oleh
: Pdt. Budi Asali M.Div.
Tulang rusuk
Kata kiasan ‘tulang rusuk’ pasti diambil dari Kej
Mungkin istilah ‘tulang rusuk’ itu bisa diartikan ‘jodoh
yang dari Tuhan’
atau ‘jodoh yang sesuai kehendak Tuhan’. Tetapi kehendak yang mana?
1) Kalau ‘kehendak’ dalam arti
‘rencana kekal dari Allah’, maka saya yakin bahwa setiap orang pasti menikahi
jodohnya, karena rencana Allah tidak mungkin tidak terjadi.
Ayub 42:1-2 - “(1)
Maka jawab Ayub kepada TUHAN: ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala
sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal”.
2) Kalau ‘kehendak’ dalam arti
‘keinginan Tuhan’ atau ‘yang menyenangkan Tuhan’, maka ini belum tentu terjadi,
karena manusia sering melakukan apa yang tidak sesuai dengan keinginan Tuhan,
atau apa yang tidak menyenangkan Tuhan.
Yang dalam arti pertama bukan urusan kita, karena kita
tidak tahu rencana Allah bagi kita (Ul 29:29). Kita harus mencari jodoh yang
sesuai dengan kehendak Tuhan, dalam arti yang kedua.
Hal-hal yang harus dipikirkan dan ditaati dalam mencari
jodoh yang sesuai kehendak Tuhan:
a) Ia
harus orang yang seiman dengan kita.
2Kor
Dalam Perjanjian Lama bangsa
Ul 7:1-5 - “(1)
‘Apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau ke dalam negeri, ke mana engkau
masuk untuk mendudukinya, dan Ia telah menghalau banyak bangsa dari depanmu,
yakni orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang
Hewi dan orang Yebus, tujuh bangsa, yang lebih banyak dan lebih kuat dari
padamu, (2) dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga
engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali.
Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau
mengasihani mereka. (3) Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka:
anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun
anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; (4) sebab mereka
akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari padaKu, sehingga mereka beribadah
kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan
memunahkan engkau dengan segera. (5) Tetapi beginilah kamu lakukan terhadap mereka:
mezbah-mezbah mereka haruslah kamu robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu
remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu hancurkan dan patung-patung mereka
kamu bakar habis”.
Jelas bahwa sebetulnya larangan
ini bukan berhubungan dengan kebangsaan, tetapi dengan iman / kepercayaan.
Ada pendeta yang mengijinkan
pernikahan dengan orang yang berbeda iman berdasarkan 1Kor 7:12-13 - “(12)
Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara
beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup
bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. (13) Dan kalau
ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau
hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu”.
Ini salah, karena kasus ini
bukan kasus dari orang beriman yang mau menikah dengan orang kafir. Ini adalah
kasus 2 orang kafir yang telah menikah, lalu salah satu dari mereka menjadi
Kristen. Selama yang kafir tetap mau hidup dalam pernikahan dengan orang
Kristen itu, maka orang Kristen itu tidak boleh mencerakannya.
Bdk. 1Kor
Tidak mungkin Paulus
mengijinkan pernikahan orang-orang yang berbeda iman dalam 1Kor
Penerapan:
Perhatikan beberapa kutipan di
bawah ini sebagai penerapan.
Melody Green: “Artikel
ini saya tujukan khusus untuk gadis-gadis Kristen, sebab dari
pengalaman-pengalaman konseling, saya melihat wanitalah yang lebih sering
melakukan kesalahan ini” - ‘Mencari pasangan hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan
orang yang tidak percaya?, hal 1.
Melody Green: “Saya
kira umumnya pernikahan didahului dengan berpacaran. Banyak orang Kristen yang
terkecoh pada waktu taraf ini. Mereka rasa, tak salah untuk bergaul dengan
orang-orang tak percaya asalkan ‘tak terlalu serius’. Mungkin mereka pikir,
‘Satu atau dua kali kencan tak akan menyakiti seorang pun. Disamping itu
mungkin saya dapat membimbingnya kepada Tuhan. Saya sekedar
bersenang-senang saja, bila sudah saatnya nanti saya pasti menikah dengan
seorang Kristen’. Lalu, lihat dan perhatikan, tahu-tahu mereka telah
‘terperangkap cinta’, dan mereka berusaha mati-matian untuk membenarkan
hubungan (pernikahan) yang akan dilakukan terhadap diri sendiri, terhadap
teman-teman mereka, dan terhadap Tuhan. Saya berkata - orang Kristen yang
cukup tolol untuk berkencan dengan orang yang tak percaya akan cukup tolol pula
untuk menikahinya” - ‘Mencari pasangan hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan
orang yang tidak percaya?, hal 3-4.
Melody Green: “Menikah
adalah keputusan terpenting dan terbesar yang Anda buat setelah kebutusan untuk
mengikuti Yesus” -
‘Mencari pasangan hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak
percaya?, hal 4.
Melody Green: “pernikahan
didahului dengan ‘kencan pertama’. Salah satu problem utama ialah banyak orang
Kristen yang bersikap menyepelekan hal ini. ... Meskipun kadang-kadang tak
berlanjut, tapi ingatlah, tiap kencan memiliki potensi untuk menjadi
hubungan seumur hidup. Meluangkan waktu dengan orang yang salah berarti
membuka diri untuk terlibat secara emosional menuju suatu titik dimana sulit
untuk mundur maupun maju. Sekali saja Anda memberikan hati dan perasaan Anda
pada seseorang, Anda akan terkejut bila menyadari betapa sulit untuk
melepaskannya - meskipun Anda tahu harus melepaskannya” - ‘Mencari pasangan hidup:
Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak percaya?, hal 4-5.
