oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
Pendahuluan:
2.
Tujuan para utusan Babel.
Dalam ay 12 kelihatannya para utusan Babel datang hanya untuk memberi selamat atas kesembuhan Hizkia, tetapi dalam 2Taw 32:31 dikatakan bahwa tujuan tambahan dari utusan Babel yaitu menanyakan tentang tanda ajaib (mundurnya bayang-bayang jam matahari) yang dialami oleh Hizkia.
b. Tujuan yang tersembunyi.
J.
A. Alexander: "The same authority describes these Babylonian
princes, not as sovereigns, but as viceroys or tributaries subject to Assyria.
In that case, it is not improbable that Merodach Baladan was meditating
a revolt, and sent this embassy to gain Hezekiah’s co-operation. The congratulation
on his recovery may have been a secondary object, or perhaps a mere pretext"
(= Orang yang sama menggambarkan pangeran-pangeran Babel ini, bukan sebagai
raja-raja tetapi sebagai raja muda atau pembayar upeti yang tunduk kepada
Asyur. Dalam hal itu, bukannya tidak mungkin bahwa Merodakh Baladan sedang
memikirkan suatu pemberontakan, dan mengirimkan utusan ini untuk mendapatkan
kerja sama dari Hizkia. Ucapan selamat atas kesembuhannya hanyalah merupakan
tujuan sekunder, atau mungkin hanya sebagai dalih / samaran)
- ‘Isaiah’, vol 2, hal 66.
Ay 13a: ‘Hizkia bersukacita atas kedatangan mereka’.
RSV: ‘And Hezekiah welcomed them’ (= Dan Hizkia menyambut mereka).
NIV: ‘Hezekiah received the messengers’ (= Hizkia menerima para utusan itu).
KJV: ‘And Hezekiah hearkened unto them’ (= Dan Hizkia mendengarkan mereka).
NASB: ‘And Hezekiah listened to them’ (= Dan Hizkia mendengarkan mereka).
Sebetulnya terjemahan KJV dan NASB adalah yang paling benar / hurufiah, tetapi seorang penafsir mengatakan bahwa ada manuscript yang memang menuliskan ‘And Hezekiah rejoiced / was glad’ (= Dan Hizkia bersukacita / bergembira). Ini menjadi sama dengan ayat paralelnya dalam Yes 39:2 yang terjemahannya memang adalah ‘Hizkia bersukacita atas kedatangan mereka’.
J. A. Alexander (‘Isaiah’, vol 2, hal 67) mengatakan bahwa kalaupun ay 13a sebetulnya adalah ‘Dan Hizkia mendengarkan mereka’, ini tidak berarti bahwa ay 13a ini bertentangan dengan Yes 39:2. Yang pertama menceritakan kelakuan Hizkia (mendengarkan), dan yang lain menceritakan perasaan Hizkia. Hizkia mendengarkan karena ia gembira dengan kedatangan utusan Babel itu.
Sebetulnya, kalau kita hanya memperhatikan hal ini, maka hal ini bukan dosa. Tetapi kalau kita melihat seluruh kontex, maka kesimpulannya menjadi lain. Hal yang perlu dipertanyakan adalah: mengapa ia bergembira dan mau mendengarkan para utusan Babel itu? Perhatikan jawaban Pulpit Commentary di bawah ini.
Pulpit Commentary: "Hezekiah was dazzled by the prospect that opened upon him. It was a grand thing that his fame should have reached so far as Babylon, a still grander thing to be offered such an alliance. ... He had not yet accepted the view of Isaiah, that human aid was vain, and that the only reasonable ground of hope or confidence was in Jehovah" (= Hizkia menjadi silau / terpesona oleh prospek yang terbuka baginya. Merupakan hal yang hebat / menyenangkan bahwa kepopulerannya mencapai negara yang begitu jauh seperti Babel, dan merupakan hal yang lebih menyenangkan / hebat lagi bahwa ia ditawari suatu persekutuan dengan Babel. ... Ia belum menerima pandangan Yesaya, bahwa pertolongan manusia itu sia-sia, dan bahwa satu-satunya landasan pengharapan atau keyakinan yang masuk akal adalah pengharapan dan keyakinan kepada Yehovah) - hal 408.
