Eksposisi Kitab Kejadian
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
Kejadian 40:1-23
I) Kebaikan Yusuf kepada
juru minuman dan juru roti.
1) Juru
minuman dan juru roti Firaun berbuat kesalahan dan dimasukkan ke penjara bersama
Yusuf, dan Yusuf harus melayani mereka (ay 1-4). Mereka berdua sama-sama
bermimpi pada malam yang sama (ay 5).
2) Mimpi
itu menyebabkan mereka menjadi sedih, dan Yusuf yang melihat kesedihan mereka
lalu menanyakan mengapa mereka menjadi sedih (ay 6-7).
a) Yusuf
mempunyai alasan untuk tidak peduli pada penderitaan mereka:
·
Tugas
Yusuf sebetulnya adalah untuk melayani mereka (ay 4), bukan untuk
mempedulikan kesedihan mereka atau untuk menghibur mereka dsb.
Penerapan:
Dalam pelayanan atau dalam pekerjaan, maukah
saudara melakukan hal-hal yang lebih dari tugas saudara seharusnya? Atau
saudara adalah orang yang suka ‘ijir’?
·
Mereka
adalah orang Mesir, sebangsa dengan istri Potifar yang memfitnahnya, dan dengan
Potifar yang memenjarakannya.
·
Yusuf sendiri
masih sedang menderita di penjara, sehingga penderitaannya belum berlalu. Banyak orang yang kalau
dirinya sendiri sedang menderita, justru menjadi sangat egois dan tidak
mempedulikan penderitaan orang lain. Untuk apa mempedulikan penderitaan orang
lain, sementara diri sendiri sudah terlalu banyak penderitaan? Kalau saudara
adalah orang seperti ini, turutilah teladan Yusuf, dan juga teladan Tuhan
Yesus, yang sekalipun sedang tersalib tetapi tetap memperhatikan:
*
penjahat
yang bertobat (Luk 23:43).
*
Maria
(Yoh 19:26-27).
*
orang-orang
yang baru saja menyalibkannya (Luk 23:34).
b) Tetapi
Yusuf tetap peduli pada kesedihan / penderitaan mereka dan menanyakan hal itu
kepada mereka. Mengapa Yusuf bisa bersikap begitu? Karena Yusuf sendiri sudah
pernah merasakan kesedihan / penderitaan orang di penjara, sehingga ia ingin
menolong orang yang mengalami penderitaan / kesedihan yang sama.
Calvin berkata: “common
sufferings generate sympathy” (=
penderitaan yang sama membangkitkan simpati).
Jadi, memang ada 2 golongan orang. Golongan pertama, karena
dirinya sendiri mengalami penderitaan, lalu menjadi egois dan tidak peduli pada
penderitaan orang lain. Atau lalu berpikir: ‘Dulu aku bisa menahan penderitaan
seperti itu, jadi dia juga pasti bisa menahannya, dan karena itu aku tidak
perlu menolongnya’. Tetapi ada golongan kedua yang karena pernah mengalami
penderitaan, lalu justru menjadi bersimpati terhadap orang yang menderita,
khususnya kalau orang itu mengalami penderitaan yang sama dengan dirinya
sendiri. Saudara termasuk yang mana?
3) Kedua
orang itu mengatakan: kami bermimpi dan tidak ada orang yang dapat menafsirkan
mimpi itu (ay 8a). Yusuf lalu berkata: “Bukankah Allah yang menerangkan
arti mimpi? Ceritakanlah kiranya mimpimu itu kepadaku” (ay 8b).
Di sini kita melihat sikap yang seimbang. Ia mengatakan bahwa
hanya Allah yang bisa memberikan arti mimpi dan itu berarti bahwa ia tidak bisa
menafsirkan mimpi. Ini menunjukkan kerendahan hati dan ini kontras dengan
banyak orang yang merasa yakin akan kemampuannya sendiri, baik dalam pelajaran
sekolah, pekerjaan, belajar Firman Tuhan, pelayanan, dsb.
