Sujata berasal dari keluarga kaya, dan menikah dengan
para putra Anathapindika. Dia bersikap sombong, tidak mau menghormati orang
lain dan tidak mau mendengar instruksi-instruksi dari suaminya dan orang
tuanya. Konsekuensinya, pertentangan terjadi di keluarga itu tiap hari.
Suatu ketika Sang Buddha mengunjungi rumah Anathapindika. Beliau mendengar keributan yang tidak biasanya terjadi di dalam rumah itu, dan menanyakan apa yang terjadi. Anathapindika menjawab, “Yang Mulia, itu adalah Sujata, menantu saya. Dia tidak mau mendengar kepada mertua perempuannya, mertua laki-lakinya, dan suaminya. Dia bahkan tidak menghormati dan menemui Sang Bhagava”.
Sang Buddha lalu memanggil Sujata untuk datang ke
hadapan Beliau, dan berkata dengan lembut, “Sujata, terdapat 7 tipe istri
yang mungkin dimiliki oleh seorang laki-laki. Tipe yang manakah engkau?”
“Apakah ketujuh tipe istri itu, Yang Mulia?” tanya Sujata.
“Sujata, terdapat istri yang buruk dan tiak diinginkan. Yaitu
seorang istri yang menyusahkan. Dia jahat, bertemperamen buruk, tak punya
rasa kasihan, dan tidak setia kepada suaminya”.
“Terdapat istri yang seperti seorang pencuri. Dia menghabiskan
uang yang dicari oleh suaminya”.
“Terdapat istri yang seperti bos. Dia malas, dan hanya memikirkan
dirinya sendiri. Dia kejam dan tak punya rasa belas kasihan, selalu memarahi
suaminya dan bergosip”.
“Sujata, terdapat pula istri yang baik dan terpuji. Yaitu istri
yang seperti seorang ibu. Dia baik dan punya rasa belas kasihan, serta
memperlakukan suaminya, seperti putranya, dan berhati-hati dalam menggunakan
uang suaminya”.
“Terdapat istri yang seperti seorang adik. Dia hormat kepada
suaminya sama seperti seorang adik perempuan terhadap kakak laki-lakinya.
Dia rendah hati dan patuh kepada keinginan-keinginan suaminya”.
“Terdapat istri yang seperti seorang sahabat. Dia bergembira
saat melihat suaminya, sama seperti seorang sahabat yang telah lama tidak
berjumpa. Dia memiliki kelahiran yang mulia, bermoral, dan setia”.
“Terdapat istri yang seperti seorang pelayan. Dia berlaku sebagai
seorang istri yang penuh pengertian tatkala kekurangan atau kesalahan-kesalahannya
ditunjukkan. Dia tetap tenang dan tidak menunjukkan kemarahan sedikit pun
meski suaminya mengucapkan kata-kata yang kasar. Dia patuh kepada keinginan-keinginan
suaminya”.
Sang Buddha lalu bertanya, “Sujata, tipe istri yang manakah engkau,
atau engkau ingin menjadi tipe yang mana?”
Mendengar kata-kata Sang Buddha ini, Sujata menjadi
malu atas sikapnya yang lalu, dan berkata, “Mulai sekarang dan seterusnya,
Sang Bhagava boleh memikirkan saya seperti contoh istri yang terakhir,
karena saya akan menjadi istri yang baik dan penuh pengertian”. Dia mengubah
sikap lakunya dan menjadi pembantu suaminya, dan bersama-sama berjuang
mencapai pencerahan.