Tanggal, 13 Februari 1998

Tanggal, 13 Februari 1998

15 Syawal 1418 H

 

PERMASALAHAN PENDIDIKAN AGAMA

BAGI REMAJA

Oleh : Prof. Dr. Ahmad Tafsir

halat (dan semua amal ritual Islam) tidak akan dilakukan dengan sungguh-sungguh bila tidak ada jaminannya. Nah, di sinilah fungsi Iman. Hanya orang berimanlah yang melakukan shalat (dan ritual lainnya) dengan sungguh-sungguh.

Sekarang kelihatanlah prasyarat bagi akhlak. Akhlak mulia itu hanya mungkin ada pada orang yang beriman, dan melakukan shalat (dan beribadah ritual lainnya), inilah mungkin yang dimaksud oleh ulama dalam ungkapan mereka iman-islam-ihsan yang sangat terkenal itu.

Iman-Islam-Ihsan itu berhubungan secara sinergik. Iman yang kuat akan menyebabkan shalatnya lebih baik; shalat yang baik akan menyebabkan akhlaknya lebih baik; akhlak yang baik akan menyebabkan iman yang kuat; iman yang kuat menyebabkan akhlak lebih baik, dan seterusnya tiga unsur itu saling berpengaruh secara sinergik. Uraian terakhir ini memberikan petunjuk penting dalam penyusunan program pendidikan agama (Islam).

Akhlak yang dikehendaki Islam ialah tingkah laku atau budi pekerti yang tetap, bukan tingkah laku yang kadang muncul kadang menghilang. Misalnya jujur. Tatkala lapang ia jujur, tatkala sempit ia jujur, tatkala sehat jujur, tatkala sempit kejepit ia jujur. Jadi, ia tetap jujur. Jujur itu telah menetap menjadi perangainya. Budi pekerti yang tetap seperti itulah yang disebut akhlakdalam Islam. Kita mengatakan: jujur telah menjadi akhlaknya.

Konsisten itulah yang sulit. Agar seseorang mampu konsisten pada perangai tertentu (contoh di atas jujur) orang harus selalu merasa dilihat Tuhan. Nah, shalat (dan amal-amal ritual lainnya) adalah latihan agar seseorang selalu merasa dilihat Tuhan. Karena itu maka shalat yang khusyuk didefinisikan sebagai shalat yang tatkala shalat itu ia merasa dilihat Tuhan.

Berbagai Kesulitan dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Banyak sekali kesulitan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, termasuk pendidikan agama Islam remaja.

Kesulitan pertama ialah kesulitan yang datang dari sifat bidang studi pendidikan agama Islam itu sendiri. Ini tidak akan saya uraikan, cukup saya tegaskan saja bahwa para ahli pendidikan sepakat bahwa bidang studi agama adalah bidang studi yang paling sulit pelaksanaan pendidikannya. Seandainya diurutkan, kita menemukan jenis pendidikan yang sulit dilaksanakan, pertama ialah Filsafat . Matematika sulit diajarkan karena matematika itu sebenarnya adalah adalah filsafat dalam bentuk lain; kedua ialah Seni, seni sulit karena ia tidak memiliki teori yang universal; dan ketiga, dan ini yang paling sulit, ialah agama. Karena sulitnya melaksanakan pendidikan agama, maka banyak orang berpendapat pendidikan agama tidak usah diberikan di sekolah.

Kesulitan kedua ialah kesulitan yang datang dari luar bidang studi itu. Ini banyak sekali, antara lain ialah dedikasi guru dn guru agama mulai menurun, orang tua dirumah mulai kurang memperhatikan pendidikan agama bagi anaknya, orientasi tindakan semakin materialis, berpikir semakin rasional, orang semakin bersifat rasional,orang semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain. Kelihatannya, semuanya itu besumber pada watak budaya modern. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa kesulitan terbesar dalam pelaksanaan pendidikan agama (Islam) saat ini ialah kesulitan yang datang dari pengaruh budaya modern, sekalipun budaya modern itu masih sedang mengglobal. Bila budaya modern itu nanti sudah betul-betul global, itu berarti pendidikan agama Islam akan mendapat kesulitan yang lebih besar lagi.

Budaya Modern adalah Musuh Pendidikan Agama Islam

Kata "modern" tidaklah muncul sekaligus untuk seluruh atau berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang seni kata modern digunakan untuk membedakan sifat seni lukis dan seni pahat yang eksperimental dan dinamis pada abad kedua puluh dengan seni lukis dan seni pahat masa sebelumnya (Encyclopedia Americana, 1977).

Di dalam filsafat kata modern itu digunakan untuk menyebutkan periode filsafat setelah Abad Tengah. Ini dimulai pada pertengahan abad ketujuh belas. Pada zaman Yunani (Ancient Philosophy) yang mendominasi filsafat yang sain adalah tokoh-tokoh agama Kristen. Pada zaman modern (Modern Philosophy) yang mendominasi ialah akal.

