Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Keluarga PDI yang saya cintai,
Para simpatisan-pendukung gerakan demokrasi,
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air.
Merdeka !
Pada hari ini, 10Januari 1998, PDI telah sampai pada usianya yang ke 25. Setelah seperempat abad berdiri dan berkiprah, dengan tegas saya katakan bahwa sampai detik ini PDI belum juga dapat tumbuh menjadi besar dan dewasa. Mengapa?.
Karena sistim politik yang berlaku menghendaki dan membuatnya demikian.
Hal ini menunjukan belum dewasanya dunia politik kita – yang berarti pula
menjadi bukti nyata gagalnya pembangunan politik dalam kepemimpinan nasional
selama ini !
Salah satu ciri dari kegagalan ini ditandai dengan kehidupan demokrasi
yang nafasnya masih tersendat-sendat dan yang kian hari penurunan kualitasnya
semakin saja dapat kita rasakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sumber dari kegagalan pembangunan politik ini, pada dasarnya disebabkan
oleh dipertahankannya arogansi kekuasaan dan hegemoni kekuasaan yang menghancurkan
berbagai bangunan kehidupan dan tata kehidupan disebuah negara hukum kita.
Seakan kita hidup dalam suatu negara berdasarkan kekuasaan (Machtstaat)
yang jauh dari harapan hidup disebuah negara berdasarkan hukum (Rechtstaat).
Potret kehidupan berbangsa dan bernegara seperti inilah yang menjadi
penyebab terjadinya berbagai krisis. Mulai dari krisis ekonomi hingga krisis
berbangsa dan bernegara yang mengarah pada suasana total krisis seperti
terjadi sekarang ini.
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,
Pada kesempatan ini, saya mengajak saudara-saudara untuk membahas krisis yang tengah kita alami secara terbuka dan apa adanya. Kita harus lakukan hal ini, mengingat nasib 200 juta lebih rakyat Indonesia akan sangat ditentukan oleh mampu atau tidaknya kita semua terutama pihak penyelenggara negara mengatasi krisis yang sangat parah ini. Apalagi menghadapi kenyataan pahit timbulnya citra bangsa kita yang seolah-olah telah mengidap penyakit kronis yang menyebabkan para penanam modal internasional menjauhi dan hilang kepercayaan kepada bangsa Indonesia yang dewasa ini dinyatakan dalam kondisi: sangat tidak sehat.
Tragedi merosotnya nilai rupiah hingga titik yang paling parah
dan sangat tidak wajar terjadi, tentunya merupakan pula indikasi hilangnya
kepercayaan rakyat pada mata uangnya sendiri. Hal ini membuktikan hilangnya
juga kepercayaan rakyat kepada cara penyelenggaraan negara dan kepemimpinan
nasional yang ada.Rakyat sudah tidak semakin yakin bahwa perubahan harus
terjadi dan sudah tiba saatnya untuk dilaksanakan.
Saudara-saudaraku yang mendambakan keadilan,
Hal apa yang menyebabkan terjadinya krisis dan hilangnya kepercayaan
rakyat ?
Dalam pengamatan saya ada 3 (tiga) penyebab utama:
Yang pertama adalah keserakahan yang merajalela dalam kehidupan para penguasa politik dan penguasa ekonomi dinegeri ini;
Yang kedua adalah; tidak adanya transparansi dan dimatikannya demokrasi yang membuat kedaulatan rakyat berada dalam posisinya yang sangat buruk;
Yang ketiga adalah; suburnya berbagai pengingkaan terhadap hakekat dan cita-cita kemerdekaan, sehingga melupakan bahwa kita adalah bangsa yang beradab, berbudaya, dan beragama.
Mencermati menjamurnya budaya serakah ini, terbukti telah melahirkan
berbagai keserakahan yang membuat hutang luar negeri kita telah menjadi
sangat besar. Karena, ternyata hutang luar negeri kita telah dipakai sebagai
sarana berspekulasi dan upaya memperkaya diri dengan cara membentuk kolusi
antara penguasa dan pengusaha. Sikap mental inilah yang menyebabkan tidak
adanya kepedulian terhadap jumlah hutang yang terus membengkak dan yang
pada akhirnya sangat membahayakan perekonomian bangsa dan kesejahteraan
rakyat.
