HERMENEUTICS : Ilmu Penafsiran Alkitab
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
A) Simile.
Ciri-ciri Simile:
1) Ini
adalah perbandingan yang dinyatakan (expressed
comparison) antara 2 hal.
2) Selalu
menggunakan kata ‘seperti’ (‘like / as’).
Contoh: Yer 23:29 - “Bukankah
firmanKu seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu
yang menghancurkan bukit batu?”.
3) Dalam
membandingkan, maka 2 hal yang diperbandingkan itu tetap dipisah (tidak
dicampur aduk).
Contoh: Yes 55:10-11
- “Sebab
seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan
mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan
benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firmanKu
yang keluar dari mulutKu: ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia, tetapi
ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang
Kusuruhkan kepadanya”.
Ay 10 membicarakan hal pertama (hujan dan salju), sedangkan
ay 11 membicarakan hal ke 2 (firman Tuhan).
B) Metaphor.
Ciri-ciri Metaphor:
1) Ini
juga merupakan suatu perbandingan antara 2 hal, tetapi perbandingannya tidak
dinyatakan (‘unexpressed / implied
comparison’).
2) Tidak
ada kata ‘seperti’.
3) 2
hal yang diperbandingkan itu dicampur.
Contoh: Yoh 8:12 -
‘Akulah Terang Dunia’.
Di sini pencampuran itu tidak terlalu kelihatan, tetapi
pencampuran itu akan lebih terlihat dalam Allegory yang merupakan ‘extended Metaphor’ (= Metaphor yang panjang).
C) Penafsiran
Simile & Metaphor.
Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penafsiran
Simile dan Metaphor adalah: baik Simile
maupun Metaphor hanya menekankan adanya persamaan-persamaan tertentu
antara 2 hal yang diperbandingkan itu (jadi bukan segala sesuatunya sama!).
Ini
sama seperti kalau dalam pembicaraan sehari-hari saya berkata: ‘orang itu
seperti keledai’, maka itu tentu tidak berarti bahwa orang itu berkaki empat,
mempunyai ekor, berwarna abu-abu, dsb. Saya hanya memaksudkan adanya persamaan
tertentu antara keledai dan orang itu, yaitu sama-sama bodoh.
Contoh: Mat 5:13 - ‘kamu adalah garam dunia’.
Metaphor ini menunjukkan adanya persamaan tertentu antara garam
dan orang kristen. Misalnya: garam mencegah kebusukan, mengenakkan makanan,
mengasinkan / mempengaruhi makanan. Orang kristen juga harus demikian. Ini
semua adalah persamaan-persamaan yang dapat diambil. Tetapi ada hal-hal yang
tidak cocok antara orang Kristen dan garam. Misalnya:
·
Garam berfungsi untuk membunuh bekicot; kita
tentu tidak bisa berkata bahwa orang Kristen harus memusuhi / membunuh bekicot.
·
Makanan yang terlalu banyak garam, rasanya
justru jadi tidak enak; ini tentu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan
bahwa dalam dunia sebaiknya hanya ada sedikit orang Kristen.
Kalau hal ini tidak diperhatikan, dan kita menganggap bahwa 2
hal yang diperbandingkan itu sama dalam segala hal, maka sudah pasti akan
terjadi ajaran yang kacau.
Contoh: Salah satu ayat yang dipakai oleh orang yang
pro Toronto Blessing adalah
Yer 23:9 yang berbunyi: “Mengenai nabi-nabi. Hatiku hancur dalam dadaku, segala
tulangku goyah. Keadaanku seperti orang mabuk, seperti laki-laki yang
terlalu banyak minum anggur, oleh karena TUHAN dan oleh karena firmanNya
yang kudus”.
Adanya
kata-kata ‘seperti orang mabuk’ dan ‘seperti laki-laki yang terlalu banyak
minum anggur’, dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa pada saat itu nabi
Yeremia mengalami hal-hal seperti yang dialami oleh orang-orang yang terkena
Toronto Blessing, seperti terhuyung-huyung, bergerak seperti orang sakit ayan,
roboh dan berguling-guling di lantai, muntah-muntah, ngomong ngelantur tidak
karuan, dsb.
