Calvinisme yang difitnah :
Kontroversi Calvinisme & Armenianismeoleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
II) John Calvin.
Catatan:
Pelajaran tentang sejarah Calvin ini banyak yang saya ambil dari buku seja-rah karangan Philip Schaff yang berjudul ‘History of the Christian Church’, vol VIII. Perlu diketahui bahwa Philip Schaff bukanlah seorang Calvinist! Ini terlihat dari komentarnya tentang pertentangan Calvinisme dengan Arminian-isme, yang berbunyi sebagai berikut:
"Calvinism emphasizes divine sovereignty and free grace; Arminianism emphasizes human responsibility. The one restricts the saving grace to the elect: the other extends it to all men on the condition of faith. Both are right in what they assert; both are wrong in what they deny. ... The Bible gives us a theology which is more human than Calvinism, and more divine than Arminianism, and more Christian than either of them" (= Calvinisme menekankan kedaulatan ilahi dan kasih karunia yang cuma-cuma; Arminianisme menekankan tanggung jawab manu-sia. Yang satu membatasi kasih karunia yang menyelamatkan kepada orang pilihan: yang lain memperluasnya kepada semua manusia dengan syarat iman. Keduanya benar dalam apa yang mereka tegaskan; keduanya salah dalam apa yang mereka sangkal. ... Alkitab memberi kita suatu theologia yang lebih manusiawi dari pada Calvinisme, dan lebih ilahi dari pada Arminianisme, dan lebih kristiani dari yang manapun dari mereka) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 816.
A) Kelahiran, masa muda, dan pendidikan Calvin.
Calvin dilahirkan pada tanggal 10 Juli tahun 1509, di kota Noyon, kira-kira 58 mil di sebelah Timur Laut Paris, Perancis.
Pada bulan Agustus 1523, pada usia 14 tahun, ia masuk the College de la Marche, dimana ia belajar bahasa dan rhetoric dari seorang guru yang terkenal yang bernama Marthurin Cordier (Cordatus). Dari orang ini Calvin belajar untuk berpikir dan menulis dalam bahasa Latin - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 302.
Setelah itu Calvin pindah ke College de Montague, dimana ia belajar filsafat dan theologia. Ia menerima gelar Master dalam theologia pada usia 18 tahun.
Komentar Philip Schaff tentang kehidupan Calvin pada saat ini:
"Calvin showed during this early period already the prominent traits of his character: he was conscientious, studious, silent, retired, animated by a strict sense of duty, and exceedingly religious" [= pada masa mudanya Calvin sudah menunjukkan ciri pembawaan yang menonjol: ia adalah orang yang teliti, rajin, pendiam, penyendiri, sangat bertanggung jawab, dan sangat religius] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 302.
Setelah itu, atas dorongan ayahnya, ia belajar hukum di Universitas Orleans, dimana ia bertemu dengan seorang guru Jerman yang ber-simpati kepada Martin Luther. Orang ini mendorong Calvin untuk belajar literatur Yunani. Setelah ayahnya mati pada tahun 1531, ia tetap me-neruskan sekolah hukumnya, dan ia mendapat gelar doktor dalam bidang hukum pada tahun 1532 (pada usia 23 tahun). Ia kembali ke Perancis, dan lalu belajar literatur, khususnya Ibrani dan Yunani.
Philip Schaff:
"By his excessive industry he stored his memory with valuable information, but undermined his health, and became a victim to headache, dyspepsia, and insomnia, of which he suffered more or less during his subsequent life" (= Oleh kerajinannya yang berlebih-lebihan ia mengisi ingatannya dengan informasi berharga, tetapi merusak kesehatannya, dan menjadi korban dari sakit kepala, pencernaan yang terganggu, dan insomnia / sulit tidur, yang dideritanya sedikit atau banyak dalam sepanjang hidupnya setelah ini) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 304.
Sesuatu yang juga perlu diketahui tentang Calvin ialah bahwa ia bukan hanya seorang yang rajin belajar tetapi ia juga adalah orang yang mempunyai ingatan yang luar biasa.
Dr. W. F. Dankbaar berkata tentang Calvin sebagai berikut:
"Keras sekali ia bekerja, ia belajar sehari suntuk dan setengah malam terus-menerus. Pagi-pagi sudah bangun lagi dan diulangilah apa yang dipela-jarinya sehari lampau. Tetapi itupun akan melekat dan diketahuilah buat selamanya. Calvin mempunyai ingatan yang tiada bandingnya. Pada tahun-tahun yang berikut, sewaktu perdebatan-perdebatan, kawan dan lawan akan kagum melihat, betapa mudah ia mengutip bapa-bapa gerejani dari luar kepala. Tidak pernah ia berkhotbah atau memberi kuliah dari persiapan tertulis, cukuplah ayat Alkitab itu saja di hadapannya. Memang selalu ia mempersiapkan diri dengan amat baiknya lebih dahulu dan seterusnya yakinlah ia, bahwa ingatannya tidak akan meleset sejenakpun" - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 11-12.
Dr. W. F. Dankbaar juga menceritakan suatu peristiwa yang terjadi pada waktu Calvin baru mulai pelayanan di Geneva untuk pertama kalinya. Dalam suatu pertemuan, ada orang Jesuit yang menyerang orang Protestan dengan mengatakan bahwa ajaran Protestan itu tidak sesuai dengan ajaran bapa-bapa gereja. Dr. W. F. Dankbaar lalu berkata:
"Calvinpun tiba-tiba berdiri. Ia menerangkan, bahwa orang yang tidak cukup mengenal bapa-bapa gerejani, lebih baik jangan menyebut-nyebutnya. ... Mulailah ia menunjukkan kutipan-kutipan dari bapa-bapa gerejani, begitu saja dari luar kepala, yang membuktikan kebenaran dari apa yang dipelajari oleh pengikut-pengikut reformasi. Sebagian dari khotbah Chrysostomus, ‘yang ke sebelas, kira-kira di tengah’; kutipan dari Agustinus, ‘dari surat ke 23, menjelang penghabisannya’; dari risalah karangan bapa gerejani itu juga, ‘yang ke delapan atau ke sembilan kalau tidak salah’. Dan begitulah terus: Calvin menunjuk bab demi bab dan semuanya dari luar kepala. Para hadirin tercengang-cengang, belum pernah mereka dengar serupa itu. Semua orang kagum dan terpesona oleh uraian itu" - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 43.
B) Pertobatan Calvin.
Tidak banyak yang diketahui tentang pertobatan Calvin.
Philip Schaff mengatakan beberapa hal sehubungan dengan pertobatan Calvin di bawah ini:
Setelah pertobatannya Calvin tidak langsung meninggalkan / memusuhi gereja Roma Katolik.
Philip Schaff:
C) Penulisan buku ‘Institutes of the Christian Religion’.
Pada tahun 1534 ada penganiayaan terhadap orang kristen di Paris. Ini disebabkan karena adanya seorang Kristen yang kelewat semangat yang bernama Feret, yang menempelkan traktat anti Katolik / Paus di seluruh Paris, bahkan di pintu kamar kerajaan di Fontaineblue, dimana raja ting-gal, pada malam 18 Oktober 1534 - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 319.
Ini membuat raja menjadi marah dan menangkapi orang-orang yang dicu-rigai. Orang-orang kristen bukan hanya ditangkapi tetapi juga dianiaya, dan bahkan disiksa sampai mati.