Kalau memang ini merupakan motivasi / alasan Hizkia untuk bergembira dan mendengarkan para utusan Babel itu, maka tentu ini sudah merupakan dosa.
Contoh / illustrasi: kalau ada jemaat baru datang ke gereja kita, dan kita bergembira karena ada orang baru, lalu mengajaknya berbicara dsb, salahkah ini? Ditinjau dari hal ini saja, tentu tidak salah. Tetapi kalau ternyata alasan kita melakukan semua itu adalah karena orang baru itu adalah orang kaya, maka tentu ini menjadi salah.
Penerapan: karena itu janganlah merasa puas hanya karena saudara melakukan suatu tindakan yang secara lahiriah merupakan tindakan yang baik. Saudara juga perlu melihat apa motivasi dari tindakan itu. Kalau saudara pergi ke gereja hanya sekedar untuk mencari teman, atau memberi persembahan supaya diberkati berlipat ganda oleh Tuhan, atau melayani Tuhan supaya dianggap saleh oleh orang lain, maka itu adalah dosa!
b. Hizkia memperlihatkan / memamerkan harta benda maupun persenjataan yang ia miliki (ay 13b).
Sekalipun dalam Kitab Suci Indonesia digunakan kata ‘diperlihatkannya’ (ay 13a,13b) tetapi kontex (yang menunjukkan bahwa hal itu dihukum oleh Tuhan) jelas membenarkan kalau kata itu diartikan ‘dipamerkannya’ atau ‘diperlihatkannya dalam kesombongan’.
Jawaban Hizkia terhadap pertanyaan Yesaya dalam ay 14b juga menunjukkan kesombongan dan kebanggaan Hizkia.
Calvin: "Hezekiah, blinded by ambition, made an ostentatious display to the messengers" (= Hizkia, dibutakan oleh ambisi, melakukan pertunjukan yang bersifat memamerkan kepada para utusan) - ‘Isaiah’, hal 184.
Keil & Delitzsch: "Hezekiah evidently wanted to show all his glory, because the arrival of the Babylonian ambassadors had flattered his vanity" (= Hizkia jelas ingin menunjukkan semua kemuliaannya, karena kedatangan para utusan Babel itu telah menyanjung kesombongannya) - hal 467.
Penerapan: hati-hati dengan dosa pamer! Mungkin memamerkan kekayaan, perhiasan, kepandaian / nilai, kehebatan saudara dalam bekerja, dsb!
Dengan menyombongkan diri, Hizkia bukan saja tidak memuliakan Allah, tetapi juga mengambil semua hormat / kemuliaan bagi dirinya sendiri.
Pulpit Commentary: "He gave not glory to God. It was God who had prospered him, and crowned all his labours with success. But there is no word of this to the ambassadors. He takes all the honour and glory to himself. He might have, perhaps, excused himself, as many do, by saying that there is no use in obtruding our religion upon strangers. But why should he have been ashamed to acknowledge God’s bountiful hand, if he was not ashamed to take his bounties? Why should any of us be ashamed to confess Christ? To be ashamed of Christ is not only weak and cowardly; it is unreasonable" (= Ia tidak memberikan kemuliaan kepada Allah. Allahlah yang membuatnya makmur dan memahkotai semua pekerjaannya dengan kesuksesan. Tetapi di sini tidak ada satu katapun tentang hal ini kepada para utusan. Ia mengambil semua kehormatan dan kemuliaan bagi dirinya sendiri. Ia mungkin beralasan, seperti yang dilakukan oleh banyak orang, dengan berkata bahwa tidak ada gunanya memaksakan agama kita kepada orang-orang asing. Tetapi mengapa ia harus malu untuk mengakui tangan Allah yang penuh karunia / rakhmat, jika ia tidak malu untuk menerima pemberianNya yang melimpah-limpah? Mengapa ada di antara kita yang malu mengaku Kristus? Malu tentang Kristus bukan hanya lemah dan bersifat pengecut; itu tidak pantas / tidak masuk akal) - hal 413.
Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary (hal 408) mengatakan bahwa tujuan Hizkia bukan sekedar pamer (sekalipun ia memang mempunyai kesombongan tertentu dalam melakukan ini). Tujuan utamanya adalah menunjukkan kepada Babel bahwa ia adalah sekutu yang berharga.
Calvin menganggap bahwa Hizkia merasa senang karena mendapat teman yang kuat. Dengan ini ia tidak berterima kasih kepada Tuhan yang sudah 2 x menolongnya.
Bandingkan ini dengan 2Taw 32:24-26 - "Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit, sehingga hampir mati. Ia berdoa kepada TUHAN, dan TUHAN berfirman kepadanya dan memberikannya suatu tanda ajaib. Tetapi Hizkia tidak berterima kasih atas kebaikan yang ditunjukkan kepadanya, karena ia menjadi angkuh, sehingga ia dan Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka. Tetapi ia sadar akan keangkuhannya itu dan merendahkan diri bersama-sama dengan penduduk Yerusalem, sehingga murka TUHAN tidak menimpa mereka pada zaman Hizkia".
Ayat ini menunjukkan bahwa pengabulan doa tidak disambut dengan ucapan syukur tetapi justru membuat Hizkia menjadi sombong.
Padahal pada waktu baru sembuh dari sakit Hizkia mengatakan Yes 38:18-20 yang berbunyi: "Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepadaMu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaanMu kepada anak-anaknya. TUHAN telah datang menyelamatkan aku! Kami hendak main kecapi, seumur hidup kami di rumah TUHAN".
Ini menunjukkan bahwa pada saat itu ia ingin bersyukur dan bahkan memuji dan memuliakan Tuhan seumur hidupnya. Tetapi kenyataannya sekarang ia menjadi sombong, tidak bersyukur dan tidak memuliakan Tuhan.
Penerapan: kita juga bisa melakukan hal yang serupa dengan yang dilakukan oleh Hizkia, misalnya:
Jawabannya ada dalam 2Taw 32:31 - "Demikianlah juga ketika utusan-utusan raja Babel datang kepadanya untuk menanyakan tentang tanda ajaib yang telah terjadi di negeri itu ketika itu Allah meninggalkan dia untuk mencobainya, supaya diketahui segala isi hatinya".
Adam Clarke: "this trial proved that in his heart there was little else than pride and folly" (= ujian ini membuktikan bahwa dalam hatinya hanya ada sedikit hal yang lain selain kesombongan dan kebodohan) - hal 550.
Pulpit Commentary: "We cannot tell how we may act until the temptation comes. Such a crisis as this may come to each of us. Let us watch and pray, that we enter not into temptation" (= Kita tidak bisa menceritakan bagaimana kita akan bertindak sampai pencobaan tiba. Krisis seperti ini bisa datang pada setiap kita. Marilah kita berjaga-jaga dan berdoa, supaya kita tidak jatuh dalam pencobaan) - ‘I & II Kings’, hal 414.
3. Seorang penafsir mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa penyakit maupun penambahan usia selama 15 tahun tidak membawa kebaikan apa-apa bagi Hizkia.
