MASYARAKAT ANTI SARA INDONESIA......MASYARAKAT ANTI SARA INDONESIA.......MASYARAKAT ANTI SARA INDONESIA

 

 

Catatan Perjalanan Sara

1991 - 1998

 

 

  1. Menhankam LB Moerdani/ 30.05.91/Dikpol Generasi Muda DPP KNPI, Cibubur.
  2. Dibutuhkan perhatian yang serius terhadap masalah SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) serta ketahanan nasional. Karena ketahanan terhadap dua hal itu belum teruji dengan keras, seperti halnya pada masalah politik, ekonomi, dan ideologi. Jika selama ini gangguan terhadap masalah SARA dan ketahanan nasional sosial teratasi, itu karena mekanisme pengendalian dan kesiagaan ABRI. Karenanya pada era mendatang, aktualisasi ketahanan nasional dalam bentuk pembangunan sosial budaya perlu mendapat perhatian. Bahkan beberapa waktu yang lalu saya sarankan agar dijadikan salah satu logo pembangunan mendatang.

  3. Dr. Kuntowijoyo/02.06.91/Yogyakarta.
  4. Mudah terbakarnya isu-isu yang berkaitan dengan SARA sebenarnya tidak karena perbedaan diantara segmen-segmen dalam masyarakat yang berhubungan dengan SARA, melainkan karena kesenjangan ekonomi, politik, maupun budaya yang melatarbelakanginya. Untuk mengatasi masalah SARA tidak bisa hanya menekan gejalanya saja. Dalam kaitan ini meliter tidak akan mampu mengatasi akar-akar persoalan SARA secara sendirian. Karena dibawah isu-isu SARA yang muncul ke permukaan, sebenarnya ada persoalan-persoalan lain, dan itulah yang harus dicarikan pemecahannya. Dalam hal ini masalah kesenjanganlah yang harus cepat diatasi. Sebagai ilustrasi ia mencontohkan di Bangka dan Kalbar, tidak pernah muncul kasus-kasus SARA karena tingkat kesejahteraan ekonomi antara golongan keturunan Cina dan pribumi relatif sama. Pluralisme yang kita anut adalah pluralisme yang positif. Semua kelompok bebas mengekspresikan diri. Perbedaan ekspresi tidak bisa dikatakan sektarianisme.

    Mantan Gubernur Lemhanas, Sayidiman Suryohadiprojo/02.06.91/Yoygakarta.

    Ketahanan nasional Indonesia terhadap masalah SARA dan sosial sangat tergantung kepada kondisi dinamis bangsa kita yang didalamnya ada ketangguhan dan keuletan.

  5. KH Abdurrachman Wahid/07.07.91/seminar sosialisasi antar etnis.
  6. Untuk mempercepat pembauran antar etnis di Indonesia, maka persamaan pandangan, saling belajar, dan saling menghormati antar kelompok etnis sangat diperlukan. Karena hingga kini secara historis, masalah pembauran golongan peranakan etnis Tionghoa, India, dan Eropa masih sulit membaur dengan mayoritas pribumi. Sulitnya tiga golongan etnis ini untuk membaur, tidak hanya persoalan budaya maupun sejarah. Juga karena politik Belanda yang memecah belah, sehingga dikalangan etnis pribumi maupun etnis Cina menjadi trauma dan ketakutan yang berlebihan. Pembauran antar etnis tidak berarti melakukan dinosidi (pembunuhan budaya besar-besaran) terhadap budaya golongan etnis minoritas. Disinilah perlunya sarana atau peluang untuk memahami budaya luhur kedua belah pihak, karena dengan saling memahami budaya luhur antar etnis itu, akan lebih mempercepat pembauran.

    Kesenjangan budaya dan ekonomi maupun politik antara etnis mayoritas pribumi dengan etnis minoritas, merupakan permasalahan bersama yang masih harus dicarikan jalan keluarnya.

    Golongan pribumi Islam mayoritas sekarang ini jauh tertinggal, sehingga menimbulkan rasa rendah diri. Ketertinggalan ekonomi golongan pribumi mayoritas bisa diperbaiki bersama-sama, asal saling membuka diri.

    Ketua Bakom PKB Dati I Jawa Timur Prof Lukas Widiyanto /07.07.91/ Surabaya.