"All moderate Protestants deplored this untimely outburst of radicalism. It retarded and almost ruined the prospects of the Reformation in France. The best cause may be undone by being overdone" (= Semua orang Protestan yang lunak menyesalkan ledakan radikalisme yang tidak pada waktunya itu. Hal itu memperlambat dan hampir menghancurkan harapan dari Reformasi di Perancis. Gerakan yang terbaik bisa dirusak dengan cara dilakukan secara berlebihan) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 320.
"This persecution was the immediate occasion of Calvin’s Institutes, and the forerunner of a series of persecutions which culminated under the reign of Louis XIV, and have made the Reformed Church of France a Church of martyrs" (= Penganiayaan ini adalah alasan langsung dari Calvin’s Institutes, dan merupakan pendahulu dari suatu seri penganiayaan yang mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Louis XIV, dan menjadikan Gereja Reformed di Perancis sebagai Gereja martir) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 322.
Catatan: Apakah penganiayaan di Paris ini memang merupakan alasan langsung yang menyebabkan Calvin menulis buku itu, agak perlu diragukan. Sebab pada bagian awal dari Kata Pengantar dalam buku itu, Calvin berkata kepada raja bahwa pada mulanya ia menulis buku itu bukan untuk ditujukan kepada raja. Tetapi adanya penganiayaan di Paris itu menyebabkan ia akhirnya mempersembahkan buku ini kepada raja.
"The Institutio was dedicated to King Francis I of France (1494-1547), who at that time cruelly persecuted his Protestant subjects. ... Calvin appealed to the French monarch in defence of his Protestant countrymen, then a small sect, as much despised, calumniated, and persecuted, and as moral and innocent as the Christians in the old Roman empire, with a manly dignity, frankness, and pathos never surpassed before or since" [= Institutes dipersembahkan kepada Raja Francis I dari Perancis (1494-1547), yang pada waktu itu menganiaya warganegara Protestannya dengan kejam. ... Calvin memohon / naik banding kepada raja Perancis dalam pembelaannya terhadap orang-orang Protestan sebangsanya, yang pada waktu itu adalah suatu sekte yang kecil, yang sama dihina, difitnah, dan dianiayanya, dan sama bermoral dan tak bersalahnya seperti orang-orang Kristen pada kekaisaran Romawi kuno, dengan kewibawaan yang berani, kejujuran, dan rasa sedih yang tak pernah dilampaui sebelumnya atau sesudahnya] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 332.
Kata pengantar yang ditujukan kepada raja Perancis itu bagian terakhir-nya berbunyi sebagai berikut:
"... for though you are now averse and alienated from us, and even inflamed against us, we despair not of regaining your favor, if you will only once read with calmness and composure this our confession, which we intend as our defence before your Majesty. But, on the contrary, if your ears are so preoccupied with the whispers of the malevolent, as to leave no opportunity for the accused to speak for themselves, and if those outrageous furies, with your connivance, continue to persecute with imprisonments, scourges, tortures, confiscations, and flames, we shall indeed, like sheep destined to the slaughter, be reduced to the greatest extremities. Yet shall we in patience possess our souls, and wait for the mighty hand of the Lord, which undoubtedly will in time appear, and show itself armed for the deliverance of the poor from their affliction, and for the punishment of their despisers, who now exult in such perfect security" (= ... karena sekalipun engkau sekarang menolak / menentang kami dan jauh dari kami, dan bahkan marah terhadap kami, kami tidak putus asa untuk mendapatkan kembali perkenanmu, asal saja engkau mau membaca satu kali dengan ketenangan dan kesabaran penga-kuan kami ini, yang kami maksudkan sebagai pembelaan kami terhadap yang Mulia. Tetapi, sebaliknya, kalau telingamu begitu dipenuhi dengan bisikan-bisikan dari orang-orang pendengki, sehingga tidak memberi kesempatan kepada orang-orang yang dituduh untuk berbicara bagi diri mereka sendiri, dan jika kemurkaan yang melampaui batas itu, dengan kerja samamu secara diam-diam, terus menganiaya dengan pemenjaraan, pencambukan / penyesahan, penyiksaan, penyitaan, dan nyala api, kami memang akan seperti domba yang ditetapkan untuk dibantai, dikurangi / dimusnahkan sampai tingkat terendah. Tetapi kami akan hidup dengan sabar, dan menunggu tangan yang kuat / hebat dari Tuhan, yang tanpa diragukan akan muncul pada saatnya, dan menunjukkan dirinya dengan bersenjata untuk pembebasan orang-orang miskin dari penderitaannya, dan untuk penghukuman para penghinanya, yang sekarang bersukaria dalam keamanan yang begitu sempurna) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 334.
Calvin menyelesaikan buku ‘Institutes of the Christian Religion’ ini pada tahun 1536 pada waktu Calvin baru berusia 26-27 tahun! - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 328.
Buku ini direvisi berulang-ulang oleh Calvin. Edisi pertama hanya 6 bab, edisi kedua 17 bab, edisi ketiga 21 bab, dalam dalam edisi keempat / terakhir (tahun 1559), buku ini berkembang menjadi 4-5 x lipat dari semula, dibagi menjadi 4 buku, dan setiap buku dibagi dalam bab-bab, dan setiap bab dibagi dalam bagian-bagian - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 334.
Beberapa minggu setelah buku ini diterbitkan, Bucer menulis surat kepada Calvin: "It is evident that the Lord has elected you as his organ for the bestowment of the richest fulness of blessing to his Church" (= Adalah jelas bahwa Tuhan telah memilih engkau sebagai alatNya untuk memberikan kepenuhan berkat yang terkaya kepada GerejaNya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 329.
Dan Dr. Hase menyebut buku itu sebagai:
"the grandest scientific justification of Augustinianism, full of religious depth with inexorable consistency of thought" (= Pembenaran ilmiah yang paling agung / hebat dari Augustinianism, penuh dengan hal-hal rohani yang mendalam dengan kekonsistenan pemikiran yang tidak dapat ditawar) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 329-330.
D) Calvin sebagai tokoh Reformasi di Geneva (Jenewa).
Bulan Juli 1536, Calvin tiba di Geneva.
"He intended to stop only a night, as he says, but Providence had decreed otherwise. It was the decisive hour of his life which turned the quiet scholar into an active reformer" (= Seperti katanya, ia bermaksud untuk berhenti hanya untuk satu malam, tetapi Providence telah menetapkan sebaliknya. Itu merupakan saat yang menentukan dari hidupnya yang mengubah pelajar pendiam itu menjadi tokoh reformasi yang aktif) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 347.
Di Geneva ini Calvin bertemu dengan William Farel. Sebelum melan-jutkan cerita tentang Calvin, ada baiknya kita mempelajari sedikit tentang Farel ini.
