ready with their tongue, and prate much, very freely, and
yet with no fruit, because the life does not correspond” (= Apa yang kita katakan tanpa kehidupan yang sesuai
dengannya, tidak akan mempunyai pengaruh; karena itu, ia menggabungkan
‘pengakuan’ dengan ‘hati nurani yang baik’. Karena kita
melihat bahwa banyak orang yang cukup siap dengan lidah mereka, dan berbicara
banyak, dengan sangat bebas, tetapi tanpa buah, karena kehidupannya tidak
sesuai) - hal 110.
Calvin: “they who prattle much about the gospel, and whose
dissolute life is a proof of their impiety, not only make themselves objects of
ridicule, but also expose the truth itself to the slanders of the ungodly. ...
the defence of the tongue will avail but little, except the life corresponds
with it” (= mereka
yang banyak mengoceh tentang injil, tetapi yang kehidupannya yang tidak
dikekang / tidak bermoral merupakan bukti dari ketidak-salehannya; bukan hanya
membuat diri mereka sendiri sebagai obyek dari tertawaan / ejekan, tetapi juga
membuka kebenaran itu sendiri terhadap fitnahan dari orang-orang jahat. ...
pembelaan lidah tidak akan berguna, kecuali kehidupannya sesuai dengannya) - hal
110.
Pulpit Commentary: “An
apology may be learned, well-expressed, eloquent; but it will not be convincing
unless it comes from the heart, and is backed up by the life”
(= Suatu pembelaan mungkin terpelajar, dinyatakan dengan baik, fasih; tetapi
itu tidak akan meyakinkan kecuali itu datang dari hati, dan didukung oleh
kehidupan) -
hal 132.
Pulpit Commentary: “A
good life without words is a better defence of religion than the most learned
apology without a godly life” (= Suatu kehidupan yang
baik tanpa kata-kata adalah pembelaan agama yang lebih baik dari pada pembelaan
yang paling terpelajar tanpa kehidupan yang baik) - hal 143.
Karena itu, sebagai orang
kristen kita harus selalu berjuang untuk maju dalam pengetahuan tentang Firman
Tuhan dan juga maju dalam kekudusan.
Barnes’
Notes: “A
true Christian should aim, by incessant study and prayer, to know what is
right, and then always do it, no matter what may be the consequence” (= Seorang Kristen yang sejati harus bertujuan, dengan
belajar dan berdoa tanpa henti-hentinya, untuk mengetahui apa yang benar, dan
lalu selalu melakukannya, tak peduli apa konsekwensinya) - hal
1422.
1) Menggunakan Kitab Suci / Firman Tuhan.
a) Tahu / hafal ayat Kitab Suci.
Ini penting kalau menghadapi
serangan yang tak mempunyai dasar Kitab Suci atau yang bertentangan dengan
Kitab Suci. Alat bantu: konkordansi.
Contoh:
Ajaran Saksi Yehuwa mengatakan
bahwa hanya 144.000 orang yang akan masuk surga, sisanya tinggal di bumi yang
akan disempurnakan, sedangkan yang jahat / tak beriman akan dimusnahkan.
Ini bertentangan dengan
2Pet 3:10-13 yang menunjukkan bahwa bumi ini akan dihancurkan /
dimusnahkan.
2Pet 3:10-13 - “(10)
Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan
lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam
nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. (11)
Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci
dan salehnya kamu harus hidup (12) yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat
kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan
unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. (13) Tetapi sesuai dengan
janjiNya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat
kebenaran”.
b) Mengerti Hermeneutics / ilmu penafsiran Alkitab.
1. Melihat kontext dari ayat.
Ini penting menghadapi
penafsiran yang out of context.
Misalnya Theologia Kemakmuran
menggunakan Mat 6:33 2Kor 8:9
dan sebagainya.
Mat 6:25-34 - “(25)
‘Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa
yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu,
akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari
pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? (26) Pandanglah
burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.
Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (27) Siapakah di antara kamu
yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?
