Mendengar hal ini, seorang bhikkhu muda langsung jatuh cinta pada Sirima meskipin belum pernah melihat Sirima. Hari berikutnya bhikkhu muda itu bersama dengan para bhikkhu yang lain pergi ke rumah Sirima untuk menerima dana makanan, pada hari itu Sirima sedang sakit. Tetapi karena Sirima ingin berdana makanan maka ia menerima kehadiran para bhikkhu.
Begitu bhikkhu muda tersebut melihat Sirima lalu bhikkhu muda berpikir,
“Meskipun ia
sedang sakit, ia sangat cantik!”. Bhikkhu muda tersebut memiliki hawa
nafsu yang kuat
terhadapnya.
Larut malam itu, Sirima meninggal dunia. Raja Bimbisara pergi menghadap Sang Buddha dan memberitahukan bahwa Sirima, saudara perempuan Jivika, telah meninggal dunia. Sang Buddha menyuruh Raja Bimbisara membawa jenazah Sirima ke kuburan dan menyimpannya di sana selama 3 hari tanpa dikubur, tetapi hendaknya dilindungi dari burung gagak dan buruk hering.
Raja melakukan perintah Sang Buddha. Pada hari keempat jenazah Sirima
yang cantik
sudah tidak cantik dan menarik. Jenazah itu mulai membengkak dan mengeluarkan
cairan dari enam lubang.
Hari itu Sang Buddha bersama para bhikkhu pergi kekuburan untuk melihat jenazah Sirima. Raja Bimbisara dan pengawal kerajaan juga pergi ke kuburan untuk melihat jenazah Sirima.
Bhikkhu muda yang telah tergila-gila kepada Sirima tidak mengetahui bahwa Sirima telah meninggal dunia Sirima. Ketika ia mengetahui perihal itu dari Sang Buddha dan para bhikkhu yang pergi melihat jenazah Sirima, maka ia pun turut serta bersama mereka. Setelah mereka tiba di makam, Sang Buddha, para bhikkhu, raja, dan pengawalnya mengelilingi jenazah Sirima.
Kemudian Sang Buddha meminta kepada Raja Bimbisara untuk mengumumkan kepada penduduk yang hadir, siapa yng menginginkan tubuh Sirima satu malam boleh membayar 1.000 tail, akan tetapi tak seorang pun yang bersedia mengambilnya dengan membayar seharga 1.000 tail kemudian tawaran diturunkan menjadi 500, 250, 100 , 25 atau dengan cuma-cuam.
Kemudian Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu, lihat Sirima! Ketika ia
masih hidup,
banyak sekali orang yang ingin membayar seribu tail untuk menghabiskan
satu malam
bersamanya, tetapi sekarang tak seorangpun yang ingin mengambil tubuhnya
walau dengan cuma-cuma. Tubuh manusia sesungguhnya subjek dari kelapukan
dan kehancuran.”
Bhikkhu muda itu kemudian mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah kotbah dhamma itu berakhir.
Pandanglah tubuh yang indah ini, penuh luka
terdiri dari rangkaian tulang,
berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan.
Ia tidak kekal serta tidak tetap adanya.