William Farel:
Farel menjawab:
"I have been baptized in the name of the Father, the Son, and the Holy Ghost, and am not a devil. I go about preaching Christ, who died for our sins and rose for our justification. Whoever believes in him will be saved; unbelievers will be lost. I am sent by God as a messenger of Christ, and am bound to preach him to all who will hear me. I am ready to dispute with you, and to give an account of my faith and ministry. Elijah said to King Ahab, ‘It is thou, and not I, who disturbest Israel’. So I say, it is you and yours, who trouble the world by your traditions, your human inventions, and your dissolute lives" (= Aku dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan aku bukan setan. Aku berkeliling untuk mengkhot-bahkan Kristus, yang mati untuk dosa-dosa kita dan bangkit untuk pembenaran kita. Barangsiapa percaya kepadaNya akan diselamatkan; orang tidak percaya akan terhilang. Aku diutus oleh Allah sebagai utusan Kristus, dan harus mengkhotbahkan Dia kepada semua yang mau men-dengarku. Aku siap untuk berdebat dengan engkau, dan mempertang-gungjawabkan iman dan pelayananku. Elia berkata kepada raja Ahab, ‘Adalah kamu, dan bukan aku, yang mengganggu Israel’. Jadi aku berkata, adalah kamu dan milikmu, yang menyusahkan dunia dengan tradisimu, penemuan-penemuan manusiamu, dan hidupmu yang tidak dikekang).
Para pastor tidak berkeinginan berdebat dengan Farel, karena tahu bahwa mereka akan kalah. Tetapi seorang berkata: "He has blasphemed; we need no further evidence; he deserves to die" (= Ia telah menghujat; kita tidak membutuhkan lebih banyak bukti; ia layak mati).
Farel menjawab: "Speak the words of God, and not of Caiaphas" (= Ucap-kanlah firman / kata-kata Allah, dan bukan kata-kata Kayafas).
Ini menyebabkan ia dipukuli dan bahkan ditembak - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 243-244..
Dalam pertemuan Calvin dengan Farel, secara naluri Farel merasakan bahwa Calvin memang disediakan Allah untuk meneruskan dan menyela-matkan reformasi di Geneva.
Mula-mula Calvin menolak permintaan Farel untuk menetap di Geneva, dengan alasan bahwa ia masih muda, ia masih perlu belajar, dan juga rasa takut dan malunya yang alamiah yang menyebabkan ia tidak cocok untuk melayani banyak orang. Tetapi semua alasan ini sia-sia. Philip Schaff mengatakan:
"Farel, ‘who burned of a marvelous zeal to advance the Gospel,’ threatened him with the curse of Almighty God if he preferred his studies to the work of the Lord, and of his own interest to the cause of Christ. Calvin was terrified and shaken by these words of the fearless evangelist, and felt ‘as if God from on high had stretched out his hand’. He submitted, and accepted the call to the ministry, as teacher and pastor of the evangelical Church of Geneva" (= Farel, ‘yang berapi-api dengan semangat yang mengagumkan terhadap kemajuan Injil,’ mengancamnya dengan kutuk dari Allah yang mahakuasa kalau ia mengutamakan pelajarannya lebih dari pekerjaan Tuhan dan kesenang-annya sendiri lebih dari aktivitas / gerakan Kristus. Calvin sangat ketakutan dan gemetar karena kata-kata dari penginjil yang tak kenal takut ini, dan merasa ‘seakan-akan Allah dari atas mengulurkan tanganNya’. Ia tunduk / menyerah, dan menerima panggilan pelayanan, sebagai guru dan pendeta dari gereja injili di Geneva) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 348.
Dr. W. F. Dankbaar menceritakan hal ini sebagai berikut:
"Calvin menampik dan berkata, bahwa bukan itu rencananya. Ia ingin belajar lebih banyak lagi dan ia mau menulis. Untuk pekerjaan praktis, ia merasa diri tidak sanggup. Lebih dulu ia harus memperdalam ilmunya. Yang perlu baginya ialah: ketenangan hidup dan pikiran. Lalu ia meminta: ‘Kasihanilah saya dan biarkanlah saya mengabdikan diri saya kepada Tuhan dengan cara lain’. Tiba-tiba meloncatlah Farel. Dibekuknya bahu Calvin lalu berteriak dengan suara yang gemuruh: ‘Hanya ketenanganmu yang saudara pentingkan? Kalau begitu, saya atas nama Allah yang Mahakuasa menyatakan di sini: kehendakmu untuk belajar adalah alasan yang dibuat-buat. Jika saudara menolak menyerahkan diri saudara untuk bekerja dengan kami - Allah akan mengutuk saudara, sebab saudara mencari diri sendiri, bukan mencari Kristus!’. Calvin gemetar. Ini bukan Farel lagi yang bicara, ini adalah suara Tuhan. ‘Saya merasa disergap, tidak hanya karena permintaan dan nasehat, melainkan karena dalam kata-kata Farel yang sangat mengancam itu seolah-olah Allah dari surga meletakkan tanganNya dengan paksa di atasku’. Terlalu besar kuasa itu rasanya, lalu iapun menyerah" - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 41-42.
Dalam pelayanan Calvin di Geneva itu, mula-mula pelayanan Calvin diterima dengan baik. Tetapi melihat kehidupan moral orang Geneva yang jelek, maka Calvin menulis ‘a popular Catechism’, dan Farel, dengan bantuan Calvin, menulis ‘a Confession of Faith and Discipline’. Buku yang kedua ini mencakup pentingnya pendisiplinan dan pengucilan / siasat gerejani. Kedua buku ini diterima oleh sidang gereja Geneva pada bulan November 1536.
Sekalipun mula-mula orang-orang Geneva menerima dan tunduk pada kedua buku itu, tetapi karena disiplin itu mereka anggap terlalu keras, akhirnya mereka menentangnya. Ini menyebabkan Calvin dan Farel diusir dari Geneva pada tahun 1538.
Sepeninggal Calvin dan Farel, Geneva justru menjadi kacau balau, se-hingga akhirnya Geneva memanggil Calvin, yang pada waktu itu menetap di Strassburg, untuk kembali. Pada mulanya, selain Strassburg tidak ingin kehilangan Calvin, Calvin sendiri sama sekali tidak ingin kembali.
"‘There is no place in the world,’ he wrote to Viret, ‘which I fear more; not because I hate it, but because I feel unequal to the difficulties which await me there’. He called it an abyss from which he shrank back much more now than he had done in 1536" (= ‘Tidak ada tempat di dunia,’ ia menulis kepada Viret, ‘yang lebih aku takuti; bukan karena aku membencinya, tetapi karena aku merasa tidak memadai terhadap kesukaran-kesukaran yang menung-guku di sana’. Ia menyebutnya sebagai jurang yang sekarang lebih ia takuti / jauhi dari pada yang ia lakukan pada tahun 1536) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Tetapi Philip Schaff juga menambahkan:
"At the same time, he was determined to obey the will of God as soon as it would be made clear to him by unmistakable indications of Providence. ‘When I remember,’ he wrote to Farel, ‘that in this matter I am not my own master, I present my heart as a sacrifice and offer it up to the Lord’" (= Pada saat yang sama, ia memutuskan untuk mentaati kehendak Allah begitu hal itu menjadi jelas baginya oleh petunjuk yang tak bisa salah dari Providence. ‘Pada saat aku ingat,’ ia menulis kepada Farel, ‘bahwa dalam persoalan ini aku bukanlah tuan dari diriku sendiri, aku memberikan hatiku sebagai suatu korban dan mempersembahkannya kepada Tuhan) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Farel juga mendesak Calvin untuk mau kembali ke Geneva.