Lihat saja bagaimana bangunan gedung-gedung tinggi, perumahan mewah,
pusat-pusat perbelanjaan, dibangun secara berlebihan dan membabi buta dengan
menggusur rakyat kecil tanpa ganti rugi yang memadai. Padahal, akhirnya
rakyat yang digusur dan ditelanterkan tahu bahwa modal kerja yang digunakan
untuk membangun kerajaan bisnis mereka – berasal dari hutang luar negeri
yang bila tak mampu mereka bayar akan menjadi beban hutang rakyat sepenuhnya!
Pemberian konsesi dan monopoli kepada hanya sekelompok pengusaha
dan individu tertentu dengan dalih: demi kepentingan nasional, ternyata
merupakan cara untuk menyalurkan hutang luar negeri pada wilayah-wilayah
usaha yang dibangun oleh dan untuk mereka sendiri.
Dengan kata lain, praktek-praktek seperti ini sama saja dengan menyediakan
sebagian hutang luar negeri kit untuk membiayai korupsi dan kolusi yang
jelas-jelas merupakan tindakan kejahatan. Semakin besar hutang yang didapat,
semakin besar kemungkinan melakukan kolusi dan korupsi. Sebagai akibat
semakin besar pula penderitaan rakyat kebanyakan!
Dengan mengungkapkan hal ini, tidak berarti saya anti terhadap hutang dan pinjaman luar negeri. Sebagai negara yang tengah membangun, melakukan pinjaman dan hutang luar negeri memang diperlukan, dan bagi saya hal itu sangatlah wajar. Yang tidak wajar dan saya anggap sudah keterlaluan, adalah praktek-praktek korupsi dan kolusi yang memanfaatkan hutang luar negeri kita untuk memenuhi kepentingan berbagai bisnis pribadi dan keluarga seluruhnya. Perhatikan setiap kali datang “bantuan hutang” luar negeri, perhatikan saja, setiap kali proyek besar diumumkan, setiap kali pula nama-nama besar dari lingkungankeluarga yang itu-itu juga muncul dibelakangnya. Seolah perekonomian Indonesia adalah mereka, karena mereka adalah segalanya!
Warga bangsaku, dimanapun berada,
Haruskah rakyat yang selama ini hanya ditempatkan sebagai objek, menanggung
akibat dari seluruh tindak para perusak ekonomi yang dalam tiga dasa warsa
ini justru sempat dibiarkan malang melintang bertindak semaunya tanpa aturan
?
Sekali lagi saya bertanya,haruskah kita menanggung hutang-hutang mereka?
Mempertanyakan saja, rasanya sudah tidak adil. Apalagi bila rakyat
harus menanggung kebangkrutan semua ini!
Oleh karenanya mulai hari ini, tanyakan terus pada pemerintah – siapa
yang akan membayar hutang-hutang luar negeri para konglomerat yang milyaran
dollar dan trilyunan rupiah jumlahnya?
Apakah mereka mampu membayar hutang mereka, ketika harga dollar telah
melambung hingga berlipat ganda seperti sekarang ini?
Bila mereka tak sanggup membayar, dan karenanya negara (baca:
Rakyat) yang harus menanggung, maka keadilan harus ditegakkan. Ajukan
kepengadilan para perusak ekonomi yang telah merugikan negara dan masa
depan rakyat kita!
Begitu pula bagi pejabat-pejabat negara yang terbukti terlibat korupsi
dan kolusi, sangat diperlukan adanya proses pengadilan yang mandiri agar
keadilan dapat benar-benar ditegakkan. Mereka harus tahu bahwa perilaku
mereka yang tak terpuji ini, telah memberi kemungkinan menggelembungnya
keserakahan. Merekalah penyebab terjadinya pembangungn yang serba lebih
besar pasak dari tiang selama ini! Merekalah yang paling dan harus bertanggung
jawab!
