oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
I. Janda Sarfat.
Dalam ay 12 ia tidak bersumpah demi Baal / Asyera, tetapi demi Tuhan, Allah Israel. Pada pelajaran yang lalu sudah saya bahas bahwa sekalipun ia mengatakan ‘Allahmu’, itu tidak menunjukkan bahwa ia tidak beriman, karena dalam 1Raja 18:10, Obaja, yang adalah orang beriman, bersumpah dengan kata-kata yang persis sama.
Kalaupun pada saat itu ia belum sungguh-sungguh beriman, maka setelah Elia tinggal beberapa waktu dengan dia, jelas ia sudah menjadi orang beriman.
3. Ia memberikan
kamar atas kepada Elia (ay 19,23).
Untuk itu kita perlu mengetahui latar belakang tentang rumah pada jaman itu.
‘The International Standard Bible Encyclopedia’, vol IV, hal 948: "Two-story houses appear to have been common, at least among the wealthy, in biblical times (e.g., 2K. 1:2; 23:12; Jer. 22:13f.)" [= Rumah bertingkat dua kelihatannya umum, setidaknya di kalangan orang kaya, dalam jaman Alkitab (misalnya, 2Raja 1:2 23:12 Yer 22:13-dst].
b. Memberikan kamar atas itu kepada Elia menunjukkan penghormatan kepada Elia.
Fred H. Wright: "It (the upper room) provides a place of coolness in the hot weather, a place of retreat, and a distinguished guest is given accommo-dations there" [= Itu (kamar atas) menyediakan tempat yang sejuk dalam cuaca panas, tempat menyendiri, dan tamu terhormat diberikan penginapan di sana] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 40.
Jadi, janda itu menyediakan yang terbaik untuk Elia sebagai suatu penghormatan, karena Elia adalah nabi Tuhan!
Penerapan:
apakah saudara juga menghormati hamba Tuhan dengan memberikan yang baik
/ terbaik untuknya?
Bahwa janda itu beriman, hidup benar, hidup bersama seorang nabi Tuhan, menghormati nabi itu, dsb, tidak menjamin bahwa hidup janda itu bebas dari penderitaan! Lihat ay 17.
Ada banyak yang mengatakan bahwa anak ini sebetulnya tidak mati.
Tetapi saya percaya bahwa anak janda itu betul-betul mati. Alasannya:
Pulpit Commentary: "God’s blow may be very heavy. Her son, her only child, is taken. God’s plough sinks deep that His work may be rightly done. The very greatness of our anguish is a measure by which we may gauge the greatness of the Lord’s purpose and of the love which will not suffer us to miss the blessing" (= Pukulan Allah bisa sangat berat. Anak laki-lakinya, satu-satunya anak, diambil. Bajak dari Allah menghunjam dalam supaya pekerjaanNya bisa dilakukan dengan benar. Hebatnya penderitaan / kesedihan kita adalah ukuran dengan mana kita bisa mengukur kebesaran rencana / tujuan Tuhan dan kasihNya yang tidak akan membiarkan kita tidak mendapatkan berkat) - hal 415.
b. ‘Apakah maksudmu datang kemari, ya abdi Allah?’ (ay 18a).
Kata-kata yang saya garisbawahi itu salah terjemahan. Terjemahan hurufiahnya adalah: ‘What to me and to thee / you’ (= apa bagiku dan bagimu). Ungkapan ini muncul berulangkali dalam Kitab Suci (Hak 11:12 2Sam 16:10 2Raja 3:13 Mat 8:29 Yoh 2:4) dan selalu menunjukkan ketidak-senangan.
Ini adalah sesuatu yang salah. Janda itu seharusnya ingat bahwa jika tidak ada Elia yang melakukan mujijat dengan tepung dan minyaknya (ay 14-16), bukan hanya anaknya, tetapi juga dia sendiri sudah mati sejak dulu. Tetapi kesalahan janda ini bisa dimengerti dalam kasus seseorang yang kematian anak tunggalnya.
c. ‘Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’ (ay 18b).
