oleh
: Pdt. Budi Asali M.Div.
1) Simon
dipaksa untuk memikul salib Yesus.
Ay 26: “Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang
bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan
salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus”.
KJV: ‘that he might bear it
after Jesus’ (= supaya ia bisa memikulnya di belakang Yesus).
RSV: ‘to carry it behind Jesus’
(= untuk mengangkatnya di belakang Yesus).
NIV: ‘and made him carry it behind Jesus’ (= dan memaksanya mengangkatnya di
belakang Yesus).
NASB:
‘to carry behind Jesus’ (= mengangkatnya di belakang
Yesus).
Ini menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa Yesus
masih memikul salib. Simon membantu hanya memikul bagian belakang salib, dan
itu adalah bagian yang lebih ringan.
2) Mungkin
sekali bahwa Simon bertobat hari itu karena memikul salib Yesus.
a) Barclay
mengatakan bahwa Simon adalah seorang Yahudi yang datang dari Tripoli (Lybia),
untuk merayakan Paskah di Yerusalem. Tetapi persis pada waktu ia sampai di
Yerusalem, ia bertemu dengan Yesus yang memikul salib, dan Yesus jatuh karena
tidak kuat memikul salib itu. Seorang tentara Romawi menyentuhkan tombaknya
pada pundak Simon, yang merupakan tanda bahwa ia disuruh memikul salib Yesus.
Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Simon. Ia pergi ke Yerusalem untuk
merayakan Paskah, yang merupakan suatu keinginan dalam hidupnya, tetapi ia
menjumpai dirinya memikul salib Yesus. Pasti hatinya dipenuhi dengan kepahitan
terhadap tentara Romawi itu, dan mungkin juga terhadap ‘orang kriminil’ ini, yang
telah melibatkannya dalam kejahatannya.
William Barclay: “He began by carrying his
own Cross (John 19:17); but under its weight his strength gave out and he could
carry it no father. Palestine was an occupied country and any citizen could be
immediately impressed into the service of the Roman government. The sign of
such impressment was a tap on the shoulder with the flat of the blade of a
Roman spear. When Jesus sank beneath the weight of his Cross, the Roman
centurion in charge looked round for someone to carry it. Out of the country
into the city there came Simon from far off Cyrene, which is modern Tripoli. No
doubt he was a Jew who all his life had scraped and saved so that he might be
able to eat one Passover at Jerusalem. The flat of the Roman spear touched him
on the shoulder and he found himself, willy-nilly, carrying a criminal’s cross.
Try to imagine the feelings of Simon. He had come to Jerusalem to realise the
cherished ambition of a lifetime, and he found himself walking to Calvary
carrying a cross. His heart was filled with bitterness towards the Romans and
towards this criminal who had involved him in his crime” (= ) - hal 282-283.
William Hendriksen:
“The
theory that Simon could not have been a Jew, because he gave his sons Greek
names (Mark 15:21), is without merit, since many Jews followed that practice” [= Teori bahwa Simon tidak
mungkin adalah seorang Yahudi, karena ia memberi anak-anaknya nama Yunani (Mark
15:21), adalah tanpa nilai, karena banyak orang-orang Yahudi mengikuti praktek itu] - hal 1023.
b) Barclay
lalu mengatakan bahwa ceritanya tidak berhenti di sana. Markus berkata: “Pada waktu itu lewat seorang yang bernama
Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar
kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus” (Mark 15:21). Jadi, Simon digambarkan sebagai ayah dari
Alexander dan Rufus. Kita tidak memperkenalkan seseorang dengan nama
anak-anaknya, kecuali anak-anak tersebut sangat dikenal dalam masyarakat kepada
siapa kita menulis. Ada persetujuan umum bahwa Markus menuliskan Injilnya
kepada gereja Roma. Sekarang lihatlah kepada surat Paulus kepada gereja Roma.
Di antara salam-salamnya pada akhirnya ia menulis: “Salam kepada Rufus, orang
pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu” (Ro 16:13). Jadi dalam gereja Roma ada Rufus, seorang
Kristen yang berharga sehingga disebut sebagai salah seorang pilihan Allah,
dengan ibunya yang begitu dikasihi oleh Paulus sehingga ia sebut sebagai
ibunya. Bisa jadi bahwa ini adalah Rufus yang sama dengan Rufus yang adalah
anak dari Simon, dan bahwa ibunya adalah istri dari Simon.
