Bolehkah Perempuan Mengajar & Berkhotbah dalam Kebaktian Gereja?
oleh: Pdt.
Budi Asali, MDiv.
BOLEHKAH PEREMPUAN MENGAJAR &
BERKHOTBAH DALAM KEBAKTIAN GEREJA?
I TIMOTIUS 2:11-12
Ay 11-12: “(11)
Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. (12) Aku
tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah
laki-laki; hendaklah ia berdiam diri”.
1) Terjemahan-terjemahan
dari Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘(11) Let the woman
learn in silence with all subjection. (12) But I suffer not a woman to teach, nor
to usurp authority over the man, but to be in silence’ [= (11) Hendaklah
perempuan belajar dalam ke-diam-an dengan semua ketundukan. (12)
Tetapi aku tidak mengijinkan seorang perempuan untuk mengajar, ataupun untuk
merebut otoritas atas laki-laki, tetapi harus berdiam diri].
RSV: ‘(11) Let a woman
learn in silence with all submissiveness. (12) I permit no woman to teach or to
have authority over men; she is to keep silent’ [= (11) Hendaklah seorang
perempuan belajar dalam ke-diam-an dengan semua ketundukan. (12) Aku tidak
mengijinkan perempuan untuk mengajar atau untuk mempunyai otoritas atas
laki-laki; ia harus berdiam diri].
NIV: ‘(11) A woman should
learn in quietness and full submission. (12) I do not permit a woman to teach or
to have authority over a man; she must be silent’ [= (11) Seorang perempuan
harus belajar dalam ke-diam-an dan ketundukan penuh. (12) Aku tidak mengijinkan
seorang perempuan untuk mengajar atau untuk mempunyai otoritas atas seorang
laki-laki; ia harus diam].
NASB: ‘(11) Let a woman
quietly receive instruction with entire submissiveness. (12) But I do not allow
a woman to teach or exercise authority over a man, but to remain quiet’ [=
(11) Hendaklah seorang perempuan dengan tenang menerima instruksi dengan
seluruh ketundukan. (12) Tetapi aku tidak mengijinkan seorang
perempuan untuk mengajar atau menjalankan otoritas atas seorang laki-laki,
tetapi tinggal tenang / diam].
2) Penafsiran William Barclay.
Dari semua
buku tafsiran saya, mungkin Barclay adalah satu-satunya yang tidak menafsirkan
text ini ‘apa adanya’. Perhatikan beberapa kutipan dari buku
tafsiran Barclay.
Barclay: “The second part of this passage
deals with the place of women in the Church. It cannot be read out of its
historical context, for it springs entirely from the situation in which it was
written” (=
Bagian kedua dari bagian ini menangani tempat / posisi perempuan dalam Gereja.
Ini tidak bisa dibaca di luar kontext sejarahnya, karena ini muncul sepenuhnya
dari situasi dalam mana hal ini ditulis) - hal 66.
Lalu Barclay menambahkan 2
hal:
a) Barclay: “It was written against a Jewish background. No nation ever gave
a bigger place to women in home and in family things than the Jewish did; but
officially the position of a woman was very low. In Jewish law she was not a
person but a thing; she was entirely at the disposal of her father or of her
husband. She was forbidden to learn the law; to instruct a woman in the law was
to cast pearls before swine. Women had no part in the synagogue service; they
were shut apart in a section of the synagogue, or in a gallery, where they
could not be seen. A man came to the synagogue to learn; but, at the most, a
woman came to hear. In the synagogue the lesson from Scripture was read by
members of the congregation; but not by women, for that would have been to
lessen ‘the honour of the congregation.’ It was absolutely forbidden for a
woman to teach in a school; she might not even teach the youngest children. A
woman was exempt from the stated demands of the Law. It was not obligatory on
her to attend the sacred feasts and festivals. Women, slaves and children were
classed together. In the Jewish morning prayer a man
thanked God that God had not made him ‘a Gentile, a slave or a woman.’ In the
Sayings of the Fathers Rabbi Jose ben Johanan is quoted as saying: ‘Let thy
house be opened wide, and let the poor be thy household, and talk not much with
a woman.’ Hence the wise have said: ‘Everyone that talketh much with a woman
causes evil to himself, and desists from the works of the Law, and his end is
that he inherits Gehenna.’ A strict Rabbi would never greet a woman on the
street, not even his own wife or daughter or mother or sister” (= Ini ditulis terhadap / menentang
latar belakang Yahudi. Tidak ada bangsa yang memberikan
tempat lebih besar bagi perempuan dalam hal-hal di rumah dan dalam keluarga
dari pada yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi; tetapi secara resmi posisi
seorang perempuan sangatlah rendah. Dalam hukum Yahudi perempuan
bukanlah seorang pribadi tetapi suatu benda; ia
sepenuhnya ada dalam penguasaan ayahnya atau suaminya. Ia
dilarang untuk mempelajari hukum Taurat; mengajar seorang perempuan dalam hukum
Taurat adalah melemparkan mutiara di depan babi. Perempuan tidak mempunyai
bagian dalam ibadah sinagog; mereka dikurung / diletakkan secara terpisah dalam
suatu bagian di sinagog, atau di serambi dimana mereka tidak bisa terlihat. Seorang laki-laki datang ke sinagog untuk belajar, tetapi seorang
perempuan datang, paling-paling untuk mendengar. Di sinagog, pelajaran
dari Kitab Suci dibacakan oleh anggota-anggota dari jemaat; tetapi tidak oleh
seorang perempuan, karena itu akan mengurangi
‘kehormatan dari jemaat’. Sama sekali dilarang bagi seorang perempuan untuk
mengajar di suatu sekolah; ia bahkan tidak boleh
mengajar anak-anak yang termuda. Seorang perempuan dibebaskan
/ dikecualikan dari tuntutan-tuntutan yang ditulis / dinyatakan dalam hukum
Taurat. Bukan merupakan kewajiban baginya untuk
menghadiri pesta-pesta dan perayaan-perayaan kudus. Perempuan,
budak-budak dan anak-anak digolongkan bersama-sama. Dalam doa pagi Yahudi, seorang laki-laki bersyukur kepada Allah
bahwa Allah tidak membuat dia ‘seorang non Yahudi, seorang budak atau seorang
perempuan’. Dalam ‘Kata-kata dari Bapa-bapa’, Rabi Jose ben Johanan dikutip
mengatakan: ‘Hendaklah rumahmu terbuka lebar, dan biarlah orang miskin adalah
orang-orang dalam rumahmu, dan janganlah berbicara banyak dengan seorang
perempuan’. Karena itu orang-orang bijaksana berkata: ‘Setiap orang yang
berbicara banyak dengan seorang perempuan menyebabkan bencana bagi dirinya
sendiri, dan berhenti dari pekerjaan hukum Taurat, dan akhirnya adalah bahwa ia
mewarisi neraka’. Seorang rabi yang ketat tidak pernah
menyapa seorang perempuan di jalan, bahkan tidak istrinya atau anak
perempuannya atau ibunya atau saudara perempuannya sendiri) - hal 66-67.
b) Barclay: “It was written against a Greek background. The Greek background
made things doubly difficult. The place of women in Greek religion was low. The
Barclay: “The early Church did not lay down
these regulations as in any sense permanent, but as things which were necessary
in the situation in which it found itself. ... All the things in this chapter
are mere temporary regulations to meet a given situation. If we want Paul’s
permanent view on this matter, we get it in Galatians 3:28: ‘There is neither
Jew nor Greek, there is neither slave nor free, there is neither male nor
female; for you are all one in Christ Jesus.’ In Christ the differences of place
and honour and function within the Church are all wiped out. ... We must not
read this passage as a barrier to all women’s service within the Church, but in
the light of its Jewish and its Greek background” (= Gereja mula-mula tidak
meletakkan peraturan-peraturan ini dalam arti permanen apapun, tetapi sebagai
hal-hal yang perlu dalam situasi dalam mana ia menemukan dirinya sendiri. ... Semua hal-hal dalam pasal ini hanyalah semata-mata
peraturan-peraturan sementara untuk menghadapi situasi tertentu. Jika kita
menginginkan pandangan permanen Paulus tentang hal ini, kita mendapatkannya
dalam Gal 3:28: ‘Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak
ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu
semua adalah satu di dalam Kristus Yesus’. Dalam Kristus
perbedaan-perbedaan dari tempat dan kehormatan dan fungsi di dalam Gereja
semuanya dihapuskan. ... Kita tidak boleh membaca text ini sebagai
tembok pemisah bagi semua pelayanan perempuan di dalam Gereja, tetapi dalam terang
dari latar belakang Yahudi dan Yunaninya) - hal 68,69.
Tetapi argumentasi Barclay
dengan menggunakan Gal 3:28 ini rasanya tidak bisa dipertahankan. Perhatikan kata-kata Homer A. Kent Jr. tentang hal itu di bawah
ini.
Homer A. Kent Jr.: “Galatians 3:28 offers no obstacles
when it is understood that the oneness there described is spiritual and
ontological, not functional. It was Paul’s teaching that every believer is an
equal sharer of new life in Christ and is thus an equal participant in the Body
of Christ - the church. Functionally, however, Paul also taught that
differences were to be recognized. For instance, not everyone was qualified to
be an overseer or a deacon (see 1Timothy 3)” [=
3) Penafsiran dari
mayoritas penafsir lain.