"Farel’s aid was also solicited. With incomparable self-denial he pardoned the ingratitude of the Genevese in not recalling him, and made every exertion to secure the return of his younger friend, whom he had first compelled by moral force to stop at Geneva. He bombarded him with letters. He even travelled from Neuchatel to Strassburg, and spent two days there, pressing him in person and trying to persuade him, ..." (= Bantuan Farel juga diminta. Dengan penyang-kalan diri yang tidak ada bandingannya ia mengampuni rasa tak tahu berte-rima kasih dari orang-orang Geneva yang tidak memanggilnya kembali, dan membuat setiap usaha untuk mengembalikan temannya yang lebih muda, yang mula-mula ia paksa untuk berhenti di Geneva. Ia membombardir Calvin dengan surat. Ia bahkan melakukan perjalanan dari Neuchatel ke Strassburg, dan melewatkan dua hari di sana, menekannya secara pribadi dan mencoba untuk membujuknya, ...) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 431.
"Farel continued to thunder, and reproached the Strassburgers for keeping Calvin back. He was indignant at Calvin’s delay. ‘Will you wait,’ he wrote him, ‘till the stones call thee?’" (= Farel terus mengguntur, dan mencela orang-orang Strassburg karena menahan Calvin. Ia jengkel karena penundaan Calvin. ‘Apakah kamu kamu menunggu,’ tulisnya kepada Calvin, ‘sampai batu-batu memanggilmu?’) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Akhirnya, pada tanggal 13 September 1541, Calvin kembali ke Geneva, dan pada tanggal 16 September 1541, ia menulis surat kepada Farel:
"Thy wish is granted, I am held fast here. May God give his blessing" (= Keinginanmu dikabulkan, sekarang aku terikat di sini. Kiranya Allah memberikan berkatNya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.
Philip Schaff berkata:
"Never was a man more loudly called by government and people, never did a man more reluctantly accept the call, never did a man more faithfully and effectively fulfil the duties of the call than John Calvin when, in obedience to the voive of God, he settled a second time at Geneva to live and to die at this post of duty" (= Tidak pernah ada orang yang dipanggil lebih keras oleh pemerintah dan masyarakat, tidak pernah ada orang yang menerima panggilan dengan begitu segan, tidak pernah ada orang yang memenuhi tugas panggilan dengan lebih setia dan effektif dari pada John Calvin, pada waktu, dalam ketaatan pada suara Allah, ia tinggal / menetap untuk kedua-kalinya di Geneva untuk hidup dan mati di tempat tugasnya ini) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.
Tentang Calvin sebagai seorang Reformator, Philip Schaff berkata:
E) Karya tulis Calvin.
"The literary activity of Calvin, whether we look at the number or at the importance of works, is not surpassed by any ecclesiastical writer, ancient or modern, and excites double astonishment when we take into consideration the shortness of his life, the frailty of his health, and the multiplicity of his other labors as a teacher, preacher, church ruler, and correspondent" (= Aktivitas menulis dari Calvin, apakah kita melihat pada jumlahnya ataupun penting-nya, tidak dilampaui oleh penulis gereja yang manapun, baik yang kuno maupun yang modern, dan lebih menimbulkan keheranan kalau kita meng-ingat akan pendeknya hidupnya, kelemahan kesehatannya, dan banyaknya pekerjaannya sebagai guru, pengkhotbah, pemimpin gereja, dan dalam surat-menyurat) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 267.
Karya tulis Calvin antara lain:
1) Pembahasan Kitab Suci secara exegesis.
Ia menulis penafsiran secara exegesis dari:
Selain itu, juga ada khotbah-khotbah tentang 1 Samuel dan Ayub.
Philip Schaff berkata:
"Calvin was an exegetical genius of the first order. His commentaries are unsurpassed for originality, depth, perspicuity, soundness, and permanent value. ... If Luther was the king of translators, Calvin was the king of commentators" [= Calvin adalah seorang jenius kelas satu dalam hal exegesis. Buku tafsirannya tidak bisa dilampaui dalam hal keorisinilan, kedalaman, kejelasan, kesehatan (maksudnya ajarannya sehat), dan nilai yang menetap. ... Jika Luther adalah raja penterjemah, Calvin adalah raja penafsir] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 524.
2) Tulisan doktrinal.
3) Yang bersifat Polemic dan Apologetics.
a) Menentang Gereja Roma Katolik.
Philip Schaff berkata:
"Roman Catholics feared Calvin as their most dangerous enemy" (= Roma Katolik takut kepada Calvin sebagai musuh mereka yang pa-ling berbahaya) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 267.
b) Menentang Anabaptists.
c) Menentang Libertines.
Ini orang-orang yang hidup bebas, karena mereka membuang semua hukum yang mengekang mereka.
d) Menentang Anti-Trinitarian.
Ini menjawab ajaran sesat yang dikeluarkan oleh Servetus.
e) Pembelaan terhadap doktrin Predestination.
Ini menjawab ajaran sesat yang dikeluarkan oleh Bolsec dan Castellio.
Philip Schaff menyebutkan Bolsec dan Audin sebagai 2 pemfitnah Calvin. Bolsec bahkan menulis buku tentang kehidupan Calvin yang memfitnah Calvin habis-habisan (‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 271, 302-303).
f) Pembelaan terhadap doktrin Perjamuan Kudus.
Ini menjawab serangan dari seorang Lutheran yang fanatik yang bernama Joachim Westphal.
Calvin tidak bisa diam melihat adanya ajaran sesat atau serangan yang ditujukan kepada ajaran yang benar. Karena itu dalam hidupnya ia banyak melakukan serangan terhadap ajaran-ajaran sesat dan pembelaan terhadap ajaran yang benar. Tentang hal ini ia berkata:
"‘Even a dog barks,’ he wrote to the queen of Navarre, ‘when his master is attacked; how could I be silent when the honor of my Lord is assailed?’" (= ‘Bahkan seekor anjing menggonggong,’ tulisnya kepada ratu Navarre, ‘jika tuannya diserang; bagaimana aku bisa diam pada saat kehormatan Tuhanku diserang?’) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 594.
Mungkin sikap ini yang menyebabkan ia dicintai oleh banyak orang dan sekaligus juga dibenci oleh banyak orang.
Philip Schaff berkata:
"No name in church history - not even Hildebrand’s or Luther’s or Loyola’s - has been so much loved and hated, admired and abhorred, praised and blamed, blessed and cursed, as that of John Calvin" (= Tidak ada nama dalam sejarah gereja - bahkan tidak nama Hildebrand atau Luther atau Loyola - yang begitu dicintai dan dibenci, dikagumi dan dianggap menjijikkan, dipuji dan disalahkan, diberkati dan dikutuk, seperti nama John Calvin) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 270.
Catatan: Hildebrand adalah nama salah seorang Paus, dan Loyola adalah pendiri dari golongan Jesuit, suatu Ordo dalam Roma Katolik.
4) Surat-surat:
Ini bukan main banyaknya, mencapai 10 volume.
5) Dan lain-lain.
Catatan: Tetang karya tulis Calvin yang lebih lengkap bisa saudara lihat dalam buku Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 268-270.
Kalau pada jaman sekarang karya tulis Calvin luar biasa larisnya, maka tidaklah demikian pada waktu Calvin menulis bukunya yang pertama, yang membahas buku yang berjudul ‘De Clementia’.
Dr. W. F. Dankbaar berkata:
"Pengalaman Calvin dengan buah karyanya pertama, serupa dengan apa yang dialami oleh kebanyakan penulis karya ilmiah lainnya; buku itu ternyata tidak laris lakunya. Ia sendiri mencetakkannya atas biaya sendiri dan kemudian dengan susah payah harus menjualnya di sana-sini. Rasa harga-dirinya menjadi tersintuh benar-benar karenanya" - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 17.
F) Theologia Calvin.
