RESENSI BUKU
Judul Asli |
Nahwa Wahdah Fikriyah Lil 'Amilin Lil Islam |
Edisi Terjemahan |
Menuju Kesatuan Fikroh Aktivis Islam |
Pengarang |
Dr. Yusuf Al Qordhowi |
Penerjemah / Peyunting |
A. Najiyullah / Sunmanjaya R. |
Penerbit |
Robbani Press - Jakarta |
Tahun Terbit |
Rabiul Awal 1414 H / Agustus 1993 M |
Jumlah Halaman |
233 halaman |
PENGANTAR RESENSI
Buku "Menuju Kesatuan Fikroh Aktivis Islam" adalah merupakan buku pertama dari rangkaian buku tulisan Dr. Yusuf Al Qordhowi yang merupakan Syarah ( » uraian lebih lanjut untuk memperjelas maksud sebuah tulisan) atas tulisan Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna yang berjudul "Risalah Ta'alim" (salah satu bab dalam kumpulan tulisan beliau di buku "Majmu'atur-Rosail").
Di dalam bab "Risalah Ta'alim", Imam Hasan Al Banna menuliskan sepuluh rukun bai'at bagi para mujahidin Ikhwanul Muslimin yang "percaya kepada luhurnya da'wah mereka, sucinya fikrah mereka, dan berniat dengan jujur untuk hidup bersama da'wah dan fikrah itu atau mati di jalannya". Adapun "untuk selain mujahidin tersebut, ada pelajaran dan kuliah tersendiri yang masing-masing mempunyai arah yang akan dituju (maka berlomba-lombalah dalam kebajikan, yang masing-masing dijanjikan Allah dengan kebaikan)". Ke sepuluh rukun bai'at itu sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Hasan Al Banna, "bukanlah merupakan pelajaran yang harus dihafalkan melainkan instruksi yang harus dilaksanakan". Ke sepuluh rukun bai'at itu adalah :
Di dalam rukun bai'at yang pertama, yakni Al-Fahmu, Al Imam Syahid kemudian menjabarkannya ke dalam duapuluh prinsip / "Ushul al-'Isyrin". Buku "Menuju Kesatuan Fikrah Aktivis Islam" ini adalah merupakan syarah dari prinsip pertama dalam "Ushul al-'Isyrin".
SUBSTANSI PEMBAHASAN
Prinsip pertama
dalam "Ushul al-'Isyrin" berbunyi :"Islam adalah sebuah sistem universal yang lengkap (komprehensif, totalitas dan integral), mencakup berbagai aspek hidup dan kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan ummat,. akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan. Islam adalah kebudayaan dan perundang-undangan, sains dan hukum. Islam adalah materi dan harta benda, serta usaha dan kekayaan. Islam adalah Jihad dan da'wah, tentara dan ideologi. Sebagaimana Islam juga adalah Aqidah yang murni, dan ibadah yang benar sekaligus".
Dari Prinsip Pertama ini, Dr.Qordhowi memberikan penekanan pada gagasan "Mengajak pada Totalitas Islam dan menolak Parsialisasi ( Da'wah) Islam"
BUTIR-BUTIR PEMBAHASAN
ULASAN
Mendahulukan "Al-Fahmu" dari rukun lainnya dalam 10 rukun bai'at, menunjukkan adanya "Aulawiyat" (=Skala Prioritas) untuk "mendahulukan yang berhak untuk didahulukan" (= first think first). Tidak diragukan bahwa "Fikrah itu mendahului Harokah", sebagaimana "Ilmu mendahului 'Amal". Imam Al Ghozali mengatakan "Ilmu akan mewariskan perilaku, dan perilaku akan mendorong 'amal", dan bab pertama dari 40 bab Kitab Ihya 'Ulumuddin karya beliau adalah bab 'Ilmu. Al Qur'an Al Karim juga mengisyaratkan hal tersebut antara lain di dalam Surat Al Hajj : 54 dan Surat Muhammad : 19.
"Faham" merupakan tujuan "'Ilmu". Al Qur'an dan As Sunnah mengaitkan kebajikan dengan "tafaqquh fiddien" (mendalami agama) dan bukan "ta'allum fiddien" (mempelajari agama). "Al Fiqhu" lebih khusus dari "al-'Ilmu", sebab "al-Fiqhu" berarti faham, bahkan "faham yang mendalam". Fahamlah yang menerangi akal dan menghidupkan qolbu.
Pertama ; kepada para aktivis mujahidin jama'ah Ikhwanul Muslimin (dan para simpatisan / jama'ah yang se-fikrah dengan jama'ah Al-Ikhwan - red), yang terdiri atas beragam corak latar belakang ; salafi, sufi, yang teguh pada madzhabnya, yang tidak bermadzhab, yang cenderung pada yang klasik, yang moderat dan cenderung pada yang baru, yang berpendidikan khusus, yang berpendidikan umum, dll.