Jadi,
terlihat bahwa di sini orang yang pro Toronto Blessing ini menyamakan 2 hal
yang diperbandingkan itu dalam segala hal (atau setidaknya mereka
mengambil terlalu banyak persamaan), padahal ayat itu hanya memaksudkan persamaan
tertentu saja antara Yeremia dan orang mabuk. Mungkin maksudnya hanya:
Yeremia merasa lemas, sama seperti orang mabuk.
Harus
diakui bahwa tidak selalu gampang diketahui persamaan yang mana yang boleh
diambil, dan persamaan yang mana yang tidak boleh diambil. Untuk bisa
mengetahui hal itu, tentu kita harus melihat:
¨
kontexnya.
¨
seluruh Kitab Suci.
Kalau
kita mengambil persamaan yang ternyata menghasilkan ajaran yang out of context, atau ajaran yang
menentang bagian lain dari Kitab Suci, maka itu berarti kita mengambil
persamaan yang salah.
A) Ciri-ciri
Parable / perumpamaan.
1) Parable
/ perumpamaan adalah Simile yang panjang (extended
Simile).
2) Dalam
Parable / perumpamaan sering (tapi tidak selalu) digunakan kata ‘seperti’.
Contoh: Mat 13:24 - “Yesus
membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kataNya: Hal Kerajaan
Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya”.
Kata ‘seumpama’ di sini seharusnya adalah ‘seperti’.
Tetapi pada waktu Yesus menceritakan perumpamaan dalam Mat
13:3-dst, Ia tidak menggunakan
kata ‘seperti’.
3) 2
hal yang diperbandingkan (perumpamaan dan arti / penerapannya) tetap dipisahkan
(tidak dicampur).
Contoh: Dalam
Mat 13:47-50, ay 47-48 adalah perumpamaannya, sedangkan penerapan /
artinya ada pada ay 49-50.
4) Biasanya
hanya menekankan 1 kebenaran rohani dan biasanya fokus / arah dari perumpamaan
itu terlihat dengan jelas.
Contoh:
·
Luk 15:4-7 - Allah senang kalau orang
berdosa bertobat.
·
Luk 18:1-8 - kita harus berdoa dengan
tekun.
·
Luk 18:9-14 - harus berdoa / menghadap
Tuhan dengan rendah hati / sadar akan keberdosaannya.
Tetapi kadang-kadang toh ada perumpamaan yang mengandung banyak
kebenaran rohani dan yang fokus / arahnya tidak terlihat dengan jelas.
Contoh: Luk 16:19-31 (cerita tentang Lazarus
dan orang kaya).
Catatan: apakah Luk 16:19-31 itu adalah suatu
perumpamaan atau bukan, adalah suatu hal yang banyak diperdebatkan.
B) Tujuan
Parable.
1) Memperjelas
suatu kebenaran sehingga lebih mudah dimengerti dan lebih mudah untuk diingat.
Contoh:
·
Kalau Yesus hanya sekedar mengatakan:
‘Tekunlah berdoa’, maka murid-murid akan melupakannya dalam waktu yang singkat.
Tetapi dengan memberikan Luk 18:1-8, ajaran itu akan menancap dalam diri
setiap murid.
·
Kalau Yesus hanya mengajar: ‘Ampunilah
sesamamu’, maka mungkin sekali murid-murid akan segera lupa. Tetapi dengan
memberikan Mat 18:21-35 maka ajaran itu akan lebih mudah diingat
2) Kebalikan
dari yang no 1 tadi, kadang-kadang Parable / perumpamaan digunakan justru
untuk menyembunyikan arti dari suatu ajaran.
Contoh: Mat 13:10-15 - “Maka datanglah
murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Mengapa Engkau berkata-kata kepada
mereka dalam perumpamaan?’ Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia untuk
mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa
yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa
yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena
sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak
mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang
berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan
melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah
menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya
jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan
mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka’”.
Dari tanya jawab ini terlihat bahwa Yesus menggunakan
perumpamaan supaya orang lain tidak mengerti apa yang ia ajarkan, sehingga nubuat
Yesaya tergenapi. Tetapi pada waktu ia sendirian dengan murid-muridNya, Ia lalu
menjelaskan arti perumpamaan itu kepada mereka (Mat 13:18-dst).
3) Untuk
menegur.
Contoh:
·
2Sam 12:1-7.
