oleh
: Pdt. Budi Asali M.Div.
Dalam pembicaraan sehari-hari kalau kita menggunakan kata
‘pengharapan’ atau ‘berharap’, maka itu
tidak menunjuk pada suatu kepastian, tetapi hanya merupakan suatu keinginan
yang bisa terjadi, tetapi bisa juga tidak.
Misalnya:
Dalam Kitab Sucipun kata ‘pengharapan’ sering digunakan dalam arti seperti itu.
Misalnya:
¨
Amsal 11:7 - “Pengharapan orang
fasik gagal pada kematiannya, dan harapan orang jahat menjadi sia-sia”.
¨
Yes 20:5 - “Maka orang akan terkejut
dan malu karena Etiopia, pokok pengharapan mereka, dan karena Mesir,
kebanggaan mereka”.
Tetapi dalam Kitab Suci seringkali kata ‘pengharapan’ digunakan dalam arti yang pasti, atau bisa diartikan
sebagai ‘keyakinan’.
Misalnya:
Dalam arti seperti itulah kata ‘pengharapan’ digunakan dalam Ibr 6:19-20 ini.
Ibr 6:19-20 - “(19) Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa
kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (20) di mana Yesus telah
masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek,
menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya”.
Bagi orang kristen, pengharapan akan keselamatan / masuk
surga bukan sekedar suatu pengharapan dalam arti bisa terjadi, bisa juga tidak.
Bagi orang kristen, pengharapan bukan berarti ‘mungkin’,
atau ‘mudah-mudahan’, atau ‘kemungkinan besar’. Sama
sekali tidak! Dalam agama lain tidak ada kepastian keselamatan. Mengapa? Karena
semua agama lain mendasarkan keselamatannya pada perbuatan baik. Setidaknya
perbuatan baik mempunyai andil dalam keselamatan mereka. Dan karena tidak
seorangpun bisa tahu berapa banyaknya dosa maupun perbuatan baiknya, maka jelas
bahwa dalam agama lain tidak mungkin ada seorangpun yang bisa yakin akan
keselamatannya. Tetapi dalam kekristenan ada kepastian keselamatan. Pengharapan
untuk masuk surga bukan cuma ‘mungkin’, ‘mudah-mudahan’, dsb, tetapi merupakan
sesuatu yang pasti. Mengapa?
1) Kristen
mendasarkan keselamatan sama sekali bukan pada perbuatan baik, tetapi pada
iman.
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman;
itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
2) Karena
di atas kayu salib Yesus sudah menebus semua dosa kita.
Ini dinyatakan oleh:
a) Kata-kata
‘Sudah
selesai’ di kayu salib’ (Yoh 19:30).
b) Ayat-ayat
seperti:
·
Kol 2:13 - “Kamu juga, meskipun dahulu
mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah
dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala
pelanggaran kita”.
·
1Yoh 1:7,9 - “(7) Tetapi jika kita hidup
di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh
persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan
kita dari pada segala dosa. ... (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia
adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan
menyucikan kita dari segala kejahatan”.
·
Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan
diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk
menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat
baik”.
3) Karena
Yesus sudah bangkit dari antara orang mati.
Kalau Yesus tidak bangkit, itu menunjukkan bahwa maut
sebagai upah dosa (Ro 6:23) belum Ia bereskan, dan dengan demikian dosa-dosa
kita juga belum beres. Tetapi bahwa Ia sudah bangkit dari antara orang mati,
itu menunjukkan bahwa semua dosa kita sudah Ia bereskan.
4) Karena
kenaikan Yesus ke surga.
Mengapa kenaikan Yesus ke surga bisa memberi kepastian
keselamatan?
a) Kenaikan
Yesus ke surga dan diterimanya Ia di surga oleh Allah Bapa, menunjukkan bahwa
misiNya untuk menebus dosa manusia memang sudah selesai.
b) Karena
Yesus berkata bahwa Ia pergi / naik ke surga untuk menyediakan / mempersiapkan
tempat bagi kita (yang percaya kepadaNya), dan Ia akan kembali untuk membawa
kita ke tempatNya, supaya dimana Ia berada di situ kita berada.
Yoh 14:1-6 - “(1) ‘Janganlah gelisah hatimu; percayalah
kepada Allah, percayalah juga kepadaKu. (2) Di rumah BapaKu banyak tempat
tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku
pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. (3) Dan apabila Aku telah pergi
ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan
membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.
(4) Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.’ (5) Kata Tomas kepadaNya:
‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke
situ?’ (6) Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak
ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.
c) Karena
Ibr 6:19-20 berkata bahwa Yesus masuk ke surga sebagai Perintis bagi kita.
Ibr 6:19-20 - “(19) Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa
kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (20) di mana Yesus telah
masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek,
menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya”.
