Peranan Organisasi Masyarkat Sipil Dalam Pembangunan yang Berkelanjutan di Timor Lorosa’e

 

Arsenio Bano, Direktor Eksekutif, Nasional NGO Forum

 

Organisasi Masyarakat Sipil Timor Lorosa’e[1]

 Kita bisa mendefinisikan masyarakat sipil sebagai organisasi-organisasi yang dibentuk masyarakat di luar dari pemerintah dan market bisnis (untuk mencari keuntungan) untuk mendukung aspek kehidupan sosial yang menjadi kepentingan bersama.  Dengan kata lain masyarakat sipil adalah organisasi masyarakat yang didirikan secara sukarela berbeda dengan aparat-aparat pemerintah.

 

Dan sifat dari masyarakat sipil bisa kita sebut sebagai organisasi masyarakat sipil dimana organisasi non-pemerintah, LSM, mempunyai peranan besar sebagai organisasi masyarakat sipil.  Kalau begitu peranan utama CSO-CSO (Civil Society Organisation/Organisasi Masyarakat Sipil) dalam isu pembangunan berkelanjutan adalah termasuk untuk membatasi kekuasaan dan melakukan kontrol demokratik terhadap pemerintah. Biasanya yang menjadi isu dalam melakukan kontrol demokratik adalah mengenai pemerintahan yang baik, dengan fokus pada demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).  Berikut dari demokrasi dan HAM adalah ‘rule of law’ yang direfleksikan oleh institusi pengadilan karena disini prinsip demokrasi dan hak asasi manusia dipraktekkan.

 

Kadang kalangan kelompok lingkungan hidup mengatakan pembangunan berkelanjutan memberikan keseimbangan antara generasi yang sekarang dengan generasi yang akan datang.  Dalam hal ini pesan yang mau disampaikan adalah generasi sekarang seharusnya mengkonsumsi sumber daya alam yang mengcukupi kondisi kehidupan mereka tanpa mengakibatkan bahaya untuk kondisi kehidupan di masa yang akan datang.

 

Masyarakat sipil Timor Lorosa’e sedang mengalami perkembangan pesat dalam masa transisi ini dengan transformasi dari situasi dimana masyarakat yang mulanya hidup dalam represi dan ketakutan, menjadi masyarakat yang muncul kembali mengidentifikasikan hak dan tanggung jawab mereka sebagai warga sipil.

 

Transformasi ini sama halnya berubah dari organisasi perlawanan pembebasan bangsa menjadi organisasi yang harus bekerja keras dalam mempersiapkan kemerdekaan untuk negara baru.

 

Organisasi masyarakat sipil disini bisa dengan sederhana digambarkan dengan munculnya organisasi-organisasi yang dulu bergerak sebagai organisasi bawah tanah sebagai bagian dari organisasi masyarakat sipil.  Asosiasi-asosiasi, kelompok mahasiswa/ pelajar, majalah/buletin yang didirikan termasuk di beberapa distrik dan lebih dari 130 LSM Nasional dan 73 LSM Internasional terdaftar di NGO Forum bermunculan juga dalam satu setengah tahun terakhir.  Dalam beberapa minggu terakhir beberapa radio komunitas akan/telah bermunculan.  Radio komunitas yang dikelola oleh Dewan Mahasiswa, UNTIL adalah salah satu contoh refleksi dari usaha meningkat peranan organisasi masyarakat sipil di Timor Lorosa’e.  Dalam satu tahun terakhir salah satu wadah organisasi masyarakat sipil yang berkembang dengan pesat adalah Forum LSM yang pada saat ini mempunyai 60 LSM menurut hasil rapat umum tahunan 12-13 Desember 2000. Dalam beberapa bulan terakhir CSO-CSO yang tergabung dalam Forum banyak mendiskusikan dan memberikan pendapat mengenai berbagai usulan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Transisi UNTAET/ETTA, dalam usaha mempengaruhi kebijakan-kebijakan Pemerintahan Transisi.  Ini menunjukkan interaksi antara pemerintah dan masyarakat sipil.

 

Peranan Organisasi Masyarakat Sipil di Masa Transisi

Untuk mengukur sampai peranan (CSO-CSO) dalam mencapai tujuan mereka dalam membangun dan mempersiapkan masyarakat sipil yang kuat di Timor Lorosa’e, jawabannya masih jauh kedepan.  Namun kesempatan masih terbuka, CSO-CSO tersebut masih mempunyai waktu untuk memikirkan, rencana-rencana strategis, jangka pendek dan jangka panjang.  Dengan segala macam keterbatasan itu penting untuk kembali mengingatkan disini bahwa peranan CSO-CSO dalam pembangunan yang berkelanjutan, salah satunya termasuk mendorong partisipasi dan mobilisasi individu dan kelompok-kelompok untuk terlibat dalam proses pembuatan dan pelaksanaan program-program pembangunan.  Ini diharapkan juga meningkatkan kerja sama dan koordinasi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam membangun Timor Lorosa’e. 

 

Dalam diskusi untuk merampung rencana strategi untuk Forum LSM Nasional Timor Lorosa’e Agustus 2000, salah satu kelemahan yang masih banyak ditemukan sementara ini adalah minimnya tingkat partisipasi masyarakat untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan Pemerintahan Transisi UNTAET.  Dalam hal ini artinya banyak hal yang telah diputuskan terutama beberapa peraturan yang berdampak untuk banyak orang telah disetujui tanpa konsultasi yang sistematis.

