IndoProtest IndoProtest

ParaHyangan Online
http://student.unpar.ac.id/parahyangan-online/

ParaHyangan Stop Press, 5 Juni 1998

"Gelora Reformasi", 4 Juni 1998
TIDAK MAKSIMAL KARENA LISTRIK

Mahasiswa serta penduduk sekitar Unpar memadati penuh plaza GSG Unpar pada acara "Gelora Reformasi" Kamis (4/6) lalu. Penampilan Teater Puncta, Teater Musikal'97 serta Harry Roesli mampu menyajikan tontonan menarik bagi para pengunjung. Namun sayang, film dokumenter Tragedi Trisakti yang sedianya ditampilkan dengan iringan musik live, akhirnya hanya ditampilkan dengan iringan musik rekaman karena masalah listrik.

Dibuka pada pukul 19.30 dengan pekik reformasi oleh Yossie dan Ujo sebagai MC, terlihat jelas bahwa acara "Gelora Reformasi" ini digelar oleh Komite Mahasiswa Unpar guna menjaga semangat reformasi yang ada di kalangan mahasiswa, terutama setelah mahasiswa disibukkan oleh ujian akhir semester. Sebagai entertainer, kehadiran mereka berdua mampu menyemarakkan suasana Terlebih lagi, ketika mereka memplesetkan lagu "Ti Di Dit"-Sweet Martabak menjadi "Titik! Begitu katanya! Titik! Titik! Ngga sekarang turunnya! Dulu punya babe bikin senang, lalu bikin kesal, lalu bikin marah!" , memancing tawa dan aplaus seluruh pengunjung yang hadir.

Acara dilanjutkan dengan pementasan teater oleh "Teater Puncta" Filsafat Unpar. Dengan setting sebuah kursi yang melambangkan tampuk kekuasaan di atas meja yang ditaplaki oleh bendera Merah Putih, terceritakan rakyat yang selama ini dibungkam dan tak boleh tahu apa-apa, marah dan berhasil untuk menurunkan sang penguasa. Silih berganti penguasa baru muncul, dan rakyat dengan berbagai alasan kembali marah dan menurunkan penguasa. Namun, ketika dihadapkan pada apakah 'kebenaran' yang sebenarnya mereka cari selama ini, ternyata, masing-masing dari rakyat memiliki konsep sendiri-sendiri, serta tidak sepakat. Ditutup dengan adegan dibungkusnya puing-puing kursi dan kebenaran dengan bendera merah putih, pementasan yang merupakan gambaran ketakutan akan terpecah belahnya Indonesia tersebut mendapat sambutan cukup meriah dari para pengunjung.

Penonton yang semula berada di belakang mulai berusaha untuk maju ke depan ketika Teater Musikal '97 unjuk gigi. Seperti biasa, permainan cahaya dan api kembali menjadi suguhan utama dalam Teater Musikal bertema "Korek Api" kali ini. Sempat dihantui oleh berbagai rintangan seperti sulitnya mencari dana serta terganggunya waktu latihan akibat desas-desus kerusuhan, acara tradisi tahunan bagi angkatan baru Arsitektur Unpar'97 tetap mampu tampil rapi memberi suguhan menarik kepada para pengunjung. Namun, beberapa kritikan juga muncul dari pengunjung, yang mengatakan bahwa Teater Musikal kali ini hanya tampil 'wah' tanpa mampu memberikan makna lebih daripada itu. Sempat juga terjadi musibah saat acara berlangsung, ketika 2 penampil Teater Musikal mengalami luka bakar akibat tidak terkendalinya api.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Harry Roesli bersama Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB) hadir membawakan Opera Reformasi. Sempat menarik perhatian ketika seseorang dengan pakaian Robocop muncul ke atas panggung, sayang sekali bahwa alunan musik dan vokal yang apik dihadirkan DKSB untuk mengiringi video dokumenter Tragedi Trisakti, akhirnya terhenti ketika terjadi kesalahan teknis akibat tidak tampilnya gambar pada layar proyektor.

