"Budaya Perkawinan Massal di Pedalaman Wamena Irian Jaya"

Pdt. Frans A. Massie, Loma Linda, CA USA

Daerah Irian Jaya terdiri dari kurang lebih 400 suku, kaya akan beraneka budaya yang unik. Pada tahun 1994 penulis berkesempatan memimpin masyarakat Sogokmo di pedalaman Wamena membangun sebuah gedung sekolah. Saat itu sangat sulit mendapatkan murid wanita yang disebabkan oleh karena wanita-wanita yang sudah menjelang remaja diharuskan kawin adat. Beberapa orang tua sempat menyekolahkan anak-anak wanita mereka, namun beberapa saat setelah disekolahkan, karena wanita- wanita ini telah menjelang remaja, maka merekapun segera dinikahkan.

Transaksi Pernikahan Secara Adat Diadakan di Lapangan

Saat penulis memimpin pembangunan gedung sekolah di Sogokmo, tidak jauh dari tempat itu terdapat suatu lapangan rumput yang biasa dijadikan tempat pesta adat oleh masyarakat setempat. Suatu saat penulis mendengar suara lagu adat orang bertempik sorak. Setelah mendekati sumber keramaian, terlihat ratusan anak remaja wanita diiringi oleh orang tua mereka untuk dinikahkan secara adat. Para orang tua pria masing-masing membawa babi untuk mas kawin. Kelihatan keadaan saat itu bagaikan di pasar dimana terjadi tawar menawar antara orang tua pria dan orang tua wanita untuk menentukan berapa ekor babi untuk emas kawin.

Setelah terjadi persetujuan bersama, segera diadakan transaksi bagaikan barter. Orang tua pria memberikan beberapa ekor babi kepada orang tua wanita yang diikuti dengan penyerahan anak wanita oleh pihak orang tua wanita kepada kepada pria, si calon suami, yang juga disaksikan oleh orang tua pria.

Masyarakat Sogokmo di pedalaman Wamena Irian Jaya begitu taat dan patuh terhadap kebudayaan yang unik ini. Jika pria mempunyai banyak ternak babi, dia dapat menikah dengan beberapa istri karena mempunyai banyak babi untuk mas kawin. Seorang kepala suku yang mempunyai banyak ternak babi, dapat mempunyai istri yang cukup banyak.

Lebih unik lagi, para lelaki hanya menggunakan pakaian sebatang koteka, dan para wanita hanya menggunakan pakaian berupa rok yang terdiri dari rumput anyaman yang dililitkan pada pinggang mereka. Bagian atas tubuh tidak ditutup seutas benang ataupun rumput apapun.

Meskipun masyarakat pedalaman Wamena merupakan masyarakat primitif, tetapi mereka begitu rajin bertani dan bercocok tanam. Tananam "babatas" merupakan makanan pokok mereka. Selain itu, hasil pertanian mereka terdiri dari bawang batang, sayur kol, petsai, wortel, sledri, dan lain-lain yang tiap hari mereka pasarkan di pasar kota Wamena.

Walaupun mereka kawin secara adat dan hanya tinggal di pondok bulat dengan dinding kayu dan atap alang-alang yang hanya mempunyai pintu kecil dan tidak berjendela, nanum kebanyakan diantara mereka sangat setia dalam kehidupan berumah tangga. Pondok mereka yang sangat sederhana sengaja dibuat tanpa jendela agar udara malam yang sangat dingin tidak memasuki rumah mereka.

Penulis percaya bahwa satu saat kelak, firman Allah akan menembusi kebiasaan adat istiadat masyarakat di pedalaman Wamena dan merubah adat dan kebudayaan yang bertentangan dengan injil serta menjadikan masyarakat ini suatu umat Kristen yang taat kepada Tuhan.

Perkawinan Anak Domba Dengan Pengantin Wanita

"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantenNya telah siap sedia." Wahyu 19:7. Anak domba ialah Yeus Kristus yang kita semua percaya dan sedang menanti kedatanganNya, dan pengantin wanita ialah semua umat-umat Allah yang percaya Yesus dan sudah bersedia menantikan kedatanganNya yang kedua kali. Marilah kita sebagai pengantin wanita bersedia menantikan kedatangan Yesus sebagaimana himbauan Yesus dalam Matius 24:44 "Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."