William Barclay: “But if we can read between
the lines the story does not end there. J. A. Robertson saw in it one of the
hidden romances of the New Testament. Mark describes Simon as the father of
Alexander and Rufus (Mark 15:21.) Now you do not identify a man by the name of
his sons unless these sons are well-known people in the community to which you
write. There is general agreement that Mark wrote his gospel to the Church at
Rome. Turn to Paul’s letter to the Church at Rome. Amongst the greetings at the
end he writes, ‘Greet Rufus, eminent in the Lord, also his mother and mine.’
(Romans 16:13.) So in the Roman church there was Rufus, so choice a Christian
that he could be called one of God’s chosen ones, with a mother so dear to Paul
that he could call her his mother in the faith. It may well be that this was
the same Rufus who was the son of Simon of Cyrene, and his mother was Simon’s
wife”
(= ) - hal 283.
c) Mungkin
pertobatan Simon terjadi pada saat ia memikul salib Yesus.
William Barclay: “It may well be that as he
looked on Jesus Simon’s bitterness turned to wondering amazement and finally to
faith; that he became a Christian; and that his family became some of the
choicest souls in the Roman church. It may well be that Simon from Tripoli
thought he was going to realize a life’s ambition, to celebrate the Passover in
Jerusalem at last; that he found himself sorely against his will carrying a criminal’s
cross; that, as he looked, his bitterness turned to wonder and to faith; and
that in the thing that seemed to be his shame he found a Saviour” (= Bisa jadi bahwa pada
saat ia memandang kepada Yesus, kepahitan Simon berbalik menjadi keheranan dan
akhirnya menjadi iman; sehingga ia menjadi orang kristen; dan keluarganya
menjadi jiwa-jiwa yang paling berharga dalam gereja Roma. Merupakan sesuatu
yang memungkinkan bahwa Simon dari Tripoli berpikir bahwa ia akan mewujudkan
ambisi hidupnya, untuk akhirnya bisa merayakan Paskah di Yerusalem; bahwa ia
mendapati dirinya, sangat bertentangan dengan kehendaknya, mengangkat salib
seorang kriminil; bahwa pada saat ia memandang, kepahitannya berbalik menjadi
keheranan dan menjadi iman; dan bahwa dalam hal yang kelihatannya merupakan aib
baginya ia menemukan seorang Juruselamat)
- hal 283.
3) Spurgeon
berkata bahwa Simon dari Kirene memikul salib Yesus karena Simon Petrus tidak
ada.
C. H. Spurgeon: “‘His name was Simon: and where was that
other Simon? What a silent, but strong rebuke this would be to him. Simon
Peter, Simon son of Jonas, where wast thou? Another Simon has taken thy place.
Sometimes the Lord’s servants are backward where they are expected to be
forward, and he finds other servitors for the time. If this has ever happened
to us it ought gently to rebuke us as long as we live. Brothers and sisters,
keep your places, and let not another Simon occupy your room. It is of Judas
that it is said, ‘His bishopric shall another take;’ but a true disciple will retain
his office. Remember that word of our Lord, ‘Hold that fast which thou hast,
that no man take thy crown.’ Simon Peter lost a crown here, and another head
wore it” [=
Namanya adalah Simon: dan dimana Simon yang satunya? Ini merupakan suatu
hardikan yang tenang tetapi keras baginya. Simon Petrus, Simon bin Yunus,
dimanakah engkau? Seorang Simon yang lain telah mengambil tempatmu.
Kadang-kadang pelayan-pelayan Tuhan mundur pada saat mereka diharapkan untuk
maju, dan Ia mendapatkan pelayan-pelayan yang lain untuk saat itu. Jika ini
pernah terjadi pada kita, itu seharusnya memarahi / menegur kita dengan lembut
selama kita hidup. Saudara-saudara dan saudari-saudari, tetaplah di tempatmu,
dan jangan biarkan seorang Simon yang lain menempati tempatmu. Tentang Yudas
dikatakan ‘Biarlah jabatannya diambil orang lain’ (Kis 1:20b); tetapi seorang murid sejati akan mempertahankan jabatannya. Ingatlah
kata-kata Tuhan kita ‘Peganglah apa
yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu’ (Wah
3:11). Simon Petrus kehilangan mahkota di sini, dan sebuah kepala yang lain
memakai mahkota itu] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI,
hal 447-448.