Saudara-saudaraku tercinta,
Perihal tidak adanya transparansi dan dimatikannya demokrasi,
dapat kita rasakan dampaknya yang sangat merugikan kehidupan bangsa. Tidak
adanya transparansi membuat seluruh proses pengambilan keputusan dibidang
ekonomi dan politik dilakukan secara tertutup. Sama sekali tidak memberi
peluang untuk diperdebatkan secara terbuka, dan itu sekaligus menutup pintu
partisipasi rakyat dalam menentukan berbagai kebijakan politik dan ekonomi.
Dimatikannya Demokrasi telah menciptakan suasana yang membuat berbagai
tuntutan dan protes terhadap kebijakan maupun cara penyelenggaraan negara,
seringkali dianggap dan digolongkan sebagai tindakan yang bermuatan subversif.
Bahkan kritik terhadap pemerintah maupun pejabat-pejabat negara dan apalagi
kepala pemerintahan, masih dianggap sebagai tabu politik. Bahkan protesdan
tuntutan yang bernada membela Rakyat dan terkesan menyudutkan pemerintah,
sering kali direkayasa sebagai suatu tindak pelanggaran hukum. Itulah sebabnya,
banyak kawan-kawan seperjuangan kita para pemuda dan mahasiswa kita dijebloskan
kepenjara, hanya karena mengekspresikan rasa cinta kepada bangsa dan rakyatnya
melalui aksi unjuk rasa yang damai sekalipun.
Keadaan yang serba gelap ini sangat mudah diciptakan, saat kebebasan
pers dibelenggu dan terbelenggu. Pers dihadirkan untuk hanya berfungsi
sebagai penunjang kelancaran jalan kereta politik penguasa.
Diciptakannya stasiun-stasiun televisi swasta pun, ternyata tidak dapat
dilepaskan dari kepentingan mengutamakan pemuliaan terhadap kekuasaan daripada
pemuliaan terhadap peradaban demokrasi.
Kebijakan ini sangat berbahaya karena yang dipertaruhkan adalah kualitas
kebudayaan kita sebagai manusia maupun sebagai bangsa.
Oleh karena itu, pers harus berani tampil kedepan dengan menampilkan
wajah pro-demokrasi secara lebih nyata. Termasuk didalamnya melakukan fungsi
kontrol sosial yang menjadi landasan moral profesinya, dengan penuh kesadaran
akan resiko yang harus dihadapinya.
Mengamati segala bentuk sensor dan pembatasan yang diberlakukan,
agaknya telah begitu diyakini bahwa cara-cara represif seperti ini adalah
cara termudah dalam mencapai tujuan menciptakan ‘stabilitas’. Masalahnya,
stabilitas sejenis dan semacam apa yang dilahirkan lewat cara demikian
?
Stabilitas yang kita inginkan adalah stabilitas yang terjamin dan menjamin
adanya kepastian hukum. Bukan stabilitas yang dibentuk oleh kehendak segelintir
orang maupun kepentingan sesaat yang semuanya bersumber pada upaya melestarikan
dan melanggengkan kekuasaaan.
Tanpa adanya kebebasan, tanpa adanya transparansi, tanpa keterbukaan
dan tanpa kehidupan yang demokratis, stabilitas yang dibentuk pasti hanyalah
stabilitas yang semu seperti sekarang ini. Mengapa?
Karena ia dibentuk dengan cara membangun rasa ketakutan rakyat dalam
menyuarakan kebenaran dan keadilan.
