Amazing Grace
oleh: Pdt. Budi
Asali, MDiv.
Apakah
kasih karunia itu? Kasih karunia Allah adalah sesuatu yang ada dalam diri Allah
yang menyebabkan Ia memberikan sesuatu yang baik kepada kita sekalipun kita
sama sekali tidak layak menerimanya.
Sebagai
orang berdosa, kita layaknya dibuang ke dalam neraka. Kalau Allah melakukan hal
itu, maka Ia adil. Tetapi adanya kasih karunia ini menyebabkan Allah bertindak
lain. Allah datang ke dalam dunia dalam diri Yesus Kristus, hidup suci,
menderita dan mati di kayu salib untuk memikul hukuman dosa kita. Ia melakukan
semua itu supaya kita tidak perlu masuk neraka, tetapi bisa masuk ke surga.
Apa
sebabnya kasih karunia Allah itu mengherankan?
1) Karena kita bukan hanya manusia yang berdosa,
tetapi sangat berdosa.
Kalau
saudara adalah orang yang merasa diri baik / saleh / suci, atau lumayan baik,
maka coba perhatikan 2 hal ini:
a) Berapa kali saudara melanggar hukum-hukum
Tuhan, seperti:
·
jangan berdusta.
·
jangan membunuh.
Ingat
bahwa menurut Mat 5:21-22 marah / mencaci maki sudah termasuk membunuh, dan
menurut 1Yoh 3:15 benci sudah termasuk membunuh.
·
jangan ada allah lain di hadapanKu.
·
Mat 22:37 memerintahkan untuk mengasihi
Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi.
Setiap
saat kita melanggar hukum ini karena tak ada orang yang bisa mengasihi Tuhan
dengan segenap hati, jiwa, akal budi.
b) Gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang
keadaan manusia di hadapan Allah.
Yes 64:6a
- “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan
kami seperti kain kotor”.
Perhatikan
bahwa yang mengatakan kata-kata ini adalah Yesaya, seorang nabi, yang jelas
sungguh-sungguh beriman. Perhatikan juga bahwa Yesaya tidak mengatakan ‘segala
dosa kami seperti kain kotor’. Ia juga tidak
mengatakan ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’.
Ia mengatakan ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’.
Kalau
segala kesalehan kita digambarkan seperti ‘kain kotor’
di hadapan Allah, bagaimana dengan dosa kita? Untuk itu mari kita melihat ayat
di bawah ini.
Yeh 36:17
- “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka
menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar
kain di hadapanKu”.
Dosa /
kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’.
Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya: ‘a
woman’s monthly uncleanness’ (=
kenajisan bulanan dari seorang perempuan).
Bandingkan juga dengan Im 15:20,24
- “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi
najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau
seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain
perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur
yang ditidurinya menjadi najis juga”.
Untuk
kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20)
NIV menterjemahkan ‘her period’ (=
masa datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’
yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).
Jadi Kitab Suci menggambarkan kesalehan kita seperti
kain kotor, dan menggambarkan dosa / kejahatan kita seperti cairan yang
dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat mengalami datang bulan!
Kalau saudara adalah orang yang menganggap diri saudara
suci atau lumayan baik, renungkan bagian ini!
2) Karena untuk
menyelamatkan kita Allah harus melakukan pengorbanan yang luar biasa.
Allah
tidak bisa memasukkan kita yang berdosa ke surga begitu saja. Allah itu adil,
sehingga harus menghukum setiap dosa. Kalau ada 1 dosa yang tidak pernah
dihukum selama-lamanya, maka Allah kehilangan keadilanNya. Jadi, pada waktu
melihat manusia yang berdosa, Allah harus menjatuhkan hukuman. Tetapi Ia tidak
ingin kita terkena hukuman tersebut. Lalu bagaimana? Allah tidak bisa menyuruh
manusia bertobat dari dosa dan lalu hidup baik supaya masuk surga. Mengapa?
Karena:
a) Manusia tidak bisa berbuat baik.
Ini
dinyatakan secara jelas oleh Kitab Suci.
·
Kej 6:5 - “Ketika dilihat
TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan
hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
·
Kej 8:21b - “Aku takkan
mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya
adalah jahat dari sejak kecilnya”.
·
Titus 1:15 - “Bagi orang
suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun
tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
·
Ro 6:20 - “Sebab waktu
kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran”.
Apakah
benar bahwa manusia tidak bisa berbuat baik? Tidak bisakah seseorang, pada
waktu melihat orang miskin / menderita, lalu menolongnya tanpa pamrih? Tentu
bisa! Lalu apakah itu bisa disebut sebagai perbuatan baik? Dalam pandangan
manusia, ya! Tetapi dalam pandangan Tuhan, tidak! Mengapa? Karena dalam
pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut baik, maka harus dipenuhi
syarat-syarat ini:
1. Perbuatan baik
itu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah.
1Kor 10:31
- “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan
sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
2. Perbuatan baik
itu harus dilakukan karena cinta kepada Allah.