Catatan:
Dalam Mat 16:17 Simon Petrus disebutkan sebagai ‘Simon bin Yunus’, tetapi dalam Yoh 1:42 ia disebutkan sebagai ‘Simon, anak Yohanes’ (bdk. Yoh 21:15,16,17). Apakah 2 bagian ini
bertentangan? Sebetulnya tidak, karena dalam Mat 16:17 itu kata yang
diterjemahkan ‘bin
Yunus’ adalah BARIONA, dimana kata BAR
berarti ‘bin’ (= anak dari), sedangkan kata IONA, bukan berarti ‘Yunus’, tetapi merupakan singkatan dari nama ‘Yohanes’, ayah Simon. Jadi terjemahan ‘bin Yunus’ dalam Mat 16:17 itu sebetulnya salah, dan TB2-LAI tidak
memperbaikinya, karena menterjemahkannya sebagai ‘anak Yunus’.
1) Perempuan-perempuan
Yerusalem menangisi Yesus (ay 27).
Ay 27: “Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak
perempuan yang menangisi dan meratapi Dia”.
Ini bukan grup perempuan yang mengikut Yesus dan
menyuplai rombongan Yesus dengan keuangan mereka (Luk 8:1-3).
A. T. Robertson: “‘In the Gospels there is no instance of a
woman being hostile to Christ.’ (Plummer). Luke’s Gospel is appropriately
called the Gospel of Womanhood (1:39-56; 2:36-38; 7:11-15; 37-50; 8:1-3;
10:38-42; 11:27; 13:11-16)” [=
‘Dalam Injil-injil tidak ada contoh / kejadian tentang seorang perempuan yang
bersikap bermusuhan terhadap Kristus’ (Plummer). Injil Lukas secara tepat
disebut Injil kaum wanita (1:39-56;
2:36-38; 7:11-15; 37-50; 8:1-3; 10:38-42; 11:27; 13:11-16)] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol II, hal 283.
2) Jawab
/ tanggapan Yesus terhadap tangisan tersebut.
a) Ay 28: “Yesus berpaling kepada
mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku,
melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!”.
Leon Morris (Tyndale):
“Jesus
greets them as ‘Daughters of Jerusalem,’ ... At this moment, as He goes out to
execution, Jesus thinks not of Himself but of them. He wants their repentance,
not their sympathy” (= Yesus menyebut mereka sebagai ‘puteri-puteri Yerusalem’, ...
Pada saat ini, pada saat Ia pergi keluar untuk dihukum mati, Yesus tidak
berpikir tentang diriNya sendiri tetapi tentang mereka. Ia menginginkan
pertobatan mereka, bukan simpati mereka)
- hal 325.
David Gooding: “It
was, it seems, a psychological reaction to the sight of ‘such a nice young man’
being so rudely taken out to such a hideously cruel death. It had nothing to do
with moral conscience or repentance. In a month’s time they would have
forgotten it. Christ wanted no such pity” (=
Kelihatannya itu adalah reaksi psikhologis terhadap pemandangan tentang
‘seorang muda yang baik’ yang dengan begitu kasar dibawa keluar kepada suatu
kematian yang kejam dan mengerikan. Itu tidak berhubungan dengan hati nurani
moral atau pertobatan. Dalam waktu satu bulan mereka akan melupakannya. Kristus
tidak menginginkan belas kasihan seperti itu) - hal 341.
Norval Geldenhuys (NICNT): “It is not sympathy but sincere faith in Him and genuine
repentance that Jesus expects from us” (= Bukan simpati tetapi iman yang tulus /
sungguh-sungguh kepadaNya dan pertobatan sejati yang Yesus harapkan dari kita) - hal 605.
Pulpit Commentary:
“He does not
want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini
adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).
Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi
tidak percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya
perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi
ketidak-percayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Dan satu
hal perlu dicamkan, yaitu bahwa dalam persoalan ini tidak ada daerah netral.
Jadi saudara hanya bisa pro Yesus atau anti Yesus (Mat 12:30).