Warga bangsa tercinta,
Sejarah menunjukkan, bahwa tanpa menumbuhkan kehidupan yang demokratis, kontrol terhadap kekuasaan menjadi sulit dilakukan. Suasana ini pun menjadi lahan subur berkembangnya keserakahan. Keserakahan telah menjadi penyakit endemik yang berkembang dengan subur dalam iklim kehidupan yang seperti kita alami sekarang. Begitu cepat daya tular penyakit serakah ini hingga mempengaruhi perilaku sebagian besar investor internasional. Sebagian bankir dan investor asingpun terlibat dalam keserakahan. Mereka seperti kehilangan profesionalisme dan daya analisa resiko. Dalam mencari mitra usaha Indonesia misalnya, mereka lebih ber-fokus pada koneksi politik yang dipercayai sebagai sumber pemasukan terbesar.
Sebaliknya dalam menyalurkan dana pinjaman ke Indonesia, sebagian besar
bank asing telah mengabaikan konsep dasar pemberian pinjaman yakni asas
keberhati-hatian. Meraka menjadi sangat berani memasuki wilayah permainan
yang penuh spekulasi dan resiko investasi sangat tinggi. Mereka berlomba-lomba
mengucurkan pinjaman secara berlebihan kedalam perekonomian yang didominasi
oleh praktek korupsi secara sistematik dan terorganisir secara terbuka.
Melihat hal ini, apakah hal ini merupakan indikasi telah melebarnya
wilayah korupsi dan kolusi?
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Bertolak dari kenyataan ini, maka saya menganggap bahwa keserakahan yang sudah kelewat batas toleransi telah menyebabkan perekonomian kita menjadi babak belur dan lumpuh. Sayangnya, keserakahan ini semakin dipacu berkembang dengan tidak adanya sistim yang mampu menghalanginya. Dibidang ekonomi semuanya dibiarkan berjalan tanpa kontrol, sedangkan dibidang politik segalanya dikontrol secara ketat oleh tangan-tangan penguasa yang mengerucut kepada kepentingan seorang penguasa tunggal.
Kondisi kehidupan yang seperti ini, jelas membuat segala kebijaksanaan politik, ekonomi yang mengatas namakan demi kepentingan rakyat menjadi jauh dari kebenaran. Oleh karenanya, segala dana bantuan dan pinjaman dari institusikeuangan internasional yang katanya diperuntukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat perbaikan perekonomian rakyat, harus secara sungguh-sungguh kita amati dan cermati agar dana yang mengalir dapat tersalur kesetiap parit-parit kehidupan rakyat. Jangan sampai dana yang begitu besar jumlahnya yang diberikan negara-negara sahabat dari hasil pajak warga negaranya, apakah itu lewat Dana Moneter Internasional (IMF), CGI, Bank Dunia dan lainnya; yang jelas rakyat harus tahu, rakyat harus mengikuti, rakyat harus mengawasi dan rakyat harus pula yang harus merasakan manfaatnya.
Untuk itulah pada kesempatan ini, mewakili puluhan juta rakyat Indonesia, saya harus menyampaikan rasa terima kasih kepada negara-negara sahabat yang telah memberikan bantuannya, sekaligus mengajukan syarat-syarat pelaksanaan alokasi dana pinjaman sebagai berikut:
1. Bantuan pinjaman dari lembaga keuangan internasional tidak layak dipakai untuk menyelamatkan kerugian para pengusaha, investor dan bankir internasional yang serakah dan spekulatif;
2. Dana pinjaman dari lembaga keuangan internasional tidak boleh disalurkan
kepada perekonomian yang dikelola oleh sistem pemerintah yang tidak transparan
dan tidak demokratis dan terlebih lagi yang korup;
3. Sangat tidak adil dan tidak bijaksana, jika krisis ekonomi harus
ditanggung oleh rakyat miskin dan kelas menengah, padahal penyebabnya adalah
hanya segelintir pengusaha yang bekerja sama dengan penguasa dengan memanfaatkan
pinjaman luar negeri secara membabi-buta, tanpa mengindahkan kepentingan
rakyat dan negara.
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,
Tiga butir persyaratan tersebut merupakan unsur yang sangat penting
untuk menanggulangi krisis ekonomi yang sekarang kita alami. Jika kita
mengabaikannya, maka taruhannya adalah kewibawaan dan nasib berjuta-juta
rakyat Indonesia. Dengan mengabaikannya, kita akan masuk kedalam krisis
yang berkepanjangan dan sangat menyengsarakan.