(28) Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di
ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, (29) namun Aku berkata
kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah
satu dari bunga itu. (30) Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang,
yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih
lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? (31) Sebab itu janganlah
kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami
minum? Apakah yang akan kami pakai? (32) Semua itu dicari
bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu,
bahwa kamu memerlukan semuanya itu. (33) Tetapi carilah dahulu Kerajaan
Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
(34) Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok
mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.’”.
2Kor 8:1-9 - “(1)
Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia
yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. (2) Selagi dicobai dengan
berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka
sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. (3) Aku bersaksi, bahwa
mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan
mereka. (4) Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami,
supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan
kepada orang-orang kudus. (5) Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang
kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah,
kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami. (6) Sebab itu kami
mendesak kepada Titus, supaya ia mengunjungi kamu dan menyelesaikan pelayanan
kasih itu sebagaimana ia telah memulainya. (7) Maka sekarang, sama seperti kamu
kaya dalam segala sesuatu, --dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan,
dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah
juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini. (8) Aku mengatakan hal
itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang
lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. (9) Karena kamu
telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh
karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh
karena kemiskinanNya”.
2. Menafsir dengan memperhatikan latar belakang / tradisi jaman itu.
Misalnya: Paulus tak menikah,
Paulus anti permikahan.
1Kor 9:5 - “Tidakkah
kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami,
seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan
Kefas?”.
Banyak orang menafsirkan dari
ayat ini bahwa Paulus tak pernah menikah. Tetapi kalau seseorang mengerti latar
belakang jaman itu, tidak mungkin ia mempunyai pandangan seperti itu, karena
Paulus adalah anggota Sanhedrin / Mahkamah Agama Yahudi, dan syarat dari
anggota Sanhedrin adalah ‘menikah’. Jadi ayat ini harus diartikan
bahwa pada saat itu Paulus tidak mempunyai istri, tetapi ia pernah menikah
(mungkin istrinya mati atau menceraikannya pada waktu ia jadi Kristen).
1Kor 7:25-40 - “(25)
Sekarang tentang para gadis. Untuk mereka aku tidak mendapat perintah dari
Tuhan. Tetapi aku memberikan pendapatku sebagai seorang yang dapat dipercayai
karena rahmat yang diterimanya dari Allah. (26) Aku berpendapat, bahwa, mengingat
waktu darurat sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam
keadaannya. (27) Adakah engkau terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau
mengusahakan perceraian! Adakah engkau tidak terikat pada seorang perempuan?
Janganlah engkau mencari seorang! (28) Tetapi, kalau engkau kawin, engkau tidak
berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia tidak berbuat dosa. Tetapi
orang-orang yang demikian akan ditimpa kesusahan badani dan aku mau
menghindarkan kamu dari kesusahan itu. (29) Saudara-saudara, inilah yang
kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena itu dalam waktu yang
masih sisa ini orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka
tidak beristeri; (30) dan orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis;
dan orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira; dan orang-orang
yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang mereka beli; (31) pendeknya
orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali
tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan
berlalu. (32) Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak
beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan
kepadanya. (33) Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara
duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, (34) dan dengan demikian
perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis
memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka
kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara
duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya. (35) Semuanya ini kukatakan
untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam
kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan
baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan. (36) Tetapi jikalau seorang menyangka,
bahwa ia tidak berlaku wajar terhadap gadisnya, jika gadisnya itu telah
bertambah tua dan ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus kawin, baiklah
mereka kawin, kalau ia menghendakinya. Hal itu bukan dosa. (37) Tetapi kalau
ada seorang, yang tidak dipaksa untuk berbuat demikian, benar-benar yakin dalam
hatinya dan benar-benar menguasai kemauannya, telah mengambil keputusan untuk
tidak kawin dengan gadisnya, ia berbuat baik. (38) Jadi orang yang kawin dengan
gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin dengan gadisnya berbuat lebih
baik. (39) Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah
meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal
orang itu adalah seorang yang percaya. (40) Tetapi menurut pendapatku, ia lebih
berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa
aku juga mempunyai Roh Allah”.