Ini adalah cerita tentang nabi Natan yang ingin menegur Daud.
Kalau dari semula Natan langsung menyatakan kesalahan Daud, mungkin sekali Daud
tidak mau mendengarnya. Karena itu Natan lalu menggunakan suatu perumpamaan /
cerita, dan setelah Daud bereaksi terhadap perumpamaan / cerita itu, barulah
Natan menerapkan perumpamaan itu kepada diri Daud sendiri.
·
Mat 21:33-45.
Di sini Yesus ingin menegur imam-imam dan orang-orang Farisi.
Kalau ia langsung menegur kesalahan mereka, pasti mereka akan langsung marah,
sehingga mungkin Yesus tidak bisa menyelesaikan teguranNya. Karena itu Ia
menceritakan suatu perumpamaan, dan setelah itu baru menerapkannya kepada diri
mereka.
C) Menafsirkan Parable / perumpamaan.
1) Seringkali
sebelum atau sesudah Parable / perumpamaan sudah diberikan artinya atau
petunjuk yang jelas mengenai arti / arah / fokus / tujuan perumpamaan itu.
Contoh:
·
Mat 18:21-35 - arti / petunjuknya ada
pada ay 21,22,35.
·
Mat 22:1-14 - arti / petunjuknya ada pada
ay 14.
·
Mat 25:1-13 - arti / petunjuknya ada pada
ay 13.
Kalau arti / fokus sudah diberikan, maka kita tidak boleh
memberikan arti / arah / fokus yang lain.
Contoh:
¨
Dalam Luk 8:11, kata ‘benih’ menunjuk
pada ‘Firman Allah’. Kita boleh menerapkan ‘benih’ ini pada ‘Injil’ karena
‘Injil’ adalah sebagian dari ‘Firman Allah’. Tetapi kalau kita mengartikannya
sebagai ‘perbuatan baik’, ini tentu salah.
¨
Perumpamaan dalam Mat 7:24-27, sudah
diberi arti / fokus, yaitu setelah mendengar firman kita harus melaksanakannya.
Tetapi ada banyak pengkhotbah yang menguraikan bahwa batu yang
dijadikan dasar / fondasi rumah itu adalah Kristus. Dengan demikian,
perumpamaan ini bukan lagi mengkontraskan ‘orang yang mendengar tetapi tidak
mentaati firman’ (ay 26a) dengan ‘orang yang mendengar firman dan
mentaatinya’ (ay 24a), tetapi mengkontraskan ‘orang yang percaya kepada
Kristus’ dengan ‘orang yang tidak percaya kepada Kristus’. Ini tentu saja
salah, karena tidak sesuai dengan arah / fokus / tujuan perumpamaan yang
sebenarnya.
¨
Seorang pendeta menafsirkan ‘jubah’ dalam
Luk 15:22 sebagai ‘pengudusan’. Padahal penekanan kontex adalah penerimaan
kembali sebagai anak, bukan pengudusan.
Tetapi ada perumpamaan yang tidak diberi arti / petunjuk,
mungkin karena dianggap sudah cukup jelas.
Contoh: Luk 16:19-31 Mat 13:31-32
Mat 13:33
Mat 13:44 Mat 13:45-46.
2) Dalam
suatu perumpamaan ada fokus dan detail-detail.
Ada 2 pandangan yang bertentangan tentang penafsiran fokus dan detail-detail ini.
·
Chrysostom mengatakan bahwa hanya fokusnya
yang penting dan harus diperhatikan, sedangkan detail-detailnya hanya merupakan hiasan belaka, sehingga sama sekali
tidak boleh dipedulikan.
·
Cocceius mengatakan bahwa semua detail-detail adalah penting dan harus
diperhatikan / dibahas.
Kedua pandangan ini sama-sama extrim dan salah. Pandangan yang
pertama menimbulkan kerugian-kerugian tertentu, karena dengan mengabaikan detail-detail tertentu yang sebetulnya
cukup penting, kita mengurangi apa yang bisa kita dapatkan dari Kitab Suci.
Pandangan kedua adalah pandangan yang berbahaya karena dengan memperhatikan
semua detail, mungkin sekali kita
akan membahas detail yang sebetulnya
tidak penting sehingga pembahasan akan keluar dari fokus.