Untuk mencegah terjadinya tragedi nasional tersebut, kita memerlukan pemimpin bangsa yang sadar dan memiliki rasa tanggung jawab kepada 200 juta rakyat Indonesia yang telah merelakan sumber kekayaan alam yang mereka miliki untuk dikelola dengan baik demi masa depan mereka. Untuk itu, kita harus menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa, yaitu:
? Pemerintah yang mampu mengambil kebijaksanaan yang sesuai dengan Amanat Penderitaan Rakyat;
? Pemerintah yang para pejabatnya tidak terlibat dalam kegiatan usaha memperkaya diri melalui kolusi, korupsi dan nepotisme;
? Pemerintah yang dapat dan mau dikontrol oleh hukum dan rakyatnya melalui lembaga demokrasi dan lembaga peradilan.
Oleh karena itu, sikap berterus terang kepada rakyat dengan memberi pertanggung-jawaban secara terbuka mengenai sebab-sebab terjadinya krisis ekonomi dan sekaligus menjelaskan rencana-rencana penanggulangannya merupakan kebuthan mendesak yang harus segera dilaksanakan. Sudah saatnya bangsa Indonesia mengambil keputusan yang tepat guna menyelamatkan negara dan masa depan rakyat dari kehancuran yang mengerikan.
Untuk itu saya mengajak saudara-saudara melihat kenyataan terjadinya berbagai penyimpangan yang berpangkal dari keserakahan tanpa batas, korupsi, kolusi, serta sikap mau menang dan benar sendiri.
Saudara-saudaraku yang cinta kemerdekaan,
Kali ini saya mengajak saudara-saudara untuk melihat kenyataan
terjadinya berbagai penyimpangan yang berpangkal dari keserakahan tanpa
batas, korupsi, kolusi, serta sikap mau menang dan benar sendiri.
Perihal penyimpangan dan pengingkaran terhadap hakekat dan cita-cita
kemerdekaan telah membuahkan hasil nyata, yakni suatu suasana dimana kita
sebagai bangsa benar-benar berada di dalam total krisis yang sangat rawan.
Andai saja, dengan modal kepercayaan rakyat yang diberikan pada para
pemimpin bangsa ini, penyelenggaraan berbangsa dan bernegara benar-benar
dijalankan sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila, saya yakin seyakin-yakinnya
kita tidak akan mengalami nasib seperti sekarang ini. Oleh karenanya, saya
serukan untuk segera kembali lagi ke UUD 1945 dan Pancasila, saya yakin
haqqulyakin, kita tidak akan mengalami nasib seperti sekarang ini.
Oleh karenanya, saya serukan untuk segera kembali lagi ke UUD 1945 dan Pancasila berikut pelaksanaannya secara sungguh-sungguh! Dengan kembali lagi, Rakyat harus berani menggunakan kedaulatannya, melaksanakan tuntutan dan menjabarkan tanggungjawabnya dengan meminta pertanggung jawaban pemerintah atas berbagai penyimpangan yang telah dilakukannya dan yang tidak sesuai dengan Amanat Penderitaan Rakyat sebagaimana di amanatkan UUD 1945 dan Pancasila.
Rakyat Indonesia sebagai warga dari sebuah negara hukum dan insan beragama, saya ingatkan untuk tidak tidak melakukan kultus individu terhadap seseorang, apalagi bila hal itu dilakukan secara berlebihan. Perilaku ini jelas bertentangan dengan hakekat hidup seorang manusia yang beriman. Mengingat dampak dari perilaku yang memprihatinkan ini, adalah hilangnya kepercayaan dan harga diri seseorang sebagai manusia merdeka, yang pasti digantikan oleh rasa ketergantungan, ketakutan yang berlebihan dan terkikisnya keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Hilangnya keberanian berpihak pada kebenaran dan keadilan
yang digantikan rasa ketakutan yang berlebihan terhadap penguasa dan kekuasaan,
adalah merupakan bentuk pengingkaran sebagai insan beriman dan umat beragama
maupun sebagai warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Oleh
karenanya, jangan ragu-ragu untuk dengan tegas mengatakan yang salah adalah
salah dan yang benar adalah benar.