Adam Clarke: “‘Let the woman learn in silence.’
This is generally supposed to be a prohibition of women’s preaching” (= ‘Hendaklah perempuan belajar
dalam ke-diam-an’. Ini umumnya dianggap sebagai suatu
larangan bagi perempuan untuk berkhotbah).
Leon Morris: “before God there is no room for a
superior sex. All are equal in His sight. But that does not mean that the functions
to be discharged by the two are identical. The sexes are cast for different
roles, and, while full allowance should be made for exceptional cases, neither
should try to usurp the function of the other” (= di hadapan Allah tidak ada
tempat untuk jenis kelamin yang superior / lebih tinggi. Semua sama / setara dalam pandanganNya. Tetapi
itu tidak berarti bahwa fungsi-fungsi yang harus ditunaikan oleh keduanya
adalah identik. Jenis-jenis kelamin dibuat untuk peranan-peranan yang
berbeda, dan, sementara ijin penuh harus dibuat untuk kasus-kasus perkecualian,
tidak ada yang boleh mencoba untuk merebut fungsi dari yang lain) - ‘Daily Bible Commentary’,
vol 4, hal 329.
Catatan: saya tidak tahu apa alasannya perkecualian itu diijinkan.
William Hendriksen: “let a woman not enter a sphere of
activity for which by dint of her very creation she is not suited. Let not a
bird try to dwell under water. Let not a fish try to live on land. Let not a
woman yearn to exercise authority over a man by lecturing him in public
worship. For the sake both of herself and of the spiritual welfare of the
church such unholy tampering with divine authority is forbidden. In the service
of the Word on the day of the Lord a woman should ‘learn, not teach.’ ... Let a woman remain a woman! Anything else Paul
cannot permit. ... Hence, ‘to teach,’ that is, to preach in an official manner,
and thus by means of the proclamation of the Word in public worship to exercise
authority over a man, to dominate him, is wrong for a woman. She must not
assume the role of a master” (= hendaklah seorang perempuan tidak memasuki daerah kesibukan
yang tidak cocok dengan penciptaannya. Hendaklah seekor
burung tidak mencoba untuk hidup di bawah air. Hendaklah
seekor ikan tidak mencoba untuk hidup di darat. Hendaklah
seorang perempuan tidak rindu untuk menjalankan otoritas atas seorang laki-laki
dengan mengajarnya dalam ibadah / kebaktian umum. Baik demi dirinya
sendiri maupun demi kesejahteraan dari gereja, tindakan mencampuri yang tidak kudus terhadap otoritas ilahi seperti itu dilarang. Dalam
pelayanan firman pada hari Tuhan, seorang perempuan seharusnya ‘belajar, bukan
mengajar’. ... Hendaklah seorang perempuan tetap menjadi seorang perempuan! Hal
yang lain Paulus tidak bisa mengijinkan. ... Karena
itu, ‘mengajar’, yaitu berkhotbah dengan cara resmi,
dan dengan proklamasi Firman dalam ibadah / kebaktian umum menjalankan otoritas
atas seorang laki-laki, menguasainya, adalah salah bagi seorang perempuan. Ia tidak boleh mengambil peran dari seorang tuan) - hal 109.
Pulpit Commentary: “She is to be a learner, not a
teacher” (= Ia harus menjadi seorang pelajar, bukan seorang guru /
pengajar) -
hal 41.
Barnes’ Notes: “He would not have a woman become a public
teacher (1 Tim. 2:12), but would wish her ever to occupy the place in society
for which she was designed (1 Tim. 2:11), and to which she had shown that she
was adapted; (1 Tim. 2:13-14). The direction in 1 Tim. 2:9-12, therefore, is to
be understood particularly of the proper deportment of females in the duties of
public worship”
[= Ia tidak mau seorang perempuan menjadi seorang pengajar umum (1Tim 2:12),
tetapi ingin ia selalu menempati tempat dalam masyarakat untuk mana ia
direncanakan (1Tim 2:11), dan untuk mana ia telah menunjukkan bahwa ia
disesuaikan; (1Tim 2:13-14). Karena itu, pengarahan dalam 1Tim 2:9-12, harus
dimengerti secara khusus tentang pengembalian yang benar dari perempuan dalam
kewajiban dari ibadah umum].
Barnes’ Notes: “‘Let the woman learn in silence.’
Listen attentively to instruction, without attempting to teach in public; see
the notes on 1 Cor. 14:35” (= ‘Hendaklah perempuan belajar dalam ke-diam-an’. Mendengar
dengan perhatian pada instruksi, tanpa mencoba untuk mengajar di depan umum;
lihatlah catatan tentang 1Kor 14:35).
1Kor 14:34-35
- “(34) Sama seperti
dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri
dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan
untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan
juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah
mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak
sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.
Sekarang mari
kita perhatikan komentar-komentar para penafsir ini tentang potongan-potongan
dari ay 12:
a) ‘Aku
tidak mengizinkan perempuan mengajar’ (ay 12a).
Pulpit Commentary: “The position of the apostle, that a
woman is not to be a teacher in the house of God, is very implicit: ‘I permit
not a woman to teach.’ Whatever her qualifications - and some women are better
qualified to teach than some men - the apostle enactment is against her
teaching” (=
Posisi dari sang rasul, bahwa seorang perempuan tidak boleh menjadi pengajar
dalam rumah Allah, adalah sangat mutlak / tidak meragukan: ‘Aku tidak
mengizinkan perempuan mengajar’. Apapun kwalifikasinya - dan sebagian perempuan
lebih memenuhi syarat dari pada sebagian laki-laki - undang-undang sang rasul
menentang bahwa perempuan mengajar) - hal 49.
Calvin: “woman, who by nature (that is, by
the ordinary law of God) is formed to obey; ... it will be a mingling of heaven
and earth, if women usurp the right to teach” [= perempuan, yang secara alamiah
(yaitu, oleh hukum Allah yang biasa) dibentuk untuk taat; ... itu akan
merupakan suatu pencampuran langit dengan bumi, jika perempuan merebut hak
untuk mengajar]
- hal 68.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘Learn’ - not ‘teach’ (1 Tim.
2:12). She should not even put questions in the public assembly (1 Cor.
14:34-35)”
[= ‘belajar’ - bukan ‘mengajar’ (1Tim 2:12). Ia tidak
boleh bahkan mengajukan pertanyaan dalam pertemuan umum (1Kor 14:34-35)].
1Kor 14:34-35
- “(34) Sama seperti
dalam semua Jemaatt orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam
diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak
diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri,
seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin
mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam
pertemuan Jemaat”.
Tetapi para penafsir bukannya
beranggapan bahwa perempuan sama sekali tidak boleh
mengajar dalam sikon apapun.
Calvin: “Not that he takes from them the charge
of instructing their family, but only excludes them from the office of
teaching, which God has committed to men only” (= Bukan bahwa ia mengambil dari
mereka tanggung jawab tentang mengajar keluarga mereka, tetapi hanya
mengeluarkan mereka dari tugas / jabatan mengajar, yang Allah telah berikan
hanya kepada laki-laki) - hal 67.
Matthew Henry: “According to Paul, women must be
learners, and are not allowed to be public teachers in the church; for teaching
is an office of authority, and the woman must not usurp authority over the man,
but is to be in silence. But, notwithstanding this prohibition, good women
may and ought to teach their children at home the principles of religion.
Timothy from a child had known the holy scriptures;
and who should teach him but his mother and grandmother? 2 Tim. 3:15. Aquila
and his wife Priscilla expounded unto Apollos the way of God more perfectly;
but then they did it privately, for they took him unto them, Acts 18:26” (= Menurut Paulus, perempuan harus
menjadi pelajar, dan tidak diijinkan untuk menjadi pengajar umum dalam gereja;
karena pengajaran adalah jabatan / tugas yang mempunyai otoritas, dan perempuan
tidak boleh merebut otoritas atas laki-laki, tetapi harus berdiam diri. Tetapi,
sekalipun ada larangan ini, perempuan-perempuan saleh boleh dan seharusnya
mengajar anak-anak mereka di rumah tentang prinsip-prinsip agama. Timotius sejak masa anak-anak telah mengenal Kitab Suci yang kudus;
dan siapa yang mengajar dia kecuali ibu dan neneknya? 2Tim
3:15. Aquila dan istrinya, Priscila, menjelaskan kepada Apolos jalan
Allah dengan lebih sempurna; tetapi saat itu mereka melakukannya secara
pribadi, karena mereka membawa dia kepada mereka, Kis 18:26).
Pulpit Commentary: “She is not to teach in the Church.
... This injunction of the apostle does not forbid her teaching privately,
... It forbids her teaching in public” (= Ia tidak boleh mengajar dalam
Gereja. ... Larangan dari sang rasul tidak melarangnya mengajar secara pribadi, ...
Itu melarang dia mengajar di depan umum) - hal 41.