Adam Clarke: “the sufferings of Christ
are not a subject of sorrow to any man; but, on the contrary, of eternal
rejoicing to the whole of a lost world” (= penderitaan-penderitaan
Kristus bukanlah suatu pokok kesedihan bagi siapapun; tetapi sebaliknya, suatu
pokok sukacita kekal bagi seluruh dunia yang terhilang) - hal 495.
Adam Clarke: “Some have even prayed to
participate in the sufferings of Christ. Relative to this point, there are many
unwarrantable expressions used by religious people in their prayers and hymns.
To give only one instance, how often do we hear these or similar words said or
sung: ‘Give me to feel thy agonies! One drop of thy sad cup afford!’ Reader!
one drop of this cup would bear down thy soul to endless ruin; and these
agonies would annihilate the universe. He suffered alone; for of the people
there was none with him; because his sufferings were to make an atonement for
the sins of the world: and in the work of redemption he had no helper” (= Sebagian orang bahkan
berdoa supaya bisa berpartisipasi dalam penderitaan-penderitaan Kristus.
Berhubungan dengan hal ini, ada banyak ungkapan yang tak berdasar yang digunakan
oleh orang-orang yang religius dalam doa-doa dan puji-pujian mereka. Untuk
memberi satu contoh, betapa sering kita mendengar kata-kata ini atau kata-kata
yang serupa dikatakan atau dinyanyikan: ‘Berilah aku untuk merasakan
penderitaan-penderitaanMu! Berikan satu tetes dari cawanMu yang menyedihkan!’
Pembaca! satu tetes dari cawan ini akan menekan jiwamu kepada kehancuran tanpa
akhir; dan penderitaan-penderitaan ini akan memusnahkan alam semesta. Ia
menderita sendirian; karena dari orang-orang yang ada di sana tidak seorangpun
bersamaNya; karena penderitaan-penderitaanNya adalah untuk membuat suatu
penebusan untuk dosa-dosa dunia: dan dalam pekerjaan penebusan Ia tidak
mempunyai penolong) - hal 495-496.
b) Ay
29: “Sebab
lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang
rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui”.
Maksud Yesus adalah: akan datang suatu kesukaran bagi
mereka yang begitu hebat sehingga keadaan tidak punya anak akan dianggap
sebagai suatu berkat, dari pada mempunyai anak dan melihat anak-anak itu
menderita / dibunuh / disiksa.
Pulpit Commentary:
“A
strange beatitude to be spoken to the women of Israel, who, through all their
checkered history, so passionately longed that this barrenness might not be
their portion” (= Suatu ucapan bahagia yang aneh untuk diucapkan kepada
perempuan-perempuan Israel, yang dalam sepanjang sejarah mereka yang
berubah-ubah, begitu menginginkan bahwa kemandulan ini tidak menjadi bagian
mereka) - hal 239.
c) Ay
30: “Maka
orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan
kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!”.
Bandingkan dengan:
·
Hos 10:8 - “Bukit-bukit pengorbanan
Awen, yakni dosa Israel, akan dimusnahkan. Semak duri dan rumput duri akan
tumbuh di atas mezbah-mezbahnya. Dan mereka akan berkata kepada gunung-gunung:
‘Timbunilah kami!’ dan kepada bukit-bukit: ‘Runtuhlah menimpa kami!’”.
·
Wah 6:16 - “Dan mereka berkata kepada
gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan
sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka
Anak Domba itu.’”.
Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa mereka akan mengalami
nasib yang mengerikan.
d) Ay
31: “Sebab
jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi
dengan kayu kering?’”.
Arti kata-kata ini: Jika orang-orang Romawi memperlakukan
Yesus, yang mereka akui sebagai tak bersalah, seperti itu, bagaimana mereka
akan memperlakukan orang yang mereka anggap bersalah (orang-orang Yahudi)?
Norval Geldenhuys (NICNT) mengatakan bahwa siapapun yang
mengikuti sejarah dari perang Romawi - Yahudi yang akhirnya menyebabkan
kehancuran total dari Yerusalem, menyadari bahwa kata-kata Yesus ini
menggambarkan kebenaran yang sesungguhnya (hal 604).
1) Yesus
dihukum mati bersama 2 penjahat, tetapi Yesus dibedakan dari kedua penjahat
tersebut.