Yang
benar adalah: fokus dari parable harus diketahui lebih dulu. Detail-detail hanya ada artinya dan
dianggap penting kalau detail-detail
itu sesuai dengan arah fokus. Detail-detail
yang tidak sesuai dengan arah fokus harus diabaikan.
Contoh: Mat13:24-30 fokusnya adalah: dalam kerajaan
Allah, orang kristen asli dan orang kristen palsu terus ada bersama-sama sampai
akhir jaman.
Ada detail-detail yang
perlu diperhatikan karena sesuai dengan arah fokus, misalnya:
¨
orang kristen asli dan palsu itu mirip (gandum
mirip dengan lalang).
¨
orang kristen palsu sengaja disusupkan oleh
setan.
Tetapi ada detail-detail
yang tidak sesuai dengan fokus dan harus diabaikan seperti: musuh menabur benih
lalang pada waktu semua tidur (ay 25). Kalau detail yang tidak sesuai dengan fokus ini kita bahas dan kita lalu
mengatakan bahwa Tuhan tidak tahu pada waktu setan bekerja, maka jelas timbul
ajaran yang salah!
Contoh-contoh lain tentang detail-detail
yang tidak sesuai dengan fokus perumpamaan:
à
Luk 18:1-8 fokusnya adalah berdoalah
dengan tekun. Bahwa Allah digambarkan sebagai seorang hakim yang lalim, ini
adalah detail yang tidak sesuai
dengan fokus. Ini harus diabaikan!
à
Luk 15:11-32 fokusnya adalah Tuhan senang
orang berdosa itu bertobat. Bahwa anak bungsu itu kembali sendiri (tidak dicari
/ dibantu oleh ayahnya), itu adalah detail
yang tidak sesuai dengan fokus. Karena itu tidak bisa dijadikan dasar untuk
mengatakan bahwa manusia bisa bertobat dengan kekuatannya sendiri (bdk.
Yoh 6:44,65 yang secara explicit mengatakan bahwa manusia tidak bisa
datang kepada Yesus kalau bukan karena perkerjaan Bapa yang menarik dia /
mengaruniakan iman kepadanya).
3) Biasanya
kata-kata dalam perumpamaan diartikan secara hurufiah dan biasanya tidak
diartikan per kata / per bagian, tetapi secara keseluruhan.
Contoh: Luk 15 menekankan bahwa Allah senang
kalau ada orang yang bertobat.
Contoh yang salah: Ada orang menafsirkan
Luk 10:25-37 (Perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati) sebagai
berikut:
·
‘turun’ (ay 30) = turun secara rohani.
·
‘orang’ (ay 30) = orang berdosa.
·
‘penyamun’ (ay 30) = setan.
·
‘imam dan orang Lewi’ (ay 31,32) = agama dan
perbuatan-perbuatan baik.
·
‘orang Samaria’ (ay 33) = Yesus.
·
‘minyak’ (ay 34) = Roh Kudus.
·
‘penginapan’ (ay 34) = gereja.
·
‘pemilik penginapan’ (ay 35) = pendeta / hamba
Tuhan.
·
‘2 dinar’ (ay 35) = Kitab Suci (Perjanjian
Lama + Perjanjian Baru).
Ini jelas adalah sesuatu yang salah karena perumpamaan tidak
dimaksudkan untuk dibahas kata per kata. Disamping itu, pemba-hasan seperti itu
jelas keluar dari fokus. Perhatikan bahwa perumpamaan ini diceritakan oleh
Yesus untuk menjawab pertanyaan dalam Luk 10:29 - “Dan siapakah sesamaku
manusia?”. Kalau perumpa-maan yang merupakan jawaban Yesus itu diartikan
seperti itu, maka jelas bahwa jawaban itu sama sekali tidak cocok dengan pertanyaannya.
Tetapi kadang-kadang ada perumpamaan yang diartikan kata per
kata. Tetapi dalam hal ini Kitab Suci sendiri memberikan artinya.
Contoh:
¨
Mat 13:18-23 - arti dari perumpamaan
tentang penabur yang menabur di empat golongan tanah.
¨
Mat 13:36-43 - arti dari perumpamaan
tentang lalang di antara gandum.
A) Ciri-ciri Allegory.