Theologia Calvin mengikuti theologia Agustinus.
Philip Schaff berkata:
"As to the doctrines of the fall, of total depravity, the slavery of the human will, the sovereignty of saving grace, the bishop of Hippo and the pastor of Geneva are essentialy agreed; the former has the merit of priority and originality; the latter is clearer, stronger, more logical and rigorous, and far superior as an exegete" (= Mengenai doktrin-doktrin tentang kejatuhan ke dalam dosa, tentang kebejadan total, perbudakan kehendak manusia, kedaulatan dari kasih karunia yang menyelamatkan, sang uskup Hippo dan sang pendeta Geneva pada dasarnya setuju / cocok; yang pertama mempunyai keunggulan dalam hal ada lebih dulu dan keorisinilan; yang terakhir lebih jelas, lebih kuat, lebih logis dan lebih keras, dan jauh lebih baik sebagai seorang pengexegesis ) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 267.
G) Kesalehan Calvin.
"The better he is known, the more he is admired and esteemed. Those who judge of his character from his conduct in the case of Servetus, and of his theology from the ‘decretum horribile’, see the spots on the sun, but not the sun itself. Taking into account all his failings, he must be reckoned as one of the greatest and best men whom God raised up in the history of Christianity" (= Makin baik ia dikenal, makin ia dikagumi dan dihargai. Mereka yang menghakimi / menilai karakternya dari tindakannya dalam kasus Servetus, dan theologianya dari ‘ketetapan yang mengerikan’, melihat bercak pada matahari, bukan matahari itu sendiri. Mengingat akan semua kelemahan-kelemahannya, ia harus dianggap sebagai salah satu orang terbesar dan terbaik yang Allah bangkitkan dalam sejarah kekristenan) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 834.
Theodore Beza (1519-1605):
"I have been a witness of Calvin’s life for sixteen years, and I think I am fully entitled to say that in this man there was exhibited to all a most beautiful example of the life and death of the Christian, which it will be as easy to calumniate as it will be difficult to emulate" (= Saya telah menjadi saksi kehidupan Calvin selama 16 tahun, dan saya pikir saya berhak untuk ber-kata bahwa dalam diri orang ini ditunjukkan kepada semua orang suatu teladan yang paling indah dari kehidupan dan kematian orang kristen, yang mudah difitnah tetapi sukar disamai atau dilebihi) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 272.
"His moral and religious character was grounded in the fear of God, which is ‘the beginning of wisdom’. Severe against others, he was most severe against himself" (= Karakter religius dan moral didasarkan pada takut akan Allah, yang adalah ‘pemulaan hikmat’. Ia keras terhadap orang-orang lain, tetapi ia paling keras terhadap dirinya sendiri) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 837.
"His constant and sole aim was the glory of God, and the reformation of the Church. In his eyes, God alone was great, man but a fleeting shadow. Man, he said, must be nothing, that God in Christ may be everything" (= Tujuannya yang tetap dan satu-satunya, adalah kemuliaan Allah, dan reformasi gereja. Dalam pandangannya, hanya Allahlah yang besar, manusia hanyalah bayangan yang berlalu. Manusia, katanya, haruslah menjadi nol, supaya Allah dalam Kristus bisa menjadi segala sesuatu) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 837.
"Riches and honors had no charms for him. He soared far above filthy lucre and worldly ambition. His only ambition was that pure and holy ambition to serve God to the best of his ability" (= Kekayaan dan kehormatan tidak mem-punyai daya tarik baginya. Ia membubung tinggi di atas uang yang kotor dan ambisi duniawi. Satu-satunya ambisinya adalah ambisi yang suci dan murni untuk melayani Allah dengan sebaik-baiknya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 838.
Philip Schaff berkata:
"When Pope Pius IV heard of his death he paid him this tribute: ‘The strength of that heretic consisted in this, - that money never had the slightest charm for him. If I had such servants, my dominions would extend from sea to sea’" (= Ketika Paus Pius IV mendengar tentang kematiannya ia memberikan peng-hormatan ini: ‘Kekuatan dari orang sesat ini adalah hal ini, - bahwa uang tidak pernah mempunyai daya tarik yang paling kecil sekalipun untuknya. Jika saya mempunyai pelayan-pelayan seperti itu, daerah kekuasaanku akan meluas dari laut ke laut) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 839.
Satu hal lain yang juga menunjukkan kesalehan Calvin adalah pada waktu ia kembali ke Geneva untuk keduakalinya.
Dr. W. F. Dankbaar menceritakan sebagai berikut:
"... ketika Calvin berkhotbah pertama kali di gereja Saint Pierre. Banyak sekali hadirin berkumpul dan amat banyak pendengar-pendengar meng-harap-harap khotbah yang sengaja akan melemparkan kata-kata keras kepada lawan. Tetapi mengherankan bagi semua hadirin, tidak ada terjadi yang demikian. Reformator membuka bagian Alkitab, dimana ia beberapa tahun yang lalu terpaksa berhenti. Dan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, seperti biasa saja, ia menguraikan dan menerangkan bagian Alkitab itu dalam khotbahnya. Ini sungguh menunjukkan budi yang tinggi. ... Banyak di antara sahabat-sahabatnya menunggu dengan sia-sia sambil merasa kecewa, kapankah Calvin akan melakukan pembalasan terhadap lawan-lawannya. Pembalasan tidak ada sama sekali. Diliputi oleh rasa-perdamaian yang ikhlas ia memulai pekerjaannya kembali" - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 73.
H) Kesehatan dan aktivitas Calvin.
Calvin tidak mempunyai kesehatan yang baik, tetapi ia tetap bekerja dengan luar biasa hebatnya.
"Calvin combined the offices of theological professor, preacher, pastor, church ruler, superintendent of schools, with extra labors of equal, yea, greater, importance, as author, correspondent, and leader of the expanding movement of the Reformation in Western Europe" (= Calvin mengombinasikan jabatan-jabatan profesor theologia, pengkhotbah, pendeta, pemimpin / pemerintah gereja, inspektur sekolah, dengan kerja extra yang setara, bahkan yang lebih penting, sebagai pengarang, penulis surat, dan pemimpin dari gerakan Reformasi yang meluas di Eropa Barat) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 443-444.
"When unwell he dictated from his bed" (= Pada waktu sakit, ia mendikte dari ranjangnya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.
"He had an amazing power for work notwithstanding his feeble health" (= Ia mempunyai kekuatan yang mengagumkan untuk bekerja sekalipun kese-hatannya jelek) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.
"He allowed himself very little sleep, and for at least ten years he took but one meal a day, alleging his bad digestion" (= Ia mengijinkan dirinya sendiri tidur sangat sedikit, dan selama 10 tahun ia hanya makan sekali sehari, menye-babkan pencernaannya yang jelek) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.
"Luther and Zwingli were as indefatigable workers as Calvin, but they had an abundance of flesh and blood, and enjoyed better health" [= Luther dan Zwingli juga merupakan pekerja yang tak kenal lelah seperti Calvin, tetapi mereka mempunyai banyak daging dan darah (mungkin maksudnya: orang-nya lebih besar), dan menikmati kesehatan yang lebih baik] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.