NIV: ‘(19)
We have this hope as an anchor for the soul, firm and secure. It enters
the inner sanctuary behind the curtain, (20) where Jesus, who went before us,
has entered on our behalf. He has become a high priest forever, in the order of
Melchizedek’ [= Kami / kita mempunyai pengharapan ini sebagai suatu
sauh / jangkar untuk jiwa, teguh dan aman / pasti. Itu (pengharapan tersebut)
memasuki ruang maha suci di balik tabir, (20) kemana Yesus, yang pergi di depan
kita / mendahului kita, telah masuk demi kepentingan kita. Ia telah menjadi
Imam Besar selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek].
Karena penulis surat Ibrani ini menulis kepada
orang-orang Yahudi, maka ia menggunakan Kemah / Bait Suci sebagai gambaran
(Calvin, hal 154).
Calvin: “this was shadowed forth
formerly under the Law; for the high priest entered the holy of holies, not in
his own name only, but also in that of the people, ... so that in the person of
one man all entered into the sanctuary together. ... Rightly then does the
Apostle speak, when he reminds them that our high priest has entered into
heaven; for he has not entered only for himself, but also for us” [= ini dulu digambarkan di
bawah hukum Taurat; karena imam besar memasuki ruang maha suci, bukan hanya
dalam namanya sendiri, tetapi juga dalam nama umat / bangsa (Israel), ... sehingga dalam
diri satu orang semua masuk ke dalam ruang maha suci bersama-sama. ... Maka
benarlah kata-kata sang Rasul, pada waktu ia mengingatkan mereka bahwa Imam
Besar kita telah masuk ke dalam surga; karena Ia tidak masuk hanya untuk
diriNya sendiri, tetapi juga untuk kita]
- hal 154.
Catatan:
Calvin menyebut ‘rasul’ karena ia beranggapan bahwa penulis surat Ibrani adalah
rasul Paulus. Tetapi hampir semua penafsir-penafsir jaman sekarang menganggap
bahwa Paulus bukanlah penulis dari surat Ibrani.
Calvin: “There is therefore no
reason to fear that access to heaven will be closed up against our faith, as it
is never disjoined from Christ. And as it becomes us to follow Christ who is
gone before, he is therefore called our Forerunner, or precursor” (= Karena itu tidak ada
alasan untuk takut bahwa jalan masuk ke surga akan ditutup terhadap iman kita,
karena itu (surga / jalan masuk ke surga) tidak pernah dipisahkan dari
Kristus. Dan karena kita mengikut Kristus yang telah pergi / masuk ke sana
lebih dulu, karena itu Ia disebut Perintis kita) - hal 154.
Editor
dari Calvin’s Commentary: “The prodromoV
(PRODROMOS) is one who goes before to prepare the way for those who follow him.
... He has not only gone to prepare a place for his people; but he is also
their leader whom they are to follow; and where he has entered they shall also
enter. His entrance is a pledge of their entrance” [=
Kata prodromoV / PRODROMOS artinya
adalah seseorang yang berjalan di depan / pergi dahulu untuk mempersiapkan jalan
bagi mereka yang mengikuti dia. ... Ia (Yesus) bukan hanya
pergi untuk mempersiapkan tempat bagi umatNya; tetapi Ia juga adalah Pemimpin
mereka yang harus mereka ikuti; dan kemana Ia telah masuk, mereka juga akan
masuk. Masuknya Dia merupakan jaminan masuknya mereka] - hal
154-155 (footnote).
Karena itulah maka dalam ay 19nya dikatakan bahwa ‘pengharapan itu adalah
sauh / jangkar yang kuat dan aman bagi jiwa kita’.
Orang-orang Arminian menafsirkan text yang indah ini sedemikian
rupa sehingga menghancurkan kepastian keselamatan, dan menjadikan ‘pengharapan’
sekedar sebagai suatu keinginan yang bisa terjadi, bisa juga tidak.
Pulpit Commentary:
“The
Divine purpose may have been evinced by supplies of grace so abundant as to
remove all doubt of the possibility of success; yet through the human will
there may be failure; ... faith and patience are the conditions of fulfilment” (= Rencana ilahi mungkin
telah ditunjukkan dengan jelas oleh suplai kasih karunia yang begitu banyak
sehingga menyingkirkan semua keragu-raguan tentang kemungkinan kesuksesan;
tetapi melalui kehendak manusia bisa ada kegagalan; ... iman dan kesabaran
adalah syarat dari penggenapan) - hal
163.
Bandingkan dengan komentar Calvin di bawah ini, yang
betul-betul menunjukkan jaminan keselamatan bagi orang kristen yang sejati.
