CERITA BERSAMBUNG

Karya :

Unggul K. Surowidjojo

PANGERAN MATA ELANG

UKA SUROWIDJOJO ENTERPRISE

SERI 2. DAERAH GELANG-GELANG

No. 8. SAKIT INI

Oleh : Unggul K. Surowidjojo

 

    

     Menurut perkiraan Guphala, mau tidak mau Samaratungga tetap akan menggempur Pengging betapapun kuatnya kadipaten itu, karena raja syailendra itu sebenarnya kecewa dengan puterinya sendiri, Dyah Ayu Pramodawardhani, dia ijinkan anak perempuannya itu untuk jadi permaisuri Rakai Pikatan dengan harapan bisa mempengaruhi Rakai Pikatan untuk tunduk kepada kekuasaannya, tetapi ternyata malahan Pramodawardhani yang menyerah terhadap segala perintah Raja Bhumi Mataram itu. Kenapa Pengging yang akan dipilih untuk digempur pertama kali, karena daerah Mataram bagian timur termasuk Pengging, Shala, Sarahgen dan Mahagetan mempunyai penduduk yang tidak sefanatik Kunjarakunja, Tamanggung, Kehdu, Ambarawa dan Wanasaba dalam memeluk Hindu. Akan lebih mudah mempengaruhi rakyat Mataram Timur untuk masuk Budha dari pada Mataram Barat. Dan jika Samaratungga melaksanakan niatnya maka itu berarti Alas Segoro sebagai daerah yang langsung menghubungkan Gelang-Gelang dan Pengging akan berperan besar. Mau tidak mau Samaratungga akan berbaik-baik dengan Guphala sebagai penguasa liar di daerah Alas Segoro. Namun sebelum semua gagasan Guphala tercapai, Samaratungga sudah keburu mangkat. Kini putera lelakinya yang meneruskannya, Balaputeradewa. Bagi Guphala ini suatu anugerah, karena Balaputeradewa akan lebih mudah dia pengaruhi daripada ayahandanya.

 

     “Pangeran Muda, hidup adalah kehendak, jika seseorang tak mempunyai hasrat, dia tidak hidup. Seperti seonggok batu atau segumpal emas. Keduanya hanyalah lambang, batu dan emas sama saja, keduanya adalah benda, yang memberi nilai emas jauh lebih tinggi daripada batu adalah manusia. Emas diberi nilai tinggi oleh manusia karena manusia mempunyai kehendak terhadap emas itu, sehingga orang menyebut emas dengan batu mulia,” kata Guphala kepada Balaputeradewa saat kesatria dari Wangsa Syailendra itu mengajaknya berburu di hutan Mataok. Keduanya menjadi akrap karena kesukaan itu. Berlomba berburu, siapa yang lebih banyak mendapatkan hasil buruan, dialah pemenangnya. Kalau Guphala yang memenangkan pertandingan itu, Balaputeradewa akan menghadiahi barang-barang mewah dari istana Syailendra. Dan begitu pula jika Guphala kalah, Guphala akan menyerahkan semua hasil buruannya itu untuk dimasak bersama-sama mereka beserta segenap prajurit Syailendra yang mengawal mereka. Balaputera merasa cukup adil dengan cara itu, karena bagi Balaputeradewa kepatuhan Guphala kepadanya itu sudah merupakan upeti baginya, karena Guphala dan balanya bisa dia jadikan kekuatan untuk menghadapi Bhumi Mataram jika diperlukan.

 

     “Guphala, jangan meracau kamu! Tidak ada kehendak yang menenteramkan, kehendak berasal dari keinginan, dan setiap keinginan akan menyebabkan penderitaan. Budha mengajarkan hal itu. Orang mencapai pencerahan jika dia bisa mengatur keinginannya untuk tunduk kepada jiwanya” jawab Balaputeradewa tenang. Wajahnya yang tampan tampak seperti telaga yang tak tersentuh daun yang gugur.

 

     Guphala merasa asing dengan pernyataan Balaputeradewa itu, baginya hidup harus diperjuangkan dengan kemauan yang keras, hasrat harus dibakar untuk menumbuhkan semangat pantang menyerah dalam mencapai sesuatu. Mungkin inilah bedanya cara berpikir orang-orang Budha dengan kaum Kalana. Tapi dia tak akan mendebat pendapat Balaputeradewa itu, baginya dia harus bisa membuat raja muda itu merasa dekat dengannya, suatu saat dia akan rubah dan pengaruhi pemuda tampan itu untuk mengikuti jalan pikirannya.

 

     Pergaulan keduanya berlangsung cukup rapat. Kepandaian Guphala dalam berburu membuat raja muda itu terkagum-kagum. Guphala mengajarkan bagaimana meregang anak panah dari busurnya dan melepaskannya tepat pada sasaran, juga bagaimana melempar tombak kearah mata banteng hingga tembus sampai ke telinga hewan itu. Satu-satunya hal yang tidak Balaputeradewa sukai dari Guphala adalah begitu sukanya temannya itu menghirup dengan rakusnya darah hewan hasil  buruannya dan juga memakan dagingnya yang  tidak dimasaknya terlebih dahulu.

 

     “Daging dan darah hewan ini akan memberi daya pada semangatku, Pangeran Muda. Cobalah perhatikan atau praktekkan jangan makan daging selama satu bulan, hanya makan hasil tumbuhan, buah-buahan dan sayuran maka semangat Pangeran Muda akan menyusut, lemah dan lembek. Dan coba makan terus-terus selama sebulan daging hewan, apalagi yang masih mentah kayak begini, semangat Tuan Muda akan menyala-nyala, tenaga akan kuat sentosa.”  Kata Guphala yang mulutnya berlumuran darah kijang saat itu. Balaputeradewa hanya diam, bukannya dia tidak tahu akan daya-daya itu, tapi dia enggan untuk menirunya, karena itu berlawanan dengan ajaran gurunya.

 

 

 

BERSAMBUNG KE SERI 2. DAERAH GELANG-GELANG NO. 9. BALAPUTERA

 

 

BACK