Philip Schaff mengutip seorang ahli sejarah yang berkata:
"Of all men in the world Calvin is the one who most worked, wrote, acted, and prayed for the cause which he had embraced. The coexistence of the sovereignty of God and the freedom of man is assuredly a mystery; but Calvin never supposed that because God did all, he personally had nothing to do. He points out clearly the twofold action, that of God and that of man" (= Calvin adalah orang yang paling banyak bekerja, menulis, bertindak, dan berdoa untuk perkara / gerakan yang ia peluk / percayai. Keberadaan bersama-sama antara kedaulatan Allah dan kebebasan manusia jelas merupakan suatu misteri; tetapi Calvin tidak pernah beranggapan bahwa karena Allah melakukan semua, tidak ada hal yang harus ia lakukan. Ia menunjukkan dengan jelas tindakan ganda, tindakan Allah dan tindakan manusia) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.
I) Calvin dan Servetus.
Guy Duty, dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indo-nesia berjudul ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 24, ber-kata:
"Berbahaya sekali menentang Calvinisme pada waktu itu, seperti dialami oleh Servetus, seorang ahli theologia lain. Calvin dan rekan-rekannya di Jenewa membakarnya dengan terikat di tiang, sebagai seorang bidat".
Kata-kata Guy Duty ini seakan-akan menunjukkan bahwa Servetus sekedar berbeda pendapat dengan Calvin, tetapi bukan bidat (Ini akan lebih jelas lagi kalau saudara baca kontex dimana ia meletakkan cerita ini, yaitu dalam pertentangan Calvinisme dan Arminianisme, Synod of Dort, dsb). Sekalipun demikian Servetus dihukum mati dengan cara yang begitu mengerikan, yaitu dengan dibakar. Ini adalah kata-kata yang sangat berbau fitnah! Untuk meluruskan fitnahan Guy Duty ini mari kita mempelajari sedikit tentang Servetus, ajarannya, dan mengapa ia dihu-kum mati.
Servetus dilahirkan pada tahun 1509, yang juga merupakan tahun kelahiran Calvin.
Pada tahun 1531, ia menerbitkan buku yang berjudul ‘Errors on the Trinity’ [= kesalahan-kesalahan pada (doktrin) Tritunggal], dimana ia menyerang baik doktrin Allah Tritunggal, yang ia sebut sebagai monster berkepala tiga, maupun keilahian kekal dari Kristus. Ini menunjukkan bahwa Servetus bukanlah sekedar merupakan seorang kristen yang berbeda pendapat dengan Calvin. Sama sekali tidak! Sebaliknya, ia betul-betul adalah seorang bidat / sesat atau seorang nabi palsu!
Philip Schaff jelas menganggap bahwa Servetus adalah seorang bidat. Ini terlihat dari kata-kata Philip Schaff sebagai berikut:
"Servetus - theologian, philosopher, geographer, physician, scientist, and astrologer - was one of the most remarkable men in the history of heresy" (= Servetus - ahli theolgia, ahli filsafat, ahli ilmu bumi, dokter, ilmuwan, dan ahli nujum - adalah salah seorang yang paling hebat dalam sejarah bidat) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 786.
Buku ‘Errors on the Trinity’ ini menyebabkan Servetus dikecam oleh semua golongan, baik Protestan maupun Katolik.
Pada tahun 1534, pada waktu ia ada di Paris, ia menantang Calvin untuk berdebat. Tetapi pada waktu Calvin datang ke tempat yang dijanjikan, dengan resiko kehilangan nyawanya (ingat itu adalah saat terjadinya penganiayaan orang kristen di Paris), ternyata Servetus tidak datang ke tempat yang dijanjikan - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324,688,720.
20 tahun setelah itu, Calvin mengingatkan Servetus akan peristiwa ini:
"You know that at that time I was ready to do everything for you, and did not even count my life too dear that I might convert you from your errors" (= Kamu tahu bahwa pada waktu itu aku bersedia melakukan segala sesuatu untuk kamu, dan bahkan tidak menyayangkan nyawaku supaya aku bisa mempertobatkan kamu dari kesalahan-kesalahanmu) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324.
Setelah membatalkan pertemuan dengan Calvin itu, Servetus memulai perdebatan dengan Calvin melalui surat-surat, yang dilayani oleh Calvin, tetapi tanpa hasil. Selain menulis surat beberapa kali, Calvin juga me-ngirimkan bukunya ‘Institutes of the Christian Religion’, tetapi Servetus mengembalikannya dengan banyak serangan / keberatan terhadap ajaran-ajaran Calvin dalam buku itu.
"‘There is hardly a page,’ says Calvin, ‘that is not defiled by his vomit’" (= ‘Hampir tidak ada satu halamanpun,’ kata Calvin, ‘yang tidak ia kotori dengan muntahnya’) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324.
Pada sekitar pertengahan Juli 1553, Servetus secara nekad, tiba di Geneva. Padahal ia baru saja lolos dari hukuman mati di Wina. Pada tanggal 13 Agustus 1553, ia ditangkap polisi atas nama sidang gereja, dan Calvin bertanggung jawab atas penangkapan ini - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 764-765.
Pada tanggal 26 Oktober 1553, sidang memutuskan hukuman mati untuk Servetus dengan jalan dibakar bersama dengan buku sesatnya. Sebetul-nya Calvin ingin memperingan hukuman itu dengan menggunakan pe-menggalan, bukan pembakaran, tetapi usul itu ditolak oleh Sidang.
"... the wish of Calvin to substitute the sword for the fire was overruled" (= ... keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.
Pada pukul 7 pagi, tanggal 27 Oktober 1553, Farel dan Calvin masih mengunjungi Servetus dan berusaha mempertobatkannya, tetapi tidak ada hasilnya. Dan akhirnya, pada tengah hari tanggal 27 Oktober 1553, pada usia 44 tahun, Servetus dijatuhi hukuman mati dengan dibakar bersama bukunya, di Geneva.
Philip Schaff berkata:
"In the last moment he is heard to pray, in smoke and agony, with a loud voice: ‘Jesus Christ, thou Son of the eternal God, have mercy upon me!’. This was at once a confession of his faith and of his error. He could not be induced, says Farel, to confess that Christ was the eternal Son of God" (= Pada saat terakhir terdengar ia berdoa, dalam asap dan penderitaan yang hebat, dengan suara keras: ‘Yesus Kristus, engkau Anak dari Allah yang kekal, kasihanilah aku!’. Ini sekaligus merupakan pengakuan imannya dan kesalahannya. Ia tidak bisa dibujuk, kata Farel, untuk mengaku bahwa Kristus adalah Anak yang kekal dari Allah) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 785.
Beberapa hal yang perlu diketahui tentang penghukuman mati Servetus oleh Calvin:
"... the dark chapter in the history of Calvin which has cast a gloom over his fair name, and exposed him, not unjustly, to the charge of intolerance and persecution, which he shares with his whole age" (= pasal yang gelap dalam sejarah Calvin yang melemparkan kesuraman terhadap nama baiknya, dan membuka dia, secara benar, terhadap tuduhan tidak bertoleransi dan penganiayaan, yang ia tanggung bersama-sama dengan seluruh jamannya) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 687.
Philip Schaff berkata:
"He must be judged by the standard of his own, and not of our, age. The most cruel of those laws - against witchcraft, heresy, and blasphemy - were inherited from the Catholic Middle Ages, and continued in force in all countries of Europe, Protestant as well as Roman Catholic, down to the end of the seventeenth century. Tolerance is a modern virtue" (= Ia harus dinilai oleh standard jamannya sendiri, bukan standard jaman kita. Hukum-hukum yang paling kejam, yang menentang sihir, ajaran sesat dan penghujatan, diwarisi dari Katolik abad pertengahan, dan tetap berlaku di semua negara-negara Eropa, baik yang Protestan maupun yang Katolik, terus sampai akhir abad ke 17. Toleransi adalah kebajikan / sifat baik modern) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 493-494.