Homer A. Kent Jr.: “This has reference solely to
the function of the authoritative teacher of doctrine in the church. ... teachers were among the early officials in the early church,
exercising their function of declaring the Word of God (Acts 13:1; Eph. 4:11).
Such a responsibility is denied to women” [= Ini berhubungan semata-mata
dengan fungsi dari pengajar yang berotoritas dari doktrin dalam gereja. ... guru-guru ada di antara pejabat-pejabat resmi
dalam gereja mula-mula, menjalankan fungsi mereka menyatakan Firman Allah (Kis
13:1; Ef 4:11). Tanggung jawab seperti itu disangkal / ditiadakan bagi
perempuan] -
hal 107,108.
Kis 13:1 - “Pada waktu itu dalam jemaat di
Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang
disebut
Ef 4:11
- “Dan Ialah yang
memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar”.
Homer A. Kent Jr.: “That does not mean that a woman
cannot ever do any kind of teaching. Paul himself declares that women can teach
other women and the young (2Tim. 3:14; Titus 2:3). ... This text does not
prevent women from teaching Sunday school classes. Such teachers are under the
doctrinal authority of ‘the teacher,’ that is, the pastor of the congregation.
It does not forbid the ministry of women on mission fields, provided they do
not take to themselves the doctrinal authority which belongs to the male head
of the mission”
[= Ini tidak berarti bahwa seorang perempuan tidak pernah bisa melakukan
pengajaran jenis apapun. Paulus sendiri menyatakan bahwa perempuan bisa
mengajar perempuan lain dan orang-orang muda (2Tim 3:14; Titus 2:3). ... Text ini tidak menghalangi perempuan untuk mengajar kelas-kelas
Sekolah Minggu. Pengajar-pengajar seperti itu ada di bawah otoritas
doktrinal dari ‘sang guru / pengajar’, yaitu, gembala sidang dari jemaat. Ini
tidak melarang pelayanan perempuan di ladang misi, selama mereka tidak
mengambil bagi diri mereka sendiri otoritas doktrinal yang merupakan milik dari
kepala misi yang adalah laki-laki] - hal 108.
2Tim 3:14-15
- “(14) Tetapi
hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan
engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya
kepadamu.
(15) Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal
Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada
keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus”. Bdk. 2Tim 1:5 - “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas,
yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu
Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu”.
Tit 2:3-4 - “(3) Demikian juga
perempuan-perempuaan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang
beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap
mengajarkan hal-hal yang baik (4) dan dengan demikian mendidik
perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya”.
Catatan: pertanyaannya: Kalau
demikian, bolehkah perempuan berkhotbah selama ia
masih ada di bawah otoritas pendeta / gembala sidang yang adalah laki-laki?
Barnes’ Notes (tentang 1Kor
14:35): “this cannot be interpreted as
meaning that it is improper for females to speak or to pray in meetings of
their own sex, assembled for prayer or for benevolence; nor that it is improper
for a female to speak or to pray in a Sunday School” (= ini tidak bisa ditafsirkan
sebagai berarti bahwa adalah tidak benar bagi perempuan untuk berbicara atau
berdoa dalam pertemuan dari jenis kelamin mereka sendiri, berkumpul
untuk doa atau untuk kebajikan; atau bahwa adalah tidak benar bagi seorang
perempuan untuk berbicara atau berdoa di Sekolah Minggu).
b) ‘dan juga tidak mengizinkannya
memerintah laki-laki’ (ay 12b).
Adam Clarke: “‘Nor to usurp authority.’ A woman
should attempt nothing, either in public or private, that belongs to man as his
peculiar function” (= ‘Atau untuk merebut kuasa’. Seorang
perempuan tidak boleh mengusahakan apapun, baik di depan umum maupun secara
pribadi, yang merupakan milik dari laki-laki dalam fungsinya yang khas).
Vincent: “‘Usurp authority.’ authentein. The verb means ‘to do a thing oneself;’ hence, ‘to exercise
authority.’ The King James Version ‘usurp authority’ is a mistake.
Render it as: ‘to have or exercise dominion over.’” (= ‘Merebut
kuasa’. authentein. Kata kerja
ini berarti ‘melakukan sendiri suatu hal’; karena itu ‘menjalankan otoritas’.
Terjemahan KJV ‘merebut kuasa’ merupakan suatu kesalahan. Terjemahkan itu
sebagai ‘mempunyai atau menjalankan kekuasaan atas’).
Pulpit
Commentary: “As teaching or
preaching is the act of those in authority, her assumption of this function
would imply a lordship over her husband” (= Karena
pengajaran dan tindakan berkhotbah merupakan tindakan dari mereka yang
mempunyai otoritas, penerimaannya terhadap fungsi ini akan berarti suatu
ke-tuan-an atas suaminya) - hal 41.
c) ‘hendaklah
ia berdiam diri’. (ay 12c bdk. ay 11: ‘Seharusnyalah
perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh’.).
Bagian ini sering dihubungkan dengan 1Kor 14:34-35 yang juga
mengatakan bahwa perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan jemaat, dan
menambahkan bahwa mereka bahkan tidak boleh bertanya dalam pertemuan jemaat.
1Kor 14:34-35 - “(34) Sama seperti dalam semua Jemaatt
orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam
pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara.
Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.
(35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada
suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam
pertemuan Jemaat”.
Adam Clarke: “‘But to be in silence.’ It was
lawful for men in public assemblies to ask questions, or even interrupt the
speaker when there was any matter in his speech which they did not understand;
but this liberty was not granted to women” (= ‘Tetapi harus diam’. Merupakan sesuatu yang sah bagi orang laki-laki untuk menanyakan
pertanyaan-pertanyaan dalam pertemuan-pertemuan umum; atau bahkan menginterupsi
si pembicara pada waktu ada hal apapun dalam ucapannya yang tidak mereka mengerti;
tetapi kebebasan ini tidak diberikan kepada perempuan).
Pulpit Commentary: “The woman is to be receptive with
regard to public teachings. She is to be a learner, not breaking the silence
even to the extent of asking a question. For the language here is partly to be
explained by what is said in 1Cor. 14:35, ‘And if they will learn anything, let
them ask their husbands at home.’” (= Perempuan harus bersikap menerima berkenaan dengan
pengajaran umum. Ia harus menjadi seorang pelajar, tidak memecahkan kesunyian
bahkan sampai pada tingkat mengajukan pertanyaan. Karena bahasa di sini harus
dijelaskan dengan apa yang dikatakan dalam
1Kor 14:35, ‘Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka
menanyakannya kepada suaminya di rumah’.) - hal 49.
4) Ayat-ayat yang pro dan kontra.
a) Ayat lain yang sejalan dengan kata-kata dalam 1Tim 2:11-12,
hanyalah 1Kor 14:34-35.
1Tim 2:11-12
- “(11)
Seharusnyalah perempuan berdiamm diri dan menerima ajaran dengan patuh. (12) Aku tidak mengizinkan
perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki;
hendaklah ia berdiam diri”.
1Kor 14:34-35
- “(34) Sama seperti
dalam semua Jemaatt orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri
dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan
untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan
juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah
mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak
sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.
b) Ayat-ayat yang kontra:
1. Adanya beberapa
nabiah (yang memberitakan Firman Tuhan, bernubuat / mempunyai karunia
bernubuat), dan bahkan hakim perempuan (yang jelas adalah pemimpin, bahkan atas
laki-laki), dalam Kitab Suci!
a. Miryam.
Kel 15:20-21
- “(20) Lalu Miryam, nabiah itu,, saudara perempuan Harun, mengambil
rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana
serta menari-nari. (21) Dan menyanyilah Miryam memimpin mereka:
‘Menyanyilah bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya
dilemparkanNya ke dalam laut.’”.
Bandingkan
dengan:
·
Bil 12:1-2 - “(1) Miryam
serta Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya,
sebab memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush. (2) Kata mereka:
‘Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan
perantaraan kita juga Ia berfirman?’ Dan kedengaranlah hal itu kepada
TUHAN”.
Kecuali
kita menganggap bahwa kata-kata ini merupakan bualan dari Miryam dan Harun,
maka jelas bahwa Tuhan berfirman melalui mereka.
·
Mikha 6:4 - “Sebab Aku
telah menuntun engkau keluuar dari tanah Mesir dan telah membebaskan engkau
dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai
penganjurmu”.
Mikha 6:4
(KJV): ‘For I brought thee up out of the land of Egypt, and redeemed thee
out of the house of servants; and I sent before thee Moses, Aaron, and
Miriam’ (= Karena Aku telah membawamu keluar dari tanah Mesir, dan
menebusmu dari rumah perbudakan; dan Aku mengutus di depanmu Musa,
Harun, dan Miryam).
Dari kata-kata ini jelas bahwa
Miryam juga dipilih Tuhan sendiri menjadi pemimpin
Adam Clarke: “Miriam is the first prophetess on
record, and by this we find that God not only poured out his Spirit upon men,
but upon women also” [= Miryam adalah nabiah pertama yang dicatat (dalam Kitab Suci), dan dengan ini kita mendapatkan
bahwa Allah bukan hanya mencurahkan RohNya atas laki-laki, tetapi juga atas
perempuan].
b. Debora.