Yoh 14:15
- “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
Ingat
bahwa 2 hal di atas ini tak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang ada di luar
Kristus! Bdk. Ro 3:10,11,18 yang mengatakan bahwa tidak ada manusia (ini
jelas menunjuk kepada manusia di luar Kristus, tanpa pekerjaan Roh Kudus dalam
dirinya) yang benar, yang berakal budi, yang mencari Allah, atau yang takut
kepada Allah.
Ro
3:10,11,18 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar,
seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada
seorangpun yang mencari Allah. ... (18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada
orang itu.’”.
Manusia
bisa saja berusaha berbuat baik, berjuang bagi agamanya, ingin masuk surga,
dsb. Tetapi ‘mengasihi Allah’ dan ‘hidup untuk kemuliaan Allah’ adalah 2 hal
yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh manusia di luar Kristus.
Kalau 2
hal di atas ini tidak dipenuhi, maka bisalah dikatakan bahwa perbuatan baik itu
dilakukan tanpa mempedulikan Allah! Bisakah itu disebut baik?
b) Andaikatapun
manusia bisa berbuat baik, bagaimana dengan dosa-dosa yang telah ia lakukan
maupun yang akan ia lakukan? Ingat bahwa perbuatan baik tidak bisa menghapus
dosa!
Kitab Suci dengan jelas menyatakan hal itu.
·
Gal 2:16a - “Kamu tahu,
bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat,
tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.
·
Gal 2:21b - “... sekiranya
ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi:
Misalnya suatu hari saudara naik kendaraan bermotor dan melanggar rambu lalu
lintas, dan lalu seorang polisi menilang saudara. Saudara akan disidang 1
minggu yang akan datang. Sementara menunggu saat persidangan, saudara lalu mau
‘menebus dosa’ saudara dengan berbuat baik. Saudara menghibur tetangga yang
kesusahan, membelikan obat untuk tetangga yang sakit, dsb. Pada saat
persidangan, hakim bertanya: Apakah saudara, pada tanggal ini, di jalan ini,
melanggar rambu lalu lintas ini? Saudara lalu menjawab: Benar Pak Hakim,
tetapi, saya sudah menebus dosa dengan berbuat baik. Ini ada 3 saksi yang
menerima kebaikan saya. Sekarang pertanyaannya: kalau hakim itu waras, apakah
orang itu akan dibebaskan dari hukuman?
Illustrasi
ini jelas menunjukkan bahwa ditinjau dari sudut hukum dunia / negarapun, tidak
mungkin perbuatan baik bisa menutup dosa!
Allah
tahu akan hal ini (yaitu bahwa manusia tidak bisa selamat karena perbuatan
baiknya), tetapi Ia mau menyelamatkan manusia yang berdosa itu. Lalu bagaimana
caranya? Allah harus mencari seseorang pengganti dalam memikul hukuman itu. Tetapi
siapa penggantinya? Tidak mungkin seorang manusia biasa, karena semua manusia
berdosa. Tidak mungkin juga malaikat, karena tidak adil kalau manusia yang
berdosa, malaikat yang dihukum. Jadi, harus Allah sendiri yang menjadi manusia
dan memikul hukuman itu. Dan inilah yang telah Allah lakukan. Ia menjadi
manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dan lalu menderita dan mati di kayu
salib untuk menggantikan kita memikul hukuman yang seharusnya bagi kita.
Sedangkan
penderitaan dan kematian yang dialami oleh Yesus Kristus pada waktu
menggantikan kita memikul hukuman kita adalah begitu mengerikan dan hina. Mari
kita menyoroti beberapa diantaranya:
1. Kristus dicambuki.
Untuk
bisa mengerti lebih baik tentang hebatnya penderitaan Kristus pada waktu
disesah, mari kita lihat komentar-komentar di bawah ini.
Leon Morris (NICNT): “Scourging was a brutal affair. It
was inflicted by a whip of several thongs, each of which was loaded with pieces
of bone or metal. It could make pulp of a man’s back” (= Pencambukan
adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa
tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau logam. Itu
bisa membuat punggung seseorang menjadi bubur).
Leon
Morris (NICNT): “... Josephus tells us that a certain
Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius
narrates that certain martyrs at the time of Polycarp
‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries, so that the
hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and organs,
were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died as a
result of this torture” (= Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus
tertentu, anak dari Ananias, dibawa
ke depan Albinus dan ‘dikuliti
sampai tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp
‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada
pembuluh darah dan arteri yang ada di dalam,
sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka,
isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak
heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini).
William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a
short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped
with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes
were laid especially on the victim’s back, bared and bent. Generally two men
were employed to administer this punishment, one lashing the victim from one
side, one from the other side, with the result that the flesh was at times
lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even
entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which Roman
citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted
in death” [=
Cambuk Romawi terdiri dari gagang
kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan
dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan
diberikan terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Biasanya
2 orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki
dari satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa
daging yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga
pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi
perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti
itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].