    Bila masalah etnis tidak ditangani secara benar, maka masalah etnis akan tetap menjadi permasalahan yang menghambat pembauran. Tidak bisa ditangani sepihak, karena masalahnya cukup kompleks.

    Bangsa Indonesia tidak pernah merasa rasialistik, sekalipun ada yang mengatakan seperti itu. Secara Antropologis Bangsa Indonesia berasal dari Bangsa Negrito, namun realitasnya sekarang berbeda " ganteng-ganteng ".

    Sulitnya golongan peranakan Tionghoa membaur dengan golongan mayoritas karena peranakan ya tetap peranakan. Dengan Indonesia sukar membaur, dengan Cina sendiri sukar.

    Mengenai golongan minoritas peranakan Tionghoa yang status sosial ekonominya lebih tinggi dibanding golongan mayoritas karena sebenarnya perantau-perantau Cina tersebut tidak punya keahlian khusus, sehingga salah jalan satu-satunya adalah berdagang.

  7. Menpan Sarwono Kusumaatmadja/09.07.91/Seminar Perkoperasian DPP Golkar, Bandung.
  8. Dalam mengatasi kesenjangan ekonomi, Bangsa Indonesia jangan terjebak pada pola pikir dikotomis yang membedakan bentuk badan usaha maupun sentimen primordial berdasar SARA (Suku, Agama, Ras dan antargolongan). Disamping akan mengaburkan faktor utama yang jadi sumber kesenjangan ekonomi, pola pikir dikotomis cenderung mengancam kesatuan persatuan bangsa dan keutuhan negara.

    Pembangunan berkelanjutan secara politis hanya bisa dijamin oleh basis ekonomi yang kuat dan lebar.

  9. Wakil Ketua CCPIT ( Dewan Promosi Perdagangan Internasional Cina), Cui Yushan. Dalam pertemuannya dengan Presdir PT Bakrie & Brothers/09.08.91/Jakarta.
  10. Pengusaha RRC menyatakan sangat mengerti adanya masalah SARA yang muncul seiring dengan perkembangan dalam perekonomian Indonesia. Sebab itu, untuk sedikit meredam permasalahan, pengusaha RRC ( Republik Rakyat Cina ) akan bersedia melakukan kerja sama bisnis dengan pengusaha pribumi Indonesia, bukan hanya dengan nonpri.

    Aburizal mengatakan agar pengusaha RRC jangan hanya melakukan usaha patungan dengan pengusaha nonpri tetapi juga dengan pengusaha pribumi.

  11. Pangab Jenderal Try Sutrisno/11.11.92/ Situbondo.
  12. Minta kepada masyarakat untuk menghindarkan timbulnya berbagai bentuk wawasan yang cenderung mengotak-ngotakan masyarakat ke dalam suatu pandangan yang sempit atas dasar asal usul keturunan, suku, agama, profesi dan lain sebagainya.

    Adanya isu memecah belah antar umat beragama maupun interen agama masing-masing hendaknya terus diwaspadai, karena tidak mustahil memang sengaja dihembuskan oleh oknum atau kelompok yang ingin mengacaukan suasana ketentraman yang telah berhasil dicapai demi kepentingan politik mereka sendiri.

     

  13. Basis Susilo Dosen Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga/26.11.92/Jakarta.
  14. Kerusuhan masyarakat yang ditimbulkan kesenjangan sosial ekonomi yang bisa terjadi bila pembangunan nasional tidak berhasil memperkecil ketidakadilan sosial ekonomi.Yang mendorong kemungkinan timbulnya separatisme di Indonesia bukan campur tangan asing dalam arti suatu negara, melainkan dalam bentuk desakan-desakan ide-ide yang muncul dari masyarakat negara lain.

    Potensial separatisme di Indonesia diakui Basis masih cukup besar. Titik rawannya pada masalah SARA yang dilokalisasi secara geografis. Artinya, bila masalah SARA kemudian dikembangkan dan ditumpangtindihkan dengan dimensi geografis dapat muncul separatisme.

    Dalam perjalanan sejarah Indonesia pernah ada hal semacam ini . Contoh munculnya isu SARA yang kemudian dilokalisir di daerah Aceh, Maluku menyebabkan lahirnya gerakan separatisme. Disinilah Basis menegaskan perlunya perhatian terhadap masalah Indonesia bagian timur (IBT). Ketertinggalan secara ekonomis dan sosial daerah IBT bisa menyebabkan kekecewaan yang akhirnya terpintal pada ideologi separatisme.

