Khotbah
Pekabaran Injil
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Ada
pepatah yang mengatakan: ‘Ada banyak jalan menuju ke Roma’. Pepatah ini mungkin
benar untuk banyak hal. Dan saya percaya bahwa pepatah ini berlaku untuk
neraka. Memang, ada banyak jalan menuju ke neraka (Yakinkah saudara bahwa
saudara tidak sedang berada pada jalan ke neraka ini?). Tetapi betul-betul
menyedihkan kalau ada orang yang mengaku sebagai orang kristen, apalagi sebagai
hamba Tuhan, yang menerapkan pepatah ini untuk surga.
Ada
bermacam-macam perwujudan dari kepercayaan sesat ini:
1) Ada yang menyatakannya secara
terang-terangan.
Perlu
diketahui bahwa pada jaman ini sudah ada pendeta-pendeta yang berani secara
terang-terangan menunjukkan pandangan sesat ini, bahkan tidak jarang ia
menunjukkannya dengan disertai serangan atau bahkan ejekan terhadap orang yang
mempercayai / mengajarkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
Contoh:
a) Pdt. Robert
Setio, Ph. D. menuliskan dalam warta tertulis sebuah renungan yang saya kutip
di bawah ini:
“‘Apa yang
pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu
yang baru di bawah matahari’ (Pengkhotbah 1:9).
Suara itu
semakin lama semakin keras. Seperti suara pasukan berkuda dalam medan
peperangan yang semakin lama semakin bergemuruh, riuh rendah, menyeramkan bagi
yang mendengarnya. Suara apa gerangan itu? Itu suara umat, umat beragama. Apa
yang terjadi? Apa yang mereka teriakan dengan gegap gempita? Ternyata mereka
meneriakkan kata-kata ini: ‘tidak ada keselamatan lain, selain melalui agama
kami’. Sementara yang lain menambah dengan semangat yang kurang lebih sama:
‘agama kamilah yang paling diperkenan Allah, agama kamilah yang paling benar’.
Begitu keras dan riuh rendahnya suara itu, sampai-sampai mereka yang tak tahu
menahu bilang: ‘Kayak kampanye pemilu, ya?!’
Tapi, yang
berteriak-teriak datang membela diri. Kata mereka: ‘kami bukannya mau kampanye,
kami hanya menyatakan kebenaran, itu saja, dan supaya saudara ketahui,
kebenaran itu adalah agama kami maka siapa saja yang ndak mau ikut agama kami
pasti tidak dapat dibenarkan’. Mereka terus menyerocos, ‘saudara tahu, Allah
sebenarnya telah memberikan penyataan khususnya bagi kami, ini istimewa lho.
Sedang bagi yang lain, Allah hanya memberikan penyataan umum yang samar-samar,
tidak jelas dan tentu saja tidak seistimewa penyataan yang telah diberikan pada
kami’. Hal-hal seperti ini mereka katakan dengan semangat penuh bak seorang
prajurit kamikase (prajurit Jepang yang siap bunuh diri demi Kaisar), tentu
saja dengan satu maksud yaitu supaya orang berbondong2 pindah ke agama mereka.
Namun benarkah
agama kita lebih istimewa dari yang lain? Benarkah orang yang beragama lain itu
tidak selamat dan agama mereka sia-sia? Belum tentu. Ya, belum tentu demikian,
sebab, seperti kata Pengkhotbah, ‘tidak ada sesuatu yang baru di bawah
matahari’, artinya, ‘tidak ada sesuatu yang istimewa di dunia ini’. Semuanya
sama saja. Apa yang kita pikirkan, harapkan, doakan sebagai manusia, sama saja
dengan apa yang orang lain pikirkan, harapkan & doakan. Setiap orang
memiliki pergumulan dasar yang sama. ‘Sama-sama makan nasinya’, kata orang
Indonesia. Kita sama-sama menghirup udara yang sama, diterangi oleh matahari
yang sama, bulan dan bintang yang sama. Kita sama-sama dilahirkan, sama-sama
mati. Mengapa kita harus membedakan diri kita dengan yang lainnya? Keselamatan
yang berlaku bagi kita, mengapa tidak mungkin juga terjadi bagi orang lain,
meskipun mereka berbeda agama?”.
b) Pdt. Dr.
