Mengenang As-Syahid Abdullah Sungkar

Sejak 1985 ustadz Abdullah Sungkar tinggal di Malaysia, karena menjadi pelarian politik rezim Orde Baru. Dan beliau pun menjadi mubaligh keliling, antara lain ke Jerman, Australia, dan lain-lain. Tanggal 20 Oktober 1999 lalu, beliau kembali ke Indonesia untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan umat Islam. Rupanya Allah berkehendak lain. Dalam suatu pertemuan di Bogor, Sabtu sore, 23 Oktober 1999, beliau wafat dalam keadaan tenang. Innalillahi wa Innailaihi Roji'un.

Abdullah bin Ahmad Sungkar lahir di Surakarta *Solo) pada tahun 1937, dari keluarga sederhana yang kuat dan taat beragama. Sejak kecil Abdullah Sungkar dididik dan diasuh dalam suasana Islam yang kental oleh ayahnya yang bernama Ahmad bin Ali Sungkar. Setelah menamatkan pendidikan di SMA Muhammadiyah Solo (1957), Abdullah Sungkar tidak melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, karena keadaan ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan. Namun begitu, Abdullah Sungkar terus meningkatkan ilmu pengetahuannya, terus mendalami ajaran agamanya, dan pada taraf tertentu beliau mampu menguasai dua bahasa asing yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Arab dengan baik. Abdullah Sungkar pun akhirnya semakin kepincut dengan dunia organisasi dan kepemudaan. Selain aktif di kepanduan Al-Irsyad, beliau juga aktif di GPII pada tahun 1954, bahkan pada tahun yang sama Abdullah Sungkar mulai melangkahkan kakinya ke partai politik (Masyumi) yang dipimpin oleh Dr. Moh. Natsir. Di bidang pendidikan, Abdullah Sungkar dan kawan-kawan pada tahun 1971 mendirikan Yayasan Pondok Pesantren "Al-Mu'min" di daerah Ngruki, Solo, dan masih berdiri hingga kini. Seiring perjalanan waktu, Abdullah Sungkar pun menemukan 'habitat' aslinya, yaitu dunia dakwah. Di situlah beliau dikenal sebagai Mubaligh yang berani dan keras. Kegiatan dakwahnya tidak terbatas pada pengajian reguler saja, tetapi juga berdakwah melalui radio siaran yang didirikannya tahun 1969 bersama kawan-kawannya. Radio Dakwah Islamiyah (RADIS) yang dikumandangkannya itu akhirnya harus surut, setelah dilarang oleh Laksusda Jawa Tengah pada tahun 1975. Sejak saat itulah Abdullah Sungkar banyak menemui berbagai kesulitan dalam menjalankan kehidupan normalnya, karena ia telah diposisikan sebagai musuh oleh rezim Orde Baru. Sejalan dengan itu, 'karier' beliau sebagai Mubaligh (juru dakwah) justru meningkat, apalagi setelah beliau diangkat sebagai Ketua Pembantu Perwakilan DDII cabang Surakarta. Sejak itu berbagai kritikannnya kepada rezim Orde Baru yang semakin menyimpang, kian menjadi-jadi, dan tentu saja memerahkan kuping penguasa. Hasilnya, Abdullah Sungkar berkali-kali keluar-masuk penjara Orde Baru. Pafa tahun 1977, selama satu bulan (12 Maret - 29 April) Abdullah Sungkar ditahan Laksusda Jateng, karena mensosialisasikan GOLPUT pada Pemilu saat itu. Sejak 10 November 1978 hingga 3 April 1982 (4 tahun), Abdullah Sungkar kembali mendekam di tahanan Laksusda Jateng, dengan tuduhan merongrong Pancasila dan pemerintahan yang sah, melalui dakwah-dakwahnya yang berani dan tegas. Bahkan Abdullah Sungkar pun dituduh hendak mendirikan Negara Islam melalui berbagai dakwahnya itu. Ketidak-ikutsertaan Abdullah Sungkar pada Pemilu 1977 bukan tanpa sebab. Beliau beralasan, "Tatkala ummat Islam Indonesia diperintah dan dikuasai oleh pemerintah Orde Baru, selama itu aspirasi politik Islam yang murni tak pernah tersalurkan lewat Parpol Islam yang bersih dan bebas dari segala tekanan. Ketika semua itu terjadi, keadilan dan kebenaran yang tumbuh di hati kecilku memberontak dan tidak membenarkan cara-cara yang ditempuh penguasa saat itu."Pendirian seperti itu memang sah-sah saja. Kalau sikapnya itu disampaikan saat ini, Insya Allah beliau tidak akan mendekam di dalam sel tahanan yang dingin. Rupanya reformasi yang disodorkan Abdullah Sungkar sangat prematur (menurut ukuran saat itu), yang menyebabkan beliau harus berhadapan dengan penguasa. Bagaimana visi Abdullah Sungkar tentang negara? Pada satu kesempatan beliau pernah menyatakan, "Cita-cita kenegaraan berdasarkan ajaran Islam yang murnimeurpakan suatu keharusan yang tak dapat dilengahkan oleh setiap Muslim yang konsekwen terhadap ajaran agamanya. Maka memperjuangkan cita-cita tersebut adalah kewajiban saya walau resiko apapun yang harus dipertaruhkan." Selanjutnya Abdullah Sungkar mengatakan: "Islam tidak mempersoalkan apakah pemerintahan suatu negara itu berbentuk Kerajaan atau Republik, yang penting pemerintahnya beriman kepada Allah, memegang amanah, jujur, menjunjung tinggi azas musyawarah, menegakkan fitrah kemanusiaan kemanusiaan dan beramal shaleh demi kesejahteraan ummat. Lahirnya Republik Madinah pimpinan Muhammad Rasulullah, diteruskan oleh para sahabat beliau, ternyata rakyatnya terdiri dari orang-orang Islam, Kristen, Yahudi. Tapi apa yang terjadi? Tidak ada penindasan terhadap agama non Islam. Begitulah hakekat kearifan Islam." Kini Ustadz Abdullah Sungkar sudah tiada. Beliau telah dimakamkan di Klaten pada hari Ahad, tanggal 24 Oktober 1999.( agus kusaeni)