 

Setelah Rapat Umum Tahunan Forum LSM pada 12-13 Desember 2000 yang diikuti lebih dari 140 LSM Nasional dan Internasional, Sekretariat Forum LSM berusaha mengkaji beberapa contoh skenario yang ditulis situasi dimana hubungan antara pemerintah dan masyarakat sipil bisa dibangun.  Skenario yang kami sedang bicarakan adalah tulisan Alison Van Roy mengenai perkembangan masyarakat sipil di Hungaria[2].  Menurutnya, skenario yang terburuk terjadi dimana tidak ada hubungan yang baik antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organisation, CSOs), yang mungkin menjadi hubungan yang konfrontasional dimana pemerintah akan berusaha menghambat meningkatkan peranan CSO-CSO.

 

Skenario kedua digambarkan dengan situasi dimana pemerintah menggunakan CSO-CSO hanya sebagai kontraktor untuk menyampaikan jasa-jasa. Dalam situasi ini pemerintah hanya memberikan bantuan kepada CSO-CSO yang mendapatkan akreditasi pemerintah sebagai perpanjangan tangannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dan mengabaikan mereka yang bertujuan mempengaruhi kebijakan dan isu-isu dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

 

Skenario ideal yang ketiga terjadi dimana pemerintah menganggap CSO-CSO sebagai pasangan dalam menentukan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai tujuan pemerintah dan LSM. Ini juga termasuk dengan soal mempersiapkan, mengformulasi dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat pada umumnya.

 

Untuk mengantisipasi terjadinya situasi seperti yang digambarkan dalam tiga skenario tersebut, Forum LSM dengan LSM Nasional lainnya pada tahun ini memfokuskan kerjanya untuk meningkatkan kemampuan kapasitas Forum dan LSM-LSM khusus dalam informasi penyuluhan, advokasi dan penelitian, pelatihan dan koordinasi. Dalam advokasi Forum berpikir bahwa meningkatkan keterlibatan masyarakat pedalaman dalam proses pembuatan dan menganalisa program-program yang sedang dipersiapkan oleh ETTA dan aktor lainnya. Untuk itu CSO-CSO yang ada di Timor Lorosa’e perlu membangun kondisi dimana hubungan antara ketiga sektor, Organisasi Masyarakat Sipil, Pemerintah dan Sektor Swasta untuk mengantisipasi bahwa situasi tidak akan terjadi seperti skenario pertama. Antara CSO-CSO sendiri terutama LSM-LSM Utara dan LSM-LSM Selatan perlu meningkatkan kemitraan kerja sama mereka dalam membangun masyarakat sipil Timor Lorosa’e. Pasangan antara LSM perlu didorong terus-menerus sehingga harapan untuk menciptakan kondisi dimana masyarakat sipil berkembang kuat dan dapat menjadi pasangan dari pemerintah. Di negara baru seperti Timor Lorosa’e, membangun peranan organisasi masyarakat sipil Timor Lorosa’e sedikit kompleks tidak hanya terpaku pada program-program kemasyarakatannya saja. Namun LSM Nasional Timor Lorosa’e ikut berpartisipasi membangun pasangan dengan LSM Internasional, para pemberi donor dan pemerintah. Usaha membangun hubungan dengan pemerintah, donor dan LSM Internasional adalah sangat penting karena CSO-CSO Timor Lorosa’e sangat tergantung dengan para pemberi donor dan LSM-LSM Internasional yang sementara ini berada di Timor Lorosa’e.

 

Peranan Pemerintahan Transisi, UNTAET/ETTA dalam membangun masyarakat sipil

Salah satu keuntungan dengan berada dalam periode transisi di Timor Lorosa’e adanya kesempatan untuk mempersiapkan diri. Bagian yang penting seharusnya ditingkatkan oleh UNTAET/ETTA adalah merancang rencana-rencana sekarang berdampak untuk jangka waktu yang panjang. Ini dengan menekankan keterlibatan masyarakat sipil seluas mungkin. Dan memastikan organisasi masyarakat sipil mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam membuat kebijakan-kebiajakan pemerintah.

Praktek pengambilan keputusan oleh pemerintahan transisi sekarang ini kebanyakan kurang melibatkan masyarakat Timor Lorosa’e secara luas, dan cenderung terpusat. Kita pasti sangat setuju dengan Emilia Pires, kepala NPDA bahwa apabila aktivitas tersebut harus merefleksi ide dan pendapat, dan kemauan masyarakat Timor Lorosa’e mengenai apa yang mereka mau dengan masa depan mereka untuk masyarakat dan negara mereka.

 

Kesimpulan

Aktifitas pembangunan berkelanjutan akan berhasil apabila program-program dari pembangunan itu merefleksi kemauan dari rakyat Timor Lorosa’e. Ini jelas bahwa perlu partisipasi dari CSO-CSO dalam merancang program-program pembangunan dan pelaksanaannya. Ini dapat terjadi dengan meningkatkan kerja sama, koordinasi antara ETTA/CSO-CSO dan para pemberi donor, termasuk dengan organisasi-organisasi tingkat bawah (grassroots) terutama di Distrik-Distrik. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan bisa disimpulkan sebagai pemerataan dalam pembangunan yang aktivitasnya berkelanjutan dan berdampak jangka panjang. Aktifitas-Aktivitas tersebut dirancang dan dilaksanakan dengan partisipasi penuh dari CSO-CSO, pemerintah dan para pemberi donor.   

 

                     



[1] Bahan dikutip dari Oscar Rojas “Civil Society at the Millennium”, in Andrew Clayton (ed) Governance, Democracy & Conditionality: What role for NGOs?, Civicus, hal. 88.

[2] Alison Van Roy Civil Society and Aid Industry, Earthscan, 1998, hal. 103.