Budyanto, Pendeta GKJW yang kini menjabat Dekan Fakultas Teologi Universitas
Duta Wacana, Yogyakarta menulis dalam Majalah DUTA terbitan GKJW, bulan April
2000, hal 8-9, suatu artikel yang berjudul ‘Pemikiran ulang Amanah Agung Yesus
Kristus (Mat 28:19-20)’. Bunyinya adalah sebagai berikut:
“Amanat Agung
Yesus Kristus ini biasanya dipahami sebagai perintah untuk mengabarkan Injil,
dalam arti sempit mengkristenkan umat lain, bahkan lebih sempit lagi menjadikan
orang lain menjadi warga gereja tertentu. Pandangan ini biasanya disertai
dengan keyakinan, bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus dan di luar
Yesus Kristus manusia akan binasa, seperti yang terdapat dalam Yohanes 14:6: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak
seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Dua ayat inilah
yang membuat gereja sangat bersikap eksklusif dan merasa diri sebagai umat
pilihan Allah. Yang lebih benar, lebih baik dari umat lain. Pemahaman ini akan
membuat gereja kesulitan dalam menjalankan tugas panggilannya di dunia ini.
Karena itu dua ayat ini perlu mendapat penjelasan ulang.
Pertama, Matius 28:19-20: ‘Pergilah, jadikan semua bangsa
murid-Ku dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu.’ Kata
‘baptiskanlah mereka’ selama ini dipahami sebagai tanda bahwa seseorang menjadi
orang Kristen atau menjadi anggota gereja tertentu. Padahal baptis dalam
Alkitab tidak dihubungkan dengan gereja, tetapi dihubungkan dengan kematian dan
kebangkitan Kristus, sebagai simbol seseorang dipersekutukan dengan kematian
dan kebangkitan Kristus (Rm. 6:3,4; Kol. 2:12), sebagai simbol pembebasan dari
dosa dan dilibatkannya manusia dalam hadirnya kerajaan Allah dalam diri
Kristus, yang mendatangkan syalom.
Itulah sebabnya perkataan ini dihubungkan dengan menjadi murid Kristus. Adapun
menjadi murid Kristus itu berarti ‘mengajar melakukan apa yang diperintahkan
oleh Kristus, bukan mengajar perintah Kristus, tetapi mengajar melakukan’.
Karena itu penulis setuju dengan pendapat Moltmann yang mengatakan, misi
Kristen itu tidak lagi dipahami sebagai membaptiskan dan mengumpulkan orang
sebanyak-banyaknya menjadi warga gereja serta mendirikan gereja dimana-mana.
Itu adalah misi kuantitatif, yang lebih penting adalah misi yang kualitatif,
yaitu menulari manusia apa pun agamanya, dengan roh pengharapan, kasih dan
tanggung jawab kepada dunia dengan segala macam persoalannya. Agama harus
mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi masalah manusia saat ini yaitu:
kelaparan, dominasi satu kelas terhadap kelas lain, imperialisme ideologi,
perang atom dan perusakan terhadap lingkungan hidup dan sebagainya.
Kedua, Yohanes 14:6: Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau
tidak melalui Aku.’ Ayat inilah yang sering dipakai oleh kelompok Kristen
eksklusif sebagai dasar pemutlakan Yesus, bahkan pemutlakan agama Kristen,
bahwa tidak ada jalan lain menuju Bapa kalau tidak lewat Yesus Kristus atau
bahkan kalau tidak lewat gereja. Sedangkan kelompok pluralis cenderung
melupakan dan tidak menyinggung-nyinggung ayat ini, karena ayat ini sukar
dipahami dalam konteks pluralisme agama-agama. Secara eksklusif Willaim Barclay
menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Memang
banyak orang yang mengajar tentang jalan yang harus ditempuh, tetapi hanya
Yesuslah jalan itu dan di luar Dia manusia akan tersesat. Banyak orang yang
berbicara tentang kebenaran, tetapi hanya Yesuslah yang dapat mengatakan
‘Akulah kebenaran’ itu. Orang lain mengajarkan tentang jalan kehidupan, tetapi
hanya dalam Yesus orang menemukan kehidupan itu. Karena itu hanya Dia saja yang
dapat membawa manusia kepada Tuhan.