Hakim 4:4-7 - “(4) Pada waktu itu Debora, seorang
nnabiah, isteri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas orang
Debora adalah seorang perempuan,
tetapi ia adalah seorang nabiah (ia jelas memberitakan
Firman Tuhan dalam ay 6-7) dan hakim!
Adam Clarke (tentang Hak 4:4): “‘She judged
Calvin (tentang
1Tim 2:11-12): “If
any one brings forward, by way of objection, Deborah (Judges 4:4) and others of
the same class, of whom we read that they were at one time appointed by the
command of God to govern the people, the answer is easy. Extraordinary acts
done by God do not overturn the ordinary rules of government, by which he
intended that we should be bound. ... if women at one time held the office of
prophets and teachers, and that too when they were supernaturally called to it
by the Spirit of God, He who is above all law might do this; but, being a
peculiar case, this is not opposed to the constant and ordinary system of government” [= Jika seseorang mengemukakan,
sebagai keberatan, Debora (Hak 4:4) dan orang-orang lain dari golongan yang
sama, tentang siapa kita membaca bahwa mereka pada suatu saat ditetapkan oleh
perintah Allah untuk memerintah bangsa itu, jawabannya mudah. Tindakan-tindakan
yang luar biasa yang dilakukan oleh Allah tidak membalikkan peraturan-peraturan
biasa dari pemerintahan, dengan mana Ia memaksudkan
kita diikat. ... jika perempuan pada satu saat memegang jabatan nabi dan guru /
pengajar, dan itu juga pada waktu mereka dipanggil secara supranatural
kepadanya oleh Roh Allah, Ia yang ada di atas semua hukum boleh melakukan hal
ini; tetapi karena ini merupakan suatu kasus yang aneh, maka ini tidak
bertentangan dengan sistim pemerintahan yang tetap dan biasa] - hal 67.
Saya
pikir ini aneh / tak masuk akal. Kalau Tuhan memang melarang perempuan untuk
menjadi pemimpin dan memberitakan Firman Tuhan, mengapa Ia sendiri melanggar
peraturanNya? Bagaimana Ia berharap orang-orang mau menuruti pimpinan dan
Firman Tuhan yang diberitakan seorang perempuan kalau Tuhan sendiri melarang
perempuan menjadi pemimpin dan pemberita firman?
c. Hulda.
2Raja 22:14-20
- “(14) Maka pergilah imam Hilkia, Ahikkam, Akhbor, Safan dan Asaya kepada nabiah
Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu Salum bin Tikwa
bin Harhas; nabiah itu tinggal di Yerusalem, di perkampungan baru.
Mereka memberitakan semuanya kepadanya. (15) Perempuan itu menjawab mereka:
‘Beginilah firman TUHAN, Allah Israel! Katakanlah kepada orang yang menyuruh
kamu kepadaKu! (16) Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan
malapetaka atas tempat ini dan atas penduduknya, yakni segala perkataan kitab
yang telah dibaca oleh raja Yehuda; (17) karena mereka meninggalkan Aku dan
membakar korban kepada allah lain dengan maksud menimbulkan sakit hatiKu dengan
segala pekerjaan tangan mereka; sebab itu kehangatan murkaKu akan
bernyala-nyala terhadap tempat ini dengan tidak padam-padam. (18) Tetapi kepada
raja Yehuda, yang telah menyuruh kamu untuk meminta petunjuk TUHAN, harus kamu
katakan demikian: Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Mengenai perkataan yang
telah kaudengar itu, (19) oleh karena engkau sudah menyesal dan engkau
merendahkan diri di hadapan TUHAN pada waktu engkau mendengar hukuman yang
Kufirmankan terhadap tempat ini dan terhadap penduduknya, bahwa mereka akan
mendahsyatkan dan menjadi kutuk, dan oleh karena engkau mengoyakkan pakaianmu
dan menangis di hadapanKu, Akupun telah mendengarnya, demikianlah firman TUHAN,
(20) sebab itu, sesungguhnya Aku akan mengumpulkan engkau kepada nenek
moyangmu, dan engkau akan dikebumikan ke dalam kuburmu dengan damai, dan matamu
tidak akan melihat segala malapetaka yang akan Kudatangkan atas tempat ini.’
Lalu mereka menyampaikan jawab itu kepada raja”.
2Taw 34:22-28
- “(22) Maka pergilah Hilkia dengan oraang-orang yang disuruh raja kepada nabiah
Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu Salum bin Tokhat
bin Hasra, penunggu pakaian-pakaian; nabiah itu tinggal di Yerusalem, di
perkampungan baru. Mereka berbicara kepadanya sebagaimana yang diperintahkan.
(23) Perempuan itu menjawab mereka: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah Israel!
Katakanlah kepada orang yang menyuruh kamu kepadaKu! (24) Beginilah firman
TUHAN: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan malapetaka atas tempat ini dan atas
penduduknya, yakni segala kutuk yang tertulis dalam kitab yang telah dibacakan
di depan raja Yehuda, (25) karena mereka meninggalkan Aku dan membakar korban
kepada allah lain dengan maksud menimbulkan sakit hatiKu dengan segala
pekerjaan tangan mereka; sebab itu nyala murkaKu akan dicurahkan ke tempat ini
dengan tidak padam-padam. (26) Tetapi kepada raja Yehuda yang telah menyuruh
kamu untuk meminta petunjuk TUHAN, harus kamu katakan demikian: Beginilah
firman TUHAN, Allah Israel: Mengenai perkataan yang telah kaudengar itu, (27)
oleh karena engkau sudah menyesal dan engkau merendahkan diri di hadapan Allah
pada waktu engkau mendengar firmanNya terhadap tempat ini dan terhadap
penduduknya, oleh karena engkau merendahkan diri di hadapanKu, mengoyakkan
pakaianmu dan menangis di hadapanKu, Akupun telah mendengarnya, demikianlah
firman TUHAN, (28) maka sesungguhnya Aku akan mengumpulkan engkau kepada nenek
moyangmu, dan engkau akan dikebumikan ke dalam kuburmu dengan damai, dan matamu
tidak akan melihat segala malapetaka yang akan Kudatangkan atas tempat ini dan
atas penduduknya.’ Lalu mereka menyampaikan jawab itu kepada raja”.
Hulda
juga adalah seorang perempuan, tetapi ia dikatakan sebagai seorang nabiah, dan
ia memberitakan Firman Tuhan kepada seorang raja.
Matthew Henry (tentang 2Raja
22:14-dst): “‘to
Huldah the prophetess,’ v. 14. The spirit of prophecy, that inestimable
treasure, was sometimes put not only into earthen vessels, but into the weaker
vessels, that the excellency of the power might be of
God. Miriam helped to lead Israel out of Egypt (Mic. 6:4), Deborah judged them,
and now Huldah instructed them in the mind of God, and her being a wife was no
prejudice at all to her being a prophetess; ... Jeremiah and Zephaniah
prophesied at this time, yet the king’s messengers made Huldah their oracle,
probably because her husband having a place at court (for he was keeper of the
wardrobe) they had had more and longer acquaintance with her and greater
assurances of her commission than of any other; they had, it is likely,
consulted her upon other occasions, and had found that the word of God in her
mouth was truth”
[= ‘kepada nabiah Hulda’, ay 14. Roh nubuat, harta yang tak ternilai, kadang-kadang
diberikan bukan hanya kepada bejana tanah liat, tetapi kepada bejana yang lebih
lemah, supaya keunggulan kuasa dari Allah terlihat. Miryam menolong memimpin
Israel dari Mesir (Mikha 6:4), Debora menghakimi mereka, dan sekarang, Hulda
mengajar mereka pikiran Allah, dan keberadaannya sebagai seorang istri sama
sekali bukan halangan untuk menjadi seorang nabiah; ... Yeremia dan Zefanya
bernubuat pada saat ini, tetapi utusan-utusan raja membuat Hulda sebagai nubuat
/ jawaban mereka, mungkin karena suaminya mempunyai tempat di istana
(karena ia adalah penjaga pakaian-pakaian) maka mereka mengenalnya lebih dekat
dan lebih lama, dan mereka mempunyai keyakinan yang lebih besar tentang
jabatannya dibandingkan dengan yang lain; adalah sangat mungkin bahwa mereka sudah
pernah berkonsultasi dengannya pada peristiwa-peristiwa yang lain, dan telah
menemukan bahwa firman Allah di mulutnya adalah kebenaran].
Perhatikan bahwa pada saat itu
ada Yeremia dan Zefanya, tetapi Tuhan toh memakai seorang nabiah!
Jamieson, Fausset & Brown
(tentang 2Raja 22:14-dst): “The
occasion was urgent, and therefore they were sent, not to Zephaniah (Zeph.
1:1), who was perhaps young, nor to Jeremiah, who was probably absent at his
house in Anathoth, but to one who was at hand, and known for her prophetic
gifts - to Huldah” [= Keadaannya mendesak dan karena itu mereka diutus, bukan
kepada Zefanya (Zef 1:1), yang mungkin masih muda, ataupun kepada Yeremia, yang
mungkin absen karena berada di rumahnya di Anatot, tetapi kepada seseorang yang
ada di dekat mereka, dan dikenal untuk karunia nubuatnya - kepada Hulda].