Ay 32: “Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua
penjahat untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia”.
KJV: ‘And there were also two
other, malefactors, led with him to be put to death’ (= Dan di sana juga
ada dua yang lain, penjahat-penjahat, dibawa untuk dibunuh bersama Dia).
Adam Clarke mengatakan bahwa ada versi Kitab Suci yang
membuang tanda koma (,) setelah kata-kata ‘two other’ maupun setelah
kata ‘malefactors’ dari versi KJV sehingga bunyinya menjadi: ‘And there were also two other malefactors
led with him to be put to death’
(= Dan di sana juga ada 2 penjahat lain yang dibawa untuk dibunuh bersama Dia).
Ini menyebabkan ayat ini seolah-olah menunjukkan bahwa Yesus juga adalah
kriminil / penjahat. Ini suatu contoh dimana perubahan / penghapusan tanda koma
bisa mengubah arti suatu ayat secara total!
Dalam Interlinear Greek - English, untuk kata ‘other’
(= lain) tersebut, diberi catatan kaki sebagai berikut:
“Luke uses e`teroi here with strict accuracy
= ‘different.’ Jesus was not himself a criminal. Note the punctuation of A. V.” (= Lukas menggunakan e`teroi di sini dengan ketepatan
yang ketat = ‘berbeda’. Yesus sendiri bukanlah kriminil. Perhatikan pemberian
tanda baca dari A. V.).
Catatan:
A. V. = Authorized Version = KJV / King James Version.
Ada 2 kata bahasa
Yunani yang berarti ‘yang lain’ (= another),
yaitu ALLOS dan HETEROS. Tetapi kedua kata ini ada bedanya.
W. E. Vine dalam
bukunya yang berjudul ‘An Expository
Dictionary of New Testament Words’ mengatakan sebagai berikut: “ALLOS ... denotes another of the same sort; HETEROS ... denotes another
of a different sort” (= ALLOS ... menunjuk pada ‘yang lain dari jenis yang sama’;
HETEROS ... menunjuk pada ‘yang lain dari jenis yang berbeda’).
Illustrasi: Di sini ada 1 gelas
Aqua. Kalau saya menginginkan 1 gelas Aqua lagi, yang sama dengan yang ada di
sini, maka saya akan menggunakan kata ALLOS. Tetapi kalau saya menghendaki
minuman yang lain, misalnya Coca Cola, maka saya harus menggunakan kata
HETEROS, bukan ALLOS.
Yang digunakan dalam
ay 32 ini adalah HETEROI (bentuk jamak dari HETEROS). Jadi ini menunjukkan
bahwa kedua orang itu adalah ‘yang lain dari
jenis yang berbeda’ dengan Yesus. Jadi, sekalipun disalibkan
bersama-sama, tetapi Yesus dibedakan dari kedua penjahat itu; dengan kata lain,
Yesus bukanlah penjahat.
Bandingkan juga dengan
terjemahan-terjemahan bahasa Inggris yang lain, yang juga membedakan Yesus
dengan kedua penjahat tersebut.
RSV: ‘Two others also, who were
criminals, were led away to be put to death with him’ (= Dua orang lain
juga, yang adalah kriminil, dibawa untuk dibunuh bersama Dia).
NIV: ‘Two other men, both criminals, were
also led out with him to be executed’ (= Dua orang lain, keduanya
kriminil, juga dibawa keluar dengan Dia untuk dihukum mati).
NASB:
‘And two others also, who were
criminals, were being led away to be put to death with Him’ (= Dan dua orang lain juga, yang
adalah kriminil, dibawa untuk dibunuh bersama Dia).
2) Yesus
disalibkan di antara kedua penjahat tersebut.
Ay 33: “Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka
menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di
sebelah kananNya dan yang lain di sebelah kiriNya”.
a) Bentuk
salib Yesus.