Berpegang pada moral dan budi pekerti ini yang diwariskan oleh para
pendiri republik kita, sudah tiba pada waktunya bagi seluruh rakyat Indonesia
untuk menentukan sikap dan pilihan akan kemana bangsa ini dibawa dan diarahkan.
Apakah bangsa ini akan dibawa dan diarahkan pada satu keadaan dimana
seluruh kekayaan alam dan kekayaan yang dimiliki negeri ini hanya dapat
dinikmati oleh sekelompok golongan masyarakat dan dinasti tertentu?
Apakah kita memang telah merelakan negeri ini dibawa kemana saja dengan
menjadikan rakyat sebagai “bebek-bebek” yang rapih berbaris dalam keadaan
dibutakan segalanya?
Apakah kita juga mau terus menerus , membiarkan para pemimpin yang
sudah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya untuk terus tetap memimpin
bangsa ini?
Apakah memang kita sudah tidak mampu lagi untuk melahirkan pemimpin-pemimpin
baru yang lebih segar, -- yang lebih tegar, -- dan yang lebih bersahaja
dan mau mendengarkan cerita dan suara hati rakyatnya?
Jawaban akan semua ini, berpulang kepada diri kita, jati diri kita
sesungguhnya sebagai Rakyat Indonesia.
Hanya saja kepada mereka yang selalu merekayasa statusquo lewat
semboyan “Perubahan Tanpa Perbaikan dan Perbaikan Tanpa Perubahan”, saya
ingatkan bahwa Hukum Tuhan, Hukum Alam dan Hukum Ilmiah berada dibelakang
perjuangan untuk perubahan.
Sejarah menjadi saksi dan memberikan bukti selama ini, diseluruh dunia.
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,
Dibagian ini, ijinkanlah saya berbicara dari lubuk hati saya yang paling dalam, menyatakan keprihatinan saya terhadap krisis yang sedang berjalan sekarang ini. Dalam amatan saya krisis kali ini, tidak mungkin dapat ditanggulangi tanpa tumbuhnya kesadaran melakukan pembaharuan, perbaikan dan peningkatan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bila selama ini, di saat dan semasa presiden Soeharto berada dalam
kondisi kesehatan yang baik, telah mencoba menjalankan tugasnya dengan
baik, maka pada kondisinya yang tidak memungkinkan seperti sekarang ini,
sangatlah tidak bijak dan penuh spekulatif serta sangat tidak bertanggung
jawab bila masih ada pihak-pihak yang memaksa kehendak untuk mendudukkannya
kembali dalam bangku kepresidenan masa lima tahun mendatang.
Berilah waktu beliau untuk beristirahat, -- berilah pula pada beliau
waktu untuk hidup kembali sebagai rakyat biasa.
Karena saya yakin sepenuhnya bahwa beliau tidak menginginkan dirinya
menjadi presiden seumur hidup. Hal ini saya nyatakan dan yakini, berdasarkan
sikap beliau sendiri yang tidak menghendaki presiden Republik Indonesia
pertama, Bung Karno, diangkat sebagai presiden seumur hidup. Sebagai seorang
perwira yang berjiwa satria pasti tidakakan melakukan segala sesuatu yang
pernah ditentang dan dijadikan pantangannya.
Kepada mereka yang ragu akan sikap Pak Harto ini, dalam kesempatan
ini saya ingatkan, ada saatnya seseorang harus mengetahui bahwa dirinya
adalah manusia biasa.
Apakah dia bernama Soekarno ataukah dia bernama Soeharto, sebagai manusia
biasa memiliki kekurangan dan kelemahan sebagai manusia. Sebagai manusia,
siapapun orangnya pasti tidak luput dari masalah usia yang berdampak pada
menurunnya kadar fisik dan pikiran pada saat memasuki usia lanjut.