Adam Clarke (tentang 2Raja
22:14-dst): “‘Went
unto Huldah the prophetess.’ This is a most singular circumstance: At this time
Jeremiah was certainly a prophet in Israel, but it is likely he now dwelt at
Anathoth, and could not be readily consulted; Zephaniah also prophesied under
this reign, but probably he had not yet begun; Hilkiah was high priest, and the
priest’s lips should retain knowledge. Shaphan was scribe, and must have been conversant
in sacred affairs to have been at all fit for his office; and yet Huldah, a
prophetess, of whom we know nothing but by this circumstance, is consulted on
the meaning of the book of the law; for the secret of the Lord was neither with
Hilkiah the high priest, Shaphan the scribe, nor any other of the servants of
the king, or ministers of the temple! ... a simple
woman, possessing the life of God in her soul, may have more knowledge of the
divine testimonies than many of those whose office it is to explain and enforce
them. On this subject Dr. Priestley in his note makes the following very
judicious remark: - ‘It pleased God to distinguish several women with the
spirit of prophecy, as well as other great attainments, to show that in his
sight, and especially in things of a spiritual nature there is no essential
pre-eminence in the male sex, though in some things the female be subject to
the male.’”
(= ‘Pergi kepada nabiah Hulda’. Ini merupakan keadaan yang paling aneh / luar
biasa: Pada saat ini Yeremia pasti adalah seorang nabi di Israel, tetapi
mungkin sekali ia sekarang tinggal di Anatot, dan tidak bisa ditanyai; Zefanya
juga bernubuat pada pemerintahan ini, tetapi mungkin ia belum mulai; Hilkia
adalah imam besar, dan bibir imam seharusnya menguasai / menyimpan pengetahuan.
Safan adalah ahli Taurat, dan pasti mempunyai pengetahuan tentang urusan-urusan
kudus untuk bisa cocok dengan jabatannya; tetapi nabiah Hulda, tentang siapa
kita tidak tahu apa-apa kecuali oleh keadaan ini, ditanyai tentang arti dari
kitab Taurat; karena rahasia Tuhan tidak ada pada Hilkia sang imam besar, Safan
si ahli Taurat, atau pelayan manapun dari raja, atau pelayan manapun dari Bait
Allah! ... seorang perempuan yang sederhana, yang
mempunyai kehidupan Allah dalam jiwanya, bisa mempunyai lebih banyak
pengetahuan tentang kesaksian-kesaksian ilahi dari pada banyak dari mereka yang
tugasnya adalah menjelaskan dan menjalankannya. Tentang pokok ini, Dr.
Priestley dalam catatannya memberikan kata-kata yang sangat bijaksana sebagai berikut:
- ‘Merupakan sesuatu yang berkenan kepada Allah untuk membedakan beberapa
perempuan dengan roh nubuatan, maupun pencapaian-pencapaian besar lainnya,
untuk menunjukkan bahwa dalam menjadi pandanganNya, khususnya dalam hal-hal
rohani, tidak ada keunggulan hakiki dalam laki-laki, sekalipun dalam beberapa
hal perempuan tunduk kepada laki-laki’.).
Barnes’ Notes (tentang
2Raja 22:14-dst): “‘Went unto Huldah.’ It might have
been expected that the royal commissioners would have gone to Jeremiah, on whom
the prophetic spirit had descended in Josiah’s 13th year (Jer. 1:2), or five
years previous to the finding of the Law. Perhaps he was at some distance from
Yer 1:2 - “Dalam zaman Yosia bin Amon, raja
Yehuda, dalam tahun yang ketiga belas dari pemerintahannya datanglah firman
TUHAN kepada Yeremia”.
Wycliffe Bible Commentary
(tentang 2Taw 34:22): “‘Huldah
the prophetess.’ Discrimination on the ground of sex was foreign to the spirit
of the OT (cf. Judg 4:4; 2 Sam 20:16). Restriction of women, e. g., to a
separate court in the
2Sam 20:16 - “Lalu berserulah seorang perempuan
biijaksana dari
d. Hana.
Luk 2:36-38
- “(36) Lagipula di
situ ada Hana, sseorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah
sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun
lamanya bersama suaminya, (37) dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh
empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan
siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. (38) Dan pada ketika itu juga
datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang
Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem”.
Luk 2:36-38
menceritakan tentang Hana, seorang nabiah / nabi perempuan, yang berbicara
tentang Yesus kepada semua orang di Bait Allah.
Matthew Henry: “‘A prophetess;’ the Spirit of
prophecy now began to revive, which had ceased in
Tanggapan saya: saya berpendapat bahwa
kata-kata yang saya garis bawahi itu merupakan penafsiran yang dipaksakan. Dan
perlu dicamkan bahwa ay 38nya mengatakan bahwa ia
‘berbicara tentang
Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem’!
Wycliffe Bible Commentary: “‘Anna, a prophetess.’ In both Old
and New Testament times, women were gifted with prophetic powers. Deborah (Judg
4:4) was one of the earliest leaders of
e. Empat anak gadis
Pilipus.
Kis 21:9
- “Filipus mempunyai empat anak dara yang beroleh karunia untuk bernubuat”.
Matthew Henry: “This Philip had four maiden
daughters, who did prophesy, v. 9. It intimates that they prophesied of Paul’s
troubles at
Catatan: kata-kata yang saya garis-bawahi
itu pasti salah, karena Agabuspun hanya bernubuat tentang kesukaran yang akan dialami Paulus, dan tidak memintanya untuk tidak pergi.
Yang meminta supaya Paulus jangan pergi adalah orang-orang kristen
yang lain (ay 12), dan ini jelas bukan dari Tuhan, sehingga Paulus tidak
menurutinya (ay 13).
Adam Clarke: “‘Four daughters, virgins, which did
prophesy.’ Probably these were no more than teachers in the church: for we have
already seen that this is a frequent meaning of the word ‘prophesy;’ and this
is undoubtedly one thing intended by the prophecy of Joel, quoted Joel 2:17-18.
If Philip’s daughters might be prophetesses, why not
teachers?” (= ‘Empat anak perempuan, perawan, yang bernubuat’. Mungkin
mereka ini tidak lebih dari guru-guru dalam gereja: karena kami telah melihat
bahwa ini adalah arti yang sering diberikan untuk kata ‘bernubuat’; dan ini
adalah satu hal yang jelas dimaksudkan oleh nubuat Yoel, mengutip Yoel 2:17-18.
Jika anak-anak perempuan Filipus bisa menjadi nabiah, mengapa
tidak bisa menjadi guru / pengajar?).
Catatan: Yoel 2:17-18 itu pasti salah
cetak; seharusnya adalah Yoel 2:27-28.
J. A. Alexander mengatakan
(hal 263) bahwa 4 anak gadis ini bukan guru / pengajar umum, tetapi hanya
secara pribadi, sehingga tidak bertentangan dengan kata-kata Paulus dalam 1Kor
14:34-35.
2. Kis 2:17-18 - “(17) Akan terjadi pada hari-hari
terakhir - demikianlah firman Allah - bahwa Aku akan
mencurahkan RohKu ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan
perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat
penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. (18) Juga ke atas hamba-hambaKu laki-laki dan perempuan akan
Kucurahkan RohKu pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat”.
Ayat ini mengatakan bahwa bukan
hanya laki-laki, tetapi juga perempuan akan bernubuat!
a. Arti dari kata
‘bernubuat’.
J.
A. Alexander: “To ‘prophesy’
has here its usual sense, ‘to speak by inspiration, or under a special divine
influence’” (= ‘Bernubuat’ di sini mempunyai arti yang
biasa, ‘berbicara oleh ilham, atau di bawah suatu pengaruh ilahi yang khusus’)
- hal 63.
b. Ayat ini
mengatakan bahwa laki-laki maupun perempuan akan bernubuat.
Adam Clarke (tentang Kis 2:18): “‘On my
servants and on my handmaidens.’ This properly means persons of the lowest
condition, such as male and female slaves. As the Jews asserted that the spirit
of prophecy never rested upon a poor man, these words are quoted to show that,
under the Gospel dispensation, neither bond nor free, male nor female, is
excluded from sharing in the gifts and graces of the divine Spirit” (= ‘ke atas hamba-hambaKu laki-laki
dan perempuan’. Ini secara tepat berarti orang-orang dari
keadaan yang paling bawah, seperti budak-budak laki-laki dan perempuan.
Karena orang-orang Yahudi menegaskan bahwa roh nubuatan tidak pernah tinggal
pada seorang miskin, kata-kata ini dikutip untuk menunjukkan bahwa, di bawah
jaman Injil, tidak ada budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan,
yang dikeluarkan dari pembagian karunia-karunia dan kasih karunia dari Roh
ilahi).
c. Ini tidak berarti, atau belum tentu berarti,
bahwa perempuan diijinkan untuk bernubuat di depan umum / dalam kebaktian.