  15. PANGDAM V Jaya Mayjen K. Harseno/09.12.92/ Jakarta.
  16. Mengajak para alim ulama dan pemuka agama di Jakarta ikut menjaga kestabilan dan keamanan. Dalam melaksanakan tanggung jawab itu yang mendesak sekarang adalah menenteramkan para pelajar . Sebab ada petunjuk para pelajar diadu domba dengan isu agama, sehingga sangat rawan jika tidak bisa dikendalikan dan diyakinkan bahwa meraka dijadikan korban adu domba oleh tangan-tangan jahil. Isyu agama yang dikembangkan untuk menyulut perkelahian, yakni dibakarnya kitab suci, setelah diselidiki oleh yang berwajib, ternyata tidak benar.

  17. Ketua PP Muhammadiyah H.A. Azhar Basyir, MA/13.12.92/ Rapat Pleno/Jakarta.

Menghimbau umat Islam dan seluruh komponen bangsa lainya untuk tetap menjaga keutuhan dan persatuan nasional. Berkaitan dengan itu pula PP Muhammadiyah mengharapkan agar masyarakat tidak terpengaruh atau terpancing oleh isyu dan usaha provokatif yang bertujuan menggoyahkan kesatuan bangsa, khususnya kerukunan umat beragama.

10. Kepala Staff AD Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar/12.01.94/ Acara malam . gembira bersama masyarakat Sulawesi Selatan/ Ujung Pandang.

Mengantisipasi, dalam tahun-tahun mendatang, setidaknya lima tahun kedepan, kepentingan pribadi maupun golongan akan begitu menonjol. Masalah agama tampaknya juga akan dipergunakan sebagai alat pemicu perpecahan bangsa.

Prof Dr Mochtar Kusuma Atmadja, mantan Menlu /22.04.94/ Malam Silaturahmi Masyarakat Hukum/Jakarta.

Pernyataan Kemlu RRC mengenai kerusuhan berbau SARA di Medan, yang intinya meminta agar pemerintah Indonesia memperhatikan dan menjaga keselamatan para warga negara Indonesia keturunan Cina, dinilai wajar dan bukan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

Menteri Luar Negeri Ali Alatas

Dalam tanggapannya terhadap penyataan jubir Kemlu RRC mengharapkan agar pemerintah Cina tidak meragukan tekad dan kemampuan RI menyelesaikan kerusuhan di Medan.

Tekad untuk segera meredakan kekacauan itu dapat dilihat dari pernyataan Presiden dan pejabat tinggi terkait lainya agar pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas, karena aksi unjuk rasa pekerja itu menjurus pada pengrusakan dan pertentangan SARA.

11. Wang Guangying, Kemlu RRC/21.04.94/ Jumpa Pers mingguan/ Jakarta.

Kemlu RRC meminta , agar Indonesia meredam demonstrasi dan kekerasan anti Cina terhadap urusan dalam negeri RI. Permintaan itu justru menunjukan perhatian Cina, karena adanya hubungan baik RI-Cina.

12. Prof. Dr. Mursal Esten,Guru Besar FPBS IKIP Padang/11.06.94/ Seminar Sastra/ Bengkulu.

Sentimen kesukuan dan perbedaan etnis sebetulnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan lagi sebagai ancaman. Justru yang harus diwaspadai adalah terjadinya kesenjangan sosial yang cukup tajam di masyarakat.

Masalah kesukuan sudah banyak berubah. Perubahan ini tidak saja dalam hal kebisaan, tetapi juga terhadap tata pergaulan dan masalah sosial budaya lainnya.

Dalam kondisi seperti itu, yang perlu dikhawatirkan dan diwaspadai adalah masalah kesenjangan sosial. Oleh karenanya peningkatan kesejahteraan dan pemerataan tetap dikedepankan. Jika tidak, inilah yang bakal mengundang kerawanan dan reaksi sosial.

  1. Prof. Samuel P. Huntington/16.08.94/ Jakarta.
  2. Untuk dapat tampil sebagai negara maju dan kuat Indonesia harus mewaspadai potensi-potensi konflik tersebut dan mendeteksinya secara cermat untuk kalau mungkin mengubahnya menjadi unsur kesatuan yang memperkokoh negara Indonesia yang merdeka dan demokrati

    Dalam hal mengantisipasi dia lebih memfokuskan analisisnya pada kles (Clash) peradaban daripada kles ideologi dan ekonomi.