Bangsa kita harus belajar dari sikap pemimpin negara tetangga kita Singapura, Lee Kuan Yew, yang secara dini menyadari keterbatasannya sebagai manusia dan dengan tulus ikhlas melakukan regenerasi kepemimpinan nasional. Bahkan kitapun dapat belajar dari masyarakat yang relatif baru, seperti Afrika Selatan, dimana pemimpin yang masih dicintai rakyatnya, Nelson Mandela, yang dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab mengumumkan secara terbuka estafet kepemimpinan nasional kepada penerusnya yang berasal dari generasi yang lebih muda.
Saudara-saudaraku pemilik negeri dan masa depan bangsa,
Tidak adanya jaminan dan tanda-tanda yang mengarah kepada suksesi
kepresidenan Republik Indonesia secara damai merupakan faktor dominan timbulnya
berbagai keresahan dan berbagai ketidak pastian.
Hal mana berdampak pada perekonomian kita yang menjadi rawan digerogoti
ketidak pastian itu.
Bayangan akan terjadinya suasana kisruh yang ditimbulkan oleh kemungkinan
terjadinya keadaan Presiden berhalangan tetap adalah pemicu utama yang
membuat berbagai sektor kehidupan, baik politik maupun dan terlebih lagi
ekonomi berada dalam titik keresahan yang tinggi.
Oleh karenanya, sangatlah manusiawi bila usaha mencalonkan kembali Jenderal (Purn) Soeharto yang telah menjabat sebagai Presiden RI selama 32 tahun sebagai calon tunggal ketujuh kalinya, akan menambah krisis kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia sebagai negara potensial dalam upaya pengembangan perekonomian bilateral maupun multilateral.
Gejala ini dapat kita baca dengan jelas dengan merosotnya nilai mata
uang rupiah secara drastis ketitik yang paling rendah selama tiga puluh
tahun terakhir ini. Seiring dengan hanjloknya mata uang rupiah secara drastis,
perusahaan-perusahaan di Indonesia akan mengalami kebangkrutan masal. Harga
saham dipasar modal akan melorot dengan pesat, karena para investor akan
meninggalkan Indonesia.
Selanjutnya pengangguran akan merajalelea, kriminalitas akan meningkat
dan harga bahan pokok tidak akan terjangkau oleh masyarakat luas. Dalam
keadaan seperti ini, pasti akan terjadi eksodus dana dan kekayaan yang
sangat besar keluar dari Indonesia. Bangsa Indonesia pun akan kehilangan
potensi dan kesempatan yang dimilikinya.
Sebagai akibat, Rakyat yang selama ini tidak dilibatkan dalam menentukan
berbagai kebijakan dibidang ekonomi, mau tidak mau pasti menanggung beban
penderitaan yang ditimbulkan oleh keadaan krisis yang kian tak menentu
ini.
Padahal, sebagaimana Penjelasan Undang-Undang Dasar negara kita, bagaimana
cara Rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja
buat hidup, harus ditetapkan oleh Rakyat itu sendiri.
Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.
Kedudukan Rakyat harus lebih kuat dari pada kedudukan Pemerintah. Ini lah
tanda kedaulatan rakyat.
Bila kita berpegang pada amanat ini, niscaya krisis yang melanda
perekonomian kita tidak sampai membenamkan kita kedalam suasana kalut tak
menentu seperti yang terjadi sekarang.
Karena Rakyat pasti bersatu padu bahu membahu, bergandeng tangan dengan
para pemimpinnya, dan secara bersama mengatasi berbagai krisis, seberat
apapun beban yang menimpa kehidupan bangsa. Tanggung jawab dan rasa saling
memiliki yang demkian, sekarang ini sepertinya sulit untuk dibangkitkan.
Karena ia telah lama dimatikan oleh perilaku kehidupan berbangsa dan
bernegara yang telah meninggalkan roh dan jiwa dari cita-cita dan tujuan
Indonesia merdeka.
