Proklamasi RI dan NAS adalah Proklamasi Sekuler
Tanggapan untuk Pres Gus Dur dan rakyat Aceh. TEKS PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA DAN TEKS PROKLAMASI NEGARA ACEH SUMATRA Setelah merenungkan, memikirkan dan menghayati teks proklamasi Republik Indonesia yang dibacakan oleh Soekarno pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, yang berbunyi menurut teks aslinya, "PROKLAMASI. Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Atas nama Bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta. (Catatan, tahun yang tercantum dalam teks proklamasi tahun 05, singkatan dari tahun Jepang 2605 atau sama dengan tahun Masehi 1945). Kemudian setelah merenungkan, memikirkan dan menghayati teks deklarasi kemerdekaan Aceh Sumatra yang dibuat dan dibacakan oleh Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Dsember 1976. Dimana bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra yang saya kutif dari buku "The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro" (National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984) yang menyangkut " Declaration of Independence of Acheh Sumatra" (hal: 15-17) adalah, "To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of self-determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java....In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman, National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh, Sumatra, December 4, 1976". ("Kepada rakyat di seluruh dunia: Kami, rakyat Aceh, Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa....Atas nama rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra, 4 Desember 1976") (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984, hal : 15, 17). Maka lahirlah suatu pemikiran yang saya rumuskan dalam suatu bentuk pernyataan yaitu, KEDUA PROKLAMASI RI DAN NAS ADALAH PROKLAMASI NEGARA SEKULER Bunyi teks proklamasi RI yang didahului dengan kata "Proklamasi" dan diikuti dengan kata "Kami bangsa Indonesia" menunjukkan bahwa Negara Indonesia dimerdekakan bukan atas nama negara yang berdasarkan aqidah Islam dengan menghormati agama lain dan ukhuwah Islam, melainkan berdasarkan kesukuan, nasionalitas dan kebangsaan. Yang justru ditentang oleh Islam, karena kesukuan, kekabilahan, nasionalitas, kebangsaan tidak dibenarkan oleh Islam untuk dijadikan sebagai dasar dan asas perjuangan dalam membangun masyarakat muslim dan non muslim dalam suatu daulah, melainkan harus berdasarkan kepada aqidah dengan mengormati agama lain dan ukhuwah Islam. (Al Hujurat, 49: 13). Jadi, dengan mengatasnamakan bangsa, itu menunjukkan bahwa ikatan kesukuaan, nasionalitas, kekabilahan dan kebangsaan begitu kuat dan telah mengakar kedalam masyarakat Indonesia, sehingga lahirlah persatuan dan kemerdekaan RI yang tali pengikatnya adalah kebangsaan dan nasionalisme. Begitu juga dengan bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra, ternyata jauh dari apa yang diperintahkan Islam dan bahkan sudah jauh menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seluruh kaum muslimin. Dengan teks yang berbunyi "Kami, rakyat Aceh, Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa" Memang, untuk menentukan nasib sendiri adalah itu tugas bagi seluruh kaum muslimin untuk mampu berusaha dengan tujuan beribadah, bertaqwa dan mencari ridha Allah swt. Tetapi untuk "melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami", bisa menimbulkan bermacam penafsiran dan kesimpulan. Bisa ditafsirkan dengan melindungi sejarah istimewa Islam yang pernah ada di Aceh, atau bisa juga melindungi sejarah istimewa dari orang-orang Aceh yang tidak mempunyai usaha membangun aqidah Islam, menerapkan hukum Islam, pemerintahan Islam dan negara Islam. Karena itu, bunyi teks deklarasi Negara Aceh Sumatra itu memberikan pengertian yang kabur. Bisa ditafsirkan untuk membangun Daulah Islam atau membangun Daulah Sekuler. Selanjutnya bunyi, "bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa". Nah, disinilah ikatan kesukuan, nasionalitas, kebangsaan yang dipakai oleh Hasan Muhammad di Tiro dalam deklarasi negara Aceh Sumatra-nya untuk dijadikan sebagai alasan, dasar dan azas berdirinya Negara Aceh Sumatra. Dan inilah yang menurut saya proklamasi Negara Aceh Sumatra adalah proklamasi berdirinya negara Aceh Sumatra yang sekuler. PERANAN ULAMA SE-ACEH MENENTUKAN TERLAKSANANYA SYARIAH ISLAM, BUKAN MENENTUKAN BERJALANNYA NEGARA ACEH SUMATRA SEKULER Seperti yang yang telah diputuskan dalam Musyawarah Ulama Dayah se-Aceh tanggal 13-14 September 1999 di Komplek Makam Syiah Kuala Banda Aceh yaitu yang menyangkut, BIDANG FATWA HUKUM I. Hukum Intimidasi 1. Takhwif adalah sebagian dari (muharrabah) 2. Hukum intimidasi (takhwif) adalah haram, jika takhwif tersebut mengganggu keselamatan jiwa, kehormatan, harta bagi orang lain 3. Kepada pelakunya dikenakan penjara. II. Hukum Pembunuhan Hukum pembunuhan adalah haram (syiran dan alaniah) dan dikenakan (qishash) terhadap pelakunya. III. Hukum Penjarahan - Penjarahan adalah menguasai hak orang lain secara (udwanan) - Hukum penjarahan adalah haram baik milik pribadi ataupun milik umum - Wajib mengembalikan harta jarahan tersebut kepada pemiliknya - Kepada pelaku wajib diberikan hukuman oleh ulul amri sesuai kesalahannya. IV. Hukum Menjalankan Syariat Islam Ulul amri wajib mentanfitkan hukum syariat Islam dalam wilayah hukumnya. V. Hukum Pembakaran - Pembakaran yang membawa kerugian kepada pribadi atau umum adalah haram - Kepada pelakunya dikenakan sanksi hukuman/membayar kerugian akibat pembakaran tersebut. VI. Hukum Terhadap Pelanggaran HAM Hukumannya sama dengan yang lain yaitu jika melakukan pembunuhan dikenakan qishash dan jika mencuri dipotong tangan dan lain sebagainya. BIDANG REKOMENDASI DAN PERNYATAAN
1. Setelah mengamati dan memperhatikan aspirasi seluruh masyarakat Aceh yang berkembang dewasa ini dimana ada yang menghendaki otonomi dan ada yang menghendaki merdeka maka Musyawarah Ulama Dayah se- Aceh mendesak pemerintah pusat untuk segera melaksanakan Referendum/Jajak Pendapat di bawah pengawasan masyarakat internasional sesuai dengan permintaan mahasiswa/thaliban dan masyarakat Aceh lainnya.