Pulpit Commentary: "What spiritual good did these additional fifteen years accomplish for the king? They might have done much; they ought to have done much. But did they make him a morally better man, or an intellectually wiser man? Not the former, I trow, for mark his vanity. ... Did these fifteen years added to his life make Hezekiah an intellectually wiser man? No; his judgment was not improved. ... Affliction does not always improve men, either morally or intellectually" (= Kebaikan rohani apa yang dicapai oleh 15 tahun tambahan bagi sang raja? Itu bisa melakukan banyak hal; itu seharusnya melakukan banyak hal. Tetapi apakah itu membuatnya menjadi seseorang yang lebih baik secara moral, atau lebih bijaksana secara intelektual? Menurut saya, ia tidak menjadi orang yang lebih baik secara moral, karena perhatikan kesombongannya. ... Apakah 15 tahun yang ditambahkan pada hidupnya membuat Hizkia seseorang yang lebih bijaksana secara intelektual? Tidak; penilaiannya tidak mengalami kemajuan. ... Penderitaan / kesusahan tidak selalu membuat manusia maju, baik secara moral maupun secara intelektual) - hal 416.
Saya berpendapat bahwa kata-kata di atas ini mungkin hanya benar dari sudut pandang manusia, yang terbatas, yang biasanya hanya menyoroti apakah seseorang jatuh ke dalam dosa atau tidak.
Juga
perlu diingat bahwa jatuhnya ia ke dalam dosa di sini bisa menyebabkan
ia sadar betapa berdosanya dirinya. Kesadaran semacam ini jelas merupakan
kemajuan rohani.
Calvin: "Here again we see his steadfastness and heroic courage. He does not dread the face of the king, or fear to make known his disease, and to announce to him the judgment of God; for although, at that time as well as now, kings had delicate ears, yet, being fully aware that God had enjoined this duty upon him, he boldly executes his commission, however much it might be disliked. ... if his object had been to gain the good graces of his prince, he would have been silent like other flatterers; but he has regard to his office, and endeavours to discharge it most faithfully" (= Di sini lagi-lagi kita melihat kesetiaan dan keberanian Yesaya. Ia tidak takut kepada raja, dan tidak takut untuk menyatakan penyakitnya, dan mengumumkan kepadanya penghakiman Allah; karena sekalipun, pada jaman itu maupun sekarang, raja-raja mempunyai telinga yang halus, tetapi karena ia sadar sepenuhnya bahwa Allah memerintahkan kewajiban ini kepadanya, maka ia dengan berani melaksanakan tugasnya, betapapun hebatnya hal itu akan dibenci. ... jika tujuannya adalah supaya disenangi oleh rajanya, ia akan berdiam diri seperti para penjilat yang lain; tetapi ia menghormati jabatannya, dan berusaha untuk menunaikan tugasnya dengan setia) - ‘Isaiah’, hal 188-189.
2.
Hukumannya (ay 17-18).
Karena Hizkia menunjukkan semua hartanya tanpa kecuali (ay 13b,15b), maka hukumannya adalah bahwa semua harta, tanpa kecuali, akan diangkut ke Babel (ay 17).
Keil & Delitzsch: "The sin of vanity was to be punished by the carrying away of that of which his heart was proud" (= Dosa kesombongan akan dihukum dengan pengambilan hal-hal yang dibanggakan oleh hatinya) - hal 467.
b. Keturunan Hizkia juga akan diangkut ke Babel (ay 18).
Keil & Delitzsch: "SARISIM, chamberlains, courtiers, not necessarily eunuchs, as in 1Sam 8:15, etc." (= SARISIM, pengurus rumah tangga, pegawai istana, tidak harus sida-sida, seperti dalam 1Sam 8:15) - hal 468.
Catatan: kata Ibrani yang diterjemahkan ‘pegawai-pegawai istana’ dalam 1Sam 8:15 merupakan kata yang sama dengan yang diterjemahkan ‘sida-sida’ di sini.
Mikha 3:12 - "Sebab itu oleh karena kamu maka Sion akan dibajak seperti ladang, dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing, dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan".
