Beliau mengundang Sariputta dan di hadapan bhikkkhu-bhikkhu itu,
beliau bertanya,
“Anakku, Sariputta, apakah kamu dapat menerima kenyataan bahwa dengan
cara
bermeditasi, sesorang dapat merealiasasi nibbana?”
Sariputta menjawab, “Bhante, berkatian dengan perealisasian nibbana dengan meditasi, saya menerima hal itu bukan karena saya percaya kepada-Mu. Pertanyaan itu hanya bagi seseorang yang belum berhasil merealisasikan nibbana yang menerima kenyataan dari orang lain”
Jawaban Sariputta tidak dapat dimengerti secara tepat oleh para bhikkhu. Mereka berpikir: “Sariputta belum melenyapkan padangan salah, sampai saat ini, ia belum memiliki keyakinan terhadap Sang Buddha.”
Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepada mereka makna sebenarnya dari jawaban Sariputta.
“Para bhikkhu, jawaban Sariputta dapat disederhanakan menjadi demikian: Ia menerima bahwa nibbana dapat dicapai dengan meditasi, tetapi ia menerima hal itu berdasarkan hasil pengalamannya sendiri, dan bukan karena saya telah mengatakan hal itu atau orang lain mengatakan hal itu. Sariputta yakin terhadap-Ku. Ia juga yakin terhadap akibat-akibat dari perbuatan baik-jahat.”
“Orang yang telah bebas dari ketahyulan yang telah mengerti keadaan tak tercipta (nibbana), yang telah memutuskan semua ikatan (tumimbal lahir), yang telah mengakhiri kesempatan (baik dan jahat), yang telah menyingkirkan nafsu keinginan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang paling mulia”