Bandingkan dengan kata-kata Yesus, Yohanes Pembaptis, Paulus, Petrus dan Yohanes dalam Mark 7:19 Mat 3:7 Mat 15:26 Mat 23:33 Fil 3:2 Wah 22:15 2Pet 2:22, yang kalau diucapkan pada jaman ini tentu juga dianggap tidak etis / tidak benar!
Philip Schaff berkata lagi:
"The judgment of historians on these remarkable men has undergone a great change. Calvin’s course in the tragedy of Servetus was fully approved by the best men in the sixteenth and seventeenth centuries. It is as fully condemned in the nineteenth century" (= Penghakiman dari ahli-ahli sejarah terhadap orang-orang hebat ini mengalami perubahan yang besar. Jalan Calvin dalam tragedi Servetus disetujui sepenuhnya oleh orang-orang yang terbaik dalam abad ke 16 dan ke 17. Tetapi hal itu dikecam sepenuhnya dalam abad ke 19) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 689.
"... if we consider Calvin’s course in the light of the sixteenth century, we must come to the conclusion that he acted his part from a strict sense of duty and in harmony with the public law and dominant sentiment of his age, which justified the death penalty for heresy and blasphemy, and abhorred toleration as involving indifference to truth. Even Servetus admitted the principle under which he suffered; for he said, that incorrigible obstinacy and malice deserved death before God and men" (= ... jika kita merenungkan jalan Calvin dalam terang dari abad ke 16, kita pasti sampai pada kesimpulan bahwa ia bertindak dari rasa kewajiban / tanggung jawab yang ketat dan sesuai dengan hukum rakyat / umum dan perasaan yang dominan pada jamannya, yang membenarkan hukuman mati untuk orang sesat dan penghujat, dan tidak menyukai toleransi dan menganggapnya sebagai ketidakpedulian pada kebenaran. Bahkan Ser-vetus sendiri mengakui prinsip dibawah mana ia menderita; karena ia berkata bahwa sikap keras kepala dan kejahatan yang tidak dapat di-perbaiki, layak mendapatkan kematian di hadapan Allah dan manusia) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 690.
J) Akhir hidup dan kematian Calvin.
"Calvin had labored in Geneva twenty-three years after his second arrival, - that is, from September, 1541, till May 27, 1564, - when he was called to his rest in the prime of manhood and usefulness, ..." (= Calvin bekerja 23 tahun di Geneva setelah kedatangannya yang kedua, - yaitu mulai September 1541 sampai 27 Mei 1564, - pada waktu ia dipanggil kepada peristirahatannya pada puncak kemanusiaan dan kegunaannya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 820.
"He continued his labors till the last year, writing, preaching, lecturing, attending the sessions of the Consistory and the Venerable Company of pastors, entertaining and counselling strangers from all parts of the Protestant world, and corresponding in every direction. He did all this notwithstanding his accumulating physical maladies, as headaches, asthma, dyspepsia, fever, gravel, and gout, which wore out his delicate body, but could not break his mighty spirit. When he was unable to walk he had himself transported to church in a chair" (= Ia meneruskan pekerjaannya sampai tahun terakhir, menulis, berkhotbah, mengajar, menghadiri sidang gereja dan kumpulan pendeta terhormat, menghibur dan menasehati orang-orang asing dari seluruh penjuru dunia Protestan, dan surat-menyurat dalam semua arah. Ia melakukan semua ini sekalipun penyakit-penyakit fisiknya bertumpuk-tumpuk, seperti sakit kepala, asma, pencernaan yang terganggu, demam, batu ginjal, dan sakit dan bengkak pada kaki dan tangan, yang melelahkan tubuhnya yang lemah, tetapi tidak bisa menghancurkan rohnya / semangat-nya yang kuat. Pada waktu ia tidak bisa berjalan, ia menyuruh orang mengangkatnya ke gereja di sebuah kursi) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 820.
Calvin mati karena asma pada tanggal 27 Mei 1564, di Geneva, pada usia hampir 56 tahun - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 274.
"Farel, then in his eightieth year, came all the way from Neuchatel to bid him farewell, although Calvin had written to him not to put himself to that trouble. He desired to die in his place. Ten days after Calvin’s death, he wrote to Fabri (June 6, 1564): ‘Oh, why was not I taken away in his place, while he might have been spared for many years of health to the service of the Church of our Lord Jesus Christ!’" [= Farel, yang saat itu berusia 80 tahun, datang dari Neuchatel untuk mengucapkan selamat jalan, sekalipun Calvin telah menulis kepadanya untuk tidak melakukan hal itu. Ia ingin mati menggantikan Calvin. 10 hari setelah kematian Calvin, ia menulis kepada Fabri (6 Juni 1564): ‘O, mengapa bukan aku yang diambil sebagai ganti dia, sementara ia bisa tetap hidup sehat untuk waktu yang lama untuk melayani Gereja Tuhan Yesus Kristus’] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 822.
K) James Arminius (1560-1609) dan Calvinisme.
James Arminius lahir pada tahun 1560. Jadi pada waktu Calvin mati pada tahun 1564, ia baru berusia sekitar 4 tahun. Karena itu jelas bahwa ia tidak pernah berkonfrontasi langsung dengan Calvin sendiri. Tetapi ia berkonfrontasi dengan Calvinisme.
James Arminius adalah seorang ahli theologia Belanda, dan karena itu Arminianisme mula-mula muncul di Belanda, pada awal abad 17.
A. H. Strong berkata sebagai berikut tentang Arminius:
"Arminius (1560-1609), professor in the University of Leyden, in South Holland, while formally accepting the doctrine of the Adamic unity of the race propounded both by Luther and Calvin, gave a very different interpretation to it - an interpretation which verged toward Semi-Pelagianism and the anthropology of the Greek Church" [= Arminius (1560-1609), profesor di Universitas Leyden di Belanda Selatan, sekalipun secara formal menerima doktrin kesatuan Adam dari umat manusia yang diajukan oleh Luther dan Calvin, memberi suatu penafsiran yang sangat berbeda terhadapnya - suatu penafsiran yang berbatasan dengan Semi-Pelagianisme dan doktrin manusia dari Gereja Yunani] - A. H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal 601.
A. H. Strong juga memberikan pandangan Arminian sebagai berikut:
"... God bestows upon each individual from the first dawn of consciousness a special influence of the Holy Spirit, which is sufficient to counteract the effect of the inherited depravity and to make obedience possible, provided the human will cooperates, which it still has power to do" (= ... Allah memberikan kepada setiap individu dari saat pertama adanya kesadaran suatu pengaruh istimewa dari Roh Kudus, yang cukup untuk menetralkan akibat dari kebejadan warisan dan membuat ketaatan itu mungkin, asalkan kehendak manusia itu mau bekerja sama, dan manusia masih mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini) - A. H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal 601.
Catatan:
Melihat kepercayaan Arminian seperti yang dikatakan oleh A. H. Strong ini, saya lebih condong untuk berpendapat bahwa Arminianism bukan termasuk pada Semi-Pelagianism tetapi pada Semi-Augustinianism. Tetapi para ahli Theologia memang sering mencampuradukkan Semi-Augustinianism dengan Semi-Pelagianism.