Barnes’ Notes: “It would seem that females shared
in the remarkable influences of the Holy Spirit. Philip the Evangelist had four
daughters which did prophesy, Acts 21:9. It is probable also that the females
of the church of Corinth partook of this gift, though they were forbidden to
exercise it in public, 1 Cor. 14:34” (= Kelihatannya perempuan juga mendapatkan pengaruh
yang luar biasa dari Roh Kudus. Filipus si Pemberita Injil mempunyai 4 anak
perempuan yang bernubuat, Kis 21:9. Juga mungkin bahwa orang-orang perempuan
dari gereja Korintus ikut ambil bagian dari karunia ini, sekalipun mereka
dilarang untuk menggunakannya di depan umum, 1Kor 14:34).
Matthew Henry: “The mention of the daughters (v.
17) and the handmaidens (v. 18) would make one think that the women who were taken
notice of (Acts 1:14) received the extraordinary gifts of the Holy Ghost, as
well as the men. Philip, the evangelist, had four daughters who did prophesy
(Acts 21:9), and St. Paul, finding abundance of the gifts both of tongues and
prophecy in the church of Corinth, saw it needful to prohibit women’s use of
those gifts in public, 1 Cor. 14:26,34” [= Penyebutan dari anak-anak
perempuan (ay 17) dan hamba-hamba perempuan (ay 18) akan membuat orang berpikir
bahwa perempuan-perempuan yang diperhatikan (Kis 1:14) menerima karunia-karunia
yang luar biasa dari Roh Kudus, sama seperti laki-laki. Filipus, sang pemberita
Injil, mempunyai 4 anak perempuan yang bernubuat (Kis 21:9), dan Santo Paulus,
yang mendapati karunia-karunia yang banyak sekali, baik bahasa Roh maupun
nubuat, dalam gereja Korintus, menganggapnya perlu untuk melarang penggunaan
karunia-karunia itu oleh perempuan di depan umum, 1Kor 14:26,34].
1Kor 14:26,34-35
- “(26) Jadi bagaimana sekarang, saudarra-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah
tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain
pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk
menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.
... (34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan
harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak
diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang
dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu,
baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan
bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.
Jadi,
para menafsir ini menganggap, bahwa sekalipun perempuan-perempuan bisa bernubuat
/ mempunyai karunia bernubuat, tetapi berdasarkan 1Kor 14:34-35 itu, mereka
tidak boleh bernubuat di depan umum / dalam kebaktian.
3. 1Kor 11:4,5,13-15
- “(4) Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang
bertudung, menghina kepalanya. (5) Tetapi tiap-tiap perempuan yang
berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina
kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. ... (13) Pertimbangkanlah
sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak
bertudung? (14) Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah
kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang, (15) tetapi bahwa adalah
kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab rambut diberikan
kepada perempuan untuk menjadi penudung”.
a. Ada
penafsir-penafsir yang tetap menganggap bahwa 1Kor 11:5 ini bukan ijin
bagi perempuan untuk bernubuat di depan umum / dalam kebaktian.
Alasannya:
·
Di sini Paulus hanya mempersoalkan
‘perempuan yang bernubuat dengan kepala tidak bertudung’, tetapi ia
tidak mempersoalkan tentang ‘perempuan bernubuat di depan umum / dalam
kebaktian’. Yang pertama ia larang, yang kedua tidak ia persoalkan / bicarakan
di sini, dan baru ia bicarakan dan larang pada 1Kor 14:34-35.
Pulpit Commentary (tentang
1Tim 2:12): “Much unnecessary difficulty has
been caused by the passage respecting ‘a woman praying or prophesying with her
head uncovered’ (1Cor. 11:5). The apostle seems for the time to allow the
practice, while he condemns the manner of its performance; but afterwards he
forbids the practice itself. In the earlier passage he rebukes merely the
indecency of an existing custom, and then in the later he forbids the custom
itself” [=
Banyak kesukaran yang tidak perlu disebabkan oleh text mengenai ‘seorang
perempuan berdoa atau bernubuat dengan kepala tidak bertudung’ (1Kor 11:5).
Sang rasul kelihatannya untuk suatu waktu mengijinkan praktek itu, sementara ia mengecam cara pelaksanaannya; tetapi belakangan ia
melarang praktek itu sendiri. Dalam text yang lebih awal ia
semata-mata hanya memarahi ketidak-sopanan dari kebiasaan yang ada pada saat
itu, dan lalu dalam text yang belakangan ia melarang kebiasaan itu sendiri] - hal 42.
Calvin (tentang 1Kor 11:5): “It may seem, however, to be superfluous
for Paul to forbid the woman to prophesy with her head uncovered, while
elsewhere he wholly ‘prohibits women from speaking in the Church.’ (1Tim 2:12.) It would not, therefore, be allowable for them
to prophesy even with a covering upon their head, and hence it follows that it
is to no purpose that he argues here as to a covering. It may be replied, that
the Apostle, by here condemning the one, does not commend the other. For when
he reproves them for prophesying with their head uncovered, he at the same time
does not give them permission to prophesy in some other way, but rather delays
his condemnation of that vice to another passage, namely in chapter 14” [= Bagaimanapun kelihatannya
merupakan sesuatu yang berlebihan bagi Paulus untuk melarang perempuan
bernubuat dengan kepala tidak bertudung, sementara di tempat lain ia sepenuhnya
‘melarang perempuan untuk berbicara di dalam Gereja’. (1Tim
2:12.) Karena itu, mereka tak diperbolehkan untuk bernubuat bahkan
dengan tudung pada kepala mereka, dan karena itu tidak ada gunanya bahwa di
sini ia berargumentasi berkenaan dengan tudung. Bisa
dijawab, bahwa sang Rasul, dengan mengecam yang satu di sini, tidak menghargai
yang lain. Karena pada waktu ia mengecam mereka untuk
bernubuat dengan kepala tidak bertudung, ia pada saat yang sama tidak
memberikan ijin kepada mereka untuk bernubuat dengan cara yang lain, tetapi
menunda pengecamannya atas kejahatan tersebut sampai pada pasal yang lain,
yaitu dalam pasal 14] - hal 356.
Charles Hodge: “It was Paul’s manner to attend to one
thing at a time. He is here speaking of the propriety of women speaking in
public unveiled, and therefore he says nothing about the propriety of their
speaking in public in itself. When the subject comes up, he expresses his
judgment in the clearest terms, 14:34.” (= Adalah cara
Paulus untuk mengurus satu hal pada satu saat. Di sini ia sedang
berbicara tentang kepantasan dari perempuan berbicara di depan umum tanpa
tudung, dan karena itu ia tidak berbicara apapun tentang kepantasan dari mereka
berbicara di depan umum itu sendiri. Ketika pokok itu muncul, ia menyatakan
penilaiannya dalam istilah yang paling jelas, 14:34) - hal
208-209.
Barnes’ Notes: “‘But every woman that prayeth or prophesieth.’
... the fact that Paul here mentions the custom of women praying or speaking
publicly in the church, does not prove that it was right or proper. His
immediate object now was not to consider whether the practice was itself right,
but to condemn the manner of its performance as a violation of all the proper
rules of modesty and of subordination. On another occasion, in this very
epistle, he fully condemns the practice in any form, and enjoins silence on the
female members of the church in public; 1 Cor. 14:34.” [= ‘Tetapi setiap perempuan yang
berdoa atau bernubuat’. ... fakta bahwa Paulus di sini
menyebutkan kebiasaan tentang perempuan-perempuan yang berdoa atau bernubuat di
depan umum dalam gereja, tidak membuktikan bahwa itu merupakan sesuatu yang
tepat atau pantas. Tujuan langsungnya pada saat ini bukanlah mempertimbangkan
apakah praktek itu sendiri adalah benar, tetapi untuk mengecam cara dari pelaksanaannya sebagai suatu pelanggaran dari
semua peraturan yang pantas tentang kesopanan dan tentang ketundukan. Pada
peristiwa yang lain, dalam surat yang sama ini, ia
sepenuhnya mengecam praktek itu dalam bentuk apapun, dan memerintahkan
anggota-anggota gereja perempuan untuk diam di depan umum; 1Kor 14:34.].
Keberatan:
Rasanya aneh kalau mula-mula
Paulus memberikan argumentasi panjang lebar untuk melarang perempuan berdoa
atau bernubuat tanpa tudung (1Kor 11:5), dan lalu dalam
1Kor 14:34-35 melarang perempuan berdoa atau bernubuat sama
sekali. Ini sama anehnya dengan kalau saudara
melarang anak saudara jajan rujak, dan 1 jam lagi saudara melarang dia
jajan sama sekali.
Beet (tentang 1Kor 11:5): “it would be ridiculous first to
argue at length that they ought not to speak with uncovered heads, and then to
forbid them to speak at all” (= adalah menggelikan untuk mula-mula berargumentasi panjang
lebar bahwa mereka tidak boleh berbicara dengan kepala tanpa tudung, dan lalu
melarang mereka berbicara sama sekali).
·
Paulus hanya sekedar menunjukkan sesuatu yang salah yang terjadi
di Korintus.
Wycliffe Bible Commentary: “‘Prayeth or prophesieth’ does not
mean that Paul approved these actions by women in public worship. Rather, he
was simply referring to what was going on at
Keberatan:
Paulus bukan hanya menunjukkan
sesuatu yang terjadi di Korintus, tetapi ia
berargumentasi panjang lebar untuk menentang hal itu.