Saudara-saudarku sebangsa dan setanah air,
Setelah menguraikan kondisi dan penyebab krisis yang kita alami,
maka saya menganggap perlu agar kita segera melakukan penyelamatan bangsa
dan negara dari krisis yang berkepanjangan.
Maka pada kesempatan ini saya menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia:
1. Tidak lagi mencalonkan kembali Soeharto menjadipresiden ke-7 kalinya.
Karena masa jabatan seorang presiden yang lebih dari 30 tahun cenderung
menjurus pada upaya menjadikan diri Presiden Soeharto sebagai presiden
seumur hidup.
Bangsa Indonesia tidak boleh melakukan kesalahan untuk kedua kalinya;
2. Mempersiapkan suksesi kepemimpinan nasional secara damai agar bangsa Indonesia mampu keluar dari krisis kepercayaaan;
3. Melakukan reformasi ekonomi dan politik, harus dijalankan dalam rangka memenuhi tuntutan Amanat Penderitaan Rakyat, agar rakyat Indonesia mampu keluar dari krisis ekonomi tanpa kehilangan wibawa sebagai bangsa yang merdeka.
4. Laksanakan penyelenggaraan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila secara bersungguh-sungguh, penuh kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Kita harus kembali lagi ,-- sekali lagi saya tegaskan, kita harus kembali lagi ke UUD 1945 dan Pancasila.
Menyangkut masalah kepemimpinan nasional, kita harus yakin dan
percaya, bahwa diantara 200 juta rakyat Indonesia pasti ada yang mampu
tampil sebagai pemimpin baru bangsa.
Kita mempunyai sejumlah nama yang sering disebut-sebut sebagai putra
terbaik Indonesia yang mampu menjabat Presiden Republik Indonesia yang
akan datang. Sebut saja seperti; Try Soetrisno, R. Hartono, Wiranto, BJ.
Habibie, Ginanjar Kartasasmita, Soedharmono, Rudini, dan masih banyak lagi
tokoh masyarakat yang lain.
Akan tetapi apabila saudara-saudara kita yang namanya telah saya sebutkan
tadi tidak ada keberanian dalam diri mereka untuk secara terbuka mencalonkan
maupun dicalonkan sebagai Presiden Indonesia menggantikan Jenderal Purnawirawan
Soeharto, hal ini merupakan peristiwa kehidupan berbangsa dan bernegara
yang sangat memprihatinkan.
Oleh karenanya, bila ternyata memang tidak ada keberanian dari mereka, maka dalam kesempatan ini, saya dengan tulus dan ikhlas menyatakan ketidak beratan saya untuk memimpin negeri dan bangsa ini, bila hal tersebut memang telah menjadi kehendak dan tuntutan rakyat.
Sebagai penutup, saya mencoba mengingatkan kepada seluruh rakyat
dan bangsa Indonesia, bahwa sejarah telah mengajarkan bangsa kita pada
saat Bung Karno masih menjabat presiden Republik Indonesia, kita pernah
menyangsikan – sepertinya tidak ada seorangpun yang dapat menggantikannya.
Ternyata sejarah membuktikan lain !
Bung Karno dengan segala kebesarannya, rela dan ikhlas melepaskan seluruh
jabatan serta mengorbankan segala yang ia miliki demi memenuhi tuntutan
jaman dan harapan terjadinya pembaharuan dan perbaikan.
Karena kepada saya, Bung Karno pernah berpesan dimasa akhir hayatnya;
“…. Anakku, simpan segala yang kau tahu. Jangan ceritakan deritaku dan sakitku kepada rakyat, biarkan aku yang menjadi korban asal Indonesia tetap bersatu. Ini aku lakukan demi kesatuan, persatuan, keutuhan dan kejayaan bangsa. Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seseorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa !….”
Sekian sambutan saya dan Merdeka
!
Merdekalah selamanya!
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Ketika terjadi keadaan yang mendesak,
(tertanda)
Megawati Soekarnoputri
Ketua Umum DPP-PDI