Pelagianism |
Semi-Pelagianism / Semi-Augustinianism |
Augustinianism |
Arminianism |
Calvinism |
Catatan:
Sepanjang yang saya ketahui tidak ada golongan kristen jaman sekarang yang menganut ajaran Pelagianism, yang memang jelas-jelas sesat.
Pertentangan Calvinisme dan Arminianisme ini akhirnya menyebabkan terjadinya Synod of Dort pada tahun 1618-1619. Arminius sendiri mati sebelum Synod of Dort itu dimulai, yaitu pada tahun 1609, sehingga pada Synod of Dort itu pengikut-pengikut Arminiuslah yang dipanggil.
Guy Duty lagi-lagi memberikan fitnahan yang tidak berdasar pada waktu ia menceritakan Synod of Dort itu (diterjemahkan ‘Dewan Dort’) sebagai berikut:
"Orang-orang Arminian dipanggil menghadap Dewan dan diberi waktu untuk berbicara. Tetapi Dewan yang sudah mempunyai kecenderungan berprasangka mengambil keputusan yang berdasarkan kesimpulan yang dulu-dulu juga. Prasangka lama dan rasa cemburu dikipasi terus sampai menjadi nyala api yang panas. Doktrin Arminianisme tentang Predestinasi bersyarat diperiksa dan disalahkan" - Guy Duty, ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 23.
Guy Duty melanjutkan fitnahannya dengan berkata:
"Dewan Dort tidak menyelesaikan apa-apa dalam hal perselisihan yang telah berlangsung selama 1300 tahun ini, ... Banyak hal dalam sejarah ini merupakan suatu catatan sedih tentang persekongkolan yang keji, politik kekuasaan, permainan kata, dan penghindaran dari fakta-fakta. Para Calvinis di Dort tidak menjawab kesukaran-kesukaran dan keberatan-kebe-ratan yang berada seputar doktrin-doktrin mereka. Demikian juga halnya dengan para Calvinis sekarang" - Guy Duty, ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 24.
Synod of Dort itu akhirnya mengecam Arminianisme dan mendukung Calvinisme dengan 5 points Calvinismenya (TULIP).
Sekarang mari kita melihat bagaimana pandangan James Arminius ten-tang Calvin dan ajarannya / buku-bukunya. Sekalipun James Arminius tidak setuju dengan Calvin dalam hal-hal tertentu, tetapi ia tetap sangat menghormati Calvin dan ajarannya, dan bahkan menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk membaca buku-buku tafsiran Calvin dan buku ‘Insti-tutes of the Christian Religion’. Ia berkata:
"Next to the study of Scripture which I earnestly inculcate, I exhort my pupils to peruse Calvin’s Commentaries, which I extol in loftier terms than Helmich himself (a Dutch divine, 1551-1608); for I affirm that he excels beyond comparison (incomparabilem esse) in the interpretation of Scripture, and that his commentaries ought to be more highly valued than all that is handed down to us by the library of the fathers; so that I acknowledge him to have possessed above most others, or rather above all other men, what may be called an eminent spirit of prophecy (spiritum aliquem prophetic eximium). His Institutes ought to be studied after the (Heidelberg) Catechism, as containing a fuller explanation, but with discrimination (cum delectu), like the writings of all men" [= Disamping belajar Kitab Suci yang dengan sungguh-sungguh aku tanamkan, aku mendesak murid-muridku untuk membaca dengan teliti buku-buku tafsiran Calvin, yang aku puji dengan istilah-istilah yang lebih tinggi / mulia dari pada Helmich sendiri (seorang ahli theologia Belanda, 1551-1608); karena aku menegaskan bahwa ia jauh melebihi orang lain dalam penafsiran Kitab Suci, dan bahwa buku-buku tafsirannya harus dinilai lebih lebih tinggi dari pada semua perpustakaan bapa-bapa gereja yang diwariskan kepada kita; sehingga aku mengakui bahwa ia mempunyai, lebih dari kebanyakan orang lain, atau lebih tepat lebih dari semua manusia lain, apa yang disebut roh nubuat yang ulung. Buku ‘Institutes’nya harus dipelajari setelah Katekisasi (Heidelberg), karena berisikan penjelasan yang lebih penuh, tetapi dengan diskriminasi, seperti mempelajari tulisan dari semua orang] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 280.
Bandingkan sikap James Arminius terhadap Calvin dan ajarannya ini dengan sikap para pengikutnya, seperti Pdt. dr. Yusuf B. S. (dari Gereja Bukit Zaitun) dan Guy Duty, terhadap Calvin dan ajarannya!
Bahkan dalam satu makalahnya Pdt. dr. Yusuf B. S. pernah mengata-kan bahwa ajaran Calvinisme itu adalah racun.
Lebih hebat lagi, dalam buku ‘Diktat PD’ yang diterbitkan oleh Gereja Bukit Zaitun (yang rupa-rupanya juga ditulis oleh Pdt. dr. Yusuf B. S.), dikatakan bahwa Calvinisme adalah "Pelajaran keselamatan dari Injil yang lain Gal 1:7" (hal 6).
Istilah ‘Injil yang lain’ dengan referensi ayat dari Gal 1:7 jelas menun-jukkan bahwa itu berarti ‘ajaran sesat’, karena dalam Gal 1:8-9 Paulus lalu mengatakan terkutuklah orang yang mengajarkan Injil yang lain itu. Tetapi anehnya, dalam bagian Pendahuluan dari buku ‘Kesela-matan tidak bisa hilang?’, ia berkata: "ini (Calvinisme) belum termasuk hal-hal yang sesat" (hal 7). Siapa yang bisa mengerti kontradiksi seperti ini?
Catatan: yang ia maksudkan dengan ‘hukum-hukum ini’ adalah hu-kum-hukum penafsiran yang ia jelaskan mulai hal 227-238.
Mengapa James Arminius bisa bersikap menghormat kepada Calvin dan ajarannya, sedangkan para pengikutnya (seperti Pdt. dr. Yusuf B. S. dan Guy Duty) bersikap begitu menghina dan merendahkan? Saya berpen-dapat hal itu disebabkan karena Arminius memang mengenal Calvin dan ajarannya, sedangkan para pengikutnya, khususnya Pdt. dr. Yusuf B. S. dan Guy Duty tidak tahu apa-apa tentang Calvin, baik hidupnya, pela-yanannya, maupun ajarannya! Karena itu untuk mereka berdua saya anjurkan untuk masuk Sekolah Theologia dahulu dan mempelajari sejarah Calvin dengan benar, dan juga sebaiknya mereka mengikuti anjuran dari James Arminius di atas, dengan mempelajari / membaca buku-buku Calvin, supaya mereka bisa mempunyai sikap yang benar terhadap Calvin dan ajarannya!
Philip Schaff berkata:
"He (Calvin) improves upon acquaintance. Those who know him best esteem him most" [= Ia (Calvin) bertambah baik karena pengenalan. Mereka yang menge-nalnya paling baik menghargainya paling tinggi] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 271.
Catatan:
Guy Duty menyatakan bahwa ia membaca buku-buku Calvin, tetapi tetap tidak bisa menerima ajaran Calvin dan menganggapnya sebagai suatu kekacauan. Ada 3 kemungkinan yang menyebabkan hal ini:
email us at :
gkri_exodus@mailcity.com