Tetapi Yusuf lalu menyambung kata-katanya dan meminta supaya
mereka berdua menceritakan mimpi itu kepada dia. Secara implicit ini menunjukkan suatu keyakinan bahwa Allah akan memberi
dia kemampuan untuk bisa menafsirkan mimpi itu. Ini kontras dengan banyak orang
kristen yang selalu menolak pelayanan dengan alasan ‘tidak bisa’, padahal belum
dicoba. Kalau sudah dicoba dan ternyata memang tidak bisa karena tidak berkarunia,
maka ini adalah ‘tidak bisa’ yang sah. Tetapi kalau tanpa dicoba sudah berkata
‘tidak bisa’, ini merupakan sikap rendah diri yang tidak beriman!
4) Akhirnya
kedua orang itu menceritakan mimpinya kepada Yusuf dan Yusuf, dengan
pertolongan Tuhan, memberikan arti mimpi itu kepada mereka
(ay 9-13,16-19). Akhirnya terbukti bahwa penafsiran Yusuf itu benar
(ay 20-22).
Ay 22: ‘seperti yang ditakbirkan Yusuf kepada mereka’.
NIV: ‘just as Joseph had
said to them’ (= seperti yang telah dikatakan oleh Yusuf kepada
mereka).
NASB/Lit: ‘just as Joseph had
interpreted to them’ (= seperti yang telah ditafsirkan oleh
Yusuf kepada mereka).
Ada beberapa hal yang bisa kita bahas dari
bagian ini:
a) Yusuf
menceritakan arti mimpi itu dengan yakin, bukan dengan ragu-ragu, bukan dengan
menggunakan kata ‘mungkin’, ‘barangkali’, dsb. Dan akhirnya terbukti ia benar.
Bagaimana mungkin ia bisa melakukan semua ini? Menggunakan kepandaiannya /
logikanya, atau perasaannya, atau indera ke enamnya? Tidak mungkin! Jelas bahwa
di sini ada sesuatu yang bersifat supranatural. Ada hal yang bersifat
supranatural dan datang dari setan, seperti sulap tertentu di TV, reklame buku
hipnotis di TV, dsb. Tetapi yang ini tentu merupakan hal supranatural yang
berasal dari Tuhan, dimana Tuhan memberikan wahyu kepada Yusuf dan memimpinnya
dalam mengatakannya (ini mirip dengan ilham, tetapi bukan untuk menuliskan,
hanya untuk mengatakannya secara infallible
& inerrant) sehingga ia bisa menafsirkan mimpi mereka dengan meyakinkan
dan tepat.
Bandingkan ini dengan orang Liberal yang menghapus semua yang
supranatural dalam penulisan Kitab Suci. Ini terlihat dari:
·
buku /
majalah GKI Jawa Barat yang berjudul ‘Penuntun‘ (vol 2, no 6, Januari - Maret
1996), yang salah satu artikelnya berjudul ‘Keselamatan dalam pandangan Yesus’
(komentar saya: alangkah injilinya judulnya, tetapi alangkah sesat dan
terkutuknya isinya!) yang ditulis oleh Pdt, Jahja Sunarya, S.Th., yang pada hal
181 berbunyi sebagai berikut:
“Jelas
betapa berartinya peranan penulis (maksudnya penulis Kitab Suci)
dalam menampilkan Yesus. Jika demikian, apakah tidak mungkin penulis telah
menambahi atau mengurangi, bahkan keliru dalam menafsirkan / mengerti,
pengajaran Yesus? Jawabnya tentu saja mungkin. Sebab ternyata injil yang
tertua, yaitu injil karangan Markus (perhatikan bahwa ia tidak mengatakan ‘tulisan Markus’,
tetapi ‘karangan Markus’, yang menunjukkan bahwa ini betul-betul
merupakan hasil karya Markus sendiri),
ditulis sekitar tahun 60. Itu berarti bahwa Injil itu ditulis setelah sekitar
tahun 30 (tigapuluh) saat peristiwa Yesus terjadi. Kita dapat membayangkan
kesulitan Markus ketika menyusun Injilnya. Ia harus memilah-milah kisah-kisah
lisan yang ada dan ingatan-ingatan yang tidak beraturan untuk menyajikannya
dalam wujud tulisan yang memiliki alur logika yang jelas dan teratur”.