Encyclopedia Britannica: “There are four basic types of iconographic representations of
the cross: the crux quadrata, or Greek cross, with four equal arms; the
crux immissa, or Latin cross, whose base stem is longer than the other
three arms; the crux commissa, in the form of the Greek letter tau,
sometimes called St. Anthony’s cross; and crux decussata, named from the
Roman decussis, or symbol of the numeral 10, also known as St. Andrew’s cross. Tradition
favours the crux immissa as that on which Christ died, but some believe that it
was a crux commissa” [= Ada empat type dasar dari wakil bentuk salib: salib
quadrata, atau salib Yunani, dengan empat tangan yang sama panjangnya (+); salib
immissa, atau salib Latin, yang batang bagian bawahnya lebih panjang dari ketiga
lengan lainnya (…); salib
commissa, dalam bentuk dari huruf Yunani Tau (T),
kadang-kadang disebut salib Santo Antoni; dan salib decussata, dinamakan
dari decussis Romawi, atau simbol dari angka 10 (X), juga
dikenal sebagai salib Santo Andreas. Tradisi mendukung salib immissa (…) sebagai salib pada mana Kristus mati, tetapi
sebagian orang percaya bahwa itu adalah salib commissa (T)].
Jadi sebetulnya kita tidak tahu persis bentuk salib dari
Kristus. Simbol salib yang kita gunakan sebetulnya hanya merupakan tradisi, dan
tidak mempunyai dasar Kitab Suci. Ini perlu direnungkan oleh orang-orang yang
anti Natal dengan alasan bahwa itu hanya merupakan tradisi. Mereka mau
menggunakan salib, yang sebetulnya juga merupakan tradisi, tetapi mereka tidak
mau Natal, karena itu hanya didasarkan pada tradisi. Bukankah itu aneh?
b) Penderitaan
orang yang disalib.
William Hendriksen:
“It has
been well said that the person who was crucified ‘died a thousand deaths.’ Large
nails were driven through hands and feet (John 20:25; cf. Luke 24:40). Among
the horrors which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon
a little tablet, not very far from the ground) were the following: severe
inflammation, the swelling of the wounds in the region of the nails, unbearable
pain from torn tendons, fearful discomfort from the strained position of the
body, throbbing headache, and burning thirst (John 19:28). ... It has been said
that only the damned in hell know what Jesus suffered when he died on the
cross”
[= Dikatakan secara benar bahwa orang yang
disalib ‘mati 1000 kali’. Paku-paku besar dipakukan menembus tangan dan kaki
(Yoh 20:25; bdk. Luk 24:40). Di antara hal-hal yang mengerikan yang
diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki berpijak pada
potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah hal-hal berikut ini:
peradangan yang sangat hebat, pembengkakan dari luka-luka di daerah sekitar
paku-paku itu, rasa sakit yang tidak tertahankan dari tendon-tendon yang sobek,
rasa tidak enak yang sangat hebat karena posisi tubuh yang terentang, sakit
kepala yang berdenyut-denyut, dan rasa haus yang membakar (19:28). ... Pernah
dikatakan bahwa hanya orang-orang yang dihukum di neraka tahu apa yang Yesus
derita pada waktu Ia mati pada kayu salib] - hal 1026.
William Barclay: “The terror of crucifixion
was this - the pain of that process was terrible but it was not enough to kill,
and the victim was left to die of hunger and thirst beneath the blazing
noontide sun and the frost of the night. Many a criminal was known to have hung
for a week upon his cross until he dies raving mad” (= Hal yang mengerikan / menyeramkan dari penyaliban adalah ini
- rasa sakit dari proses penyaliban itu luar biasa, tetapi tidak cukup untuk
membunuh, dan korban dibiarkan mati oleh kelaparan dan kehausan di bawah sinar
matahari yang membakar dan cuaca beku pada malam hari. Banyak kriminil
diketahui tergantung untuk satu minggu pada salibnya sampai ia mati sambil
mengoceh seperti orang gila) - hal 284.
c) Penyaliban
Yesus di tengah-tengah dua penjahat.
·
Ini merupakan suatu
penghinaan yang terhebat bagi Kristus.