Kata-kata ini menunjukkan bahwa janda itu mengira bahwa kematian anaknya itu merupakan hukuman / hajaran Tuhan atas dosanya.
Kadang-kadang setan bekerja sehingga orang yang dihukum Tuhan dengan penderitaan itu tidak sadar akan dosanya (bahkan menyalahkan orang lain - bdk. 18:17). Tetapi kadang-kadang setan bekerja sebaliknya. Ia mendustai orang yang menderita bukan karena hukuman Tuhan sehingga orang itu menganggapnya sebagai hukuman Tuhan. Setan memang bapa segala dusta.
Memang ada banyak penafsir menganggap bahwa janda itu mengalami hal ini karena dosanya, tetapi saya menganggap penafsiran itu tidak berdasar. Penderitaan janda ini, berbeda dengan kekeringan dan kelaparan selama 3 1/2 tahun yang dialami Ahab dan Israel, bukan terjadi karena dosanya!
Pulpit Commentary: "Affliction and its fruits. ... It is no proof of God’s anger. ... Affliction is no more proof of wrath than is the farmer’s ploughing of his field. To him, with his eye upon the future harvest, it is only the needful preparation of the soil. And the great Husbandman, with His eye upon the eternal glory, must open a bed within the soul’s depths for the seed of life." (= Penderitaan dan buahnya. ... Itu bukanlah bukti murka Allah. ... Penderitaan bukanlah bukti murka sama seperti petani membajak tanahnya juga bukan karena murka. Bagi dia, dengan matanya diarahkan pada panen yang akan datang, itu hanyalah suatu persiapan yang dibutuhkan oleh tanah itu. Dan Petani Agung itu, dengan mataNya diarahkan pada kemuliaan kekal, harus membuka suatu jalur di dalam kedalaman jiwa untuk benih kehidupan) - hal 415.
Keil & Delitzsch:
"Like the blindness in the case of the man born blind mentioned
in John 9, the death of this widow’s son was not sent as a punishment for
particular sins, but was intended as a medium for the manifestation of
the works of God in her (John 9:3)" [= Seperti kebutaan dalam kasus
orang yang dilahirkan buta yang disebutkan dalam Yoh 9, kematian dari anak
janda itu bukanlah diberikan sebagai hukuman atas dosa tertentu, tetapi
dimaksudkan sebagai alat untuk perwujudan pekerjaan Allah dalam diri janda
itu (Yoh 9:3)].
b. Ay 21a: Elia mengunjurkan badannya di atas anak itu 3 x.
Ay 24: janda itu percaya bahwa Elia adalah abdi Allah (Lit: ‘a man of God’), dan bahwa firman yang dikatakannya adalah benar. Tetapi jelas bahwa tadinya ia sudah percaya bahwa Elia adalah abdi Allah (ay 18). Dan ia juga sudah mengalami sendiri bahwa Firman Tuhan yang diucapkan Elia adalah benar pada waktu ia mengalami mujijat dengan tepung dan minyaknya yang tidak habis-habis (ay 14-16). Jadi jelas bahwa yang dimaksud dengan ay 24 bukanlah bahwa janda itu mulai beriman, tetapi bahwa janda itu mengalami pertumbuhan iman.
Sekarang terlihat bahwa penderitaan tadi ternyata membawa kebaikan bagi janda itu, sesuai dengan Ro 8:28.
Pulpit Commentary:
"The cross is the forerunner of the crown" (= Salib adalah
pendahulu dari mahkota) - hal 398.
Kesimpulan / Penutup.
Dalam mengalami penderitaan
tetaplah percaya dan setia kepada Tuhan, dan bawalah penderitaan itu kepadaNya
dalam doa. Pada akhirnya penderitaan itu pasti akan membawa kebaikan bagi
saudara, asal saudara betul-betul adalah anak Tuhan.