Calvin: “It is a striking likeness
when he compares faith leaning on God’s word to an anchor; for doubtless, as
long as we sojourn in this world, we stand not on firm ground, but are tossed
here and there as it were in the midst of the sea, and that indeed very
turbulent; for Satan is incessantly stirring up innumerable storms, which would
immediately upset and sink our vessel, were we not to cast our anchor fast in
the deep. ... Thus when we united to God, though we must struggle with
continual storms, we are yet beyond the peril of shipwreck. Hence he says, that
this anchor is ‘sure’ and ‘stedfast,’ or safe and firm” (= Merupakan suatu
kemiripan yang menyolok pada waktu ia membandingkan iman yang bersandar pada
Firman Allah sebagai suatu jangkar; karena tidak diragukan bahwa selama kita
tinggal dalam dunia ini, kita tidak berdiri pada tanah yang kokoh, tetapi kita
diombang-ambingkan kesana kemari seakan-akan kita ada di tengah-tengah laut,
yang betul-betul sedang bergolak; karena setan / Iblis dengan tak
henti-hentinya membangkitkan sangat banyak badai, yang akan segera membalikkan
dan menenggelamkan kapal kita, seandainya kita tidak membuang / memasukkan
jangkar kita dengan teguh di kedalaman. ... Karena itu pada waktu kita
dipersatukan dengan Allah, sekalipun kita harus bergumul dengan badai yang
terus menerus, tetapi kita berada di luar bahaya kapal karam / kecelakaan
kapal. Karena itu ia berkata bahwa sauh / jangkar ini ‘pasti’ dan ‘teguh’, atau
aman dan teguh) - hal 153.
Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary memberikan
komentar yang sangat bertentangan dengan komentar dari penafsir dari Pulpit
Commentary di atas (ingat bahwa Pulpit Commentary mencakup tulisan dari banyak
penulis / penafsir), dengan kata-kata di bawah ini.
Pulpit Commentary:
“This
text suggests, first of all, that the Christian life is a life of storm. It is
exposed to storms of persecution, of doubt, of remorse, of inward corruption,
of outward adversity, and to the last great storm of death. But, blessed be
God, believers possess complete security in the midst of these storms” (= Pertama-tama text ini
menunjukkan secara implicit bahwa kehidupan Kristen adalah kehidupan badai. Itu
terbuka terhadap badai penganiayaan, keragu-raguan, penyesalan, kejahatan /
kebejatan di dalam, kesengsaraan luar / lahiriah, sampai pada badai besar
terakhir yaitu kematian. Tetapi terpujilah Allah, karena orang-orang percaya
mempunyai keamanan yang sempurna di tengah-tengah badai-badai ini) - hal 165.
Pulpit Commentary:
“This
hope enables the Christian in deep distress to say, ‘Why art thou cast down, O
my soul?’ (Ps. 42:11). And in wildest storms it inspires him to sing, ‘God is
our Refuge and Strength, a very present Help in trouble,’ etc. (Ps. 46:1-3,7)” [= Pengharapan ini
memampukan orang kristen dalam kesukaran / kesusahan / penderitaan yang dalam
untuk berkata: ‘Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku?’ (Maz 42:12). Dan dalam
badai yang paling hebat ini mengilhaminya untuk menyanyi: ‘Allah itu bagi kita
tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat
terbukti’, dst. (Maz 46:2-4,8)] - hal
172-173.
Maz 42:12 - “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah
di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepadaNya,
penolongku dan Allahku!”.
Maz 46:2-4,8 - “(2) Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan,
sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. (3) Sebab itu kita tidak akan
takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;
(4) sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh
geloranya. Sela ... (8) TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita
ialah Allah Yakub. Sela”.
Merupakan suatu yang menarik bagi saya bahwa sekalipun
pada awal dari Ibrani pasal 6 ini (ayat 4-6) terdapat text yang sering dianggap
sebagai dasar bahwa keselamatan bisa hilang / orang kristen bisa kehilangan
keselamatannya, tetapi pada akhir dari Ibr 6 ini diberikan suatu jaminan keselamatan
bagi orang kristen yang sejati. Jadi, yang bisa murtad dalam ay 4-6 itu,
pastilah hanya orang kristen KTP. Orang kristen yang sejati mempunyai jangkar
yang ‘kuat
dan aman’ / ‘pasti dan teguh’. Ini memang tidak berarti bahwa kita boleh hidup secara
sembrono. Jaminan dari Allah tidak membuang tanggung jawab kita untuk hidup
dengan sebaik-baiknya! Tetapi bagaimanapun juga, jaminan bagi orang percaya itu
merupakan jaminan yang mutlak!
Hari
ini kita merayakan Hari Kenaikan Kristus ke surga. Apakah saudara merayakan
dengan suatu pengharapan / keyakinan bahwa suatu hari kelak, saudara pasti akan
masuk ke surga dan bersama-sama dengan Dia selama-lamanya?
email us at : gkri_exodus@lycos.com