Pada waktu tambadathika mengambil bubur nasi, Sariputta Thera yang baru saja bangun dari meditasi Jhanna Samapatti, berada di muka pintu rumahnya. Pada saat tambadathika melihat Sariputta Thera, tambadathika berpikir, “Meskipun salah hidupku saya telah menghukum mati para pencuri. Sekarang saya harus mempersembahkan makanan ini kepada bhikkhu itu.” Kemudian ia mengundang Sariputta Thera untuk datang ke rumahnya dan dengan hormat mempersembahkan bubur nasi tersebut.
Setelah bersantap Sariputta Thera mengajarkan Dhamma kepadanya, tetapi tambadathika tidak dapat memperhatikan, sebab ia begitu gelias mengingat masa lalunya sebagai seorang penjagal. Ketika Sariputta Thera mengetahuihal ini, ia memutuskan untuk menanyakan dengan bijaksana apakah ia membunuh pencuri ats kehendaknya atau ia diperintahkan untuk melakukan hal itu. Tambadathika menjawb bahwa ia duperintahkan raja untuk membunuh mereka dan ia tidak berniat untuk membunuh. Kemudian Sariputta Thera bertanya, “Jika demikian, apakah kamu bersalah atau tidak?” Tambaddathika menyimpulkan bahwa ia tidak bertanggung jawab atas perbuatan jahat tersebut, ia tidak bersalah.
Oleh karena itu ia menjadi tenang dan meminta kepada Sariputta Thera untuk meneruskan penjelasannya. Dengan mendengarkan Dhamma penuh perhatian, ia hampir mencapai tingkat kesucian sotapatti, ia hanya mencapai anulomaññana. Setelah kotbah Dhamma berakhir. Tabadathika menyertai perjalanan Sariputta Thera sampai jarak tertentu, dan kemudian ia pulang kembali ke rumahnya.
Pada perjalanan pulang seekor sapi (sebenarnya setan yang menyamar sebagai
sapi)
menyeruduknya sehingga ia meninggal dunia. Ketika Sang Buddha berada
dalam pertemuan bhikkhu pada sore hari, para bhikhhu memberitahu beliau
perihal kematian tambadathika. Ketika ditanya kemana tambadathika dilahirkan
kembali. Sang Buddha berkata kepada mereka bahwa meskipun tambadathika
telah melakukan perbuatan jahat sepanjang hidupnya, karena memahami Dhamma
setelah mendengarkannya dari Sariputta Thera, ia telah mencapai anulomaññana
sebelum meninggal dunia. Ia dilahirkan kembali di alam sorga Tusita.
Para bhikkhu sangat heran bagaimana mungkin sesorang yang melakukan perbuatan jahat sepeti itu dapat memperoleh pahala demikian besar setelah mendengarkan Dhamma hanya sekali. Kepada mereka, Sang Buddha berkata, “Daripada suatu penjelasan panjang yang tanpa makna, lebih baik satu kata yang mengandung pengertian dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar.”
“Daripada seribu kata yang tak berari, adalah
lebih baik sepatah kata yang
bermanfaat, yang dapat membeerikan kedamaian
kepada pendengarnya”