·
Majalah
Kairos, Mei 1994, hal 5 - surat pembaca. Pdt. Robert Setio, B.D., Ph.D.
mengatakan sebagai berikut:
“Liputan
Kairos tentang proses pembuatan Alkitab dalam edisi bulan Maret yang baru lalu
merupakan sumbangan yang berharga bagi umat Kristen di Indonesia (GKI) yang,
dalam bayangan saya, jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali mendengar
'rahasia' tersebut. Liputan tersebut sekaligus juga merupakan peringatan bagi
golongan tertentu yang begitu saja menyamakan Firman Allah dengan Alkitab. Bukankah
proses terjadinya Alkitab itu rumit dan melalui seleksi serta penafsiran yang
bisa jadi memiliki motif politik / ideologis?”.
Bandingkan kedua kutipan di atas ini dengan nubuat / penafsiran
mimpi oleh Yusuf itu, dan juga dengan 2Pet 1:20-21 versi NIV yang berbunyi
sebagai berikut:
“Above all, you must understand that
no prophecy of Scripture came about by the prophet’s own interpretation. For
prophecy never had its origin in the will of man, but men spoke from God as
they were carried along by the Holy Spirit”
(= Yang terutama, harus kamu mengerti bahwa tidak ada nubuat Kitab Suci yang
terjadi oleh penafsiran nabinya sendiri. Karena nubuat tidak pernah berasal
dari kehendak manusia, tetapi orang-orang berbicara dari Allah pada waktu
mereka dibawa / didorong oleh Roh Kudus).
b) Yusuf
mau memberitakan hal yang enak, dimana ia memberitakan bahwa juru minuman itu
akan dibebaskan dan dikembalikan pada jabatannya yang semula (ay 12-13), tetapi
ia juga tidak segan-segan memberitakan hal yang tidak enak, dimana ia
memberitakan bahwa juru roti akan digantung (ay 18-19).
Memang tugas hamba Tuhan yang sejati adalah memberitakan seluruh
Firman Tuhan, apakah itu enak atau tidak enak. Salah satu ciri nabi palsu
adalah: selalu memberitakan yang enak, dan tidak mau memberitakan yang
tidak enak (bdk. Yer 23:16-17
1Raja 22:5-23,28).
Penerapan:
·
Kalau
saudara menjadi pemberita Firman (pengkhotbah, guru sekolah minggu, dsb), jangan
takut memberitakan yang tidak enak. Tetapi juga jangan extrim ke sebelah
satunya dengan terus memberitakan yang tidak enak, dan tidak pernah memberikan
penghiburan, tidak pernah memberitakan kasih Allah, pengampunan Allah dsb.
·
Kalau
saudara berani memberitakan hal yang tidak enak, jangan kaget / mundur kalau
tahu-tahu saudara lalu kehilangan peminat! Perlu saudara ketahui bahwa manusia
pada umumnya hanya senang mendengar hal yang enak, lebih-lebih pada akhir jaman
ini (bdk. 2Tim 4:3-4).
Perhatikan
juga bahwa pada waktu Yusuf sudah memberitakan penafsiran dari mimpi juru
minuman dan ternyata itu merupakan hal yang enak, maka juru roti lalu berkata:
‘Akupun bermimpi juga ...’. Ia langsung juga ingin mendengarkan Yusuf dengan
harapan iapun akan mendapatkan hal yang enak. Saya tidak bisa membayangkan
bagaimana sikapnya setelah Yusuf memberitakan hal yang tidak enak kepadanya!
·
Hati-hati
terhadap pendeta / pengkhotbah yang selalu memberitakan hal yang enak-enak.
Misalnya:
*
tidak
berani menegur dosa, atau keadilan, penghukuman, murka Allah, neraka. dsb.
*
terus
memberitakan kasih, kesabaran, belas kasihan, kasih karunia Allah, dsb.
*
mengajarkan
bahwa ikut Yesus bakal kaya, semua problem akan beres, semua penyakit pasti
sembuh, dsb.
*
mengajarkan
bahwa nanti akan ada masa kesukaran besar (the
great tribulation), tetapi pada saat itu kita orang kristen sudah diangkat
ke surga (mengalami rapture). Ini
bertentangan dengan Wah 7:14!
