Prolog
Orde baru bisa
dikatakan telah tumbang bersamaan dengan turunnya Soeharto dari jabatan
presiden. Meski demikian, ternyata marginalisasi yang dilakukan orde baru
terhadap ummat islam masih terasa sampai sekarang. Bahkan saat ini hampir
mengarah ke pada perpecahan antar ormas Islam. Melihat kondisi ini, belakangan
ada upaya-upaya untuk menyadarkan umat agar bersatu terutama di kalangan muda
islam. Hal ini dikarenakan kalangan muda dianggap masih belum terpengaruh
pertentangan-pertentangan dalam tubuh umat selama ini. Mencermati kondisi ini,
kammi mewawancarai seorang tokoh muda, Fahri Hamzah, mahasiswa pascasarjan UI
yang juga menjabat sebagai ketua KAMMI Pusat. Berikut ini petikan wawancara
tersebut
T(tanya) : Bagaimana bentuk
marginalisasi secara sistematik yang dilakukan pemerintahan orde baru masa
Suharto terhadap umat Islam ?
J (jawab) : Bentuknya adalah marginalisasi
agama. Kalau kita mengatakan marjinalisasi Islam itu kentara sekali pada
akomodasi kelompok Islam. Pada awal ORBA ketika pemerintah ORBA membutuhkan
kekuatan Islam untuk berhadapan denagn kekuatan komunis (PKI). Konsolidasi pakar
yang dilakukan ke pusat-pusat Islam, pesantren dan sebagainya itu memang sangat
luar biasa sehingga ada semacam dukungan yang masuk dari kelompok Islam. Tetapi
yang terjadi kemudian ketika PKI selesai dan pemerintah memasuki tahap
pembangunan pada tahun 68 ke atas peran umat Islam mulai dipinggirkan. Kemudian
orang yang diambil ke dalam pusat kekuasaan adalah orang-orang yang tidak punya
basis-basis pada perjuangan kongkrit melawan PKI atau dapat dikatakan mereka
yang bukan ummat.
T : Apa maksud perkataan
Anda dengan bukan umat ?
J : Yang saya maksudkan adalah mereka tidak punya
basis kepada ummat atau ikatan kultural. Mereka yang sejak saat Indonesia
berjuang tidak punya basis kultural. Mereka adalah kelompok basis sekuler yang
mengenyam latar pendidikan Barat. Seolah-olah mereka maju dan lebih pintar
daripada kelompok-kelompok pejuang Islam yang sesungguhnya adalah kelompok
pejuang sejati.
T : Bagaimana cara-cara
marginalisasi terhadap umat itu berlangsung ?
J : Jadi marginalisasi itu
dengan cara merekrut pemimpin yang bukan datang dari ummat sehingga kalau mereka
melihat sejak awal ORBA memang tidak ada upaya untuk menjadikan agama sebagi
inti dari proses kehidupan bernegara, bahkan kecenderungan itu pada tahun 90 an
kita melihat agama digunakan oleh pemerintah ORBA untuk memanipulasi segi kasat
mata masyarakat.
T : Kira-kira apa dampak
marginalisasi ini dalam kehidupan umat ?
J : Dampaknya adalah seperti kita
lihat pada awal ORBA tidak ada perkembangan Islam yang sungguh-sungguh dalam
pengabdian yang betul-betul didukung dan ditumbuhkan oleh pemerintah, justru
kalau kita lihat ketika setelah selesai perang melawan PKI kemudian
kelompok-kelompok Islam tersingkir dari pusat-pusat ekonomi dan politik dan
tidak diajak dalam proses pemerintahan justru terjadi dampak dari marjinalisasi
agama dan politik yang tidak adil itu adalah maka kehidupan masyarakat pun dalam
segi agama tidak baik.
T : Bisakah Anda menyebutkan contoh konkritnya
?
J : Misalnya kalau kita bicara azas tunggal lalu orang menerima azas
tunggal. Sebenarnya menurut saya bukan karena kesadaran orang tentang
nasioanalisme meningkat tapi justru itu adalah indikator bahwa orang semakin
tidak cemburu kepada agamanya, orang tidak semakin punya kekuatanuntuk memegang
teguh agamanya pada semua bidang kehidupan sehingga semua seolah-olah kemudian
kalah dengan kemauan negara yang begitu hagemoni. Nah dari tataran politis kita
lihat secara nyata karena penerimaan azas tunggal dan kemudian pada sisi budaya
yang luar biasa, orang-orang semakin meninggalkan nilai-nilai yang luhur,
kejujuran, keadilan, kesederhanaan itu semakin ditinggalkan. Orang lebih suka
pada konsumsi yang lebih, orang lebih suka kepada pesta yang terus dikembangkann
kepada feodalisme baru dan sebagainya
T : Menyikapi hal ini,
bagaimana sebaiknya peran mahasiswa dan pemuda-pemuda Islam ?
J: Menyikapi
kondisi ini, mahasiswa dan ormas pemuda Islam tidak bisa tinggal diam. Apalagi
mahasiswa. Keberadaannya di kampus alhamdulillah dengan izin Allah, tidak
terlalu dirusak oleh marjinalisasi Islam. Mungkin karena kampus merupakan pusat
berpikir dan kampus menjadi pusat kesadaran nuraninya Sehingga pada saat orang
berramai-rami meninggalkan simbol-simbol, nilai dan memarginalisir kehidupan
beragama tetapi justru di kampus muncul suatu kesadran yang luar biasa. Hebatnya
untuk mengembalikan peran agama peran nilai dan simbol-simbol agam ke dalam
kehidupan sehari-hari kita melihat pemikiran yang Islami , seni Islami dan itu
datangnya dari kampus- kampus bahkan kampus-kampus negeri. Sehingga kemudain
memang harapan kita kembali menyorot agama ke panggung kancah kehidupan itu
memang banyak kita harapkan dari kampus-kampus disitulah peran mahasiswa.
T : Kira-kira seperti apa
bentuk upaya yang bisa dilakukan mahasiswa di kampus untuk mengembalikan
pemberdayaan diri umat?
J : Saya kira adalah lebih memperluas wacana yang
selama ini mereka kembangkan di dalam kampus yakni wacana politik. Sebab
sesungguhnya kita melihat sekarang dan masa yang akan datang orang tidak mungkin
membendung suatu proses yang natural kembali pada agama. Saya kira itu hendaknya
dipelopori oleh kaum intelektual di kampus. Peran mahasiswa sangat strategis
menjadi agen-agen perubahan ke arah demarginalisasi agama dan Islam dalam
kehidupan partai politik, sosial, budaya dll. (qdr/ala/azi)