oleh : Pdt. Budi
Asali M.Div.
1) Menganggapnya sebagai penggambaran yang
melebih-lebihkan (exaggeration).
Mungkin kalau melihat pencambukan terhadap Yesus, yang
menjadikan diriNya penuh dengan darah seperti itu, ada orang-orang yang
beranggapan bahwa film ‘The Passion of the Christ’ tersebut mengexpose secara terlalu berlebihan
pencambukan / penyiksaan terhadap Yesus tersebut. Tetapi dari apa yang saya baca dari buku-buku tafsiran, Bible
Dictionary, dan Encyclopedia, saya berpendapat bahwa apa yang digambarkan dalam
film ‘The Passion of the Christ’ itu tidaklah berlebih-lebihan!
Untuk menunjukkan bahwa penggambaran dalam film ‘The
Passion of the Christ’ tersebut
tidaklah berlebih-lebihan, bacalah komentar-komentar dari para penafsir di
bawah ini tentang pencambukan dan penyaliban, dan bandingkan dengan
penggambaran dalam film tersebut.
a) Pencambukan.
1. Pencambukan
/ penyesahan selalu mendahului penyaliban.
Pulpit Commentary (tentang Yoh 19:1): “Roman and Greek historians confirm the custom (Josephus,
‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9;
comp. Matt. 20:19; Luke 18:33) of scourging before crucifixion. It may have had
a twofold motive - one to glut the desire of inflicting physical torment and
ignominy, and another allied to the offer of anodyne, to hasten the final
sufferings of the cross” [= Para ahli sejarah Romawi dan Yunani meneguhkan kebiasaan
/ tradisi (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp. Mat 20:19; Luk 18:33)
tentang penyesahan sebelum penyaliban. Itu bisa mempunyai motivasi ganda -
pertama untuk memuaskan keinginan untuk memberikan siksaan fisik dan kehinaan,
dan yang kedua berhubungan dengan tawaran pengurangan rasa sakit, untuk
mempercepat penderitaan akhir pada salib]
- hal 416.
The International Standard Bible Encyclopedia, vol I: “Some form of torture prior to the crucifixion was
customary among the Carthaginians and, in the form of flogging, was the normal
procedure of the Romans. Whatever else may have been done to the victim prior
to crucifixion, there was at least a flogging to the point of making blood
flow. In actuality this hastened death and thus reduced the extreme agonies
that intensified as long as the victim endured on the cross” (= Suatu bentuk penyiksaan
sebelum penyaliban merupakan kebiasaan di antara orang-orang
Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, kedua penjahat yang disalibkan bersama Yesus tidak
dicambuki terlebih dahulu. Ini bertentangan dengan tradisi penyaliban, yang mengharuskan
orang yang akan disalib dicambuki lebih dulu.
2. Hebatnya
penyesahan.
a. Bentuk cambuk.
Unger’s Bible Dictionary: “Crucifixion was preceded by scourging with thongs, to
which were sometimes added nails, pieces of bone, etc., to heighten the pain,
often so intense as to cause death” (= Penyaliban didahului
oleh pencambukan dengan tali-tali kulit, dimana kadang-kadang ditambahkan
paku-paku, potongan-potongan tulang, dsb, untuk menaikkan rasa sakit, sering
begitu hebat sehingga menyebabkan kematian)
- hal 229.
Pulpit Commentary:
“This
was no ordinary whip, but commonly a number of leather thongs loaded with lead
or armed with sharp bones and spikes, so that every blow cut deeply into the
flesh, causing intense pain” (= Ini
bukannya cambuk biasa, tetapi biasanya merupakan sejumlah tali kulit yang
dimuati / dibebani / diberi timah atau diperlengkapi dengan tulang-tulang
runcing dan paku-paku, sehingga setiap cambukan mengiris dalam ke dalam daging,
menyebabkan rasa sakit yang sangat hebat)
- ‘Matthew’, hal 586.
Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu Yesus dicambuki dengan 2 macam cambuk, yang pertama
hanya semacam rotan biasa, lalu yang kedua baru dengan cambuk yang dberi
benda-benda tajam. Dalam buku-buku saya tidak pernah
dibicarakan tentang cambuk yang pertama.
b. Akibat /
hebatnya pencambukan.
Spurgeon: “The Roman scourge was a most
dreadful instrument of torture. It was made of the sinews of oxen, and sharp
bones were intertwisted here and there among the sinews; so that every time the
lash came down these pieces of bone inflicted fearful laceration, and tore off
the flesh from the bone” (= Cambuk Romawi adalah suatu alat penyiksaan yang paling menakutkan.
Itu dibuat dari otot dari sapi jantan, dan tulang-tulang runcing dijalin di
William Hendriksen (tentang Yoh 19:1): “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to
which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or
brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially
(not always exclusively) on the victim’s back, bared and bent. The body
was at times torn and lacerated to such an extent that
deep-seated veins and arteries - sometimes even entrails and inner
organs - were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt,
often resulted in death” [= Cambuk
Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit,
yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan
potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan
diberikan terutama, tetapi tidak selalu hanya, pada punggung korban, yang
ditelanjangi dan dibungkukkan. Tubuh itu kadang-kadang
koyak dan sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang
terletak di dalam - kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam -
menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak
boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi, sering berakhir dengan kematian] - hal 414.
Catatan:
Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, Yesus setelah dicambuki punggungNya, lalu
ditelentangkan, dan dicambuki dadaNya. Ini sesuai dengan
kata-kata Hendriksen, pada bagian yang saya beri garis bawah ganda itu.
William Barclay (tentang Yoh 19:1): “When a man was scourged he was tied to a whipping-post in
such a way that his back was fully exposed. The lash was a long leather thong,
studded at intervals with pellets of lead and sharpened pieces of bone. It
literally tore a man’s back into strips. Few remained conscious
throughout the ordeal; some dies; and many went raving mad” (= Pada waktu seseorang disesah ia diikat
pada tiang pencambukan sedemikian rupa sehingga punggungnya terbuka sepenuhnya.
Cambuk itu adalah tali kulit yang panjang, yang pada jarak tertentu ditaburi
dengan butiran-butiran timah dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Itu secara hurufiah merobek punggung seseorang menjadi
carikan-carikan. Sedikit orang bisa tetap sadar melalui siksaan
itu; sebagian orang mati; dan banyak yang menjadi mengoceh seperti orang gila) - hal 244.
Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 19:1): “Scourging was a brutal affair. It was inflicted by a whip
of several thongs, each of which was loaded with pieces of bone or metal. It
could make pulp of a man’s back” (=
Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah
cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi
potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung seseorang
menjadi bubur) - hal 790.
Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 19:1): “... Josephus tells us that a certain Jesus, son of
Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the bone with
scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the time of
Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries,
so that the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and
organs, were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently
died as a result of this torture” (= Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus
tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti
sampai tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa
martir-martir tertentu pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk
sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam
yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi
terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati
sebagai akibat penyiksaan ini) - hal 790, footnote.
Kalau
kita melihat kutipan-kutipan di atas ini, khususnya pada bagian-bagian yang saya
garis-bawahi, maka kita bisa melihat bahwa pencambukan terhadap Yesus dalam
film ‘The Passion of the
Christ’ itu bukan hanya tidak berlebihan, tetapi bahkan
masih kurang!
3. Pencambukan
Romawi, yang dialami Yesus, lebih hebat dari pencambukan Yahudi.
Adam Clarke (tentang Yoh 19:1): “As our Lord was scourged by order of Pilate, it is
probable he was scourged in the Roman manner, which was much severe than that
of the Jews” (= Karena Tuhan kita disesah oleh perintah dari
Dalam hal-hal apa pencambukan
Romawi lebih berat?
·
Thomas Whitelaw (tentang Yoh 19:1): “The Jews bared only
the upper part of the body; the Romans exposed it entirely” (= Orang-orang Yahudi
membuka hanya bagian atas dari tubuh; orang-orang Romawi membuka seluruhnya) - hal 392.
Ini memang persis seperti pencambukan yang dilakukan
terhadap Yesus dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, karena pencambukan dalam film itu dilakukan bahkan
sampai mengenai kepala dan kaki Yesus.
·
Jumlah pencambukan.
Kalau orang Yahudi mencambuki, mereka mentaati hukum
Taurat yang mengatakan bahwa pencambukan tidak boleh dilakukan lebih dari
40 x.
Ul 25:3 - “Empat puluh kali
harus orang itu dipukuli, jangan lebih; supaya jangan saudaramu menjadi rendah
di matamu, apabila ia dipukul lebih banyak lagi”.
Dan untuk menghindari pelanggaran terhadap hukum ini,
kalau terjadi salah perhitungan, maka kalau orang Yahudi melakukan pencambukan,
mereka hanya melakukannya sebanyak 39 x.
Bdk. 2Kor 11:24 - “
Tetapi orang Romawi tidak terikat oleh
peraturan hukum Taurat ini, dan mereka mencambuki tanpa menghitung maupun belas
kasihan.
4. Satu
hal yang indah dari film ‘The Passion of the Christ’ itu adalah bahwa film itu dimulai dengan mengutip
Yes 53:5 - “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan
oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita
ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh”.
a. Yang
dibicarakan oleh ayat ini bukan penyakit maupun kesembuhan jasmani, tetapi
penyakit dan kesembuhan rohani.
b. Ayat
ini menunjukkan Yesus sebagai substitute / pengganti kita. Kitalah yang
merupakan orang-orang berdosa (perhatikan kata-kata ‘pemberontakan kita’ dan ‘kejahatan kita’), dan kitalah yang seharusnya dihukum / dicambuki,
tetapi Yesus sudah memikul hukuman dosa kita.
·
Dia ditelanjangi
(Yoh 19:23-24), supaya kita diberi jubah kebenaran.
·
Dia kehausan
(Yoh 19:28 Maz 22:16),
supaya kita tak perlu mengalami kehausan di neraka (Luk 16:24 - kehausan orang
kaya di neraka).
·
Dia dihinakan (Fil
2:5-8), supaya kita yang hina bisa dimuliakan.
·
Dia mengalami
kematian terkutuk (Gal 3:13), supaya kita yang terkutuk (Gal 3:10) bisa
menjadi orang yang diberkati di hadapan Allah.
·
Dia mati, supaya
kita yang mati dalam dosa bisa mendapat hidup yang kekal.
·
Dia terpisah dari
Allah (Mat 27:46), supaya kita yang dari lahir terpisah dari Allah, bisa
diperdamaikan dengan Allah (Ro 5:1).
Dengan adanya Yesus sebagai Pengganti kita, maka kalau
kita mau percaya kepada Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, maka semua dosa
kita akan diampuni.
Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang
tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.
Sudahkan saudara percaya kepada Dia?
b) Pemikulan salib
/ perjalanan ke tempat penyaliban.
1. Dalam
film ‘The Passion of the Christ’ itu digambarkan bahwa Yesus memikul seluruh salib. Benarkah penggambaran ini? Apakah
sebetulnya Yesus memang memikul seluruh salib, atau hanya bagian horizontalnya?
Kelihatannya tidak ada persetujuan di antara para penafsir
dalam persoalan ini.
William Barclay mengatakan bahwa yang
dipikul hanyalah bagian horizontal dari salib, sedangkan bagian vertikalnya
sudah menunggu di tempat penyaliban.
William Barclay (tentang Mat 27:32): “It was the custom that he should carry the cross beam of
his own cross; the upright was already waiting at the scene of execution” (= Tradisinya adalah bahwa
ia harus memikul bagian horizontal dari salibnya
sendiri; bagian yang vertikal sudah menunggu di tempat penghukuman mati) - hal 365.
Tetapi tidak semua penafsir setuju
dengan dia.
Pulpit Commentary tentang Mat 27:32: “Whether Jesus carried the whole cross or only the transom
is uncertain” (= Apakah Yesus memikul seluruh salib atau hanya bagian
horizontalnya tidaklah pasti) - hal 588.
2. Dalam
perjalanan ke tempat penyaliban, sambil memikul salibnya, sang kriminil
dicambuki di sepanjang jalan.
William Barclay: “Often the criminal
had to be lashed and goaded along the road, to keep him on his feet, as he
staggered to the place of crucifixion” (=
Seringkali orang kriminil itu harus dicambuki dan didorong dengan tongkat
sepanjang jalan, supaya ia tetap berdiri pada kakinya, pada waktu ia berjalan
terhuyung-huyung menuju tempat penyaliban)
- ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 250.
Ini betul-betul persis seperti yang digambarkan dalam
film ‘The Passion of the Christ’ itu.
c) Penyaliban.
Beberapa hal yang perlu diketahui tentang penyaliban:
1. Bentuk dari
salib.
Salib yang paling kuno hanya berbentuk
suatu tiang saja. Kata Yunani yang
diterjemahkan ‘salib’ adalah STAUROS yang sebetulnya berarti ‘an upright stake’ (= tiang
tegak). Ini menyebabkan sekte Saksi Yehuwa mempercayai bahwa
Yesus mati pada salib yang hanya berbentuk tiang tegak saja. Tetapi ini sama sekali tidak pasti, karena dengan berlalunya waktu,
lalu muncul beberapa variasi dari bentuk salib:
·
ada yang berbentuk seperti salib yang kita kenal sekarang.
Kayu vertikal bisa sama panjang atau lebih panjang
dari kayu horizontalnya.
·
ada yang berbentuk huruf ‘T’.
·
ada yang berbentuk huruf ‘X’.
·
ada yang berbentuk huruf ‘Y’ (Leon Morris hal
805, footnote).
Hendriksen mengatakan (‘The Gospel of
John’, hal 425) bahwa dari Mat 27:37 dan Luk 23:38 dimana
dikatakan bahwa di atas kepala Yesus ada tulisan, maka kemungkinan besar
salib Yesus berbentuk seperti yang lazim kita kenal (variasi 1).
Tetapi Leon Morris (NICNT) mengatakan (hal 806, footnote)
bahwa salib yang berbentuk ‘T’ juga memungkinkan, karena biasanya
tubuh orang yang disalibkan melorot / turun, sehingga kayu melintang berada di
atas kepala orang tersebut, dan di
Jadi sebetulnya kita tidak tahu dengan
pasti salib yang bagaimana yang dipakai untuk menyalibkan Tuhan Yesus.
A. T. Robertson (tentang
Mat 27:32): “There
were various kinds of crosses and we do not know precisely the shape of the
Cross on which Jesus was crucified, though probably the one usually presented
is correct” (=
Ada bermacam-macam jenis salib dan kami tidak tahu dengan persis bantuk dari
salib pada mana Yesus disalibkan, sekalipun mungkin bentuk yang biasanya
diberikan / ditunjukkan adalah benar).
2. Adanya
‘tempat duduk’ pada kayu salib yang menahan sebagian berat badan
sehingga tidak merobek luka / lubang paku di tangan.
F. F. Bruce: “a piece of wood
attached to the upright might serve as a sort of seat (sedecula) - not so much
for the victim’s relief as to prolong his life and his agony” [= sepotong kayu
dilekatkan pada tiang tegak dan bisa berfungsi sebagai semacam tempat duduk
(sedecula) - bukan untuk meringankan penderitaan korban tetapi lebih untuk
memperpanjang hidupnya dan penderitaannya]
- hal 167.
Pulpit Commentary (tentang Yoh 19:18): “A sedile was arranged to bear a portion of the weight of
the body, which would never have been sustained by the gaping wounds” (= Sebuah tempat duduk diatur untuk memikul sebagian berat
tubuh, yang tidak akan pernah bisa ditahan oleh luka-luka yang menganga) - hal 426.
‘The International
Standard Bible Encyclopedia’ dalam
article yang berjudul ‘Cross’
berkata sebagai berikut:
“A small wooden block
(sedicula) or a wooden peg positioned midway on the upright supported the body
weight as the buttocks rested on it. This feature was extremely important in
cases of nailing since it prevented the weight from tearing open the
wounds” [= Sebuah kotak kayu kecil
(sedicula) atau sebuah pasak kayu diletakkan di tengah-tengah tiang tegak untuk
menahan berat tubuh pada saat pantat terletak di
Unger’s Bible Dictionary: “usually a strong pin projected out of the central stem,
on which the body of the sufferer rested” (= biasanya suatu pasak
yang kuat menonjol di tengah dari batang / kayu vertikal, pada mana tubuh dari
si penderita terletak / bersandar) - hal
229.
Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “On the middle of that upright part there was a
projection, or seat, on which the person crucified
sat, or, as it were, rode. This was necessary, as the hands were not alone
strong enough to bear the weight of the body” (= Di tengah-tengah bagian tegak itu ada suatu tonjolan, atau
tempat duduk, di atas mana orang yang disalib itu duduk, atau, seakan-akan
‘mengendarai’. Ini penting, karena tangan saja tidak kuat menahan
berat badan) - hal 138.
‘Tempat duduk’ / ‘sadel’ ini
tidak ada dalam salib Yesus dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, dan saya menganggap tidak adanya ‘sadel’ ini sebagai suatu kesalahan dari film tersebut.
3. Penyaliban
tidak selalu dilakukan dengan pemakuan, kadang-kadang dengan tali (diikat pada
salib), dan kadang-kadang menggunakan ikatan dan paku (mungkin kalau orangnya
gemuk / berat).
Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu Yesus dipaku pada tangan dan kaki, dan tanganNya
diikatkan juga kepada salib. Ini memang memungkinkan.
Barnes’ Notes tentang Yoh 21:18: “The limbs of persons crucified were often bound instead
of being nailed, and even the body was sometimes girded to the cross” (= Kaki dan tangan dari orang yang disalibkan seringkali diikat
dan bukannya dipaku, dan bahkan tubuhnya kadang-kadang diikatkan pada salib) -
hal 360.
Tetapi dalam kasus Yesus penyaliban
jelas dilakukan dengan paku, baik pada tanganNya maupun pada kakiNya. Ini terlihat dari:
·
Luk 24:40 - ‘Sambil berkata
demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka’.
·
Maz 22:17b - ‘mereka menusuk
tangan dan kakiku’.
Catatan:
bacalah seluruh Maz 22, dan saudara akan melihat
bahwa ini adalah mazmur tentang salib.
Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “The feet were fastened to this upright piece, either by
nailing them with large spikes driven through the tender part, or by being
lashed by cords. To the cross-piece at the top, the hands, being extended, were
also fastened, either by spikes or by cords, or perhaps in some cases by both.
The hands and feet of our Saviour were both fastened by spikes” (= Kaki dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya
dengan paku-paku besar yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan
mengikatnya dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang
direntangkan, juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau
mungkin dalam beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita
keduanya dilekatkan dengan paku-paku) - hal 138.
4. Tempat
pijakan kaki.
Pulpit Commentary:
“Nails
were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by
these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the
feet, often seen in picture, was never used” (= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga /
ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang
menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang
sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan) - ‘Matthew’,
hal 588.
Catatan:
ada penafsir yang mengatakan bahwa tempat pijakan kaki itu kadang-kadang
digunakan, seperti yang dikatakan Hendriksen di bawah.
William Hendriksen:
“Among
the horrors which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon
a little tablets, not very far away from the ground) were the following:
...” (= Di antara hal-hal yang
mengerikan yang diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki
berpijak pada potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah
hal-hal berikut ini: ...) - hal 427.
Catatan:
perhatikan bagian yang saya garis-bawahi itu. Ini
bertentangan dengan kata-kata Pulpit Commentary di atas, yang mengatakan bahwa
tempat pijakan kaki tidak pernah digunakan. Jadi, kalau dalam film ‘The
Passion of the Christ’ itu ada
tempat pijakan kaki, itu bisa dibenarkan.
5. Proses
penyaliban.
Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
pemakuan pada kayu horizontal dilakukan di bawah, dan kayu vertikal sudah
ditancapkan di tanah, dan lalu kayu horizontal beserta orang yang sudah
dipakukan padanya diangkat bersama-sama dan dilekatkan pada kayu vertikalnya.
Barnes’ Notes (tentang Mat 27:35): “The manner of the crucifixion was as follows: - After the
criminal had carried the cross, attended with every possible jibe and insult,
to the place of execution, a hole was dug in the earth to receive the foot of
it. The cross was laid on the ground; the persons condemned to suffer was
stripped, and was extended on it, and the soldiers fastened the hands and feet
either by nails or thongs. After they had fixed the nails deeply in the wood,
they elevated the cross with the agonizing sufferer on it; and, in order to fix
it more firmly in the earth, they let it fall violently into the hole which
they had dug to receive it. This sudden fall must have given to the person that
was nailed to it a most violent and convulsive shock, and greatly increased his
sufferings. The crucified person was then suffered to hang, commonly, till
pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his life” (= Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil
itu membawa salib, disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan,
ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib
itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang diputuskan untuk
menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib itu, dan
tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan tali.
Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam
kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat
menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah,
mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali
untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti
memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan
penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung,
biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan
mengakhiri hidupnya) - hal 139.
Penjatuhan salib ke dalam lubang di tanah itu bukan hanya menyebabkan
rasa sakit, tetapi bisa membuat tulang terkilir / kesleo / lepas dari sendinya.
Maz 22 adalah Mazmur tentang salib dan
Maz 22:15a berbunyi sebagai berikut: “Seperti air aku tercurah, dan segala
tulangku terlepas dari sendinya”.
Dan tentang ayat ini Spurgeon berkata sebagai berikut:
“In
soul and body, our Lord felt Himself to be weak as water poured upon the
ground. The placing of the cross in its socket had shaken Him with great
violence, had strained all the ligaments, pained every nerve, and more or less
dislocated all His bones” [= Dalam jiwa dan tubuh, Tuhan kita merasakan diriNya sendiri lemah
seperti air dicurahkan ke tanah. Penempatan dari salib dalam lubang di tanah
telah menggoncangkanNya dengan kekerasan yang besar, telah menarik / membuat
terkilir semua ikatan (sendi) tulang, membuat sakit setiap syaraf, dan kurang
lebih melepaskan semua tulang-tulangNya] - ‘Morning
& Evening’, April 11, Morning.
F.
F. Bruce: “Crucifixion, ‘the
cruellest and foulest of punishment,’ as Cicero called it, was carried
out in a variety of ways, The commonest way, which is implied in this
narrative, was to fasten the victim’s arms or hands to the cross-beam and
then hoist it on to the upright post, to which his feet were then
fastened” (= Penyaliban, ‘hukuman yang
paling kejam dan buruk’, seperti disebutkan oleh Cicero, dilaksanakan
dengan bermacam-macam cara. Cara yang paling umum, yang secara tak
langsung ditunjukkan dalam cerita ini, adalah dengan melekatkan lengan atau
tangan pada kayu yang melintang dan lalu mengerek / mengangkatnya pada tiang
tegak, pada tiang mana kakinya lalu dilekatkan) -
hal 367.
Catatan:
saya sendiri tidak bisa melihat bahwa text / cerita ini secara implicit
menunjukkan bahwa cara inilah yang dipakai pada saat
menyalibkan Yesus. Juga saya tidak yakin bahwa itu merupakan cara
yang paling umum. Menurut saya cara ini jelas lebih
sukar dilakukan dari pada cara yang pertama yang digambarkan oleh Albert Barnes
di atas.
Thomas Whitelaw: “Sometimes
the nailing took place before and sometimes after the elevation of the cross”
(= Kadang-kadang pemakuan terjadi sebelum dan kadang-kadang sesudah salib
diberdirikan) - hal 405.
Menegakkan
lebih dulu seluruh salib, lalu mengangkat orangnya dan memakukannya pada salib,
saya kira merupakan cara yang sangat sukar dan tidak
masuk akal.
6. Hukuman salib
adalah penderitaan yang luar biasa.
Pulpit Commentary:
“the
most painful, barbarous, and ignominious punishment which the cruelty of man ever
invented” (= hukuman mati yang
paling menyakitkan, paling biadab dan paling jahat / tercela / memalukan yang
pernah ditemukan oleh kekejaman manusia)
- ‘Matthew’, hal 585.
William Barclay: “There was no more
terrible death than death by crucifixion. Even the Roman themselves regarded it
with a shudder of horror.
William Barclay, dalam komentarnya tentang
Luk 23:32-38, berkata sebagai berikut:
“The terror of
crucifixion was this - the pain of that process was terrible but it was not
enough to kill, and the victim was left to die of hunger and thirst beneath the
blazing noontide sun and the frost of the night” (= Hal yang mengerikan / menyeramkan dari penyaliban adalah ini
- rasa sakit dari proses penyaliban itu luar biasa, tetapi tidak cukup untuk
membunuh, dan korban dibiarkan mati oleh kelaparan dan kehausan di bawah
sinar matahari yang membakar dan cuaca beku pada malam hari).
William Hendriksen:
“It has
been well said that the person who was crucified ‘died a thousand
deaths.’ Large nails were driven through hands and feet (20:25; cf. Luke
24:40). Among the horrors which one suffered while thus suspended (with the
feet resting upon a little tablets, not very far away from the ground) were the
following: severe inflammation, the swelling of the wounds in the region of the
nails, unbearable pain from torn tendons, fearful discomfort from the strained
position of the body, throbbing headache, and burning thirst (19:28)” [= Dikatakan dengan benar bahwa orang yang disalib ‘mati
1000 kali’. Paku-paku besar dipakukan menembus tangan
dan kaki (20:25; bdk. Luk 24:40). Di antara hal-hal yang mengerikan yang
diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki berpijak pada
potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah hal-hal berikut
ini: peradangan yang sangat hebat, pembengkakan dari luka-luka di daerah
sekitar paku-paku itu, rasa sakit yang tidak tertahankan dari tendon-tendon
yang sobek, rasa tidak enak yang sangat hebat karena posisi tubuh yang
terentang, sakit kepala yang berdenyut-denyut, dan rasa haus yang membakar
(Yoh 19:28)] - hal 427.
Catatan:
perhatikan bagian yang saya garis-bawahi itu. Ini
bertentangan dengan kata-kata Pulpit Commentary di atas, yang mengatakan bahwa
tempat pijakan kaki tidak pernah digunakan. Jadi, kalau dalam film ‘The
Passion of the Christ’ itu ada
tempat pijakan kaki, itu bisa dibenarkan.
Barnes’ Notes (tentang Mat 27:35): “As it was the most ignominious punishment known, so it
was the most painful. The following circumstances make it a death of peculiar
pain: (1.) The position of the arms and the body was
unnatural, the arms being extended back and almost immovable. The least motion
gave violent pain in the hands and feet, and in the back, which was lacerated
with stripes. (2.) The nails, being driven through the parts of the hands and
feet which abound with nerves and tendons, created the most exquisite anguish.
(3.) The exposure of so many wounds to the air brought on a violent
inflammation, which greatly increased the poignancy of the suffering. (4.) The
free circulation of the blood was prevented. More blood was carried out in the
arteries than could be returned by the veins. The consequence was, that there was a great increase in the veins of the
head, producing an intense pressure and violent pain. The same was true of
other parts of the body. This intense pressure in the blood vessels was the
source of inexpressible misery. (5.) The pain gradually increased. There was no
relaxation, and no rest.” [= Itu
adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan itu juga
adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini menyebabkan
penyaliban merupakan suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.) Posisi
lengan dan tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan hampir
tidak bisa bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang hebat
pada tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan
cambuk. (2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki
yang penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat.
(3.) Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang
hebat, yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.)
Peredaran bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah
dibawa keluar oleh arteri-arteri dari pada yang bisa dikembalikan oleh
pembuluh-pembuluh darah balik. Akibatnya ialah, terjadi peningkatan yang
besar dalam pembuluh darah balik di kepala, yang menghasilkan tekanan dan rasa
sakit yang hebat. Hal yang sama terjadi dengan
bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam
pembuluh darah adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.)
Rasa sakit itu naik secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada
istirahat] - hal 139.
William Barclay (tentang Mat 27:32) mengutip
kata-kata Klausner sebagai berikut:
·
“The criminal was fastened to his cross, already a
bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and
exposure, unable even to defend himself from the torture of the gnats and flies
which settled on his naked body and on his bleeding wounds” [= Sang kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada
saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Di sana
ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan, bahkan tidak
bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari serangga dan lalat yang hinggap
pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah] -
hal 364.
·
“It is not a pretty picture but that is what Jesus Christ
suffered - willingly - for us” (= Itu
bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus
Kristus - dengan sukarela - bagi kita) - hal 364.
Saudara adalah
orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang harus mengalami penyaliban yang
mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara
bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai
Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan
menerimaNya?
7. Perbedaan
hukum Romawi dan hukum Yahudi dalam penyaliban.
William Barclay: “By Roman law a
criminal must hang upon his cross until he died from hunger and thirst and
exposure, a torture which sometimes lasted for days; but by Jewish law the body
must be taken down and buried by nightfall. In Roman law the criminal’s
body was not buried but simply thrown away for the vultures and the crows and
the pariah dogs to dispose of; but that would have been quite illegal under
Jewish law and no Jewish place would be littered with skulls” [= Oleh hukum Romawi, seorang kriminil harus tergantung pada
salibnya sampai ia mati karena kelaparan dan kehausan dan keterbukaan /
kepanasan, suatu penyiksaan yang kadang-kadang berlangsung sampai berhari-hari;
tetapi oleh hukum Yahudi tubuh / mayat harus diturunkan dan dikuburkan
menjelang malam. Dalam hukum Romawi tubuh dari kriminil itu tidak dikuburkan
tetapi hanya dibuang untuk burung-burung nazar dan gagak dan anjing-anjing
geladak untuk dimakan; tetapi hal itu merupakan sesuatu yang melanggar hukum di
bawah hukum Yahudi dan tidak ada tempat Yahudi yang boleh dikotori dengan
tengkorak] - ‘The Gospel of
John’, vol 2, hal 251.
a. Dalam
hukum Romawi, orang yang disalib dibiarkan sampai mati, dan ini bisa memakan
waktu berhari-hari.
Barnes’ Notes (tentang Mat 27:32): “... the body was left exposed often many days, and not
unfrequently suffered to remain till the flesh had been devoured by vultures,
or putrefied in the sun” (= tubuh itu
dibiarkan terbuka seringkali sampai beberapa hari, dan tidak jarang orang itu
terus menderita sampai dagingnya dimakan oleh burung pemakan bangkai, atau membusuk di bawah
matahari) - hal 138.
b. Dalam
hukum Yahudi, seseorang yang disalibkan tak boleh dibiarkan sampai melewati
terbenamnya matahari
Bdk. Ul 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat
dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum
mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah
mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau
menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk
oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.
Sebetulnya, text ini tidak berbicara
tentang penyaliban, karena penyaliban tidak dikenal dalam Perjanjian Lama. Text ini berbicara tentang orang yang
setelah dihukum mati, lalu mayatnya digantung pada sebuah tiang / pohon.
Tetapi ternyata pada penyaliban Yesus, orang-orang Yahudi
menerapkan text ini juga pada proses penyaliban.
Yoh 19:31 - “Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat
mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib - sebab Sabat itu
adalah hari yang besar - maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan
meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya
diturunkan”.
Catatan:
ada 2 teori yang menjelaskan mengapa orang yang disalib itu cepat mati pada
saat kakinya dipatahkan. Teori pertama mengatakan bahwa
karena tulang kering dari orang itu dihancurkan dengan martil yang besar, orang
itu mengalami suatu shock / kejutan yang luar biasa (neurogenic shock),
yang menyebabkan kematiannya. Teori kedua mengatakan
bahwa orang yang tersalib sukar bernafas, karena tubuhnya yang tergantung.
Setiap kali mau bernafas, ia harus menjejakkan kakinya
untuk mengangkat tubuhnya (ini tentu menyakitkan, karena kaki juga dipaku).
Pada saat kakinya dipatahkan, ia tidak lagi bisa
mengangkat tubuhnya dengan kakinya, sehingga akan mengalami sesak nafas, yang
mengakibatkan ia cepat mati.
Penerapan Ul 21:22-23 ini pada penyaliban tidak
salah, karena Paulus juga menerapkan text itu pada penyaliban Yesus.
Gal 3:13 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan
jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah
orang yang digantung pada kayu salib!’”.
Bagian yang saya garis-bawahi itu merupakan kutipan dari
Ul 21:23b.
Dosa menyebabkan kita terkutuk (Ul 27:26 Gal 3:10).
Kalau Yesus mau memikul hukuman kita, Ia harus mati
melalui kematian yang terkutuk, yaitu salib.
Catatan:
·
Dalam kasus Yesus,
penyalibanNya hanya berlangsung selama ±
6 jam, yaitu mulai pukul 9 pagi (Mark 15:25) sampai Ia
mati pada ± pukul 3 siang (Mat 27:46-50).
·
Sekalipun Yesus dan
kedua penjahat yang disalibkan bersamaNya disalibkan oleh orang-orang Romawi,
tetapi tetap menggunakan hukum Yahudi, karena hal itu dilakukan atas desakan
orang-orang Yahudi. Karena itu kedua penjahat itu dipatahkan kakinya supaya mereka
mati sebelum matahari terbenam (Yoh 19:31-dst).
8. Penghapusan
hukuman mati dengan salib.
Yang menghapuskan hukuman mati dengan
salib adalah kaisar
Nelson’s Bible Dictionary dengan topik
‘Cross’: “Following the
conversion of the emperor Constantine to Christianity, the cross became a
sacred symbol and its use by Romans as a means of torture and death was
abolished” (= Setelah pertobatan dari kaisar Constantine kepada
kekristenan, salib menjadi simbol yang keramat dan penggunaannya oleh orang-orang
Romawi sebagai cara penyiksaan dan kematian dihapuskan).
2) Tanggapan yang hanya bersifat emosionil.
Reaksi yang umum pada waktu menonton
film ini, khususnya di antara para wanita, adalah sedih, menangis, dan merasa
kasihan kepada Yesus.
Kadang-kadang perasaan sedih dan
kasihan itu diwujudkan dalam bentuk yang sangat extrim, dimana orang tersebut
lalu ingin merasakan penderitaan Kristus.
Dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu Maria memberikan reaksi seperti itu, ia ingin mati bersama dengan Kristus. Ini
tidak ada dalam Alkitab.
Sikap seperti ini bodoh, karena tujuan
Kristus menderita dan mati bagi kita adalah supaya kita bebas dari penderitaan
dan hukuman Allah. Dan
sebagai tanggapan terhadap hal itu sekarang kita mau ikut menderita bersama dengan
Dia?
Adam Clarke: “Some have even
prayed to participate in the sufferings of Christ. Relative to this point,
there are many unwarrantable expressions used by religious people in their
prayers and hymns. To give only one instance, how often do we hear these or
similar words said or sung: ‘Give me to feel thy agonies! One drop of thy
sad cup afford!’ Reader! one
drop of this cup would bear down thy soul to endless ruin; and these agonies
would annihilate the universe. He suffered alone; for of the people there was
none with him; because his sufferings were to make an
atonement for the sins of the world: and in the work of redemption he
had no helper” (= Sebagian orang bahkan berdoa supaya bisa berpartisipasi
dalam penderitaan-penderitaan Kristus. Berhubungan dengan hal ini, ada banyak
ungkapan yang tak berdasar yang digunakan oleh orang-orang yang religius dalam
doa-doa dan puji-pujian mereka. Untuk memberi satu contoh, betapa sering kita
mendengar kata-kata ini atau kata-kata yang serupa dikatakan atau dinyanyikan:
‘Berilah aku untuk merasakan penderitaan-penderitaanMu! Berikan satu tetes dari cawanMu yang menyedihkan!’
Pembaca! satu tetes dari cawan ini akan menekan jiwamu
kepada kehancuran tanpa akhir; dan penderitaan-penderitaan ini akan memusnahkan
alam semesta. Ia menderita sendirian; karena dari
orang-orang yang ada di
Reaksi dalam bentuk sedih, menangis,
dan kasihan ini sudah ada pada saat Yesus sudah disesah dan sedang memikul
salib. Dan
perhatikan bagaimana reaksi Yesus terhadap kesedihan, tangisan, dan perasaan
kasihan yang ditujukan kepadaNya.
Luk 23:26-28 - “(26) Ketika mereka membawa Yesus,
mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari
luar
Perhatikan bahwa pada waktu perempuan-perempuan Yerusalem
menangisi Dia karena kasihan, Yesus menegur mereka: ‘Janganlah kamu
menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!’.
Pulpit Commentary:
“He
does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki
belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia
dan salah).
Mengapa salah?
a) Ingat, bahwa Yesus mau menjadi
manusia, dan menderita dan mati disalib bagi kita, adalah karena Ia merasa kasihan kepada kita. Sekarang, waktu kita melihat
penderitaan yang Ia alami, kita merasa kasihan kepada
Dia! Bukan itu tanggapan yang Ia harapkan dari kita!
b) Bagi para perempuan Yerusalem
itu, bangsa mereka menolak Yesus dan menyalibkanNya dengan menggunakan tangan
orang-orang Romawi. Ini pasti akan membawa hukuman
Allah yang luar biasa untuk mereka, kalau mereka tidak bertobat. Karena itulah
Yesus berkata: ‘tangisilah
dirimu sendiri dan anak-anakmu!’. Hal ini benar-benar terjadi pada tahun
70 M. pada saat orang-orang Romawi menyerbu dan menghancurkan Yerusalem.
Kalau
saudara sebagai orang berdosa menangisi Yesus, dan berbelas kasihan kepada
Yesus, karena penderitaanNya yang begitu hebat, maka pikirkan: dosa-dosa
saudara yang begitu banyak dan besar akan membawa
saudara ke neraka. Itu yang harus saudara tangisi! Berbelas-kasihanlah
kepada diri saudara sendiri, dan bertobatlah, supaya jangan saudara mengalami
nasib yang mengerikan tersebut.
c) Juga perlu diingat bahwa
perasaan sedih, menangis, kasihan, hanyalah merupakan emosi, dan emosi bisa
berubah-ubah dengan cepat.
David Gooding: “It
was, it seems, a psychological reaction to the sight of ‘such a
nice young man’ being so rudely taken out to such a hideously cruel
death. It had nothing to do with moral conscience or repentance. In a
month’s time they would have forgotten it. Christ wanted no such
pity” (= Kelihatannya itu adalah reaksi
psikhologis terhadap pemandangan tentang ‘seorang muda yang
baik’ yang dengan begitu kasar dibawa keluar kepada suatu kematian yang
kejam dan mengerikan. Itu tidak berhubungan dengan hati
nurani moral atau pertobatan. Dalam waktu satu bulan mereka akan melupakannya. Kristus tidak menginginkan belas
kasihan seperti itu) - hal 341.
Bdk. Luk 23:48 - “Dan sesudah seluruh
orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa
yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri”.
Sebelum ini terjadi kegelapan selama 3
jam, dan juga terbelahnya tirai Bait Suci, dan gempa bumi.
Luk 23:44-45 - “(44) Ketika itu hari sudah kira-kira
jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, (45)
sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah
dua”.
Mat 27:51-53 - “(51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci
terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan
bukit-bukit batu terbelah, (52) dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang
kudus yang telah meninggal bangkit. (53) Dan sesudah kebangkitan Yesus,
merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke
Semua fenomena alam yang luar biasa ini
menyebabkan orang-orang itu menganggap bahwa Allah menjadi marah, dan mereka
menjadi takut, sehingga mereka pulang sambil memukul-mukul diri.
Spurgeon: “There were many, no doubt, who were
merely moved with a transient emotion. ... With a kind of indefinite fear,
grounded upon no very intelligent reasoning, they were alarmed, because God was
angry, ... burdened with this indistinct fear, they went their way trembling
and humbled to their several homes; but peradventure, ere the next morning
light had dawned, they had forgotten it all, and the next day found them greedy
for another bloody spectacle, and ready to nail another Christ to the cross, if
there had been such another to be found in the land. Their beating of the
breast was not a breaking of the heart. ... Like a shadow the emotion crossed
their minds, and like a shadow it left no trace behind. How often in the
preaching of the cross has this been the only result in tens of
thousand!” (=
Ada banyak, tak diragukan, yang semata-mata digerakkan oleh emosi yang
bersifat sementara. ... Dengan suatu jenis rasa takut
yang tidak tertentu, yang tidak didasarkan pada pemikiran / pertimbangan yang
terlalu cerdas, mereka takut, karena Allah marah, ... dibebani dengan rasa
takut yang tidak jelas ini, mereka pergi dengan gemetar dan direndahkan
kerumah-rumah mereka; tetapi mungkin, sebelum subuh besok, mereka telah
melupakan semua itu, dan hari berikutnya mendapati mereka tamak / haus
untuk tontonan berdarah yang lain, dan siap untuk memakukan Kristus yang lain
pada salib, seandainya bisa ditemukan yang seperti itu di negeri itu. Pemukulan mereka pada dada mereka bukanlah suatu penghancuran
hati. ... Seperti suatu bayangan, emosi melewati pikiran mereka, dan
seperti suatu bayangan, itu tidak meninggalkan jejak di belakang. Alangkah
sering dalam pemberitaan dari salib, hal ini merupakan satu-satunya hasil dalam
puluhan ribu orang!) - ‘A
Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal
655.
Spurgeon menganggap bahwa setidaknya
ada banyak dari orang-orang yang memukul-mukul diri mereka sendiri itu, yang
melakukannya bukan karena pemikiran yang cerdas, tetapi lagi-lagi karena
terbawa emosi, dan itu dengan cepat berubah-ubah. Ingat bahwa mereka yang dengan antusias berteriak kepada
Yesus ‘Hosana
bagi Anak Daud, dsb’
(Mat 21:9), tak lama kemudian mereka berteriak ‘Salibkan Dia!’ (Mat 27:22-23 Mark 15:13-14).
Spurgeon mengatakan lagi sesuatu yang
menunjukkan bahaya dari emosi tanpa pemikiran ataupun pertobatan.
Spurgeon: “‘I have seen something
wonderful, this morning,’ said one who had listened to a faithful and
earnest preacher, ‘I have seen a whole congregation in tears.’
‘Alas!’ said the preacher, ‘there is something more wonderful
still, for the most of them will go their way to forget that they ever shed a
tear.’ Ah, my hearers, shall it be always so - always so? Then, O ye
impenitent, there shall come to your eyes a tear which shall drip for ever, a
scalding drop which no mercy shall ever wipe away; a thirst that shall never be
abated; a worm that shall never die, and a fire that never shall be quenched.
By the love you bear your souls, I pray you escape from the wrath to
come!” (=
‘Aku telah melihat segala sesuatu yang luar biasa, pagi ini,’ kata
seseorang yang telah mendengar pada seorang pengkhotbah yang setia dan
sungguh-sungguh, ‘Aku telah melihat seluruh jemaat mencucurkan air
mata’. ‘Aduh’ kata sang pengkhotbah, ‘ada sesuatu yang
lebih luar biasa lagi, karena kebanyakan dari
mereka akan pergi untuk melupakan bahwa mereka pernah mencucurkan air mata’.
Oh, para pendengarku, akankah itu selalu demikian - selalu demikian? Maka, O
kamu yang tidak bertobat, akan datang pada matamu air
mata yang akan menetes selama-lamanya, suatu tetes yang panas yang tidak akan
pernah dihapus oleh belas kasihan; suatu rasa haus yang tidak akan pernah
diredakan / berkurang; ulat yang tidak akan pernah mati, dan api yang tidak
akan pernah dipadamkan. Demi kasihmu kepada jiwamu, aku memohon supaya kamu
meloloskan diri dari murka yang akan datang!) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life
and Work of our Lord’, vol VI, hal 655.
Spurgeon melanjutkan, dengan mengatakan
bahwa mungkin di antara orang-orang itu, ada yang menunjukkan emosi mereka yang
didasarkan pada pemikiran yang lebih baik. Mereka melihat bahwa mereka telah mengambil bagian
dalam pembunuhan dari seseorang yang tidak bersalah.
Dan Spurgeon lalu berkata:
“Such
feelings would abide, but I can suppose that they might not bring men to
sincere repentance; for while they might feel sorry that they had oppressed the
innocent, yet, perceiving nothing more in Jesus than mere maltreated virtue and
suffering manhood, the natural emotion might soon pass away, and the moral and
spiritual result be of no great value. How frequently have we seen in our
hearers that same description of emotion! They have regretted that Christ
should be put to death, they have felt like that old king of France, who said,
‘I wish I had been there with ten thousand of my soldiers, I would have
cut their throats sooner than they should have touched him;’ but those
very feelings have been evidence that they did not feel their share in the
guilt as they ought to have done, and that to them the cross of Jesus was no
more a saving spectacle than the death of a common martyr. Dear hearers, beware
of making the cross to be a common-place thing with you. Look beyond the
suffering of the innocent manhood of Jesus, and see upon the tree the atoning
sacrifice of Christ, or else you look to the cross in vain” (= Perasaan seperti itu akan tinggal /
menetap, tetapi saya bisa menduga bahwa itu tidak akan membawa manusia kepada
pertobatan yang sungguh-sungguh; karena sekalipun mereka menyesal bahwa mereka
telah menindas Orang yang tidak bersalah, tetapi karena mereka tidak memahami
apapun yang lebih dalam diri Yesus dari pada semata-mata kebaikan yang
diperlakukan secara salah dan kemanusiaan yang menderita, emosi yang alamiah
bisa segera berlalu, dan hasil yang bersifat moral dan rohani tidak bernilai
besar. Alangkah seringnya kami melihat dalam diri para pendengar kami
penggambaran emosi yang sama! Mereka menyesal bahwa
Kristus dibunuh, mereka merasa seperti raja tua dari Perancis, yang berkata,
‘Aku berharap aku ada di sana dengan 10.000 tentaraku, aku akan menyuruh
memotong leher mereka sebelum mereka menyentuh Dia’; tetapi perasaan
seperti itu merupakan bukti bahwa mereka tidak merasa bagian / andil mereka
dalam kesalahan itu seperti yang seharusnya mereka rasakan, dan bahwa bagi
mereka salib Yesus lebih merupakan kematian dari seorang martir biasa dari pada
suatu pertunjukan yang menyelamatkan. Para pendengar yang kekasih,
berhati-hatilah terhadap tindakan membuat salib sebagai hal yang biasa
denganmu. Lihatlah melampaui penderitaan dari kemanusiaan yang tidak bersalah
dari Yesus, dan lihatlah pada salib pengorbanan yang menebus dari Kristus, atau
kamu melihat pada salib dengan sia-sia) - ‘A
Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal
656.
a) Jangan menganggap Yesus sebagai
manusia biasa saja. Jangan menganggap penderitaanNya dan
kematianNya sebagai kematian biasa dari seseorang yang mati syahid. Dia adalah manusia sungguh-sungguh, tetapi juga adalah Allah
sungguh-sungguh. Pada saat Ia mati, Ia mati
untuk menebus dosa umat manusia!
b) Apa
yang salah dalam sikap raja Perancis yang dibicarakan oleh Spurgeon itu? Bukankah kelihatannya dia sangat pro Yesus, dan ingin membelanya
dari musuh-musuh Yesus? Tetapi kata-katanya menunjukkan bahwa ia ingin melemparkan semua kesalahan dalam persoalan
penyiksaan dan pembunuhan terhadap Yesus itu kepada orang-orang Yahudi dan
Romawi. Dengan kata lain, ia sendiri tidak bersalah
dan hal itu.
Kalau
raja Perancis itu mempunyai pengertian dan iman Kristen yang baik, seharusnya ia tahu bahwa ia sendiri mempunyai andil dalam penyiksaan
dan pembunuhan terhadap Yesus. Dan semua kita, yang mempunyai
pengertian dan iman Kristen yang baik dan benar, seharusnya juga tahu bahwa
kita mempunyai andil dalam penyiksaan dan pembunuhan terhadap Yesus. Mengapa? Yesus datang ke dunia menjadi manusia, lalu
menderita dan mati di salib, karena Ia mau menebus
dosa-dosa umat manusia. Karena itu setiap orang, untuk siapa Kristus sudah mati,
adalah pembunuh Kristus!
Lalu
tanggapan apa yang Ia inginkan dari kita setelah
melihat penderitaanNya yang begitu hebat?
1) Kita harus percaya kepada Dia sebagai Tuhan
dan Juruselamat kita.
Perhatikan
komentar Leon Morris dan Geldenhuys tentang Luk 23:27-28 di atas.
Leon Morris (Tyndale):
“He
wants their repentance, not their sympathy” (= Ia
menginginkan pertobatan mereka, bukan simpati mereka) - hal 325.
Norval Geldenhuys (NICNT): “It is not sympathy but sincere faith in Him and genuine
repentance that Jesus expects from us” (= Bukan simpati tetapi
iman yang tulus / sungguh-sungguh kepadaNya dan pertobatan sejati yang Yesus
harapkan dari kita) - hal 605.
Yang dimaksudkan dengan
‘pertobatan’ bukan sekedar berhenti berbuat dosa dan mulai berbuat
baik. ‘Pertobatan’
di sini jelas menunjuk kepada tindakan datang dan percaya kepada Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus,
karena penderitaan yang begitu dahsyat yang telah Ia alami, tetapi saudara
tidak percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, saudara
sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan sedih dan kasihan itu saudara
seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidak-percayaan saudara
membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Dan satu hal
perlu dicamkan, yaitu bahwa dalam persoalan ini tidak ada daerah netral.
Jadi saudara hanya bisa pro Yesus atau anti Yesus (Mat 12:30).
Spurgeon: “May you accept him to-day as your
deliverer, and so be saved; for if not, the most virtuous regrets concerning
his death, however much they may indicate your enlightenment, will not manifest
your true conversion” (=
Hendaklah kamu menerima Dia hari ini sebagai Pembebas / Penyelamatmu, dan
dengan demikian diselamatkan; karena jika tidak, penyesalan / kesedihan yang
paling baik mengenai kematianNya, betapapun banyaknya itu menunjukkan
pencerahanmu, tidak akan menunjukkan pertobatanmu yang sejati) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’,
vol VI, hal 656-657.
2) Kita harus
bersukacita.
Adam Clarke: “the sufferings of
Christ are not a subject of sorrow to any man; but, on the contrary, of eternal
rejoicing to the whole of a lost world” (= penderitaan-penderitaan
Kristus bukanlah suatu pokok kesedihan bagi siapapun; tetapi sebaliknya, suatu
pokok sukacita kekal bagi seluruh dunia yang terhilang) - hal 495.
Bdk. Yoh 16:20-22 - “(20) Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap,
tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan
berubah menjadi sukacita. (21) Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia
tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia
telah dilahirkan ke dunia. (22) Demikian juga kamu sekarang
diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira
dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari
padamu”.
Memang pada saat kita sadar bahwa kita
ikut andil dalam penyiksaan dan pembunuhan terhadap Yesus; pada saat kita sadar
bahwa karena dosa-dosa kitalah Yesus disiksa dan dibunuh, kita harus merasa
sedih. Tetapi pada saat kita tahu
bahwa penderitaan dan kematianNya itu menebus dan membereskan semua dosa-dosa
kita, dan menjamin keselamatan kita, apalagi pada saat kita tahu bahwa Yesus
yang menderita dan mati itu sudah bangkit, mengalahkan maut dan setan, naik ke
surga, dan hidup selama-lamanya, kita tidak boleh sedih, tetapi sebaliknya,
harus bersukacita!
Barnes’ Notes: “The
mention of the cross often occurs in the New Testament. It was the instrument
on which the Saviour made atonement for the sins of the world. The whole of the
Christian’s hope of heaven, and all his peace and consolation in trial
and in death, depend on the sacrifice there made for sin, and on just views and
feelings in regard to the fact and the design of the Redeemer’s
death” (= Penyebutan salib sering terjadi dalam
Perjanjian Baru. Itu merupakan alat pada mana sang Juruselamat membuat
penebusan untuk dosa-dosa dunia. Seluruh pengharapan Kristen tentang surga, dan
semua damai dan penghiburannya dalam pencobaan dan dalam kematian, tergantung
pada pengorbanan yang dibuat di sana untuk dosa, dan
tergantung pada pandangan dan perasaan yang benar berkenaan dengan fakta dan
rencana / tujuan dari kematian sang Penebus).
Apakah saudara
mempunyai pandangan dan perasaan yang benar berkenaan dengan fakta dan tujuan
dari kematian Yesus? Sudahkah saudara percaya dan menerima Yesus sebagai
Tuhan dan Juruselamat saudara?
-AMIN-
Mungkin
film ‘The Passion of the Christ’ ini adalah film tentang Yesus yang paling mendekati
kebenaran. Tetapi tetap ada kesalahan-kesalahan dalam film ‘The
Passion of the Christ’ ini, yaitu:
1) Kata-kata
Yesus pada waktu berdoa di Taman Getsemani ditambah-tambahi / divariasi
sehingga tidak sesuai dengan aslinya. Misalnya ada kata-kata: ‘Rise
up, defend Me’ (= Bangkitlah, belalah Aku).
2) Setan
menggoda Yesus di Taman Getsemani supaya tidak mau mati disalib.
a) Setan
ingin Yesus mati disalib atau tidak? Yoh 13:27 mengatakan bahwa Yudas
Iskariot kerasukan Iblis, yang lalu menyebabkan ia
mengkhianati / menjual GuruNya. Jadi jelas bahwa setan ingin membunuh Yesus!
Kalau di Taman
Juga dalam film ‘The Passion of the Christ’ itu, pada waktu Yesus dicambuki, ditunjukkan bahwa setan
berjalan keliling (sambil menggendong setan kecil), dan
wajahnya menunjukkan kepuasan melihat hal tersebut. Jadi, ia
senang Yesus mati? Lalu mengapa tadinya menggodai Yesus di
Taman Getsemani supaya Yesus jangan mati disalib? Jelas bahwa 2 hal dari
film ‘The Passion of the Christ’ itu saling bertentangan.
b) Setan
digambarkan sebagai mengetahui rencana Allah tentang penebusan dosa umat
manusia melalui kematian Kristus. Bagaimana mungkin setan
bisa tahu? Bdk. 1Pet 1:12 - “Kepada mereka telah dinyatakan, bahwa
mereka bukan melayani diri mereka sendiri, tetapi melayani kamu dengan segala
sesuatu yang telah diberitakan sekarang kepada kamu dengan perantaraan mereka,
yang oleh Roh Kudus, yang diutus dari sorga, menyampaikan berita Injil
kepada kamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat”.
Kalau malaikat-malaikat saja tidak tahu
tentang Injil, bagaimana mungkin setan bisa tahu?
3)
4) Istri Pontius Pilatus memberikan kain kepada
Maria, yang lalu digunakan untuk mengepel / membersihkan darah Yesus di lantai
tempat pencambukan. Ini tidak ada dalam Kitab Suci.
5) Kelihatannya
Maria Magdalena digambarkan sebagai pelacur yang tertangkap dan mau dirajam
dalam Yoh 8:1-11. Ini salah. Siapa
yang mengatakan kalau perempuan itu adalah Maria Magdalena? Memang ada tradisi yang mengatakan bahwa Maria Magdalena adalah ex
pelacur / perempuan yang tak bermoral. Ini merupakan fitnahan terhadap
Maria Magdalena, karena dalam Kitab Suci sama sekali
tak ada petunjuk tentang hal itu.
6) Dalam
film ‘The Passion of the Christ’ itu digambarkan adanya seorang perempuan (Veronica?)
yang memberikan kain kepada Yesus yang lalu Ia gunakan untuk melap wajahNya
yang penuh dengan darah. Ini lagi-lagi sama sekali
tidak ada dalam Kitab Suci.
7) Film
‘The Passion of the Christ’ ini juga memberikan beberapa penggambaran yang salah
tentang Maria (ibu Yesus), dan terkesan terlalu meninggikan Maria, yaitu:
a) Maria
digambarkan terbangun dan mendapat firasat yang tidak enak pada waktu Yesus
ditangkap. Ini lagi-lagi tak ada dalam Kitab Suci.
b) Waktu Yesus ditangkap, Petrus datang kepada
Maria dan melaporkan hal itu. Juga
setelah Petrus menyangkal Yesus, ia datang kepada
Maria, berlutut di hadapannya, dan mengaku bahwa ia telah menyangkal Yesus, dan
menyebut Maria dengan istilah ‘mother’ (= ibu / mama). Ini
memang sesuai dengan theologia Katolik, yang menganggap Maria sebagai ibu
Gereja, tetapi ini sama sekali tidak mempunyai dasar
Kitab Suci.
c) Yesuspun
digambarkan menyebut Maria sebagai ‘mother’ (= ibu / mama).
Perlu dicamkan bahwa dalam Kitab Suci, Yesus tidak
pernah menyebut Maria dengan istilah ‘mother’ (= ibu /
mama). Apakah dalam kenyataannya Ia pernah
menyebut demikian, saya tidak tahu. Kata Yunani untuk ‘mother’
adalah METER, dan ini tidak pernah digunakan oleh Yesus dalam Kitab Suci
terhadap Maria. Ia menggunakan kata Yunani GUNAI, yang artinya ‘woman’
(= perempuan), tetapi oleh Kitab Suci
d) Pada
waktu Yesus ada di salib, Maria mengatakan bahwa ia
ingin mati bersama Yesus. Ini lagi-lagi merupakan sesuatu
yang tidak pernah ada dalam Kitab Suci. Seandainya
kata-kata itu benar, Maria betul-betul bodoh, karena Yesus menderita dan mati
untuk memikul hukuman dan penderitaan kita. Lalu apa
gunanya Maria ingin mati bersama dengan Yesus?
e) Maria
digambarkan ikut menurunkan Yesus dari kayu salib setelah kematian Yesus.
8) Kedua
penjahat yang disalibkan bersama Yesus itu tidak dicambuki. Ini
tidak mungkin, karena tradisi penyaliban dalam kalangan Romawi mengharuskan
pencambukan sebelum penyaliban.
9) Digambarkan
adanya burung gagak yang mencucuk mata dari penjahat yang tidak bertobat. Sekalipun mungkin menyenangkan bagi kita untuk melihat hal itu,
tetapi itu tidak ada dalam Kitab Suci.
10) Setelah Yudas Iskariot mengkhianati
Yesus, ia digoda sekumpulan setan kecil, dan bahkan
diserang secara fisik. Saya tidak menolak kemungkinan bahwa setan memang
bekerja untuk menggoda Yudas Iskariot dan itu menyebabkan ia
lalu bunuh diri. Tetapi bahwa setan melakukan serangan fisik,
yang digambarkan dengan gigitan setan kecil itu pada tangan Yudas Iskariot,
merupakan sesuatu yang sangat tidak masuk akal, dan juga tidak Alkitabiah.
11) Penusukan tombak pada rusuk Yesus
dilakukan pada rusuk kanan dari Yesus. Ini tidak mungkin, karena kalau yang
ditusuk adalah rusuk kanan, maka kecuali Yesus mempunyai jantung di sebelah
kanan, tidak mungkin akan keluar air dan darah. Penusukan
harus terjadi di rusuk kiri, sehingga mengenai jantung, baru bisa mengeluarkan
air dan darah.
12) Pada saat Yesus mati, ada gempa bumi. Ini memang benar. Tetapi lalu digambarkan
bahwa Bait Suci terbelah dan terbakar. Ini tidak
Alkitabiah, karena Alkitab mengatakan bahwa tirai Bait Suci saja yang terbelah
/ sobek (Mat 27:51), bukan Bait Sucinya sendiri. Ini
juga bertentangan dengan sejarah, karena yang menghancurkan Bait Suci itu
nantinya adalah orang-orang Romawi, pada waktu mereka menyerbu dan
menghancurkan Yerusalem pada tahun 70 M.
13) Pada saat Yesus mati, digambarkan
setan teriak-teriak, dan kelihatannya seperti masuk neraka. Kalau penangkapan
saya tentang hal ini benar, maka ini lagi-lagi merupakan sesuatu yang salah
dari film ‘The Passion of the Christ’ itu. Sekalipun pada waktu Yesus mati disalib, dalam arti
tertentu Ia menang, karena bisa mengatasi rasa takutNya dsb, tetapi setan
sebetulnya baru dikalahkan secara mutlak pada saat Yesus bangkit, dan baru
dimasukkan ke neraka pada saat Yesus datang kedua-kalinya!
email us at : gkri_exodus@lycos.com