Kelihatannya text ini
menunjukkan bahwa Paulus anti pernikahan, atau setidaknya mempunyai pandangan
yang rendah tentang pernikahan. Tetapi kalau saudara memperhatikan kata-kata
yang saya garis bawahi dari text di atas, maka terlihat bahwa pandangan Paulus
ini dilatar-belakangi oleh keadaan khusus pada saat itu, dan karena itu
nasehatnya di sini tidak bisa diberlakukan untuk segala keadaan.
3. Menafsir dengan memperhatikan apakah ayat itu
mempunyai arti hurufiah atau simbolis.
Misalnya: Wah 7:4-9 - “(4)
Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh
empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel. (5)
Dari suku Yehuda dua belas ribu yang dimeteraikan, dari suku Ruben dua belas
ribu, dari suku Gad dua belas ribu, (6) dari suku Asyer dua belas ribu, dari
suku Naftali dua belas ribu, dari suku Manasye dua belas ribu, (7) dari suku
Simeon dua belas ribu, dari suku Lewi dua belas ribu, dari suku Isakhar dua
belas ribu, (8) dari suku Zebulon dua belas ribu, dari suku Yusuf dua belas
ribu, dari suku Benyamin dua belas ribu. (9) Kemudian dari pada itu aku
melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat
terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri
di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang
daun-daun palem di tangan mereka”.
Saksi-Saksi Yehuwa
menghurufiahkan bilangan 144.000 itu, tetapi itu tidak mungkin, karena:
·
Dalam kitab Wahyu hampir tidak ada bilangan yang mempunyai arti
hurufiah.
·
Kata-kata dalam ay 5-8 jelas tidak mungkin diartikan secara
hurufiah. Saksi-Saksi Yehuwa sendiri mengartikannya secara simbolis. Kalau
demikian, mengapa ay 4nya harus dihurufiahkan?
·
Penafsiran hurufiah tentang bilangan 144.000 dalam ay 4
menyebabkan ayat itu menjadi bertentangan dengan:
*
ay 9nya, yang mengatakan ‘suatu kumpulan besar
orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya’.
*
ayat-ayat yang menunjukkan bahwa seadanya orang yang percaya
kepada Yesus pasti masuk surga. Tidak mungkin bahwa dalam sepanjang jaman orang
yang percaya kepada Yesus hanya 144.000 orang.
4. Eisegesis atau exegesis?
Exegesis berarti mengeluarkan
suatu ajaran dari suatu ayat; tetapi eisegesis berarti memasukkan suatu ajaran
ke dalam suatu ayat.
Dalam exegesis, yang ada adalah
ayatnya dulu, yang lalu dipelajari, dianalisa dsb, sehingga mengeluarkan suatu
kebenaran tertentu. Tetapi dalam eisegesis, yang ada adalah pandangan /
prakteknya lebih dulu, dan lalu dicari-carikan ayat Kitab Suci, yang artinya
dibengkokkan sedemikian rupa sehingga cocok dengan ajaran praktek tersebut.
Ajaran sesat / salah banyak
yang bukan menggunakan exegesis tetapi eisegesis.
Contoh:
Dr. Paul Yonggi Cho mengatakan
bahwa dalam Kej 15:5-6 Abram / Abraham lalu memandang bintang-bintang di langit,
dan pada waktu ia memandang bintang-bintang itu, maka ia membayangkan bahwa
bintang-bintang itu berubah menjadi kepala-kepala bayi (entah dari mana ia
mendapatkan ide tolol ini!). Berdasarkan hal ini, Dr. Paul Yonggi Cho
mengatakan bahwa supaya kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan atau
doakan, maka kita harus membayangkannya. Inilah yang ia sebut dengan kekuatan
dimensi ke 4!
Sekarang perhatikan sendiri
text ini untuk melihat apakah memang textnya berkata seperti itu atau tidak.
Kej 15:5-6 - “(5)
Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: ‘Coba lihat ke langit,
hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka
firmanNya kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ (6)
Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran”.
5. Descriptive atau Didactic?
Dalam Kitab Suci ada 2 bagian
yang harus dibedakan:
a. Bagian-bagian yang bersifat descriptive
(= menggambarkan).