Calvin: “It was the finishing
stroke of the lowest disgrace when Christ was executed between two robbers; for
they assigned him the most prominent place, as if he had been the prince of
robbers. If he had been crucified apart from the other malefactors, there might
have appeared to be a distinction between his case and theirs; but now he is
not only confounded with them, but raised aloft, as if he had been by far the
most detestable of them all” (= Ini merupakan pukulan terakhir dari aib terendah pada waktu
Kristus dihukum mati di antara dua perampok; karena mereka memberikan Dia
tempat yang paling terkemuka / menyolok, seakan-akan Ia adalah pangeran /
pemimpin dari perampok-perampok. Seandainya Ia disalibkan terpisah dari
penjahat-penjahat yang lain, maka akan terlihat suatu perbedaan antara kasusNya
dengan kasus mereka; tetapi sekarang Ia bukan hanya dicampuradukkan dengan
mereka, tetapi ditinggikan, seakan-akan Ia betul-betul paling menjijikkan dari
mereka semua) - hal 302.
·
Hal ini merupakan sesuatu
yang perlu dalam penebusan dosa kita.
Calvin: “In order that he might
free us from condemnation, this kind of expiation was necessary, that he might
place himself in our room. Here we perceive how dreadful is the weight of the
wrath of God against sins, for appeasing which it became necessary that Christ,
who is eternal justice, should be ranked with robbers. We see, also, the
inestimable love of Christ towards us, who, in order that he might admit us to
the society of the holy angels, permitted himself to be classed as one of the
wicked”
(= Supaya Ia bisa membebaskan kita dari
penghukuman, penebusan seperti ini dibutuhkan, sehingga Ia bisa menempatkan
diriNya di tempat kita. Di sini kita mengerti betapa menakutkan beban dari
murka Allah terhadap dosa-dosa, karena untuk memuaskan tuntutanNya adalah perlu
bahwa Kristus, yang adalah keadilan yang kekal, digolongkan dengan
perampok-perampok. Kita juga melihat, kasih yang tak ternilai terhadap kita
dari Kristus, yang, supaya bisa menerima kita dalam kumpulan malaikat-malaikat
kudus, mengijinkan diriNya sendiri untuk digolongkan sebagai salah satu dari
orang-orang jahat) - hal 302.
3) Mengapa
kitab-kitab Injil hanya menceritakan penderitaan fisik Yesus secara sangat
singkat?
Pandangan Leon Morris: karena para penulis Injil tidak
mau mengambil keuntungan yang tidak benar dari perasaan para pembacanya.
Leon Morris (Tyndale):
“Crucifixion
was a slow and painful death, but it is noteworthy that none of the Evangelists
dwells on the torment Jesus endured. The New Testament concentrates on the
significance of Jesus’ death, not on harrowing our feelings” (= Penyaliban merupakan
kematian yang lambat dan menyakitkan, tetapi patut diperhatikan bahwa tidak
seorangpun dari para Penginjil / Penulis Injil yang berlama-lama dalam
menyatakan siksaan yang dialami oleh Yesus. Perjanjian Baru memusatkan
perhatian pada arti dari kematian Yesus, bukan untuk menggaru / melukai
perasaan kita) - hal 326.
Pada waktu membahas tentang pencambukan dalam
Yoh 19:1, Leon Morris mengatakan bahwa para penulis Injil hanya menyatakan
hal itu secara singkat (dengan satu kata saja), karena mereka tidak mau
membangkitkan emosi pembacanya.
Leon Morris (NICNT):
“It is a
further example of the reserve of the Gospels that they use but one word to
describe this piece of frightfulness. There is no attempt to play on our
emotions” (= Itu merupakan contoh lagi tentang sikap hati-hati dari
Injil-injil dimana mereka menggunakan hanya satu kata untuk menggambar-kan
potongan yang menakutkan ini. Tidak ada usaha untuk mengambil keuntungan secara
tidak benar dari emosi kita) - ‘The
Gospel according to John’, hal 790.
Dalam pembahasan tentang penyaliban dalam Yoh 19:18,
ia mengatakan hal yang serupa.
Leon Morris (NICNT):
“John
describes the horror that was crucifixion in a single word. As in the case of the
scourging, he simply mentions the fact and passes on. Popular piety, both
Protestant and Catholic, has often tended to make a great deal of the
sufferings of Jesus, to reflect on what was done and to dwell on the anguish He
suffered. None of the Gospels does this. The Evangelists record the fact and
let it go at that. The death of Jesus for men was their concern. They make no
attempt to play on the heartstrings of their readers” (= Yohanes menggambarkan
kengerian penyaliban dalam satu kata. Seperti dalam kasus pencambukan /
penyesahan, ia hanya menyebutkan fakta itu dan lalu melanjutkan ceritanya.
