Sang Buddha berkata kepadanya untuk mencari segengam biji lada dari rumah keluarga yang belum pernah terdapat kematian. Lalu berangkatlah Kisagotami dengan hati yang gembira dengan membawa anaknya yang telah meninggal itu didadanya. Kisagotami pergi dari rumah ke rumah, untuk meminta segenggam biji lada. Setiap orang yang ditemuinya dengan suka rela memberikan kepadanya segengam biji lada tetapi ketika Kisagotami menanyakan apakah mereka pernah mengalami kematian pada sanak keluarganya, mereka semua mengatakan pernah ada kematian pada sanak keluarga mereka. Ada yang mengatakan bahwa anaknya baru seminggu meninggal dunia, ayahnya atau suaminya baru meninggal sebulan yang lalu.
Jawaban itu sungguh sangat mengecewakan hati Kisagotami, kemudian dia pulang kembali menuju vihara dimana Sang Buddha berada. Lalu tiba-tiba Kisagotami menyadari bahwa tidak hanya keluarganya saja yang telah menghadapi kematian, terdapat lebih banyak orang yang meninggal dunia dari pada yang hidup. Tak lama setelah mendari hal ini, sikap terhadap anaknya yang telah meninggal dunia itu berubah. Ia tidak lagi melekat kepada anak yang sangat dicintainya itu.
Kisagotami lalu meninggalkan mayat anaknya di hutan dan kembali kepada Sang Buddha serta memberitahukan bahwa ita tidak dapat meneukan tumah keluarga di mana kematian belum pernah terjadi. Kemudian Sang Buddha berkata, “Gotami, kamu berpikir bahwa hanya kamu yang kehilangan seorang anak, sekarang kamu menyadari bahwa kematian terjadi pada semua mahluk. Sebelum keinginan mereka terpuaskan, kematian telah menjemputnya” mendengar hal ini, Kisagotami benar-benar menyadari ketidak kekalan, ketidak puasan dan tanpa inti dari kelompok kehidupan (khanda) dan saat itu juga dia mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Tak lama kemudian Kisagotami menjadi seorang bhikkhuni.pada suatu hari,
ketika ia
sedang menyalakan lampu, ia melihat api menyala kemudian mati. Tiba-tiba
ia mengerti
dengan jelas timbul tenggelamnya kehidupan mahluk. Sang Buddha melalui
kemampuan batin luar biasanya, melihat dari vihara Jetavana, dan mengirimkan
seberkas sinar serta
memperlihatkan diri sebagai seorang manusia. Sang Buddha berkata kepada
Kisagotami untuk meneruskan meditasi dengan objek ketidakkekalan dari kehidupan
mahluk dan berjuang keras untuk merealisasikan nibbana. Lalu Kisagotami
mencapai tingkat kesucian arahat setelah kotbah Dhamma dari Sang Buddhaitu
berakhir.
Walaupun seorang hidup seratus tahun tetapi
tidak dapat melihat keadaan tanpa kematian
(nibbana),sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari pada orang dapat
melihat kehidupan tanpa kematian”