    Perdaban yang dimaksud adalah entitas kultural yang unsur-unsurnya berupa bahasa, sejarah agama, adat istiadat, lembaga-lembaga yang menentukan indentitas manusia.

  3. Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara ( Kabakin), Sudibyo/14.01.95/Jakarta
  4. Masalah primordialisme hingga saat ini diperkirakan akan tetap merupakan kerawanan yang perku diwaspadai.

  5. Tarmizi Taher, Menteri Agama/19.09.95/Bandung.
  6. Forum komunikasi dan konsultasi antarumat beragama di Timor Timur, kemungkinan besar akan segera diwujudkan. Pembentukan Forum itu akan didorong oleh pemerintah untuk membicarakan sekaligus menyelesaikan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hubungan antarumat beragama di Timtim.

  7. Menteri Agama, Tarmizi Taher /18.09.95/Acara peringatan ulang tahun ke-18 Badan Koordinasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI)/Bandung.

Menyesalkan dan mengutuk pembakaran rumah Ibadah. Tidak satu pun agama dan Tokoh Agama dapat membenarkan perusak dan pembakar Rumah Ibadah. Namun sebagai manusia dan bangsa yang beragama kita masih terus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kasus SARA Timtim dapat segera diatasi dan dilokalisir.

17. Prof Dr Juwono Sudarsono, Guru Besar FiSIP-UI dan Wakil Gubernur (Lemhanas) /01.11.95/Jakarta.

Usaha mengembangkan Civil Society (masyarakat warga) sebagai prasyarat demokrasi memang harus terus menerus dilakukan. Namun dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi yang lebih sehat, pengembangan masyarakat warga itu harus disertai pula oleh usaha pengembangan civil competence (kemampuan untuk menjadi warga) yang intinya adalah toleransi.

Toleransi berarti menghargai perbedaan pendapat, tidak serta merta mencuigai kelompok lain, menghargai perbedaan orang lain, baik perbedaan profesi, maupun perbedaan suku, agama dan ras, karena semuanya adalah sesama anggota dalam suatu masyarakat warga.

Berkembangnya masyarakat warga yang tidak disertai peningkatan kemampuan untuk menjadi warga, justru akan menimbulkan gangguan atau ancaman terhadap kehidupan demokrasi yang sehat.

Selain itu juga menimbulkan konflik berlarut-larut, misalnya seperti yang terjadi di India. Usaha mengembangkan masyarakat warga sejajar dengan peningkatan kemampuan warga itu akan lebih terasa lagi urgensi dalam masyarakat yang bersifat majemuk, seperti halnya masyarakat Indonesia.

18 Kapuspen ABRI Brigjen TNI, Suwarno Adiwijoyo/29.12.95/Pertemuan Seksi Hankam/ Jakarta.

Pihak ABRI menilai tahun 1996 mendatang pihak-pihak tertentu akan terus memanfaatkan isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) untuk memecah belah Bangsa. Dinamika masyarakat, khususnya aktivitas LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) diperkirakan juga akan tetap meningkat.

Semua itu, tentunya meminta peningkatan kewaspadaan seluruh lapisan masyarakat.

Dan khusus mengenai kegiatan LSM, ABRI juga sesungguhnya tidak selalu bersilang pendapat. Yang tidak dikehendaki ABRI adalah kegiatan SLM yang merugikan pemberdayaan masyarakat. Yakni, yang kegiatannya mengarah pada penanaman rasa kebencian dan bersifat destruktif.

19. Wakil Presiden, Try Sutrisno /04.07.96/Seminar Nasional Tantangan dan Peluang Pemuda Indonesia menghadapi Era Globalisasi/ Jakarta.

Hal yang paling rawan dan mudah menggoyahkan persatuan dan kesatuan Bangsa adalah permasalahan SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Sebab itu, setiap permasalahan SARA harus dapat diselesaikan secara tuntas sedini mungkin, dengan lebih dulu memahami akar permasalahannya oleh semua pihak yang terkait secara arif dan bijaksana melalui cara musyawarah untuk mencapai mufakat.

  1. Mensesneg, Moerdiono/10.10.96/ Situbondo.
  2. Pemerintah sangat menyesalkan peristiwa kerusuhan yang terjadi di Situbondo, Jawa Timur.

    Untuk itu Pemerintah mengharapkan, masyarakat dapat menahan diri, tidak mudah terpancing oleh isu, hasutan maupun desas desus yang menyesatkan, serta meminta seluruh pemimpin umat masing-masing untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa.

    Ditegaskan, peristiwa Situbondo itu bisa merusak kerukunan hidup beragama yang selama ini sudah dibangun, dipelihara dan dikembangkan dengan sungguh-sungguh sebagai pengamalan Panccasila, tepatnya sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa.

    Oleh karena itu, pemerintah sangat menyesalkan kejadian tersebut dan mengharapkan agar peristiwa seperti itu tidak terulang kembali di mana pun dan kapan pun.

    Kebebaasan beragama merupakan hak asasi manusia yang paling asasi.

    Kebebasan itu juga bukan pemberian pemerintah ataupun golongan. Karena itu, Pemerintah sungguh-sungguh mengharapkan agar masyarakat dapat menahan diri dan tidak mudah terpancing oleh isu, hasutan maupun desas desus yang menyesatkan.

    Sedang kepada seluruh pemimpin umat, pemerintah mengharapkan pula agar mereka dapat lebih meningkatkan lagi pembimnaan umatnya masing-masing untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa dikemudian hari.

  3. Menteri Agama, Tarmizi Taher/15.01.97/Munas VII Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMII)/Bandung.
  4. Penyiaran agama dengan agresivitas tinggi merupakan salah satu pemicu timbulnya peristiwa SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Dalam kaitan itu, para Tokoh Agama di Indonesia perlu lebih memasyarakatkan kerangka teologis di rumah masing-masing demi terjaminnya kerukunan hidup antarumat beragama.

    Asospol ( Kaasospol ) ABRI Mayjen TNI, Budi Harsono

    Mensinyalir masalah agama - disamping suku- sebagai isu yang paling sensitif dijadikan alat pemicu keonaran. Rentetan kasus Situbondo, Tasikmalaya dan Sangau Ledo (Sambas) dicontohkannya sebagai peristiwa yang semula bertendensi agama dan suku.

  5. PanglimaKodam II Sriwijaya Mayjen TNI, Susilo Bambang Yudhoyono/ 17.01.97/Pertemuan tertutup dengan semua perwira se garnizun/ Plembang.
  6. Munculnya kelompok yang berkeinginan untuk melakukan perombakan (reformasi) dakam tatanan dan sistem politik yang berlaku, dan kelompok yang ingin menciptakan kerusuhan-kerusuhan seperti yang terjadi belakangan ini, perlu diwaspadai. Sebab, ancaman yang akan menganggu pelaksanaan Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1988, diperkirakan datang dari itu.

    Dalam menghadapi tantangan dan kemungkinan ancaman yang diperkirakan itu, pihaknya berkepentingan mengamati akar-akar konflik dan kantung-kantung masalah yang mungkin mengganggu tegaknya stabilitas dan keamanan di wilayah Sumbangsel (Sumatera bagian Selatan yang meliputi Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung).

    Mempelajari dan mengevaluasi kasus-kasus yang berkaitan dengan aspek politik dan keamanan seperti kejadian di Situbondo, Tasikmalaya dan Sangau Ledo, sudah saatnya seluruh prajurit meningkatkan langkah antisipasi, deteksi dini dan cegah dini.

  7. Wakil Presiden, Try Sutrisno/23.01.97/Kunjungan Departemen Pertahanan Keamanan / Jakarta.

Berbagai bentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), seperti pelanggaran disiplin, pelanggaran hukum, perkelahian antar pelajar dan kenakalan antar remaja, intensitasnya semakin tinggi.

Begitu pula masalah kerusuhan yang ditimbulkan oleh masalah suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), mulai menggejala, karena adanya campur tangan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Semua itu menuntut kita untuk semakin meningkatkan kewaspadaan, melalui peningkatan deteksi dini, penyebarluasan informasi dan komuikasi sosial, serta memperkukuh kemanunggalan ABRI - rakyat.

24. Ketua Bakorstanasda Sumatra Bagian Selatan (Sumbangsel), Mayjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono/ 24.01.97/Rapat Berkala Bakorstanasda Sumbangsel.

Permasalaha SARA di Bengakulu sudah diatasi dengan baik, dalam arti cepat dan tepat. Begitu juga dengan benturan antara Perusahaan kelapa sawit dan penduduk lokal di Bangka dan Musirawas (Sumsel, unjukrasa di Jambi, unjukrasa angkutan kota di Lampung dan Palembang).

  1. Asisten Sosial Politik Kepala Staf Sosial Politik (Assospol Kasospol) ABRI, Mayjen TNI Budi Harsono/26.01.97/ Ceramah dihadapan umat Budha di Megamendung/ Bogor.
  2. Keragaman Budaya dan agama yang dimiliki Bangsa Indonesia ditinjau dari kaca mata stabilitas nasional, berpotensi timbulkan konflik.

    Sebab itu, kerukunan, baik intern antarumat beragama maupun antarumat beragama dengan pemerintah, merupakan sesuatu yang sangat penting yang perlu terus dibina.

  3. Kepala Staf TNI AD (KASAD), Jenderal TNI R. Hartono/17.02.97/Acara Halal Bihalal dengan seluruh jajaran Sipil dan Militer/ Jakarta.
  4. Konflik SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) menyusul kerusuhan yang terjadi di Kalimantan Barat, ternyata juga diakibatkan hasutan oknum-oknum yang sengaja datang dari Jawa Timur. Konflik SARA itu telah mengakibatkan sekitar 300 warga tewas, dan menimbulkan kerugian material yang besar. Bahkan hingga kini masih terdapat puluhan ribu pengungsi yang harus ditangani oleh pemerintah untuk selanjutnya dikembalikan ke daerah asalnya masing-masing di Kalimantan Barat.

  5. Dr. TH Sumartana, Ketua Interfidei/ Lembaga Dialog Antar Agama (Dian), 17.02.97/ Aula NU Situbondo.
  6. Agama dan para pemeluknya diharapkan bisa memberi sumbangan terbaik guna menciptakan masyarakat yang demokratis, dialogis, terbuka dan komunikatif. Dengan demikian, dialog antar seluruh warga masyarakat, khususnya dialog antaragama menjadi amat relevan.

    Beberapa tampat di negeri ini dilanda kerusuhan massal yang mengandung aspek SARA. Peristiwa Dili, Sangau Ledo, Rengasdengklok,Tasikmalaya dan Situbondo merupakan peristiwa yang perlu dicermati dengan seksama. Kejelian kita dalam memandang perisrtiwa-peristiwa tersebut akan sangat menentukan bagaimana memahami dan menyingkapi kejadian tersebut.

    Melalui dialog antaragama akan dapat membuka komunikasi pada tatanan kehidupan agama secara menyeluruh, baik pada tingkat lembaga, doktrin maupun tingkat kehidupan umat. Dialog adalah sebuah cara yang paling cocok dengan nilai-nilai keagamaan yang amat menghargai kemanusiaan.

    Dalam perspektif peristiwa-peristiwa kerusuhan tersebut di atas, maka agaknya perlu ditambahkan kerukunan yang ke empat. Yaitu kerukunan di antara elit di negeri ini, baik elit ekonomi, maupun sosial dan politik.

    Sebab, apabila elit politik tersebut tidak mampu rukun dan saling menjegal satu dengan yang lain maka yang akan menjadi korban adalah rakyat banyak. Jadi ancaman yang paling berbahaya dari republik ini, apabila kalangan elite sudah tidak mampu menghidupkan semangat kerukunan di antara mereka sendiri.

  7. Prof. Dr Loekman Soetrisno, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta/ 29.07.97/Diskusi Forum Wacana Muda Interfidei/ Yogyakarta.
  8. Suatu hal yang menarik di Indonesia adalah, birokrasi merupakan bagian dari suatu organisasi sosisl politik (orsospol) tertentu. Padahal ketidaknetralan birokrasi itu dapat memancing ketegangan sosial, yang manifestasinya pada tindakan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

    SARA adalah bagian dari bangsa dan negara Indonesia yang tidak dapat dihindari. Tetapi ia berpendapat, SARA dapat dicegah agar tidak menjadi sumber kerawanan. Pencegahannya misalnya, dalam membangun perekonomian harus secara tegas menempuh pendekatan affirmative action, yakni memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada penduduk pribumi untuk berkembang.