Kedua, kepada jama'ah-jama'ah / organisasi-organisasi Islam lainnya (di Mesir dan di seluruh dunia Islam di masa itu hingga kini) yang saling sikut-menyikut dan tuduh menuduh sampai saling meng-kafir-kan, dan antara satu dengan yang lainnya saling memerangi.
Dibutuhkan sebuah sintesa atas berbagai visi dan orientasi sebagai "modus bersama" yang menghimpun berbagai kecenderungannya, menyatukan persepsi fundamental mereka mengenai persoalan-persoalan global dan masalah-masalah besar, meski dalam masalah-masalah furu' yang kecil mereka tetap memiliki perbedaan, dan agar ia (Ushul al-'Isyrin) dapat menjadi poros tempat bertemunya berbagai organisasi Islam.
Kondisi umum berbagai jama'ah Islam di Mesir (dan dunia Islam pada umumnya) tatkala Imam Hasan Al Banna hadir dengan jama'ah Al Ikhwan nya, menampakkan gejala "parsialisasi Islam" dalam gerakan da'wah mereka. Masing-masing hanya memperhatikan satu aspek tertentu saja dari risalah Islam, menitikberatkan kepada yang satu dengan meninggalkan aspek-aspek lainnya. Ada yang hanya memperhatikan aspek aqidah saja, atau aspek ibadah saja, atau aspek kultural saja, dalam ajaran Islam. Ada pula tarekat-tarekat sufi yang hidup di sudut-sudut sempit dari lingkup Islam yang besar, yang hanya mementingkan aspek rohani yang bersifat ritual dan menyendiri atau aspek sosial yang sempit dalam batas-batas tareqat. Dan ada pula jama'ah-jama'ah politik / partai politik yang umumnya berorientasi "Nasionalisme-Sekularisme" yang para pemimpinnya terdiri atas orang-orang berlatar belakang pendidikan Barat yang sekular. Di antara jama'ah-jama'ah tersebut ada yang menganggap jelek orang-orang yang sibuk memperhatikan dan menekankan aspek-aspek lainnya.
Dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi inilah Imam Hasan Al Banna kemudian mengangkat makna Totalitas Islam sesuai dengan risalah yang dibawa Rasululah saw ; yang meliputi dan menjelaskan segala aspek kehidupan (QS An Nahl : 89 ; Tibyanan li kulli syai'in …), dan menolak parsialisasi risalah (QS Al Baqarah : 85 ; Afatu'minuna bi ba'dhil-kitab wa takfuruna bi ba'dhin … dan QS. Al Baqarah : 208 ; Udkhulu fis-silmi kaffah …).
Dalam prinsip pertama Ushul al 'Isyrin, beliau mengemukakan 9 aspek yang merupakan gambaran totalitas Islam itu :
Dari ke-9 aspek Totalitas Islam di atas, dalam buku Menuju Kesatuan Fikroh Aktivis Islam ini Dr.Yusuf Al Qordhowi hanya mengulas 2 aspek saja, yakni aspek Politik dan Jihad.
Dalam mengulas aspek politik, Dr.Qordhowi antara lain menjelaskan tentang kedudukan "Negara" dalam Islam, baik menurut dalil dari Nash, Sejarah maupun Tabi'at Islam itu sendiri. Dari ketiga "rujukan" tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa di dalam Islam tidak dikenal adanya pemisahan antara urusan "dunia" dengan urusan "agama" seperti dalam paham sekularisme, yang mencoba menempatkan agama di posisi marginal dalam masalah "keduniaan" seperti dalam urusan-urusan politik dan pemerintahan.
Selain aspek "Negara", di dalam pengertian "Politik" ini Hasan Al Banna juga menegaskan pentingnya aspek "Tanah Air", "Pemerintahan" dan "Ummat".
Tidak ada Negara tanpa Tanah Air, karena Tanah Air termasuk salah satu pilar negara. Negara harus memiliki bumi yang bebas dan batas yang jelas dan berdaulat. Dalam konteks inilah Islam "mengakui" kedudukan Patriotisme dan Nasionalisme, yang maknanya tidak dibatasi pada wilayah teritorial dan geografis semata, melainkan sejalan dengan makna aqidah dan keimanan. Setiap jengkal tanah dimana terdapat muslim yang bersemboyan Laa ilaaha illaa Allaah Muhammad Rasuulullaah, maka disana termasuk tanah air yang berhak untuk dihormati, disucikan, dicintai dengan segenap keikhlashan, dan diperjuangkan untuk segala kebajikan.