William Barclay: “Roman scourging was a terrible
torture. The victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was
tied to a post with his back bent double and
conveniently exposed to the lash. The lash itself was a long leather thong,
studded at intervals with sharpened pieces of bone and pellets of lead. Such
scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to strips
of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men
died under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious
to the end of it” [= Pencambukan Romawi
adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat
pada suatu tonggak dengan punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri
adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran
timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu
mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu menjadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan
daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berdarah’.
Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang
kehilangan akalnya (menjadi gila?)
karenanya, dan sedikit orang bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].
Saudara
adalah orang berdosa dan karena itu sebetulnya saudaralah yang seharusnya
mengalami hukuman cambuk itu. Tetapi Kristus sudah mengalami pencambukan itu
supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima
Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara menerima Dia?
2. Kristus disalibkan.
Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands
and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting
pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was
never used”
(= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga
/ ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian
lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat
pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).
Barnes’ Notes: “The manner of the crucifixion was
as follows: - After the criminal had carried the cross, attended with every
possible jibe and insult, to the place of execution, a hole was dug in the
earth to receive the foot of it. The cross was laid on the ground; the persons
condemned to suffer was stripped, and was extended on it, and the soldiers
fastened the hands and feet either by nails or thongs. After they had fixed the
nails deeply in the wood, they elevated the cross with the agonizing sufferer
on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they let it fall
violently into the hole which they had dug to receive it. This sudden fall must
have given to the person that was nailed to it a most violent and convulsive
shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person was then
suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his
life” (=
Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib,
disertai dengan setiap ejekan dan
hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban,
sebuah lubang digali di tanah
untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan
di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya,
dan direntangkan pada salib itu,
dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan
tali. Setelah mereka memakukan
paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka
menaikkan / menegakkan salib itu dengan
penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya
dengan lebih teguh di dalam
tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras
ke dalam lubang yang telah digali untuk menerima
salib itu. Jatuhnya
salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu
kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang
disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan
tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri hidupnya).
Sekali
lagi saya tekankan seperti diatas. Saudara adalah orang berdosa, dan sebetulnya
saudaralah yang mengalami penyaliban yang mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah
mengalami penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara
mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara
percaya dan menerimaNya?
Satu
hal yang harus dihindari dalam menanggapi apa yang Kristus lakukan / alami bagi
kita ialah: sekedar / hanya merasa kasihan kepada Dia. Pada waktu Yesus memikul
salib keluar kota, terjadi peristiwa yang diceritakan dalam Luk 23:27-32,
dimana banyak perempuan menangisi dan meratapi Dia, tetapi lalu justru ditegur
oleh Yesus.
Pulpit Commentary mengomentari bagian ini dengan berkata:
“He does not want our pity. This
would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita.
Ini adalah suatu perasaan
yang sia-sia dan salah).
Kalau saudara
mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi tidak percaya kepada
Kristus, saudara sudah ditipu oleh
setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara
seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap
anti Yesus! Karena itu janganlah sekedar
merasa kasihan kepada Yesus, tetapi
datanglah kepadaNya dan percayalah dan terimalah Dia
sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
3) Kita bukan hanya
dibebaskan dari hukuman kekal di
neraka, tetapi kita dimasukkan ke surga!
Sekarang
kita soroti lagi 3 hal di atas yang menyebabkan kita harus menganggap kasih
karunia Allah itu mengherankan.
1) Kita adalah orang-orang yang sangat berdosa.
Seandainya
kita berdosa sedikit-sedikit maka mungkin kasih karunia Allah itu tidak terlalu
mengherankan. Tetapi kita sangat berdosa!
2) Allah, dalam
diri Tuhan Yesus Kristus, harus mengalami penderitaan yang luar biasa, kehinaan
yang sangat dalam, untuk bisa menyelamatkan kita.
Seandainya
untuk menyelamatkan kita Yesus hanya perlu dicubit 1 x, maka mungkin kasih
karunia Allah itu tidak terlalu mengherankan. Tetapi Ia harus mengalami semua
penderitaan itu, untuk orang-orang yang sangat berdosa, itu betul-betul luar
biasa.
3) Allah menyediakan surga bagi kita.
Seandainya
Ia hanya menghukum kita secara ringan, atau membebaskan kita dari neraka, lalu
menempatkan kita di tempat dimana kita pokoknya tidak menderita, atau hanya
memberikan berkat-berkat jasmani / duniawi saja, maka mungkin kasih karunia
Allah itu tidak terlalu mengherankan. Tetapi Ia menyediakan surga bagi kita.
Gabungan
3 hal ini, menyebabkan kasih karunia Allah itu sangat mengherankan!
Tetapi
lagi-lagi, jangan hanya heran, takjub terhadap kasih karunia Allah itu. Allah
tak menghendaki saudara hanya heran / takjub! Ia menghendaki saudara percaya
kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, karena tanpa itu saudara
tidak akan bisa diselamatkan / masuk surga. maukah saudara percaya kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara?
-AMIN-