YLBHI Surati Komisi HAM PBB

Jakarta, JP.' April 1998-

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kemarin mengirimkan surat ke lembaga orang-orang hilang di Komisi Hak Asasi Manusia PBB. Surat yang ditujukan ke Working Group on Enforced Disappearances, Commission on Human Rights itu, berisi permintaan agar komisi itu mengagendakan kunjungannya ke Indonesia. YLBHI juga meminta lembaha itu mengirimkan utusannya dalam rangka mencari laporan kebenaran hilangnya sejumlah mahasiswa dan aktivis organisasi dari Januari sampai Maret.

efSurat itu kami kirimkan ke komisi HAM PBB itu, karena tidak satu pun lembaga di Indonesia yang bertanggung jawab terhadap hilangnya orang-orang itu. Selain itu, kita sendiri saat ini memasuki pergaulan antarbangsa, sehingga persoalan seperti HAM juga merupakan bagian dari pergaulan antarbangsa itu,,ff kata Ketua YLBHI, Bambang Widjojanto kepada Jawa Pos, di Jakarta, kemarin.

Menurut Bambang, selain berkirim surat pada lembaga orang-orang hilang Komisi HAM PBB, pihaknya juga berkirim surat pada lembaga Penahanan dan Penangkapan Sewenang-wenang (Arbitrary Detention), sebuah kelompok kerja di luar Komisi HAM PBB yang membantu komisi lembaga orang-orang hilang.

Sampai saat ini, YLBHI mencatat dan menerima laporan 10 orang yang hilang. Mereka terdiri atas aktivis mahasiswa, aktivis organisasi politik, dan aktivis HAM. Di antara 10 orang yang pernah dinyatakan hilang, dua diantaranya sudah kembali. Yakni Pius Lustrilanang, ketua Aldera dan Sekretaris SIAGA serta Desmon J. Mahesa, Pengacara dan Direktur LBH Jakarta. Keduanya hilang pada 4 Februari 1998. efKeduanya sudah kembali pada keluarganya. Tapi keduanya tidak memberikan keterangan apa pun dimana mereka selama ini,ff kata Bambang.

Dengan demikian sampai saat ini masih delapan orang yang dinyatakan hilang. Mereka adalah Andi Arief bin HM Arief Mahya, alumni Fisipol UGM, hilang pada 28 Maret 1998 di Lampung; Herman Hendrawan, mahasiswa Fisipol Unair, hilang 12 maret di Jakarta; Faisal Rezha, mahasiswa Filsafat UGM, hilang 12 Maret 1998, di Jakarta; Raharjo Waluyo Jati, Mahasiswa Sastra UGM, hilang 12 Maret 1998; Nezar Patria, mahasiswa UGM, hilang 12 Maret di Jakarta; Aan Rusdianto, mahasiswa, hilang 12 Maret 1998; dan Harjanto Taslam, Wakil Sekretaris DPP PDI hasil Munas 1993, hilang pada 9 Maret 1998, di Jakarta.

Dijelaskannya, hilangnya orang-orang itu menimbulkan sesuatu yang ironi terhadap kondisi politik hukum Indonesia. Karena di saat bangsa Indonesia sedang gencar-gencarnya melakukan dialog dan perbaikan sistem hukum, tapi masih ada yang main culik.

efBagaimana masyarakat percaya terhadap hukum dan politik kita, kalau masih ada sikap main culik seperti itu,ff ujarnya.(mik)