·
Kata-kata ‘berdoa dan bernubuat’ dalam
ay 4 diartikan secara berbeda dengan dalam ay 5. Yang ay 4
(untuk laki-laki) diartikan sebagai berdoa dan bernubuat dalam kebaktian,
yang ay 5 (untuk perempuan) diartikan sebagai berdoa dan bernubuat bukan
dalam kebaktian, atau dalam kebaktian yang hanya dihadiri perempuan.
Beet (tentang 1Kor 11:5): “Since Paul expressly and solemnly
(1 Corinthians 14:33ff) forbids women to speak in assemblies of the whole
church, ‘praying or prophesying’ must refer to smaller and more private
gatherings, probably consisting chiefly or wholly of women. For
it would be ridiculous first to argue at length that they ought not to speak with
uncovered heads, and then to forbid them to speak at all. On the other
hand, common sense forbids us to extend this prohibition to prayer in the
family circle”
[= Karena Paulus secara jelas dan khidmat (1Kor 14:33-dst)
melarang perempuan untuk berbicara dalam pertemuan dari seluruh gereja, ‘berdoa
atau bernubuat’ harus menunjuk pada perkumpulan yang lebih kecil dan lebih
pribadi, mungkin terutama terdiri dari perempuan atau seluruhnya perempuan.
Karena adalah menggelikan untuk mula-mula berargumentasi panjang lebar bahwa
mereka tidak boleh berbicara dengan kepala tanpa tudung, dan lalu melarang
mereka berbicara sama sekali. Pada sisi yang lain,
akal sehat melarang kita untuk memperluas larangan ini pada doa
dalam lingkungan keluarga].
Beet (tentang 1Kor 14:34-35): “‘In the
churches:’ general assemblies of men and women. ... Consequently, this verse is
not inconsistent with 1 Corinthians 11:5 where women are tacitly permitted to
‘pray’ and ‘prophesy;’ but limits these exercises to more private meetings consisting
chiefly or wholly of women” (= ‘Dalam semua jemaat / gereja’: pertemuan umum dari laki-laki
dan perempuan. ... Karena itu, ayat ini tidak bertentangan dengan 1Kor 11:5
dimana perempuan secara diam-diam diijinkan untuk ‘berdoa’ dan ‘bernubuat’; tetapi
membatasi hal-hal ini pada pertemuan-pertemuan yang lebih pribadi yang terdiri
terutama dari perempuan atau seluruhnya perempuan).
Tetapi melihat susunan dari
1Kor 11:4-5, ada penafsir yang menganggap tidak mungkin untuk membedakan
arti dari kata-kata ‘berdoa atau bernubuat’ dalam ay 4 dan ay 5.
1Kor 11:4-5
- “(4) Tiap-tiap
laki-laki yang berddoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung,
menghina kepalanya. (5) Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat
dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya”.
Adam Clarke (tentang
1Kor 11:5):
“Whatever may be
the meaning of ‘praying and prophesying,’ in respect to the man, they have
precisely the same meaning in respect to the woman” (= Apapun arti dari ‘berdoa dan
bernubuat’, berkenaan dengan laki-laki, itu artinya persis sama
berkenaan dengan perempuan).
b.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘Woman that prayeth or
prophesieth.’ This instance of women speaking in public worship is
extraordinary, and justified only by the miraculous gifts which such women
possessed as their credentials. So Anna the prophetess and Priscilla (cf.
Acts 2:18). The ordinary rule to them is silence in public (1 Cor. 14:34-35; 1
Tim. 2:11-12). ... This passage does not necessarily sanction women speaking
in public, even though possessing gifts; but simply records what took place at
Corinth, reserving the censure until 1 Cor. 14:34-35. Even those
‘prophesying’ women were to exercise their gift rather in other times and
places than the public congregation” [= ‘Perempuan yang berdoa atau bernubuat’. Contoh dari
perempuan yang berbicara di kebaktian umum ini adalah sesuatu yang luar biasa,
dan dibenarkan hanya oleh karunia-karunia yang bersifat mujijat yang
dimiliki oleh perempuan-perempuan seperti itu sebagai mandat mereka.
Begitulah Hana sang nabiah dan Priskila (bdk. Kis 2:18). Peraturan yang biasa
bagi mereka adalah berdiam diri di depan umum (1Kor 14:34-35; 1Tim 2:11-12).
... Text ini tidak mengijinkan perempuan berbicara di depan umum, sekalipun
memiliki karunia-karunia; tetapi hanya mencatat apa
yang terjadi di Korintus, mencadangkan celaan / kecaman sampai 1Kor 14:34-35.
Bahkan perempuan-perempuan yang ‘bernubuat’ itu harus menggunakan karunia
mereka di saat dan tempat yang lain dari pada di depan jemaat umum].
Catatan: saya bingung dengan apa yang menjadi pandangan sebenarnya dari Jamieson, Fausset
& Brown, karena kata-katanya kelihatannya saling bertentangan. Di depan ia mengatakan bahwa perempuan bernubuat bisa
dibenarkan karena karunia mujijat yang mereka miliki merupakan mandat bagi
mereka untuk hal itu. Tetapi di bagian belakang ia
berkata bahwa sekalipun perempuan mempunyai karunia seperti itu, ia hanya boleh
menggunakannya di saat dan tempat yang lain, bukan dalam kebaktian.
Barnes’ Notes: “‘But every woman that prayeth or
prophesieth.’ In the Old Testament prophetesses are not unfrequently mentioned.
Thus, Miriam is mentioned (Exo. 15:20); Deborah (Judg. 4:4); Huldah (2 Kings
22:14); Noadiah (Neh. 6:14). So also in the New Testament Anna is mentioned as
a prophetess; (Luke 2:36). That there were females in the early Christian
church who corresponded to those known among the Jews in some measure as
endowed with the inspiration of the Holy Spirit, cannot be doubted. ...
That they prayed is clear; and that they publicly expounded the will of God is
apparent also; ... As the presumption is, however, that they were inspired,
their example is no warrant now for females to take part in the public services
of worship, unless they also give evidence that they are under the influence of
inspiration, and the more especially as the apostle Paul has expressly
forbidden their becoming public teachers; 1 Tim. 2:12” [= ‘Tetapi setiap perempuan yang
berdoa atau bernubuat’. Dalam Perjanjian Lama nabiah-nabiah
disebutkan cukup sering. Demikianlah Miryam disebutkan (Kel 15:20); Debora (Hak
4:4); Hulda (2Raja 22:14); Noaja (Neh 6:14). Begitu juga
dalam Perjanjian Baru Hana disebutkan sebagai nabiah; (Luk 2:36). Bahwa ada orang-orang perempuan dalam gereja Kristen mula-mula
yang dapat disamakan dengan mereka yang dikenal di antara orang-orang Yahudi
dalam takaran tertentu sebagai diberi pengilhaman Roh Kudus, tidak bisa
diragukan. ... Bahwa mereka berdoa adalah jelas; dan bahwa mereka
menjelaskan kehendak Allah di depan umum juga jelas; ... Tetapi, karena
dianggap bahwa mereka diilhami, teladan mereka bukanlah jaminan untuk
perempuan-perempuan sekarang untuk ambil bagian dalam kebaktian umum, kecuali
mereka juga memberikan bukti bahwa mereka juga ada di bawah pengaruh
pengilhaman, dan lebih-lebih karena rasul Paulus dengan jelas melarang
mereka untuk menjadi pengajar-pengajar umum; 1Tim 2:12].
Catatan: Miryam tidak dikatakan
bernubuat, tetapi menyanyi memuji Tuhan. Noaja kelihatannya
adalah nabiah palsu.
John Wesley (tentang
1Kor 11:5):
“‘But every
woman’ - Who, under an immediate impulse of the Spirit, (for then only was a
woman suffered to speak in the church,) prays or prophesies without a veil on
her face, as it were disclaims subjection, and reflects dishonor on man, her
head” [=
‘Tetapi setiap perempuan’ - Yang, di bawah suatu dorongan langsung dari Roh,
(karena hanya pada saat itu seorang perempuan diijinkan untuk berbicara dalam
gereja), berdoa atau bernubuat tanpa tudung pada wajahnya, seakan-akan menyangkal
ketundukan, dan menggambarkan ketidak-hormatan pada laki-laki, kepalanya].
John Wesley (tentang
1Kor 14:34):
“‘Let your women be silent in the churches’ - Unless they are
under an extraordinary impulse of the Spirit. For, in other
cases, ‘it is not permitted them to speak’ - By way of teaching in public
assemblies. ‘But to be in subjection’ - To the man whose proper office
it is to lead and to instruct the congregation” (= ‘Hendaklah perempuan-perempuanmu
berdiam diri dalam gereja-gereja’ - Kecuali mereka ada di bawah suatu
dorongan tiba-tiba yang luar biasa dari Roh. Karena, dalam kasus-kasus
lain, ‘mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara’ - Dengan cara
mengajar dalam pertemuan umum. ‘Tetapi harus menundukkan’ -
Kepada laki-laki yang jabatannya yang tepat adalah untuk memimpin dan mengajar
jemaat).