Ini mencakup semua bagian Kitab
Suci yang merupakan cerita sejarah. Bagian-bagian ini hanya menggambarkan apa
yang terjadi pada saat itu, tetapi tidak memaksudkan untuk menggunakan hal itu
sebagai rumus / norma.
Contoh:
·
Peristiwa Yesus dan Petrus berjalan di atas air
(Mat 14:22-33) memang betul-betul terjadi, dan Tuhan bisa saja mengulang
hal itu pada jaman ini, kalau Dia mau. Tetapi bagian ini tentu bukan maksudnya
untuk dijadikan hukum / norma dalam hidup kita, seakan-akan semua orang kristen
harus bisa berjalan di atas air!
·
Peristiwa kebangkitan Lazarus (Yoh 11) memang betul-betul
terjadi, dan Tuhan bisa saja mengulangnya pada jaman ini, kalau Ia mau. Tetapi
bagian ini tentu tidak boleh dijadikan dasar untuk mengajar bahwa Tuhan selalu
mau membangkitkan orang kristen yang mati! Hal yang sama berlaku untuk
penyembuhan-penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus. Itu hanyalah bagian descriptive, dan karenanya bukan
merupakan norma / hukum!
b. Bagian-bagian yang bersifat didactic
(= mengajar).
Ini mencakup semua bagian Kitab
Suci yang bersifat pengajaran, dan ini adalah bagian-bagian yang betul-betul
merupakan hukum / norma.
Contoh:
·
Yoh 3:16 memang merupakan norma / hukum: semua / setiap
orang yang percaya kepada Yesus tidak akan binasa tetapi beroleh hidup yang
kekal!
·
1Tes 5:16-18 memang merupakan norma: semua orang kristen
harus bersukacita, berdoa dan mengucap syukur senantiasa.
·
10 hukum Tuhan (Kel 20:3-17) jelas juga merupakan hukum / norma.
Tetapi, orang-orang pada
umumnya tidak mengerti prinsip Hermeneutics ini dan mereka menggunakan
bagian-bagian yang bersifat descriptive
sebagai hukum / norma, seakan-akan itu adalah bagian yang bersifat didactic, dan ini menimbulkan
ajaran-ajaran yang salah.
Contoh:
¨ mereka menganggap
Kis 2:1-13 (rasul-rasul berbahasa roh pada saat menerima Roh Kudus pada
hari Pentakosta) sebagai dasar bahwa orang kristen harus berbahasa roh. Padahal
bagian ini adalah bagian yang bersifat descriptive
(= menggambarkan), sehingga tidak boleh dijadikan hukum / norma.
¨ mereka menggunakan
cerita-cerita dimana Yesus menyembuhkan orang sakit sebagai dasar bahwa semua
orang kristen yang sakit pasti disembuhkan. Padahal ini adalah bagian yang
bersifat descriptive, sehingga tidak
boleh dijadikan hukum / norma.
¨ dari fakta Kitab Suci bahwa
Abraham itu kaya, mereka mengatakan bahwa orang Kristen harus kaya.
c) Penggunaan buku-buku tafsiran untuk mengerti arti ayat.
Seringkali untuk bisa mengerti
arti dari suatu ayat, dibutuhkan buku-buku tafsiran. Atau, mungkin kita bisa
melihat di internet.
2) Argumentasi AD HOMINEM.
Ini adalah cara berargumentasi
dimana kita menggunakan cara berargumentasi dari lawan kita, yang kita teruskan
sampai terlihat keextriman argumentasinya.
Misalnya: Orang Roma Katolik
menekankan kesucian Maria karena mereka berpendapat bahwa kalau Yesus itu suci,
maka Maria, yang melahirkanNya, juga harus suci. Tetapi doktrin ini mempunyai
konsekwensi logis sebagai berikut: kalau karena Yesus itu suci maka Maria harus
suci, maka konsekwensinya adalah, karena Maria suci kedua orang tua Maria harus
suci. Dan kalau kedua orang tua Maria suci, maka keempat kakek nenek Maria
harus suci. Kalau ini diteruskan maka akan menunjukkan bahwa Adam dan Hawapun
harus suci! Ini adalah konsekwensi logis yang orang Roma Katolikpun tidak akan
mau menerimanya!
-AMIN-