Menurut Reese (1980), istilah "modern" sesungguhnya lebih mengacu pada pemikiran keagamaan. Jadi, meskipun kita mengenal kata modern dalam bidang seni dan filsafat, toh yang berperan utama sebagai penilai tetap saja agama, demikian kira-kira yang dimaksud Reese.

Menurut Huston Smith (1989), sesuatu perubahan yang amat mendasar telah terjadi di Barat. Perubahan itu berjalan melalui empat tahap. Pertama zaman Graeco-Roman yaitu zaman Yunani Lama, kedua zaman Abad Tengah, ketiga zaman Modern, dan keempat ialah zaman Pasca Modern. Jika pada zaman modern pegangan orang adalah world view, maka pada zaman Pasca Modern orang mulai memegang world view.

Pandangan-pandangan dunia (world views) mana yang ada sekarang? Menurut Geller (1992) ada tiga world view yang dapat dipilih saat ini. Pertama, agama; kedua, relativisme; dan ketiga, rasionalisme tercerahkan. Paham ketiga ini meyakini ada suatu kebenaran yang unik, tetapi ia menolak adanya masyarakat yang mampu memilikinya secara pasti. Relativisme itulah menurut Gellner paham yang dianut oleh gerakan pasca Modern.

Jadi, paham mana sebenarnya yang menguasai atau mendominasi zaman modern ini? Jelas tiga paham itu masing-masing masih mendominasi budaya di dunia zaman ini. Budaya yang dihasilkan oleh ketiga paham itu diidentifikasi berikut ini sebagai ciri-ciri budaya modern. Anda akan melihat bahwa ciri-ciri yang saya tonjolkan hanyalah ciri-ciri yang merupakan musuh pendidikan agama Islam.

Pertama, budaya modern adalah budaya yang menggunakan akal sebagai pengukur kebenaran. Cara ini adalah cara yang digunakan oleh paham Rasionalisme.

Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur kebenaran. Para remaja kita sringkali, sambil bercanda dengan temannya, berkata, kalau logis oke, kalau tidak logis nanti dulu. Banyak atau sedikit, ungkapan itu telah menggambarkan bahwa remaja kita itu telah menganut Rasionalisme. Apa sih salahnya?

Penggunaan akal dalam Islam bukan saja dibolehkan tetapi diharuskan. Banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an yang menyuruh kita menggunakanakal. Tetapi Al-Quran juga menjelaskan bahwa banyak juga kebenaran lain yangtidak dapat diperoleh dan dipahami dengan akal. Banyak ajaran dalam Al-Quran yang tidak dipahami oleh akal. Hakikat Allah, surga, neraka, malaikat, haramnya babi, mengapa puasa harus di bulan Ramadhan, mengapa shalat subuh dua raka’at sedang shalat dhuhur empat, adalah beberapa contoh ajaran Al-Qur’an yang supra –rasional.

Bila remaja kita terlalu terbiasa menggunakan akalnya, dengan itu terlatih menggunakan akalnya dalam menanggapi setiap perosalan , maka ia akan sulit menerima ajaran agama yang supra-rasional tersebut. Sementara itu di sekolah, melalui pengajaran matematika dan sain, anak-anak kita secara sistematik dan telaten dilatih menjadi penganut Rasionalisme.

Kedua, dalam budaya modern itu manusia akan semakin materialis. Ada dua macam pengertian materialis. Pertama berarti orang yang senag kepada materi, yaitu orang yang senag pada kekayaan. Materialis seperti ini diperolehkan dalam Islam, bahkan mungkin tidak hanya boleh melainkan wajib. Banyak item ajaran Islam yang hanya dapat kita lakukan bila kita kaya. Islam memberikan aturan tentang cara memperoleh kekayaan itu. Kedua berarti orang yang tidak dapat menerima sesuatu sebagai benar bila sesuatu itu tidak didukung data empirik. Bagi materialis seperti ini yang benar hanyalah yang empirik. Tatkala kita katakan padanya bahwa surga itu ada, maka ia akan menjawab bahwa ia percaya bila ada buktinya secara empirik. Salah satu idiologi yang menganut paham materialis seperti ini ialah idiologi Komunis. Paradigma sain modern yang mengatakan bahwa yang benar ialah yang logis dan empiris, juga termasuk yang menganut paham ini.

Paham ini dilatihkan di sekolah. Sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi (terutama di perguruan tinggi) pelajar itu diajar agar berpikir ilmiah, yaitu berpikir logis-empiris. Di perguruan tinggi, sebelum mahasiswa mengadakan penelitian untuk menulis skripsi atau tugas akhir, mereka belajar Metodologi Riset, di situ mereka pasti diajari metode ilmiah (scientific method). Rumus metode ilmiah ialah logico-hypotetico-verificatif. Artinya, sesuatu yang benar itu haruslah logis dan didukung data empiris. Metode ilmiah inilah yang merupakan grand theory yang darinya diturunkan metode-meatode penelitian. Rumus logico-hypotetico-verifikatif adalah tulang punggung teori penelitian ilmiah, sedangkan penelitian ilmiah itu adalah cara yang sah dalam memperoleh kebenaran ilmiah.

 

bersambung (click!)