Keberatan:
Bagi saya
pandangan ini tidak masuk akal. Kalau Tuhan memang melarang perempuan untuk
bernubuat dalam kebaktian, adalah tidak masuk akal bahwa dalam sikon tertentu
Ia mengilhami perempuan-perempuan tertentu untuk melakukan hal itu.
c. Ada penafsir
yang menganggap 1Kor 11:5 ini membingungkan, karena kelihatannya
bertentangan dengan 1Kor 14:34-35 dan 1Tim 2:11-12.
A. T. Robertson (tentang
Kis 21:9):
“Paul in 1 Cor.
11:5 gives directions about praying and prophesying by the women (apparently in
public worship) with the head uncovered and sharply requires the head covering,
though not forbidding the praying and prophesying. With this must be
compared his demand for silence by the women in 1 Cor. 14:34-40 and 1 Tim.
2:8-15 which it is not easy to reconcile. One wonders if there was not
something known to Paul about special conditions in Corinth and Ephesus that he
has not told” [= Paulus dalam 1Kor 11:5 memberikan pengarahan tentang berdoa
dan bernubuat oleh perempuan-perempuan (rupanya / jelas dalam kebaktian umum)
dengan kepala tidak bertudung dan dengan tajam menuntut tudung kepala,
sekalipun tidak melarang berdoa dan bernubuatnya. Dengan ini harus dibandingkan
tuntutannya supaya perempuan-perempuan diam dalam 1Kor 14:34-40
dan 1Tim 2:8-15 yang tidak mudah untuk didamaikan / diharmoniskan.
Seseorang bertanya-tanya apakah di
d.
Adam Clarke (tentang
1Kor 11:5):
“Whatever may
be the meaning of ‘praying and prophesying,’ in respect to the man, they have
precisely the same meaning in respect to the woman. So that
some women at least, as well as some men, might speak to others to edification,
and exhortation, and comfort. ... The only difference marked by the apostle was,
the man had his head uncovered, because he was the representative of Christ;
the woman had hers covered, because she was placed by the order of God in a
state of subjection to the man, and because it was a custom, both among the
Greeks and Romans, and among the Jews an express law, that no woman should be
seen abroad without a veil. This was, and is, a common custom through all the east, and none but public prostitutes go without
veils” (= Apapun
arti dari ‘berdoa dan bernubuat’, berkenaan dengan laki-laki, itu artinya
persis sama berkenaan dengan perempuan. Sehingga setidaknya
sebagian perempuan, maupun sebagian laki-laki, boleh berbicara kepada
orang-orang lain untuk pendidikan, dan nasehat / peringatan, dan penghiburan. ...
Satu-satunya perbedaan yang diperhatikan oleh sang rasul adalah, bahwa
laki-laki tidak memakai tudung, karena ia adalah wakil Kristus; perempuan
memakai tudung, karena ia diletakkan oleh pengaturan Allah dalam keadaan
ketundukan kepada laki-laki, dan karena merupakan tradisi / kebiasaan, baik di
antara orang-orang Yunani dan Romawi, dan di antara orang-orang Yahudi suatu
hukum yang jelas / tegas, bahwa tidak ada perempuan boleh terlihat meninggalkan
rumah tanpa tudung. Ini, baik dulu maupun sekarang, merupakan suatu kebiasaan
yang umum / sama di seluruh daerah Timur, dan tidak
seorangpun kecuali pelacur umum yang pergi tanpa tudung).
The Interpreter’s One-Volume
Commentary on the Bible (tentang 1Kor 14:34-35): “Doubtless Paul does not mean to deny
to women all opportunities for speaking under the impulses of inspiration (cf.
11:5,13) or to imply that any speech by women in the church is shameful” [= Tak diragukan bahwa Paulus tidak
memaksudkan untuk menyangkal bagi perempuan semua kesempatan untuk berbicara di
bawah dorongan hati yang tiba-tiba dari pengilhaman (bdk. 11:5,13) atau untuk
menunjukkan secara tak langsung bahwa ucapan apapun oleh perempuan dalam gereja
adalah memalukan]
- hal 809.
Leon Morris (Tyndale) (tentang
1Kor 14:34):
“In view of 11:5
it is possible that Paul contemplated the possibility that a woman might
occasionally prophesy in church” (= Mengingat 11:5 adalah mungkin bahwa Paulus
merenungkan kemungkinan bahwa seorang perempuan kadang-kadang boleh bernubuat
dalam gereja)
- hal 201.
Ralph P. Martin (tentang
1Kor 14:34-35): “In
the light of 11:5ff ..., Paul cannot mean that the women church worshippers are
to take no vocal part in the service; and the prohibition on ‘speaking’ (34b)
must be seen in context. Some commentators give to the verb the sense of
‘chatter’, as though the women were becoming a nuisance by their whispered or
disturbing conversation; and Paul, in the interests of good order and
discipline, counsels their silence with the counter suggestion that if they have
question to ask they should reserve their conversation until they get home
(35)” [=
Dalam terang dari 11:5-dst ..., Paulus tidak bisa memaksudkan bahwa penyembah
perempuan dalam gereja tidak boleh ikut ambil bagian vokal dalam kebaktian; dan
larangan ‘berbicara’ (34b) harus dilihat dalam kontext. Beberapa penafsir
memberikan pada kata kerja ini arti ‘mengoceh / mengobrol’, seakan-akan
perempuan-perempuan menjadi suatu gangguan oleh bisikan-bisikan atau
pembicaraan mengganggu dari mereka; dan Paulus, demi kepentingan keteraturan
dan disiplin yang baik, menasehati mereka untuk diam dengan usul yang
berlawanan bahwa jika mereka mempunyai pertanyaan untuk ditanyakan, mereka
harus menyimpan percakapan mereka sampai mereka tiba di rumah] - ‘Daily Bible Commentary’,
vol 4, hal 152-153.
Catatan:
menurut saya penafsiran tentang ‘chatter’ (ocehan / obrolan) ini sangat
tidak masuk akal. Ini kelihatannya diambil dari penafsir di bawah ini.
The New Bible Commentary:
Revised (tentang 1Kor 14:34-35): “Paul
is here protesting against the disturbance of services by feminine chatter -
the meaning of ‘speak’ in vv. 34,35. ... Paul did not
condemn women to complete silence in church for he mentions some able to
prophesy (11:5; cf. Acts 21:9), and this was a gift exercised in public” [= Di sini Paulus sedang melakukan
protes terhadap gangguan kebaktian oleh ‘ocehan’ perempuan - yang merupakan
arti dari kata ‘berbicaraa’ dalam ayat 34,35. ... Paulus tidak mengecam
perempuan pada ke-diam-an sepenuhnya dalam gereja karena ia
menyebutkan bahwa sebagian dari mereka bisa bernubuat (11:5; bdk. Kis 21:9),
dan ini adalah karunia yang digunakan di depan umum] - hal 1070.
Pulpit Commentary (tentang
1Kor 11:5): “‘Or prophesieth.’ Although St. Paul
‘thinks of one thing at a time,’ and is not here touching on the question
whether women ought to teach in public, it appears from this expression that
the rule which he lays down in ch. 14:34,35, and 1Tim. 2:12 was not meant to
be absolute”
(= ‘Atau bernubuat’. Sekalipun Santo Paulus ‘memikirkan satu hal pada satu
saat’, dan di sini tidak sedang menyentuh pertanyaan apakah perempuan boleh
mengajar di depan umum, dari ungkapan ini kelihatannya bahwa peraturan yang ia
berikan dalam pasal 14:34,35 dan 1Tim 2:12 tidak
dimaksudkan sebagai sesuatu yang mutlak) - hal 362.
Pulpit Commentary (tentang
1Kor 14:34-35): “Ver.
34 - ‘Let your women keep silence in the Churches.’ St. Paul evidently meant
this to be a general rule, and one which ought to be normally
observed; for he repeats it in 1Tim. 2:11,12. At the same time, it is fair
to interpret it as a rule made with special reference to time and
circumstances, and obviously admitting of exceptions in both dispensations
(Judg. 4:4; 2Kings 22:14; Neh. 6:14; Luke 2:36; Acts 2:17; 21:9), as is perhaps
tacitly implied in ch. 11:5. ... Ver. 35 - ‘Let them ask their husbands.’ Here
again
A. T. Robertson (tentang Kis
21:9): “Philip had the honor of having in
his home four virgin daughters with the gift of prophecy ... It was more than
ordinary preaching (cf. Acts 19:6) and was put by Paul above the other gifts
like tongues (1 Cor. 14:1-33). The prophecy of Joel (Joel 2:28f) about their
sons and daughters prophesying is quoted by Peter and applied to the events on
the day of Pentecost (Acts 2:17). Paul in 1 Cor. 11:5 gives directions about
praying and prophesying by the women (apparently in public worship) with the
head uncovered and sharply requires the head covering, though not forbidding
the praying and prophesying. With this must be compared his demand for silence
by the women in 1 Cor. 14:34-40 and 1 Tim. 2:8-15 which it is not easy to
reconcile. One wonders if there was not something known to Paul about special
conditions in
-o0o-