2. Apabila pemerintah pusat tidak menanggapi suara rakyat Aceh dimaksud maka dikhawatirkan akan terjadi gejolak berkelanjutan yang jauh lebih besar dari gejolak yang terjadi saat ini.
3. Menyerukan kepada pihak-pihak yang bertikai agar dapat menciptakan suasana yang kondusif dan menghentikan segala bentuk kekerasan sehingga tercipta perasaan aman di kalangan masyarakat Aceh. ( http://www.indomedia.com/serambi/image/990916.htm ) JURUS POLITIK REFERENDUM-ACEH-NYA GUSDUR Gus Dur telah melangkahkan jurus politik referendum-Aceh-nya yang ditujukan ke seluruh dunia, ketika melangkahkan kakinya di Jepang (16 Nopember 1999) dengan dasar bunyi jurusnya: "referendum di Aceh kemungkinan akan dilaksanakan pada tujuh bulan mendatang. Mengenai referendum di Aceh, suatu keputusan untuk kerangka kerja bagi referendum itu akan tergantung kepada masyarakat sendiri''.( http://www.suarapembaruan.com/News/1999/11/161199/Utama/ut01/ut01.html ) Ternyata jurus politik-referendum-Aceh-nya Gus Dur dilangkahkan setelah ada jaminan dari Clinton tiga hari sebelumnya (12 Nopember 1999), ketika Gus Dur sambil berobat mata bertemu Clinton secara informal di Gedung Putih yaitu, seperti yang dikutif Alwi Shihab, "Kami ingin menandaskan, Aceh adalah bagian dari Indonesia dan kami akan ikut berupaya agar penyelesaian Aceh dapat berjalan dengan baik dan tetap bagian integral Indonesia. Kalau ada yang beranggapan AS memberi angin kepada gerakan separatis maka hal itu tidak benar" kata Clinton.( http://www.waspada.com/111699/headline/headlin2.htm ). Jadi, keberanian Gus Dur mengajukan kartu taruhan politik-referendum-Aceh-nya adalah karena,
1. Yakin benar akan jaminan Clinton yang tidak akan tergiur kepada minyak Aceh dan akan ikut menyelesaikan krisis Aceh tetapi tidak memberikan angin kepada rakyat Aceh yang daerahnya kaya minyak.
2. Juga kepercayaan Gus Dur kepada sebagian orang-orang Aceh yang tidak mau memisahkan diri.
3. Ditambah jaminan dari beberapa Pemerintah negara di Asia diantaranya Pemerintah Kamboja peduli sekali soal Aceh. Bagi Kamboja apakah Aceh akan bersatu dengan Indonesia atau tidak. Mereka paling peduli agar Indonesia bisa bersatu" (http://www.waspada.com/110999/headline/headline.htm).
4. Adanya jaminan dari pengusaha-pengusaha Cina yang sekarang ada di Singapura untuk menanamkan modalnya kembali di Indonesia, termasuk Senior Minister Lee Kuan Yew yang mengatakan kepada Gus Dur pada hari pertama kunjungan Gus Dur ke nagara-negara Asia bahwa Singapora akan siap membantu ekonomi Indonesia dengan perperan sebagai seorang katalisator yang mengharapkan para penanam modal multinasional dan sumber-sumber dana lainnya untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia. (http://www.afp.com/ext/english/nst/indonesia/991105033514.0m5dsh08.html ). Nah sekarang, selama tidak atau belum ada negara luar yang ikut campur langsung dan mendukung gerakan Aceh sekarang ini, maka Gus Dur dengan bebasnya mengatakan apa yang bisa menenangkan rakyat Aceh, misalnya seperti janji memberikan referendum dalam jangka 7 bulan. Padahal, pelaksanaannya belum tentu. Entah, setelah tujuh bulan diundur lagi, karena itu tergantung dari situasi politik dan desakan rakyat Aceh. Selama situasi politik Aceh masih bisa dikendalikan tanpa langsung melibatkan kekuatan militer, dan selama belum ada pihak negara asing, terutama Amerika, yang terlibat langsung memihak Aceh, maka selama itu krisis Aceh masih bisa ditangani dengan jurus politik referendum-Aceh-Ciganjur-nya Gus Dur. Inilah sedikit tanggapan untuk Pres Gus Dur dan rakyat Aceh. (Ahmad Sudirman)