·
Saudara
sebagai jemaat perlu memberikan dorongan / semangat supaya pendeta / pengkhotbah
berani memberitakan hal yang tidak enak, seperti teguran dosa dsb. Perlu
saudara ketahui bahwa sikap jemaat yang pada umumnya mencari pengkhotbah yang
memberitakan hal yang enak (bdk. 2Tim 4:3 Yes 30:9-11) inilah yang menyebabkan munculnya nabi palsu
yang menuruti keinginan mereka.
Bukan hanya dalam dunia jasmani produsen berusaha memenuhi
permintaan pasar tanpa mempedulikan efek negatif yang ditimbulkannya (seperti
instructor aerobic yang memberikan musik terlalu keras karena itulah keinginan
anggota, padahal itu bisa merusak pendengaran); dalam dunia rohani juga banyak
nabi palsu yang melakukan hal yang sama, supaya mereka disenangi. Karena itu
jemaat perlu berterima kasih kepada pengkhotbah bukan hanya kalau mereka
dihiburkan / dikuatkan, tetapi juga kalau mereka ditegur habis-habisan. Dengan
demikian saudara tidak memotivasi seorang pemberita Firman untuk menjadi nabi
palsu, tetapi untuk menjadi nabi asli yang berani memberitakan hal yang tidak
enak!
II) Balasan juru minuman.
1) Setelah
menafsirkan mimpi juru minuman, Yusuf memberikan suatu permohonan kepada juru
minuman yang akan dibebaskan itu, yaitu untuk menceritakan persoalannya kepada
Firaun (ay 14-15).
a) Ay 14:
‘tunjukkanlah terima kasihmu kepadaku’. Kata ‘terima kasih’ ini salah
terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB: kindness (= kebaikan).
b) Mungkin
Yusuf mengira bahwa inilah cara Allah menjawab doanya (sekalipun tidak pernah
diceritakan bahwa Yusuf berdoa, tetapi tidak mungkin ia tidak berdoa) dan
mengeluarkan dia dari penjara / penderitaan itu.
2) Setelah
juru minuman dibebaskan dan kembali kepada jabatannya yang semula, ternyata ia
melupakan Yusuf dan permintaannya (ay 23).
a) Perlu
diketahui bahwa jabatan juru minuman itu tinggi. Kalau itu adalah jabatan
rendah seperti pelayan, maka tentu pelayan itu akan takut meminta sesuatu
kepada raja. Tetapi jabatan juru minuman ini adalah jabatan yang tinggi, dimana
orangnya harus dipercaya oleh raja. Ini sama dengan jabatan Nehemia
(Neh 2:1), dan Nehemia diperhatikan oleh raja, dan dikabulkan keinginan /
permintaannya oleh raja (Neh 2:1-8).
b) Sebetulnya
tidak terlalu jelas apakah juru minuman ini sengaja melupakan atau tidak.
Tetapi Calvin beranggapan bahwa ia sengaja melupakan. Kalau ini benar, maka
orang ini betul-betul keterlaluan, karena ia membalas kebaikan dengan
kejahatan.
c) Tidak
peduli apakah juru minuman itu sengaja atau tidak, jelas bahwa Allah bekerja
dan mengatur segala-sesuatu (Providence
of God) untuk menunda keluarnya Yusuf dari penjara selama 2 tahun (41:1).
Dengan demikian, Yusuf bisa menafsirkan mimpi Firaun, sehingga lalu menjadi
orang kedua di seluruh Mesir. Memang penundaan dari Tuhan pasti mempunyai
tujuan baik (bdk. Yoh 11). Perbuatan baik Yusuf ternyata membuahkan hasil,
sekalipun tertunda selama 2 tahun.
Kesimpulan / Penutup:
Sekalipun
seringkali berbuat baik itu kelihatan sia-sia, tetapi akhirnya toh bermanfaat!
Karena itu janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik (belajar Firman Tuhan,
berdoa, melayani, menjadi guru sekolah minggu, menolong orang, mengampuni orang,
memberitakan Injil / Firman Tuhan dsb), karena pada waktunya engkau akan menuai
hasilnya! Gal 6:9-10 2Tes 3:13.
-AMIN-