Orang-orang saleh yang terkenal, baik Protestan maupun Katolik, sering
cenderung untuk menekankan penderitaan Yesus, merenungkan apa yang dilakukan /
terjadi, dan berlama-lama dalam menyatakan penderitaan yang Ia derita. Tidak
ada dari Injil-injil yang melakukan hal ini. Mereka tidak berusaha untuk
mengambil keuntungan yang tidak benar dari perasaan hati dari pembaca mereka) - ‘The Gospel according to John’, hal 805-806.
Tetapi 1Pet 2:21-24 berbunyi sebagai berikut: “(21) Sebab untuk itulah
kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah
meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya. (22) Ia tidak
berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya. (23) Ketika Ia dicaci maki, Ia
tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam,
tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. (24) Ia
sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita,
yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu
telah sembuh. (25) Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu
telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.
Terlihat bahwa Petrus membicarakan penderitaan Yesus
secara cukup terperinci, dan tentang hal ini Pulpit Commentary berkata sebagai
berikut:
“Note, too, that the
apostle dwells on the sufferings, the actual mental and physical pain, and not
only on the fact of death. The loving memory of the eye-witness of his Lord’s
Passion retains each incident of the slow torture, the buffeting, the mocking,
the livid weals of the cruel scourge, the fainting form bearing the heavy
cross, and the unmoved meekness in it all. Sensuous representation of Christ’s
sufferings have often been carried too far, but surely there is a danger of
going to the other extreme; and every Christian life needs for its vigour a
believing and realizing contemplation of the sufferings of Christ endured for
and instead of us” (= Perhatikan juga bahwa sang rasul berlama-lama dalam
menyatakan penderitaan-penderitaan itu, rasa sakit secara mental yang
sungguh-sungguh dan secara fisik, dan bukan hanya pada fakta dari kematian.
Ingatan kasih dari saksi mata tentang penderitaan Tuhannya mempertahankan
setiap peristiwa dari penyiksaan yang lambat itu, pemukulan, pengejekan,
bilur-bilur yang merah kebiru-biruan dari pencambukan, kondisi yang lemah pada
saat memikul salib yang berat, dan kelembutan yang tidak berubah di dalam semua
itu. Memang penggambaran yang berhubungan dengan perasaan tentang penderitaan
Kristus seringkali dilakukan terlalu jauh, tetapi pasti juga ada bahaya untuk
pergi ke extrim satunya; dan setiap kehidupan kristen membutuhkan untuk
semangatnya suatu perenungan yang dipercayai dan disadari tentang
penderitaan-penderitaan Kristus yang dialami untuk kita dan sebagai ganti kita) - ‘The First Epistle General of Peter’, hal 95.
Pandangan Geldenhuis: supaya perhatian pembaca tidak
dipusatkan pada penderitaan fisik dari Yesus saja dan dengan demikian
mengabaikan penderitaan rohaniNya yang merupakan hakekat terdalam dari
penderitaan Yesus.
Norval Geldenhuys (NICNT): “the physical agony which Jesus had to endure was but the
faintest reflection of the spiritual suffering He had to undergo as the Bearer
of the sin of lost mankind. For this reason the Gospels give practically no
details of His physical suffering, so that the reader’s attention should not be
concentrated upon outward things and thus overlook the deepest essence of His
suffering” (= penderitaan fisik yang harus dialami oleh Yesus hanyalah
merupakan bayangan yang paling lemah tentang penderitaan rohani yang harus Ia
alami sebagai pemikul dosa dari umat manusia yang terhilang. Untuk alasan ini
Injil-injil secara praktis tidak memberikan hal-hal terperinci dari penderitaan
fisikNya, sehingga perhatian pembaca tidak terpusatkan pada hal-hal lahiriah
dan dengan demikian mengabaikan hakekat terdalam dari penderitaanNya) - hal 608.
Saudara
sudah melihat apa yang Yesus alami untuk menebus dosa umat manusia. Bagaimana
tanggapan saudara? Jangan sekedar merasa kasihan kepadaNya, seperti yang
dilakukan oleh perempuan-perempuan Yerusalem itu, tetapi percayalah kepada Dia
sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara! Maukah saudara?
email us at : gkri_exodus@lycos.com