Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.
Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan di dalam diri seseorang mengalir
deras menuju
obyek-obyek yang menyenangkan, maka gelombang pikiran yang penuh nafsu
akan
menyeret orang yang memiliki pandangan salah seperti itu.
Di mana-mana mengalir arus (nafsu-nafsu keinginan);
di mana-mana tanaman
menjalar tumbuh merambat. Apabila engkau melihat
tanaman menjalar (nafsu
keinginan) tumbuh tinggi, maka harus kau potong
akar-akarnya dengan pisau
(kebijaksanaan).
Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar obyek-obyek indria, dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria. Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria, maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan.
Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.
Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena itu, seeorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan didri, hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya.