Pembahasan mengenai Roma Katolik
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
ROMA KATOLIK V
SAKRAMEN
Kristen hanya mempunyai 2 sakramen yaitu:
1) Baptisan.
2) Perjamuan Kudus.
Tetapi Roma Katolik mempunyai 7 sakramen yaitu:
1) Baptisan / permandian.
2) Confirmation / penguatan.
3) Eucharist / Komuni / Perjamuan.
4) Penance / Pengakuan Dosa.
5) Extreme Unction / Perminyakan (untuk orang yang mau mati)
6) Orders / Imamat (untuk orang yg mau menjadi hamba Tuhan).
7) Marriage / pernikahan.
Catatan: No 1-5 diharuskan, tetapi no 6 & 7 pilihan, artinya
hanya bisa diterima salah satu. Yang menjadi hamba Tuhan tidak boleh menikah,
dan yang menikah tidak boleh menjadi hamba Tuhan.
I) Istilah 'Sakramen':
II) Syarat-syarat Sakramen:
Supaya tidak segala sesuatu dianggap sebagai sakramen, maka perlu batasan-batasan / syarat-syarat sehinggga suatu hal itu bisa disebut sebagai sakramen. Syaratnya:
1) Diperintahkan oleh Kristus / Allah sendiri.
2) Ada visible sign (= tanda yang bisa dilihat).
3) Ada invisible grace (= kasih karunia yang tidak kelihatan)
yang dilam-bangkan oleh visible sign tersebut.
Berdasarkan syarat-syarat ini, maka dalam Perjanjian Lama hanya Sunat
dan Perjamuan Paskah yang dianggap sebagai sakramen, dan dalam Perjanjian
Baru hanya Baptisan dan Perjamuan Kudus yang dianggap sebagai sakramen.
Catatan: tidak adanya ayat-ayat Kitab Suci yang mengajarkan syarat-syarat
sakramen seperti di atas, menyebabkan hal ini memang tidak bisa diterima
secara mutlak. Karena itu, dalam pembahasan 7 sakramen Roma Katolik, saya
tidak terlalu menekankan apakah itu sakramen atau bukan, tetapi saya lebih
menekankan arti dari hal yang dianggap sebagai sakramen itu.
III) Sejarah singkat 7 Sakramen:
"If any one saith that the sacraments of the New Law were not
instituted by Jesus Christ, our Lord; or that they are more, or less, than
seven, to wit, baptism, confirmation, the eucharist, penance, extreme unction,
orders, and matrimony; or even that any one of these seven is not truly
and properly a sacrament, let him be anathema" (= Jika seorang
berkata bahwa sakramen-sakramen dari Hukum Baru tidak diadakan oleh Yesus
Kristus, Tuhan kita; atau bahwa sakramen-sakramen itu ada lebih, atau kurang,
dari tujuh, yaitu, baptisan, penguatan, komuni, pengakuan dosa, perminyakan,
imamat, dan pernikahan, atau bahkan bahwa salah satu dari tujuh sakramen
ini tidak sungguh-sungguh dan benar-benar sakramen, biarlah ia terkutuk)
- Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 189.
IV) Pembahasan 7 Sakramen Roma Katolik:
1) Baptisan:
Roma Katolik mempercayai dan mengajarkan bahwa:
a) Baptisan bukan sekedar merupakan simbol / tanda lahiriah tetapi merupakan
cara untuk melahirbarukan seseorang. Ini menyebabkan orang itu lalu bisa
taat kepada Allah.
b) Baptisan itu memberikan pengampunan atas dosa-dosa yang lalu, baik
dosa asal maupun dosa perbuatan.
c) Baptisan ini mutlak perlu untuk keselamatan:
Kalau mereka membaptis orang yang koma, maka ada wakil yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan dari pastor / si pembaptis, dan berdasarkan jawaban si wakil itu, orang koma itu lalu dibaptis.
Pandangan / sanggahan Kristen:
a) Baptisan tidak melahirbarukan.
Baptisan memang adalah sakramen yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus sendiri (Mat 28:19), tetapi baptisan tidak melahirbarukan.
Kelahiran baru adalah sepenuhnya pekerjaan Roh Kudus di alam bawah sadar dan manusia pasif total. Ini sama seperti dalam kelahiran jasmani, dimana seorang bayi juga pasif total dan sedikitpun tidak membantu kelahiran dirinya sendiri! Karena itu kelahiran baru tidak mungkin terjadi oleh baptisan. Kalau baptisan bisa melahirbarukan, itu berarti bahwa kelahiran baru adalah pekerjaan manusia yang terjadi di alam sadar, dan ini jelas salah.
Bacalah Yoh 3:1-8 yang berbicara tentang kelahiran baru dan saudara akan melihat bahwa dalam bagian itu terus menerus digunakan kata bentuk pasif 'dilahirkan' (ay 3,4,5,6,7,8).
Dalam Kis 16:14-15 Lidia mengalami kelahiran baru ('Tuhan membuka
hatinya' - ay 14b), lalu ia mendengar Injil / Firman Tuhan, lalu percaya,
lalu dibaptis. Kelahiran baru memang harus terjadi lebih dulu, baru orangnya
bisa mendengar dan mengerti Injil (bdk. 1Kor 2:14), dan percaya kepada
Yesus. Ini menunjukkan bahwa bukan baptisan yang menyebabkan kelahiran
baru.
b) Baptisan tidak menyebabkan dosa diampuni.
Kita diampuni dosanya bukan karena baptisan tetapi karena kita beriman
/ percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Kalau kita
mendapat pengampunan dosa karena baptisan, itu berarti kita selamat karena
perbuatan baik, dan itu bertentangan dengan ayat-ayat seperti:
Ef 2:8-9 yang berbunyi:
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri".
Gal 2:16a yang berbunyi:
"Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan
oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam
Kristus Yesus".
Gal 2:21b yang berbunyi:
"... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka
sia-sialah kematian Kristus".
Ro 3:27-28 yang berbunyi:
"Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak
ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami
yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan
hukum Taurat".
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Mendengar Injil percaya selamat / terima Roh Kudus dibaptis.
Jadi lagi-lagi terlihat bahwa keselamatan sudah terjadi padahal orangnya
belum dibaptis.
c) Sekalipun baptisan adalah perintah Tuhan, tetapi baptisan tidak mut-lak perlu untuk keselamatan.
Memang kalau kita percaya dengan sungguh-sungguh kepada Yesus, maka kita harus mau dibaptis. Kalau seseorang berkata bahwa ia percaya kepada Yesus tetapi ia tidak mau dibaptis, saya yakin bahwa iman orang itu tidak sungguh-sungguh (bdk. Yak 2:17,26), dan ia tentu tidak selamat. Tetapi dalam hal ini ia tidak selamat bukan karena belum / tidak dibaptis, tetapi karena imannya tidak sungguh-sungguh.
Jadi, yang merupakan syarat mutlak untuk keselamatan adalah iman, bukan
baptisan! Itu sebabnya kalau ada orang yang sungguh-sungguh percaya kepada
Yesus, tetapi tidak sempat dibaptis, maka ia tetap selamat! Contoh yang
jelas dalam Kitab Suci adalah penjahat yang bertobat (Luk 23:43).
Ia tidak pernah / tidak sempat dibaptis, tetapi ia percaya kepada Yesus
dan Yesus berkata bahwa ia akan masuk Firdaus / surga. Ini jelas menunjukkan
bahwa baptisan bukan-lah syarat mutlak untuk masuk surga.
d) Tentang:
Semua ini tidak ada dasar Kitab Sucinya.
Tentang baptisan orang koma:
Baptisan untuk orang dewasa hanya bisa dilakukan kalau orangnya sudah mendengar Injil dan percaya kepada Yesus. Karena itu bahwa dalam baptisan orang koma ada wakil yang menjawab pertanyaan pastor, itu betul-betul merupakan sesuatu yang menggelikan dan tidak Alklitabiah.
Saya pernah mendengar ada orang koma dibaptis, tetapi ia lalu tidak
jadi mati. Dan pada waktu ia menjadi orang kristen protestan, ia lalu dituntut
untuk pergi ke gereja Katolik, berdasarkan janji wakilnya pada waktu dibaptis.
Tetapi ia berkata: itu janjinya si wakil, bukan janjiku!
Tentang baptisan orang mati:
Kalau memang orang mati bisa diselamatkan melalui baptisan, untuk apa
repot-repot memberitakan Injil / Firman Tuhan? Biarkan saja semua orang
tidak percaya Yesus, tetapi nanti kalau mereka sudah mati kita baptiskan.
Mungkin juga sebaiknya pastor pergi ke kuburan dan membaptis semua mayat
di sana.
2) Confirmation (= Penguatan):
a) Dilakukan terhadap orang yang sudah dibaptis.
b) Dilakukan dengan penumpangan tangan dan dengan minyak dan kata-kata:
"I sign you with the sign of the cross, and confirm you in the
annointing of salvation in the name of the Father, and of the Son, and
of the Holy Spirit" (= aku menandai engkau dengan tanda salib dan
menguatkan engkau dalam pengurapan keselamatan dalam nama Bapa, Anak, dan
Roh Kudus) - Dr. Albert Freundt, 'History of Modern Christianity',
hal 4.
c) Orang yang menerima sakramen ini menerima Roh Kudus / kasih karunia
Roh Kudus dengan mana ia bisa menghindari dosa-dosa pada saat ia sudah
mulai bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya sendiri dan pada saat
percobaan-percobaan dalam hidupnya menjadi lebih berat. Karena itu umumnya
dilakukan pada masa remaja.
d) Dasar Kitab Suci yang sering digunakan adalah Kis 14:22
Pandangan / sanggahan Kristen:
a) Confirmation ini bukan sakramen karena tidak memenuhi 3 persyarat-an
dalam no II di atas (Syarat-syarat sakramen). Mungkin orang Katolik akan
berkata bahwa tanda yang kelihatan adalah 'minyak' dan ini melambangkan
kasih karunia yang tidak kelihatan yaitu 'Roh Kudus'. Tetapi, dimana dalam
Kitab Suci ada perintah untuk melaku-kan hal seperti itu?
b) Orang menerima Roh Kudus pada saat ia percaya kepada Yesus (Yoh 7:38-39 Ef 1:13). Jadi tidak ada hamba Tuhan yang diperlukan untuk menumpangkan tangan sehingga Roh Kudus lalu diberikan.
Beberapa ayat Kitab Suci yang kelihatannya menunjukkan adanya penumpangan
tangan yang menyebabkan penerimaan Roh Kudus:
Catatan:
Kalau saudara ingin mengerti penafsiran dari Kis 8:14-19, bacalah buku
saya yang berjudul KHARISMATIK.
c) Kesucian dan pertumbuhan kekuatan iman / rohani tidak datang karena
confirmation atau sakramen tetapi karena Firman Tuhan dan doa (Maz 119:9
Mat 26:41).
d) Dalam Kis 14:22 dikatakan bahwa Paulus dan Barnabas menguatkan
hati murid-murid / orang kristen di Antiokhia. Tetapi bagaimana Paulus
dan Barnabas menguatkan mereka? Apakah dengan sakramen, confirmation,
pengurapan mengunakan minyak? Sama sekali tidak! Bacalah sendiri Kis 14:22
di bawah ini:
"Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid
itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan
bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara".
Jelas terlihat bahwa penguatan itu diberikan dengan menggunakan nasehat
Firman Tuhan! Bagaimana mungkin ayat seperti ini bisa dijadikan dasar dari
sakramen confirmation?
3) Eucharist (= Komuni):
Sekalipun sudah dibaptis dan dikuatkan (sakramen 1 & 2), seseorang
masih bisa jatuh dalam dosa. Eucharist memberikan kasih karunia
pe-lengkap untuk kebutuhan rohani sehari-hari.
a) Makna Eucharist:
Sekalipun Eucharist mirip dengan Perjamuan Kudus dalam gereja
kristen, tetapi arti / maknanya sangat berbeda.
1. Gereja Roma Katolik percaya bahwa pada saat pastor mengucap-kan kata-kata
bahasa Latin: "HOC EST CORPUS MEUM" (= This is my body
/ Inilah TubuhKu), roti dan anggur betul-betul berubah menjadi tubuh
dan darah Kristus. Doktrin ini disebut TRANSUB-STANTIATION (= a
change of substance / perubahan zat). Doktrin ini mulai diajarkan pada
abad ke 9 oleh seorang yang bernama Radbertus yang mengatakan bahwa pada
saat Eucharist, terjadi suatu mujijat dimana roti dan anggur berubah
menjadi tubuh dan darah Kristus. Transubstantiation menjadi dogma resmi
pada tahun 1059 dan diproklamirkan oleh Paus Innocent III pada tahun 1215.
Catatan:
Kata-kata "HOC EST CORPUS MEUM" belakangan dipakai oleh tukang
sihir / sulap dan diubah menjadi "HOCUS POCUS".
Teori Thomas Aquinas (1225-1274):
"The substance of bread and wine are changed into the body and
blood of Christ during communion while the accidents (appearence, taste,
smell) remain the same" [= Zat dari roti dan anggur berubah menjadi
tubuh dan darah Kristus pada saat komuni, sementara accidentsnya
(pe-nampilannya / kelihatannya, rasanya, baunya) tetap sama].
2. Eucharist adalah pengulangan pengorbanan Kristus!
Bahwa Roma Katolik mempunyai pandangan bahwa Eucharist adalah
suatu pengulangan pengorbanan Kristus, terlihat dengan jelas dari:
"Jesus Christ gave us the sacrifice of the Mass to leave His
Church a visible sacrifice which continues His sacrifice on the cross until
the end of time. The Mass is the same sacrifice as the sacrifice of the
cross. Holy communion is the receiving of the body and the blood of Jesus
Christ under the appearence of bread and wine" (= Yesus Kristus
memberi kepada kita pengorban-an misa untuk meninggalkan bagi GerejaNya
suatu pengorbanan yang kelihatan yang meneruskan pengor-bananNya pada kayu
salib sampai akhir jaman. Misa itu adalah pengorbanan yang sama seperti
pengorbanan di kayu salib. Komuni kudus adalah penerimaan tubuh dan darah
Kristus di bawah penampilan roti dan anggur) - Loraine Boettner, 'Roman
Catholicism', hal 168.
"The sacrifice (in the Mass) is identical with the sacrifice
of the Cross, inasmuch as Jesus Christ is a priest and victim both. The
only difference lies in the manner of offering, which is a bloody upon
the cross and bloodless on our altars" [= pengorbanan (dalam Misa)
adalah identik dengan pengorbanan di kayu salib, karena Yesus Kristus adalah
imam maupun korban. Satu-satunya per-bedaan terletak dalam cara pengorbanannya,
yang merupakan pengorbanan berdarah di kayu salib dan tanpa darah pada
altar kami] - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 169.
"Is the Holy Mass one and the same sacrifice with that of the Cross?" - Question 278 (= Apakah Misa Kudus / Suci adalah korban yang satu dan sama dengan korban pada Salib? - Pertanyaan 278).
"The Holy Mass is one and the same sacrifice with that of the
Cross, inasmuch as Christ, who offered Himself, a bleeding victim, on the
Cross to His Heavenly Father, continues to offer Himself in an unbloody
manner on the altar, through the ministry of His priests" (= Misa
Kudus / Suci adalah korban yang satu dan sama dengan korban pada Salib,
karena Kristus, yang mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban berdarah
pada Salib kepada Bapa SurgawiNya, terus mempersembahkan diriNya sendiri
dengan cara tidak berdarah pada altar, melalui pelayanan imam-imam / pastor-pastorNya)
- Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 173-174.
Kedua point di atas (point 1. dan 2.) menyebabkan dalam gereja Roma
Katolik ada pandangan yang yang sangat tinggi terhadap pastor. Ini terlihat
dari 2 kutipan yang diberikan oleh Loraine Boettner di bawah ini:
"The priest is the man of God, the minister of God. ... He that
despiseth the priest despiseth God; he that hears him hears God. The priest
remits sins as God, ... It is clear that their function is such that none
greater can be conceived. Wherefore they are justly called not only angels,
but also God, holding as they do among us the power and authority of the
immortal God" (= Imam / pastor adalah seorang dari Allah, pelayan
Allah. ... Ia yang menghina imam / pastor menghina Allah, ia yang mendengarkannya
mendengarkan Allah. Imam / pastor mengampuni dosa seperti Allah, ... Jelaslah
bahwa fungsi mereka adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada yang lebih
besar yang bisa dipikirkan / dibayangkan. Karena itu secara tepat mereka
disebut bukan hanya malaikat, tetapi juga Allah, dan di antara kita mereka
memegang kuasa dan otoritas dari Allah yang tidak bisa binasa) - Loraine
Boettner, 'Roman Catholicism', hal 51.
"Without the priest the death and passion of our Lord would
be of no avail to us. See the power of the priest! By one word from his
lips he changes a piece of bread into a God! A greater fact than the creation
of a world. If I were to meet a priest and an angel, I would salute the
priest before saluting the angel. The priest holds the place of God"
[= Tanpa imam / pastor kematian dan penderitaan Tuhan kita akan tidak ada
gunanya bagi kita. Lihatlah kuasa dari imam / pastor! Dengan satu kata
dari bibirnya ia mengubah sepotong roti menjadi Allah! Suatu fakta yang
lebih besar dari pada penciptaan suatu dunia. Jika aku bertemu dengan seorang
imam / pastor dan seorang malaikat, maka aku akan memberi hormat kepada
imam / pastor sebelum aku memberi hormat kepada malaikat. Imam / pastor
memegang tempat / menggantikan (?) Allah] - Loraine Boettner, 'Roman
Catholicism', hal 51.
b) Dalam pelaksanaan Eucharist, anggur tidak dibagikan kepada jemaat.
Mulai tahun 1414-1415 Council of Constance memutuskan bahwa anggur tidak lagi dibagikan kepada jemaat, tetapi hanya untuk pastor-nya saja. Jadi yang dibagikan kepada jemaat hanyalah rotinya saja.
Keputusan ini diteguhkan oleh Council of Trent (1545-1563).
Dasar pemikiran mereka:
c) Eucharist adalah hal yang terpenting dalam misa; lebih penting
dari-pada Firman Tuhan.
d) Dahulu, orang yang mau mengikuti Eucharist / misa, harus puasa
total sejak tengah malam. Sekarang, mereka hanya puasa terhadap ma-kanan
padat 1 jam sebelum misa dan tidak perlu puasa air - Loraine Boettner,
'Roman Catholicism', hal 170.
Sanggahan Kristen:
a) Tubuh jasmani Kristus bukanlah Allah dan tidak bersifat ilahi, sehing-ga
tidak bersifat mahaada. Kitab Suci tidak pernah menggambarkan bahwa tubuh
Kristus bisa ada di dua tempat yang berbeda pada saat yang sama. Sekarang,
setelah kenaikan Yesus ke sorga, tubuh Kris-tus ada di surga dan Ia hadir
di dunia melalui Roh Kudus. Karena itu dalam Perjamuan Kudus Kristus tidak
hadir secara jasmani!
b) Pada waktu Yesus mengambil roti, memecah-mecahkannya dan ber-kata
"Inilah tubuhKu" (Mat 26:26), maksudnya hanyalah bahwa roti merupakan
simbol dari tubuhNya. Demikian juga pada waktu Ia mengambil cawan anggur
dan berkata "Inilah darahKu" (Mat 26:27-28), maka maksudNya hanyalah
bahwa anggur merupakan simbol dari darahNya. Jadi tidak boleh diartikan
bahwa saat itu roti betul-betul berubah menjadi tubuh Kristus dan anggur
betul-betul berubah men-jadi darah Kristus!
Dasar penafsiran ini:
Contoh:
Dalam Perjanjian Baru digunakan bahasa Yunani, dan dalam bahasa Yunani memang ada kata yang berarti 'menunjukkan / menggambarkan / berarti'. Tetapi anehnya, Perjanjian Baru masih sering mengikuti jejak bahasa Ibrani seperti di atas.
Contoh:
Catatan: kata 'ialah' yang ada dalam tanda kurung tidak ada dalam Kitab Suci Indonesia, tetapi seharusnya ada.
Kesimpulan:
Dari semua ini terlihat dengan jelas bahwa pada saat Yesus berkata This is my body / blood (= Ini adalah tubuh / darahKu), maksudnya ialah: roti / anggur itu menggambarkan tubuh / darahNya.
Jadi, ini sebetulnya sama dengan pada waktu Ia berkata:
c) Perjamuan Kudus adalah peringatan pengorbanan Kristus, dan bukan merupakan pengulangan pengorbanan Kristus. Perhatikan 1Kor 11:24b,25b yang berbunyi:
"... perbuatlah ini menjadi peringatan akan
Aku. ... perbuat-lah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan
akan Aku".
Pengulangan pengorbanan Kristus menunjukkan bahwa pengorbanan Kristus
di kayu salib belum / tidak cukup. Ini bertentangan dengan kata-kata "sudah
selesai" di kayu salib (Yoh 19:30).
Disamping itu, Kitab Suci berulang-ulang menyatakan bahwa Kristus hanya satu kali saja mempersembahkan tubuhNya / mencurahkan darahNya sebagai korban bagi kita. Lihat ayat-ayat di bawah ini:
"yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri se-bagai korban".
"dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal".
d) Adalah sesuatu yang lucu kalau 'korban yang tidak berdarah' pada
altar mereka disamakan dengan 'korban yang berdarah' pada salib. Perlu
diketahui bahwa Kitab Suci mengatakan bahwa "tanpa penum-pahan
darah tidak ada pengampunan" (Ibr 9:22b). Ini jelas me-nunjukkan
bahwa 'korban yang tidak berdarah' tidak ada gunanya!
e) Baik roti maupun anggur harus dibagikan kepada jemaat karena itulah yang diajarkan oleh Kitab Suci! (Mat 26:26-28 1Kor 11:23-26).
Dalam Mat 26:27 Yesus berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini". Ini menunjukkan bahwa Yesus mengundang semua pe-serta Perjamuan Kudus itu untuk juga ikut minum dari cawan anggur!
Dan dalam 1Kor 11:26,27,28,29, empat kali berturut-turut Paulus
menggabungkan 'makan roti' dan 'minum dari cawan', atau 'makan' dan 'minum'.
Ini jelas menunjukkan bahwa kita tidak boleh memisah-kan kedua hal itu!
2 pertanyaan yang perlu dipertanyakan kepada orang Roma Katolik adalah:
f) Yang terpenting dalam kebaktian adalah Firman Tuhan. Sakramen tak
bisa berdiri sendiri tanpa Firman Tuhan, tetapi Firman Tuhan bisa berdiri
sendiri tanpa sakramen.
g) Orang-orang yang mau ikut Perjamuan Kudus sama sekali tidak perlu
puasa. Perjamuan Kudus dalam Mat 26:26-28 diadakan segera se-telah
makan (Mat 26:20,26), sehingga itu jelas menunjukkan bahwa mereka
tidak berpuasa lebih dahulu. 1Kor 11:27-29 memang meng-ajarkan bahwa
kita harus mempersiapkan diri menghadapi Perjamuan Kudus, tetapi bukan
dengan puasa, tetapi dengan menguji diri kita dalam hal iman dan ketaatan
kita.
h) Hal lain yang ingin saya tambahkan adalah asal usul kata Eucharist.
Kata Eucharist berasal dari kata bahasa Yunani EUCHARISTESAS yang muncul
dalam Mat 26:27 Mark 14:23 Luk 22:17,19 1Kor 11:24, dan artinya sebenarnya
adalah 'having given thanks' (= setelah mengucap syukur). Karena
itu, penggunaan istilah Eucharist untuk menunjuk pada Perjamuan Kudus sebetulnya
kurang cocok.
i) Penggunaan hosti.
Dari Mat 26:26 Mark 14:22 Luk 22:19 1Kor 10:16b
1Kor 11:24 sebe-tulnya bisa terlihat dengan jelas bahwa dalam suatu
Perjamuan Kudus harus ada 'pemecahan roti', dan pemecahan roti ini harus
dilakukan di depan peserta Perjamuan Kudus. Ini merupakan sesuatu yang
penting dan berarti, karena ini merupakan simbol dari dihancurkannya tubuh
Kristus untuk kita. Kalau ada yang beranggapan bahwa simbol seperti ini
tidak penting dan boleh dibuang, maka saya bertanya: mengapa tidak seluruh
Perjamuan Kudusnya saja dibuang?
Perhatikan juga bunyi dari 1Kor 11:24:
"dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia
memecah-mecahkannya dan berkata: 'Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi
kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku'".
Dari bagian-bagian yang saya garisbawahi dari 1Kor 11:24 ini, jelas
terlihat bahwa Yesus memerintahkan pemecahan roti tersebut dalam Perjamuan
Kudus! Karena itu, penggunaan hosti dalam gereja Roma Katolik maupun dalam
banyak gereja Protestan, Pentakosta dan Kharismatik yang menirunya, sekalipun
merupakan sesuatu yang praktis, jelas merupakan sesuatu yang salah, karena
dalam peng-gunaan hosti ini, simbol penghancuran tubuh Kristus dihilangkan!
Dalam tafsirannya tentang 1Kor 10:16, Charles Hodge berkata:
"The custom, therefore, of using a wafer placed unbroken
in the mouth of the communicant, leaves out an important significant element
in this sacrament" [= Karena itu, tradisi menggunakan hosti (biskuit
kecil dan tipis), yang diletakkan secara utuh di dalam mulut dari peserta
komuni, menghapuskan suatu elemen berarti yang penting dalam sakramen ini].
Dan Pulpit Commentary mengomentari 1Kor 11:24 sebagai berikut:
"The 'broken' is nevertheless involved in the 'he brake it,'
which was a part of the ceremony as originally illustrated. The breaking
of the bread ought not, therefore, to be abandoned, as in the case when
'wafers' are used" (= bagaimanapun kata 'dipecahkan' sudah termasuk
dalam 'Ia memecah-mecahkannya', yang merupakan sebagian dari upacara aslinya.
Karena itu, pemecahan roti tidak seharusnya dibuang, seperti dalam kasus
dimana digunakan hosti).
Ada hal-hal yang perlu dijelaskan sehubungan dengan komentar ini:
Karena itu, gereja-gereja Protestan, Pentakosta dan Kharismatik tidak
seharusnya meniru begitu saja praktek Perjamuan Kudus yang sekalipun praktis,
tetapi salah ini!
4) Penance (= Pengakuan / pengampunan dosa):
Beberapa hal yang perlu diketahui berhubungan dengan Penance
ini:
a) Roma Katolik membagi dosa menjadi 2 golongan: mortal sin (= dosa besar / mematikan) dan venial sin (= dosa kecil / remeh). Mereka tidak punya persetujuan yang jelas tentang dosa mana yang termasuk dosa besar dan dosa mana yang termasuk dosa kecil. Tetapi dosa-dosa di bawah ini termasuk mortal sins:
Catatan: Daftar ini saya ambil dari buku Loraine Boettner 'Roman
Catholicism', hal 200.
Mortal sin menjatuhkan orang dari kasih karunia Allah (dengan
kata lain, orang itu kehilangan keselamatannya) Tetapi dengan sakramen
pengakuan dosa / Penance ini orang itu dikembalikan ke dalam kasih
karunia dan diberi kasih karunia khusus untuk untuk bisa menghindari dosa
pada masa yang akan datang.
b) Sakramen Penance ini meliputi 4 hal:
Yang harus diakui adalah setiap mortal sin saja! Kalau ada yang diloncati dengan sengaja, maka seluruh pengakuan itu dianggap tidak sah. Dan kalau ada mortal sin yang tidak sempat diakui, maka orang itu akan pergi ke neraka.
Dalam dalam mengaku dosa, seseorang harus menceritakan segala-galanya secara mendetail!
Loraine Boettner mengutip kata-kata seorang yang bernama Lucien Vinet
yang berkata sebagai berikut:
"A Roman Catholic, says his church, must, in order to obtain
peace with God, declare all his sinful actions, omissions and his most
secret thoughts and desires, specifying minutely the kinds of sins committed,
the number of times and all the circumstances that might alter the gravity
of a sin. A murderer is obliged to declare his crimes, a young girl her
most intimate thoughts and desires" (= Seorang Roma Katolik, kata
gerejanya, untuk mendapatkan damai dengan Allah, harus menyatakan semua
tindakan-tindakan berdo-sanya, hal-hal yang tidak ia lakukan dari Firman
Tuhan, dan pikiran dan keinginannya yang paling rahasia, menyebutkan secara
terperinci / teliti jenis-jenis dosa yang dilakukan, banyaknya kali dan
semua keadaan-keadaan yang bisa mengubah beratnya suatu dosa. Seorang pembunuh
wajib menyatakan kejahatannya, seorang gadis muda harus me-nyatakan pikiran-pikiran
dan keinginan-keinginannya yang yang paling dalam) - Loraine Boettner,
'Roman Catholicism', hal 211.
Pastor bukan sekedar punya 'kuasa untuk menyatakan pengam-punan
dosa' tetapi ia sendiri betul-betul punya hak untuk meng-ampuni. Kutipan
dari 'Instruction for non-Catholics' (buku pelajaran untuk orang
non Katolik yang mau menjadi Katolik):
"The priest doesn't have to ask God to forgive our sins. The
priest himself has the power to do so in Christ's name. Your sins are forgiven
by the priest the same as if you knelt before Jesus Christ and told them
to Christ himself" (= Imam / pastor tidak harus meminta Allah
untuk mengampuni dosa kita. Imam / pastor itu sendiri mempunyai kuasa untuk
mela-kukan hal itu dalam nama Kristus. Dosa-dosamu diampuni oleh imam /
pastor sama seperti kalau kamu berlutut di hadapan Yesus Kristus dan menceritakan
dosa-dosa itu kepada Kristus sendiri) - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism',
hal 197.
c) Kata-kata yang diucapkan sebelum mengaku / menyebutkan dosa-dosanya
adalah sebagai berikut:
"I confess to the Almighty God, to the blessed Virgin Mary,
to the blessed Michael the archangel, to blessed John the Baptist, to the
holy apostles Peter and Paul, to all the saints, and to you, father, that
I have sinned exceedingly, in thought, word and deed, through my fault,
through my grievous fault" (= Aku mengaku kepada Allah yang Mahakuasa,
kepada Pera-wan Maria yang diberkati / terpuji, kepada Mikhael Penghulu
Malaikat yang diberkati / terpuji, kepada Yohanes Pembaptis yang diberkati
/ terpuji, kepada rasul-rasul yang kudus Petrus dan Paulus, kepada semua
orang-orang suci, dan kepadamu, bapa, bahwa aku telah sangat berdosa, dalam
pemikiran, perkataan dan perbuatan, melalui kesalahanku, melalui kesa-lahanku
yang menyedihkan) - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 198.
d) Dasar Kitab Suci yang dipakai oleh Roma Katolik sebagai dasar Sakramen
Penance ini adalah: Yak 5:16 Kis 19:18 Mat 18:18
Yoh 20:21-23.
e) Loraine Boettner berkata:
"Every loyal Roman Catholics is required under pain of mortal sin to go to confession at least once a year" (= Setiap orang Roma Katolik yang setia diharuskan dibawah ancaman mortal sin untuk melakukan pengakuan dosa sedikitnya sekali seta-hun) - 'Roman Catholicism', hal 198.
Ini diputuskan oleh the Fourth Lateran Council pada tahun 1215 dan diteguhkan
oleh the Council of Trent pada tahun 1546.
Sanggahan Kristen:
a) Kitab Suci memang mengajarkan adanya tingkat dosa (Luk 12:47-48 Luk 20:47 Yoh 19:11 Kel 21:12-14). Dan karena itu memang ada dosa besar dan dosa kecil. Tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya dosa yang begitu kecil sehingga bisa diremehkan seperti venial sin dalam ajaran Roma Katolik. Ro 6:23 berkata bahwa "Upah dosa ialah maut", dan karena itu dosa besar ataupun dosa kecil upahnya adalah maut. Jadi jelas bahwa sebetulnya semua dosa termasuk mortal sin.
Loraine Boettner berkata:
"But the Bible makes no such distinction between mortal and
venial sins. There is in fact no such thing as venial sin. All sin is mortal.
It is true that some sins are worse than others. But it is also true that
all sins, if not forgiven, bring death to the soul, with greater or lesser
punishment as they may deserve" (= Tetapi Alkitab tidak membuat
pembedaan seperti itu antara mortal sin dan venial sin. Faktanya
adalah bahwa venial sin itu tidak ada. Semua dosa adalah mortal
/ mematikan. Memang benar bahwa beberapa dosa lebih jelek dari yang lain.
Tetapi juga benar bahwa semua dosa, jika tidak diampuni, membawa kematian
pada jiwa, dengan hukuman yang lebih besar atau lebih ringan, seperti yang
layak didapatkannya) - 'Roman Catholicism', hal 201
Sebaliknya, Kitab Suci juga tidak pernah mengajarkan adanya dosa yang
begitu besar sehingga bisa menghancurkan kasih karunia Allah dan menyebabkan
seseorang kehilangan keselamatannya. Sekali se-seorang selamat, ia pasti
terus selamat (Ro 5:8-10 Yoh 10:27-30). Betapapun hebatnya dosa
yang dilakukan seseorang, darah Yesus lebih dari cukup untuk menghapus
/ mengampuninya! Ini memang tidak berarti bahwa kita boleh sengaja berbuat
dosa / hidup dalam dosa! Kita harus berusaha untuk hidup suci, tetapi kalau
kita gagal dan jatuh ke dalam dosa, betapapun hebatnya dosa itu, darah
Kristus tetap mampu menghapus / mengampuninya! Semua ini sesuai dengan
1Yoh 2:1-2 yang berbunyi:
"Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu,
supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita
mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.
Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita
saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia".
b) Beberapa pembahasan tentang 4 hal yang termasuk dalam sakramen Penance
dalam Roma Katolik:
Council of Trent mengatakan sbb:
"If anyone saith that justifying faith is nothing else but confidence
in the divine mercy which remits sin for Christ's sake alone; or, that
this confidence alone is that whereby we are justified, let him be anathema"
(= Jika seseorang berkata bahwa iman yang membenarkan adalah keyakin-an
pada belas kasihan ilahi yang mengampuni dosa hanya demi Kristus; atau,
bahwa keyakinan ini adalah jalan melalui mana kita dibenarkan, biarlah
ia terkutuk) - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal
261.
Jadi berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa Council of Trent
mengutuk orang-orang yang percaya pada 'justification / salvation by
faith' (= pembenaran / keselamatan oleh iman) yang merupakan doktrin
utama dari semua gereja Kristen yang injili. Rasul Paulus jelas sekali
menekankan justification / salvation by faith (Ef 2:8-9 Gal 2:16,21)
dan ia mengutuk orang-orang yang mengajarkan doktrin 'salvation by works'
(Gal 1:6-9).
c) Pengakuan yang ditujukan kepada Allah dan malaikat (Michael) dan
orang-orang yang sudah mati (Maria, Yohanes Pembaptis, Petrus, Paulus,
orang-orang suci) dan kepada pastor, jelas adalah sesuatu yang sangat tidak
Alkitabiah! Lucunya, nama Yesus dan Roh Kudus bahkan tidak di-sebut-sebut!
d) Yak 5:16 dan Kis 19:18 jelas sekali bukanlah suatu pengakuan
dosa secara pribadi kepada hamba Tuhan. Jadi ayat-ayat ini tidak bisa dijadikan
dasar bagi sakramen Penance ini! Sedangkan Mat 16:19 Mat 18:18
Yoh 20:21-23 hanya memberikan 'declarative power' (= kuasa
untuk menyatakan) kepada hamba-hamba Tuhan. Kalau di-tafsirkan bahwa mereka
sendiri yang diberi hak untuk mengampuni, maka penafsiran ini akan bertentangan
dengan Mark 2:7-12 dan 1Yoh 1:9 yang mengatakan bahwa hanya Allah
sajalah yang berhak meng-ampuni dosa.
e) Mengenai frekwensi pengakuan dosa, perlu kita ingat bahwa dosa yang
tidak dibereskan merusak persekutuan kita dengan Allah dan menyebabkan
doa kita tidak didengar oleh Allah (Yes 59:1-2). Ini akan menyebabkan kita
tidak akan bisa bertahan menghadapi serangan setan sehingga akan jatuh
ke dalam dosa-dosa lain. Karena itu kita seharusnya mengaku dosa secepat
kita sadar akan adanya dosa dalam hidup kita. Dan mengingat bahwa kita
semua adalah orang berdosa, yang setiap hari berbuat dosa, maka kita seharusnya
mengaku dosa beberapa / banyak kali setiap hari (bukan setahun sekali atau
bahkan seminggu sekali). Tetapi, dalam kalangan Roma Katolik, karena pengakuan
dosa harus diberikan kepada pastor, maka tentu saja tidak mungkin melakukan
pengakuan dosa beberapa kali dalam satu hari.
f) Keberatan lain terhadap ajaran Roma Katolik tentang hal ini:
Loraine Boettner mengutip John Carrara dalam bukunya yang ber-judul
'Romanism Under the Searchlight', hal 70, yang berbunyi:
"The confessional is a system of espionage - a system of
slavery. The priest is the spy in every home" (= Pengakuan dosa
adalah suatu sistim pengintaian - suatu sistim perbudakan. Imam / pastor
adalah mata-mata dalam setiap rumah) - 'Roman Catholicism',
hal 214.
Pengakuan dosa kepada pastor merupakan pencobaan yang hebat bagi pastor
itu sendiri! Bayangkan seorang gadis muda yang jatuh dalam perzinahan dengan
pacarnya, yang harus mengaku dosa dengan mendetail bagaimana ia
dirangsang oleh pacarnya, dan apa saja yang mereka lakukan, sampai akhirnya
ia jatuh ke dalam perzinahan. Apakah pengakuan seperti ini tidak mencobai
pastor, yang hidup membujang / tidak menikah itu, sehingga ikut terang-sang
dan jatuh ke dalam dosa perzinahan dalam hati / pikirannya? Bukan tanpa
alasan Ef 5:3-4 berkata:
"Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau kese-rakahan
disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagai-mana sepatutnya bagi
orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau
yang sembrono - karena hal-hal ini tidak pantas - sebaliknya ucapkanlah
syukur".
Kalau ada yang menjawab hal ini dengan berkata bahwa pastor adalah orang
yang iman dan kesalehannya sudah tinggi / kuat / hebat, dan tidak mungkin
akan jatuh ke dalam dosa karena men-dengar pengakuan dosa seperti itu,
maka saya ingin menjawab dengan suatu cerita yang saya dapatkan dari sebuah
film sebagai berikut: Ada seorang pimpinan gangster yang mempunyai
2 orang anak, yang seorang perempuan dan perempuan ini juga termasuk dalam
gang ayahnya, dan yang seorang lagi laki-laki, yang men-jadi seorang
pastor. Suatu hari pastor itu lari dengan seorang perempuan, dan pada waktu
anak perempuan si kepala gangster itu menceritakan hal itu kepada
ayahnya, sang ayah dengan keheranan berkata: 'Tapi, ia seorang pastor'.
Anak perempuannya dengan tenang menjawab: 'Ia ditahbiskan, ayah, bukan
dikebiri!'.
5) Extreme Unction (= Perminyakan):
Praktek ini dimulai pada abad ke 12. Pengurapan dilakukan oleh pastor terhadap orang yang mau mati, dengan menggunakan minyak suci dan disertai doa khusus. Yang diberi minyak adalah mata, telinga, hidung, tangan, dan kaki orang tersebut. Sakramen ini tidak menjamin orang itu akan pergi ke surga, tetapi paling-paling ke api pencucian.
Ayat Kitab Suci yang sering dipakai sebagai dasar dari sakramen ini
ada-lah Yak 5:14-15.
Sanggahan Kristen:
a) Tidak ada dasar Kitab Suci untuk praktek / sakramen ini! Dalam Yak 5:14-15,
doa dan pengolesan minyak dilakukan dengan tujuan untuk menyembuhkan orang
itu, bukan untuk mempersiapkan orang itu menghadapi kematian! Jadi jelas
sekali bahwa Yak 5:14-15 tidak bisa dijadikan dasar Kitab Suci bagi
sakramen ini.
b) Seseorang yang sudah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, setiap saat siap menghadapi kematian. Penebusan yang Yesus lakukan baginya, tidak memungkinkan ia di-hukum oleh Allah (Ro 8:1). Sebaliknya, kalau seseorang belum per-caya kepada Yesus, ia tidak akan bisa disiapkan menghadapi kema-tian dengan cara apapun!
Pertanyaan yang perlu saudara renungkan adalah: sudah siapkan saudara
menghadapi kematian? Ingat bahwa kematian bisa datang kapan saja, dan celakalah
saudara kalau kematian datang dan saudara belum siap! Tanpa Yesus sebagai
Juruselamat / Penebus, saudara harus menanggung sendiri hukuman dosa-dosa
saudara di neraka sampai selama-lamanya!
6) Orders (= Imamat):
Sakramen ini diberikan untuk orang-orang yang mau menjadi hamba Tuhan supaya orang-orang itu bisa melayani Sakramen. Orang yang menerima sakramen ini tidak boleh menerima sakramen yang ke 7 karena mereka harus hidup celibat (= tidak menikah).
Dasar yang sering dipakai untuk tidak kawinnya hamba Tuhan adalah Mat
19:12 1Kor 7:1,7a,32-34,38.
Sanggahan Kristen:
Hal ini ditunjukkan dengan sangat jelas oleh ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini:
Mat 19:11 berbunyi:
"Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: 'Tidak semua
orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja'".
Ada beberapa hal yang perlu dibahas dari ayat ini:
Kata 'tetapi' selalu mengkontraskan bagian yang ada di depannya dengan bagian yang ada di belakangnya. Jadi, dari kata 'tetapi' ini sudah jelas bahwa Yesus tidak setuju dengan kata-kata murid-muridNya dalam Mat 19:10 yang menyatakan bahwa tidak kawin itu lebih baik.
Kata 'mengerti' itu salah terjemahan.
NIV / NASB: accept (= menerima).
KJV / RSV: receive (= menerima).
Jadi terjemahan seharusnya adalah 'menerima', dan artinya ada-lah: tidak semua orang bisa tidak kawin.
Catatan: kesalahan penterjemahan yang sama terjadi pada Mat 19:12b.
Artinya adalah: hanya mereka yang diberi karunia untuk tidak kawin bisa
/ boleh hidup membujang (celibat).
Sekarang kita meninjau Mat 19:12 yang berbunyi:
"Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang
lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian
oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya
sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah
ia mengerti".
Kelihatannya ini mengajarkan tentang orang yang tidak kawin demi Kerajaan Sorga. Apakah ini mendukung pandangan Roma Katolik tentang hamba Tuhan yang tidak menikah? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita melihat penjelasan tentang Mat 19:12 di bawah ini.
Beberapa hal yang perlu dijelaskan dari ayat ini:
KJV/RSV/NIV/NASB: 'eunuchs' (= sida-sida, orang yang dikebiri).
Ini menunjuk kepada orang-orang semacam sida-sida / penjaga harem raja yang dikebiri oleh raja, supaya jangan terjadi 'pagar makan tanaman' (bdk. 2Raja-raja 20:18 Ester 2:14-15).
Bagian ini menunjuk kepada orang yang secara sengaja tidak mau kawin (sekalipun ia bisa kawin) demi Tuhan / gereja (Bdk. 1Kor 7:32-35)!
Tetapi, bagaimanapun juga gol ke 3 ini tetap harus memperha-tikan Mat 19:11,
yang sudah saya bahas di atas, yang menyata-kan bahwa hanya orang-orang
tertentu, yang dikaruniai dengan karunia untuk tidak menikah, bisa tidak
menikah! Jadi, tidak semua orang boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja.
Mereka hanya boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja, kalau mereka mempunyai
karunia untuk tidak kawin!
Ada beberapa hal yang perlu kita mengerti tentang bagian ini:
"Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepa-dan dengan dia".
Jadi, apa yang ia katakan dalam 1Kor 7 ini bukanlah rumus umum (general rule), tetapi hanya berlaku untuk keadaan saat itu, yang merupakan keadaan darurat. Bahwa saat itu adalah keadaan da-rurat, ia nyatakan secara jelas dalam 1Kor 7:26 dimana ia berkata:
"Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat se-karang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam ke-adaannya".
Keadaan darurat itu bisa juga terlihat dari 1Kor 7:29a dimana Pau-lus berkata: "Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat!".
Kita memang tidak tahu keadaan darurat apa yang ada pada saat itu, tetapi
yang jelas ada banyak hal dalam 1Kor 7 ini yang hanya berlaku untuk keadaan
darurat tersebut.
Ini terlihat dari:
"Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin, te-tapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap la-ki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perem-puan mempunyai suaminya sendiri".
"Namun alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunia-nya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain ka-runia itu. Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. Tetapi ka-lau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mere-ka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu".
"Tetapi, kalau engkau kawin, engkau tidak berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia tidak berbuat dosa".
"Seven were said to be excommunicated from heaven, and the list began, 'A Jew who has no wife; or who has a wife but no children'" (= Dikatakan bahwa ada tujuh yang dikucilkan dari surga, dan daftarnya dimulai dengan: 'Seorang Yahudi yang tidak mempunyai istri, atau yang mempunyai istri tetapi tidak mempunyai anak).
Jadi, jelas bahwa Paulus sendiri pernah kawin, tetapi mungkin istrinya
mati atau menceraikan dia pada saat ia menjadi orang kristen, dan Paulus
lalu tidak kawin lagi.
Bandingkan dengan Ibr 2:18 dan Ibr 4:15 yang menunjukkan bahwa Yesus
pernah mengalami penderitaan / pencobaan, dan karena itu Ia bisa bersimpati
dan menolong kita yang menderita / dicobai. Sebaliknya, hamba Tuhan yang
tidak pernah mengalami problem keluarga (karena tidak berkeluarga), tidak
bisa bersimpati apalagi menolong jemaatnya yang mempunyai problem keluarga!
7) Marriage (= Pernikahan):
a) Pernikahan dianggap sebagai sakramen berdasarkan Kitab Suci bahasa Latin terjemahan Jerome (Vulgate), yang oleh Council of Trent dijadikan versi yang diilhamkan untuk gereja Roma Katolik.
Ef 5:31-32 berbunyi: "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar ...".
Kata-kata yang digarisbawahi itu oleh Jerome diterjemahkan "This
is a great sacrament" (= Ini adalah sakramen yang
besar).
b) Sakramen ini menyebabkan hubungan sex tidak dianggap sebagai percabulan
/ perzinahan.
Sanggahan Kristen:
a) Kitab Suci memang mengajarkan bahwa pernikahan diadakan oleh Allah sendiri, tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan bahwa pernikahan adalah suatu sakramen.
Terjemahan Jerome di atas jelas salah, karena kata Yunani yang ia terjemahkan
sebagai sacrament dalam Ef 5:32 itu adalah MUSTE-RION yang artinya
adalah mystery (= rahasia).
Penerapan:
Orang kristen perlu mencamkan bahwa pernikahan bukanlah merupa-kan suatu
sakramen, khususnya pada waktu mau menikah / menikah-kan anak. Dalam membuat
undangan pernikahan, jangan asal meniru undangan pernikahan dari orang
Roma Katolik, yang menyebutkan pernikahan itu sebagai sakramen (The
Sacrament of Holy Matrimony / sakramen pernikahan kudus), karena dalam
Kristen itu bukan sakramen! Saya mengatakan ini karena saya sudah 2 x melihat
undangan pernikahan kristen yang menggunakan kata-kata Katolik seperti
itu.
b) Sekalipun pernikahan itu bukan suatu sakramen, tetapi itu tetap diadakan
oleh Allah sendiri, dan karenanya orang yang melakukan hubungan sex dalam
suatu pernikahan resmi, jelas tidak melakukan perzinahan / percabulan.
email us at : gkri_exodus@mailcity.com