Kemudian, dalam konsepsi "Ummat", Islam mengajak seluruh manusia dari berbagai kabilah / suku bangsa untuk masuk ke dalam kemuliaan Islam yang menilai kedudukan manusia adalah sama dan hanya faktor ketaqwaan saja-lah sebagai "pembeda" nya (QS Al Hujurat : 14). Lebih lanjut tentang pengertian "Ummat", Dr. Qordhowi menjelaskan 4 sifat fundamental ummat menurut Al-Qur'an, yakni :
Selanjutnya mengenai aspek "Jihad", Dr. Qordhowi mengungkapkan bahwa masalah ini secara gamblang telah dirumuskan oleh Imam Hasan Al Banna dalam 5 semboyan Al Ikhwan yang antara lain berbunyi :
"Al Jihad Sabiluna - Al Maut fi sabilillah asma amanina"
"Jihad adalah jalan kami - Mati fisabilillah adalah cita-cita kami yang tertinggi"
Mengenai hal ini, Imam Hasan al-Banna juga telah menulis sebuah risalah tentang Jihad dengan mengutip pendapat para ulama dari semua madzhab. Beliau antara lain berkata :
"Anda melihat, bagaimana para ulama, baik mujtahid maupun muqallid, salaf maupun khalaf, telah sepakat bahwa (hukum) jihad adalah "fardhu kifayah" bagi ummat Islam dalam rangka menyebarkan da'wah, dan "fardhu 'ain" dalam rangka membela diri dari serangan orang-orang kafir. Sedangkan kaum muslimin dewasa ini dikuasai oleh orang-orang kafir. Bumi mereka dikangkangi, kehormatannya dicemari, segala persoalan hidupnya sehari-hari didominasi musuh-musuhnya, sehingga syi'ar agama mereka mengalami stagnasi di rumahnya sendiri, dan lebih-lebih mereka sangat lemah untuk menyebarkan da'wahnya. Dalam kondisi seperti ini adalah wajib 'ain bagi setiap muslim untuk berjihad dan mempersiapkan kekuatan, sehingga apabila sudah tiba waktunya untuk jihad ia sudah siap"
Kemudian Dr. Yusuf Qordhowi juga menjelaskan tentang rahasia diwajibkan-nya Jihad dalam Islam. Beliau mengungkapkan bahwa :
"Risalah Islam datang untuk memerangi kelemahan jiwa, kebekuan akal, pe-nyelewengan perilaku, kezhaliman masyarakat, kedurjanaan pemerintah, dan penindasan yang silih berganti antar berbagai bangsa dan masyarakat.
Risalah Islam datang untuk menghancurkan "perantara" palsu antara Allah dan hamba-Nya, dan sekat-sekat pemisah, kasta dan kelas sosial yang dibuat-buat antara sesama manusia.
Risalah universal seperti ini pasti memiliki musuh-musuh angkuh dan congkak yang membela kepentingan diri serta menjaga eksistensi dan wibawanya, sehingga tak disangsikan lagi musuh-musuh itu menolak kebenaran dengan kekerasan, menghalangi da'wahnya dengan senjata, serta merintangi da'I-da'inya dengan kejam dan bengis.
Oleh karena itu,
Risalah Islam bersama para da'inya mau tidak mau harus berhadapan dengan para thaghut dan manusia-manusia serakah, baik itu Kaisar ataupun orang-orang yang mengaku Tuhan.
Karena itu,
Mereka yang betul-betul faham akan karakter Risalah Islam, niscaya tidak sulit baginya untuk memahami jihad sebagai salah satu kewajiban dalam Islam yang sekaligus ibadah"
Di bagian lain dalam ulasannya, Dr.Qordhowi juga menjelaskan tentang kesalahpahaman sebagian orang - yang perlu dibantah - yang menyangka bahwa Islam telah menghunus pedang untuk memaksa manusia agar mau masuk Islam. Hal ini tertolak, baik dari dalil nash - Kitabullah dan As Sunnah - (lihat QS.10:41,99, QS.2:64,256, QS.109:1-6, QS.22:39-40, QS.9:36, dll.) maupun realita sejarah.
Di bagian akhir dari buku ini, Dr. Yusuf al-Qordhowi memberikan 2 catatan penting sekitar Fikrah Totalitas Islam yang dikemukakan dalam prinsip pertama Ushul al-'Isyrin ini.
Pertama,
"Totalitas Islam yang mencakup Aqidah, Syari'ah, Akhlaq, Etika, Perundang-Undangan, Mu'amalah, Sistem, Peradaban, dll ini tidaklah berarti bahwa Islam telah merinci segala persoalan sampai sekecil-kecilnya. Perhatian Islam hanyalah pada hal-hal yang Kulliyat (umum), Maqoshid (prinsipil), kaidah-kaidah dasar yang bersifat baku, meski zaman, lingkungan dan kondisinya berubah-ubah."
Kedua,
"Totalitas Islam yang mencakup Aqidah, Syari'ah, Akhlaq, Etika, Perundang-Undangan, Mu'amalah, dan segala sistem sosial kemasyarakatn ini tidaklah berarti bahwa semua aspek tersebut berada pada satu tingkatan. Justru dalam Islam tingkatannya berbeda-beda, ada yang masuk dalam kategori ushul (pokok), furu' (cabang), rukun, pelengkap, fardhu, sunnat, qath'I (pasti), zhonni (tidak pasti), muttafaq 'alaih (sudah disepakati), mukhtalaf 'alaih (masih diperselisihkan), sangat penting, kurang penting, dsb."
Back to List of Articles" Page