Melihat ketidakberesan tersebut, akhirnya DKSB turun dari panggung menunggu gambar di proyektor muncul. Harry Roesli akhirnya mengambil inisiatif untuk mengisi kekosongan dengan mengambil gitar untuk bernyanyi. "Itu gambarnya sudah ada belum? Wah, kacau ini.", keluh Harry Roesli sambil tetap menghibur pengunjung, menyanyikan beberapa lagu. Diawali dengan lagu "Bapak Pembangunan Jilid 2", lirik yang dinyanyikan begitu lugas diarahkan kepada Soeharto sebagai sosok yang dianggap sebagai "Bapak Penghancuran" oleh Harry Roesli, membuat seluruh penonton yang mendengar tertawa dan terhibur.

Mengetahui bahwa lagu yang dinyanyikan dapat dikategorikan menghujat Soeharto dan keluarga, kepada penonton di tengah-tengah lagu Harry Roesli menyatakan maaf. "Saya mohon maaf sekali pada Ibu Megawati yang telah menghimbau untuk tidak menghujat Pak Harto dan sebagainya. Betul juga. Tapi saya minta dengan segala kerendahan hati, ini terakhir kalinya saya menghujat Pak Harto. Dan besok di ITB sekali lagi, dan besok lagi di…" ucap Harry Roesli, disambut gelak tawa seluruh yang hadir. "Tapi saya pikir, orang itu (Soeharto) kalau dikritik dengan kata-kata yang lemes nanti disangka muji. Jadi harus dihujat, biar mengerti." kilah Harry Roesli, sambil meneruskan menyanyikan lagu "Bapak Pembangunan Jilid 2", "Sakit Hati", dll.

Walau telah mengisi acara cukup lama, dengan ditemani oleh kehadiran Dede Haris, para pengamen, serta pembacaan puisi, namun kemampuan listrik yang tak memungkinkan, akhirnya membuat penayangan film dokumenter Tragedi Trisakti yang sedianya diiringi musik live oleh DKSB, akhirnya hanya diiringi oleh musik rekaman yang telah Harry Roesli persiapkan. Diawali dengan lagu "Bharata Yudha", diputarlah film dokumenter yang dihimpun dari cuplikan jaringan-jaringan televisi di Indonesia dan luar negeri, mengenai tragedi trisakti, penjarahan besar-besaran di Jakarta, serta perjuangan mahasiswa menuntut Reformasi di seluruh Indonesia. Akhirnya, acara "Gelora Reformasi" pun diakhiri oleh Harry Roesli dengan menyanyikan lagu "Jangan Menangis Indonesia"

Sempat ditawari oleh aparat untuk memakai baju anti peluru karena seringnya mendapat ancaman dari pihak yang tak diketahui melalui telepon untuk tidak memutar film, Harry Roesli mengatakan "Ya kalau dia mau bunuh saya, mau culik saya, ngga usah diteror-teror dia bisa gampang aja sekarang aja bunuh saya." Menggunakan dana sendiri demi pertunjukkan ini, Harry Roesli mengaku tidak mempunyai maksud apa-apa selain mengingatkan bahwa telah jatuh korban dalam perjuangan reformasi. "Kasus ini harus diingat karena ini adalah tonggak dari perjuangan reformasi yang digulirkan mahasiswa sebagai lokomotif," ucap Harry Roesli kepada ParaHyangan. Walau kemampuan listrik yang terbatas menyebabkan DKSB tidak tampil penuh, Harry Roesli mengaku tidak kecewa, "Pertunjukan ini kan bukan 100% pertunjukan kesenian, tapi ada misi moral tertentu. Yang penting pesannya sampai, itu saja". (Erwin, Paulus Winarto/ e)

Home

IndoProtest - https://members.tripod.com/~indoprotest