Melody Green: “Banyak
gadis yang tak menyadari, jika mereka tak cukup kuat menahan godaan untuk
menikah dengan orang tak percaya, pasti mereka tak cukup kuat pula untuk
memenangkan suaminya bagi Tuhan” - ‘Mencari pasangan hidup: Bolehkah saudara berpasangan
dengan orang yang tidak percaya?, hal 15.
Melody Green: “Acap
kali untuk menikahi seorang gadis Kristen, ada pemuda yang ‘bertobat’, sebab ia
sadar harus melakukannya demi gadisnya. ... Saya tak pernah mempercayai
‘pertobatan’ semacam itu dan saya selalu mengatakan pada gadis-gadis yang
konseling dengan saya, agar membiarkan pacar mereka membuktikan terlebih dahulu
pertobatannya. ... Masalahnya ialah, banyak gadis yang tak sabar untuk menguji
buah-buah si pemuda. Segera setelah melihat ‘sang jodoh’ mengucapkan doa
penyesalan, sang gadis mulai menyiapkan pakaian pengantinnya” - ‘Mencari pasangan hidup:
Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak percaya?, hal 15-16.
b) Ia haruslah orang yang cocok dengan
kita, orang dengan siapa kita bisa ‘enjoy being together’ (= menikmati
kebersamaan).
Jangan karena ia sudah memenuhi
syarat pertama di atas, yaitu ia adalah orang Kristen, maka saudara cepat-cepat
mau menikahinya. Dengan sesama saudara seimanpun, kalau tak cocok, maka akan
terjadi bencana.
Harus ada:
1. Kecocokan sifat dan kesenangan / hobby.
2. Kecocokan dalam berbicara.
Sedemikian rupa sehingga
saudara menikmati kebersamaan dengan dia. Kalau ini tidak ada, bayangkan
bagaimana saudara bisa bersama-sama terus selama puluhan tahun dengan orang
yang tidak cocok.
1. Kecocokan sifat dan kesenangan / hobby.
Tak berarti sifatnya harus
sama. Sifat yang sama kadang-kadang bagus, misalnya kalau sama-sama sabar atau
sama-sama menyenangi nonton. Tetapi bagaimana kalau sama-sama keras dan ngamukan?
Sifat yang kontras
kadang-kadang bisa bagus karena yang satu akan mengimbangi yang lain. Misalnya:
yang satu sabar, yang lain berangasan.
Maka yang sabar bisa menasehati / menahan yang berangasan pada saat ia marah.
Tetapi sifat dan kesenangan
yang sangat / terlalu kontras kadang-kadang bisa membahayakan dan harus
diwaspadai, misalnya:
·
kalau
satu sangat royal, yang lain sangat pelit.
·
satu
senang keluyuran, yang satunya senang
di rumah.
·
satu
senang film drama, yang lain senang film action.
·
satu
gila olah raga, yang lain sama sekali tidak senang olah raga.
·
satu
halus / lembut sekali, yang lain sangat kasar.
·
satu
kalau bicara straight to the point / blak-blakan,
yang lain selalu mbulet dan
bertele-tele.
·
yang
satu hot, yang lain frigid. Harus ada kecocokan sexual!
Ini selalu saya bicarakan dalam
counseling menjelang pernikahan.
2. Kecocokan dalam berbicara.
Saya pernah naksir seorang
gadis, karena melihat penampilan lahiriahnya. Pada waktu saya mendekati, dan
mulai apel ke rumahnya, hanya dalam 3-4 x pertemuan, saya merasa bahwa saya
tidak cocok berbicara dengan dia, dan saya lalu menjauhi dia.
Syarat kedua ini menyebabkan
seseorang tidak mungkin menikahi orang lain cepat-cepat. Cepat-cepat menikah,
atau karena usia yang sudah tinggi, atau karena didesak orang tua, atau karena
alasan apapun, menurut saya merupakan sesuatu yang salah dan membahayakan.
Butuh waktu sedikitnya 1-2 tahun pacaran, dan itupun tak menjamin kita mengenal
dengan baik pasangan kita.
c) Harus
ada saling cinta.
Ef
Tit 2:3-4 - “(3)
Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai
orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi
cakap mengajarkan hal-hal yang baik (4) dan dengan demikian mendidik
perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya”.
Kidung 4:1-15, khususnya ay 9!
Kidung 4:9 - “Engkau
mendebarkan hatiku, dinda, pengantinku, engkau mendebarkan hati dengan satu
kejapan mata, dengan seuntai kalung dari perhiasan lehermu”.
Adanya rasa berdebar-debar dsb
menunjukkan bahwa ini adalah cinta
Kalau point c dan b tadi ada,
maka pasti ada rasa kangen kalau
tidak bertemu sang pacar. Bdk. Kidung 3:1-4 - “(1)
Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak
kutemui dia. (2) Aku hendak bangun dan berkeliling di
Menurut saya rasa kangen seperti ini adalah salah satu
tolok ukur. Kalau rasa kangen itu tak
ada, jangan menikah dengan orang tersebut.
Sekalipun saudara mendapatkan orang yang memenuhi semua
ini, jangan berharap bahwa kehidupan pernikahan saudara nanti akan mulus dan
lancar. Selalu bisa muncul problem, bahkan yang besar, pada saat kita mengikuti
Tuhan, juga dalam pernikahan.
-AMIN-