Yer 26:18-19 - "katanya: ‘Mikha, orang Moresyet itu, telah bernubuat di zaman Hizkia, raja Yehuda. Dia telah berkata kepada segenap bangsa Yehuda: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan. Apakah Hizkia, raja Yehuda, beserta segenap Yehuda membunuh dia? Tidakkah ia takut akan TUHAN, sehingga ia memohon belas kasihan TUHAN, agar TUHAN menyesal akan malapetaka yang diancamkanNya atas mereka? Dan kita, maukah kita mendatangkan malapetaka yang begitu besar atas diri kita sendiri?’".
e.
Nubuat berisikan hukuman dari Yesaya ini digenapi dalam 2Raja 24:10-17
Daniel 1:1-7.
Ini merupakan sikap yang harus ditiru pada waktu mendengar teguran Firman Tuhan!
b. Ay 19b: "Tetapi pikirnya: ‘Asal ada damai dan keamanan seumur hidupku!’".
KJV: ‘And he said, Is it not good, if peace and truth be in my days?’ (= Dan ia berkata: ‘Tidakkah baik, jika damai dan kebenaran ada dalam jamanku?’).
RSV: ‘For he thought, Why not, if there will be peace and security in my days?’ (= Karena ia berpikir: Mengapa tidak, jika ada damai dan keamanan dalam jamanku?).
NIV: ‘For he thought, Will there not be peace and security in my lifetime?’ (= Karena ia berpikir: Bukanlah akan ada damai dan keamanan dalam masa hidupku?).
NASB: ‘For he thought, Is it not so, if there shall be peace and truth in my days?’ (= Karena ia berpikir: Bukankah demikian, jika di sana akan ada damai dan kebenaran dalam jamanku?).
Calvin: "it may be thought that Hezekiah was cruel in taking no care about posterity, and not giving himself much trouble about what should happen afterwards. ... But Hezekiah’s meaning was quite different; for, while he wished well to those who should live after him, yet it would have been undutiful to disregard that token of forbearance which God gave by delaying his vengeance; for he might have been led by it to hope that this mercy would, in some degree, be extended to posterity" (= bisa dianggap bahwa Hizkia itu kejam karena tidak mempedulikan keturunannya, dan tidak terlalu peduli tentang apa yang nanti akan terjadi. ... Tetapi maksud Hizkia sangat berbeda; karena, sekalipun ia menginginkan kebaikan untuk mereka yang hidup setelahnya, tetapi adalah merupakan ketidak-taatan untuk mengabaikan tanda kesabaran yang diberikan oleh Allah dengan menunda pembalasanNya; karena ia mungkin dipimpin olehnya kepada pengharapan bahwa belas kasihan ini, pada tingkat tertentu, akan diperluas kepada keturunanya) - ‘Isaiah’, hal 193.
Calvin (‘Isaiah’, hal 194) juga mengatakan bahwa kalau tadinya usia Hizkia ditambah 15 tahun, maka sekarang pada waktu ia berbuat dosa, ada kekuatiran bahwa usianya diperpendek kembali. Tetapi ternyata Tuhan tidak melakukan hal itu, dan untuk ini Hizkia harus bersyukur.
Para
penafsir berpendapat bahwa inilah sikap Hizkia. Ia memang prihatin terhadap
nasib keturunan maupun bangsa dan negaranya, tetapi bagaimanapun ia berpikir
bahwa kalau Tuhan menunda hukuman itu sehingga tidak menimpa dirinya sendiri,
maka itu merupakan kemurahan Tuhan yang harus ia syukuri.
Hati-hatilah pada waktu doa saudara dikabulkan. Jangan itu membuat saudara menjadi orang yang tidak tahu terima kasih, tidak memuliakan Tuhan, dan menjadi sombong. Semua itu bisa mengundang hukuman / hajaran Tuhan. Sebaliknya bersyukurlah atas jawaban doa itu, dan bahkan sharingkanlah hal itu supaya juga menjadi berkat bagi orang lain.