    Selain itu, Pemerintah harus menciptakan aparat Pemerintah yang netral dari segi politis. Korpri harus dianggap sebagai organisasi profesional PNS, dan bukan sebagai mesin perolehan suara dalam pemilu.

    Hotman Siahaan,

    Kerusuhan atau perlawanan massa terjadi bukan soal agama, tetapi diakibatkan karena longgarnya struktur sosial yang tercipta dalam masyarakat. Kekerasanbisa datang dari atas, masalahnya sangat sulit bagi kita untuk mendeteksinya. Kita hanya mampu berprasangka. Jika ada kesadaran pada masyarakat, itu bukan karena kesadaran struktural tetapi karena birokrasi. Dikatakan, kerusuhan yang terjadi di Indonesia merupakan realitas sosial sebagai upaya perlawanan hegemini.

  9. Ketua Cabang Jawa Timur Yayasan Haji Karim Dei, Hj Leony Fatimah Putri Wong Kam Fu/21.09.97/Penyerahan Surat Keputusan/ Surabaya.
  10. Pembauran merupakan salah satu bentuk jawaban bagi upaya menghapus perbedaan pribumi dan non pribumi. Masyarakat bisa ikut mendorong upaya dalam kehidupan sosial atau profesional, dan bukan malah dikucilkan. Sejak semula pembauran merupakan bentuk jalan keluar yang baik untuk menuntaskan perbedaan. Terutama perbedaan etnis, agama dan asal usul yang mengakibatkan timbulnya perbedaan pribumi dan nonpribumi.

  11. Kepala Staf TNI AD (KSAD), Jenderal TNI Wiranto/09.02.98/ Acara Penyerahan Penghargaan Kepada Pembina dan Kader Penegak Disiplin (KPD) terbaik tahun 1998.

Mengingatkan kepada seluruh kalangan masyarakat agar dalam menghadapi masa keprihatinan bangsa karena krisis ekonomi akibat gejolak moneter saat ini, hendaknya tidak menyebarkan sentimen suku, agama, ras danantargolongan (SARA). Ini penting karena, sejak awal bangsa ini telah sepakat untuk hidup bersama dalam kebhinekaan, untuk membangun bangsa dan negara.

Kalau sampai ini dilakukan, ini keliru. Kita harus lawan dan menetralisirnya.

Sentimen SARA itu tidak boleh. Bangsa kita telah menjadi bangsa yang besar dan bisa membangun karena telah berhasil menyatukan berbagai perbedaan suku, agama maupun ras dalam satu kesatuan yang utuh. Jangan rusak ini karena kepentingan-kepentingan yang sempit.

Perbedaan-perbedaan yang ada dalam bangssa Indonesia baik itu perbedaan etnik, agama, ras, perbedaan derajat maupun kondisi ekonomi, telah berhasil disatukan pemerintah selama ini sebagai kekuatan untuk membangun bangsa dan negara seperti sekarang ini. Kalau ada langkah-langkah, hasutan-hasutan serta keinginan untuk kembali mengkotak-kotakkan masyarakat, kan ini jelas keliru.

Semua isu yang beredar serta berkembang di masyarakat perlu dianggap sebagai sampah. Keadaan sekarang tidak terlalu rawan. Namun ada berbagai pihak yang berusaha menyebarkan isu kepada masyarakat, sehingga membuat terpecah belah. Karenanya anggap saja isu itu sebagai sampah.

Yang dikhawatirkan, bila isu tersebut masuk dalam opini masyarakat. Ini sangat berbahaya. Karena yang namanya isu, itu tidak benar dan sumbernya tidak jelas. Yang namanya rumours, isu serta selebaran gelap, itu kan sumbernya dari pihak yang berniat menjelek-jelekkan.

Kalau niat menjelekan diterima lantas mendapat tanggapan, tentunya hal itu mengikut kehendak penyebar isu. Langkah inilah yang tidak bagus. Karena itu kita semua perlu membentengi masyarakat dari isu-isu tersebut.

Untuk menghindari perpecahan perlu dilakukan penyatuan secara utuh dari berbagai perbedaan baik etnis, agama, ras, derajat dan kondisi ekonomi. Bangsa kita merupakan bangsa yang sudah besar sekaligus sudah bisa membangun. Dari perbedaan itu, telah disatukan di dalam Bhineka Tunggal Ika. Meski