1) Allegory
adalah metaphor yang panjang (extended
metaphor).
2) Pada
Allegory, 2 hal yang diperbandingkan (kiasan dan arti / penerapannya)
dicampur-baurkan.
B) Contoh allegory.
1) Yoh 15:1-8.
Kalau bagian ini diceritakan dalam bentuk Parable / perumpamaan,
maka Yesus akan bercerita tentang hal pertama, yaitu pokok anggur, pengusaha kebun
anggur, ranting-ranting anggur, daun-daun anggur yang perlu dibersihkan, buah
anggur dsb sampai semua selesai, lalu barulah Ia akan bercerita tentang
hal kedua yaitu arti / penerapannya.
Tetapi karena Ia menceritakannya sebagai suatu Allegory, maka bukan
hal itu yang kita jumpai. Ia berpindah dari hal 1 ke hal 2 , lalu ke hal 1
lagi, lalu ke hal 2 lagi dst. Jadi jelas kedua hal yang diperbandingkan itu
tidak dipisahkan tetapi justru dicampur aduk. Inilah Allegory!
2) Yeh
23:1-dst.
Ay 1-4a merupakan kiasannya, tetapi ay 4b memberikan
arti / penerapannya. Lalu ay 5a melanjutkan kiasannya, tetapi pada akhir
ay 5 (‘Asyur’) dan ay 6 kembali pada arti / penerapannya. Ay 7a
merupakan kiasannya, ay 7b merupakan arti / penerapannya, dst.
3) Yeh 13:10-15
- “Oleh
karena, ya sungguh karena mereka menyesatkan umatKu dengan mengatakan: Damai
sejahtera!, padahal sama sekali tidak ada damai sejahtera - mereka itu mendirikan tembok dan lihat,
mereka mengapurnya - katakanlah kepada mereka yang mengapur tembok itu: Hujan
lebat akan membanjir, rambun akan jatuh dan angin tofan akan bertiup! Kalau
tembok itu sudah runtuh, apakah orang tidak akan berkata kepadamu: Di mana
sekarang kapur, yang kamu oleskan itu? Oleh
sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Di dalam amarahKu Aku akan membuat angin
tofan bertiup dan di dalam murkaKu
hujan lebat akan membanjir, dan di
dalam amarahKu rambun yang membinasakan akan jatuh. Dan Aku akan meruntuhkan tembok yang
kamu kapur itu dan merobohkannya ke tanah, supaya dasarnya menjadi kelihatan;
tembok kota itu akan runtuh dan kamu akan tewas di dalamnya. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN.
Begitulah Aku akan melampiaskan amarahKu atas tembok itu dan kepada
mereka yang mengapurnya dan Aku akan berkata kepadamu: Lenyap temboknya dan lenyap
orang-orang yang mengapurnya”.
Catatan: yang saya garis-bawahi merupakan kiasannya, sedangkan yang saya cetak
miring merupakan arti / penerapannya.
4) Maz 80:9-16.
5) 1Kor 3:10-15.
6) 1Kor 5:6-8.
7) Ef 6:11-17.
C) Menafsirkan
allegory.
Arti dari Allegory sudah ada pada Allegory itu sendiri. Memang
kadang-kadang artinya tidak diberikan secara explicit, tetapi seluruh bagian itu bisa menunjukkan arti yang
benar secara implicit.
Arti yang sudah ada ini tidak boleh diubah!
D) Beberapa
hal penting berhubungan dengan Allegory.
1) Kitab
Wahyu bukan Allegory karena tidak memberikan arti.
2) Suatu
historical narrative (cerita sejarah)
tidak boleh diallegorikan!
3) Type
berbeda dengan Allegory.
Contoh Type: ular tembaga
(Bil 21:4-9
Yoh 3:14-15).
Tentang Type ini kita akan membahasnya dalam pelajaran yang akan
datang.
4) Kitab
Kidung Agung banyak diperdebatkan. Banyak orang yang menganggap kitab ini
sebagai suatu Allegory yang menggambarkan percintaan antara Kristus dengan
orang percaya. Tetapi Kidung Agung tidak memberikan arti. Jadi saya condong
untuk mengambil kesimpulan bahwa Kidung Agung bukanlah suatu Allegory.
-o0o-
email us at : gkri_exodus@lycos.com