Homoseksualitas
adalah suatu naluri dasar yang terbawa sejak lahir, walaupun pada
umumnya kesadaran akan hal itu baru dirasakan dalam usia remaja
atau dewasa. Perlu dibedakan antara orientasi homoseksual sebagai
suatu naluri yang bersifat netral, dengan perilaku homoseksual yang
berkaitan erat dengan nilai (value).
- Penelitian mutakhir memberi
petunjuk bahwa orientasi (naluri) homoseksual pada pria erat kaitannya
dengan faktor biologik, yaitu:
- Faktor genetik, kemungkinan
besar pada segmen kromosom X yang diturunkan pihak ibu.
- Bagian hipotalamus yang
pada pria homoseksual berbeda secara struktural dari pria heteroseksual.
- Orientasi homoseksual pada
wanita besar kemungkinannya dipengaruhi oleh hormon androgen yang berlebihan
terhadap otak janin selama dalam kandungan.
- Faktor pengaruh lingkungan,
pendidikan serta sosial budaya yang tadinya dianggap sebagai
faktor penyebab primer, kini besar petunjuknya bahwa hal itu berperan dalam
terjadinya:
- Kondisi homoseksualitas yang
egodistonik atau yang egosintonik, tergantung dari seberapa
jauh individu homoseksual itu menginternalisasi sikap homofobik dari masyarakat,
sehingga menimbulkan ada atau tidaknya konflik dalam dirinya.
- Manifetasi dari perilaku
homoseksual.
Faktor-faktor inilah yang sering
menjadi sumber masalah.
Penatalaksanaan kini
tidak ditujukan terhadap upaya mengubah orientasi homoseksual menjadi heteroseksual,
melainkan:
- Membantu mengubah kondisi egodistonik
menjadi egosintonik.
- Membantu mengubah (apabila
ada) perilaku yang membahayakan kesehatan (misalnya penularan AIDS)
menjadi perilaku yang lebih aman, bertanggung jawab bagi diri sendiri dan
(kalau ada) terhadap pasangannya, serta (bila perlu) disesuaikan dengan
nilai pribadi dari pasien, bukan berdasarkan nilai pribadi terapis.
- Dalam skala luas, mengubah
persepsi dan sikap homofobik dalam masyarakat (termasuk dalam sebagian
kalangan terapis).
|