Tafsiran Barclay ini bertolak belakang dengan hakikat gereja sebagai umat
Allah, yang sejajar dengan umat-umat lain dan bertolak belakang dengan semangat
pluralisme agama-agama. Mungkin lebih cocok dengan tafsiran Samartha yang
mengatakan bahwa dalam agama Kristen, Yesus Kristus memang Juru Selamat namun
orang Kristen tidak dapat mengklaim bahwa juru selamat hanya Yesus Kristus.
Demikian pula Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu bukan hanya Yesus, seperti
yang dikatakan Kenneth Cracknell bahwa di luar agama Kristen-pun dikenal banyak
jalan menuju keselamatan.
Dalam agama Yahudi dikenal istilah Halakhah,
yang secara hurufiah artinya berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam
pengajaran agama Yahudi yang berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan
hidup sehar-hari. Istilah ini diambil dari Keluaran 18:20: ‘Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan
dan keputusan-keputusan yang memberitahukan kepada mereka jalan yang harus
mereka jalani dan pekerjaan yang harus mereka lakukan’. Dalam agama Islam
konsep jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: ‘...
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon
pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus (yaitu), jalan orang-orang yang
telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka ...’
Dalam agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju mokhsa, menuju kelepasan dari kelahiran kembali, menuju
keselamatan, yaitu Jnana marga atau
jalan pengetahuan, Karma marga atau
jalan perbuatan baik, serta Bhakti marga
yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana.
Lalu bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan?
Pemahaman ini bisa ditarik ke paradigma inklusif, artinya ada banyak jalan
kecil-kecil (path), tetapi hanya satu
jalan besar (way) yaitu jalan
Kristus. Atau, ditarik ke paradigma pluralis indiferen, artinya banyak jalan,
termasuk jalan Kristus, tetapi hanya ada satu tujuan yaitu Allah. Kalau kita
memilih yang pertama, memang tidak cocok dengan semangat pluralisme
agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan teks Yohanes 14:6
Ada banyak jalan tetapi hanya ada satu jalan yang menuju Bapa, yaitu
jalan Kristus. Kalau memilih alternatif kedua, hal itu sesuai dengan semangat
pluralisme, tetapi persoalan tentang ‘Tidak seorang sampai kepada Bapa, kalau
tidak melalui Aku’ tidak terpecahkan. Dengan memilih alternatif kedua, berarti
menempatkan Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai suatu tujuan. Padahal
menurut banyak penafsir Yesus itu bukan jalan (cara) untuk mencapai tujuan,
tetapi Ia sendiri jalan sekaligus tujuan. Dalam teks dikatakan ‘Aku adalah ...
(tiga kata berikutnya mempunyai kedudukan yang sejajar) jalan, kebenaran dan
hidup’. Bukan Aku jalan menuju kebenaran dan menuju hidup, juga bukan Aku jalan
kebenaran dan jalan hidup.
Penulis setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, marga, dhama pada), ada jalan
kebenaran, ada keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa semua jalan itu sama
saja, sehingga semua agama sama saja. Juga tidak berarti bahwa jalan Yesus itu
jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa.
Lalu persoalannya adalah bagaimana kalimat ‘Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’
harus ditafsirkan? Konteks ayat ini adalah: ketika itu Tuhan Yesus berkata
kepada para murid-Nya, Ia pergi untuk menyediakan tempat bagi murid-murid-Nya,
kemudian Ia akan kembali menjemput mereka, supaya di mana Yesus berada,
murid-murid juga berada di sana (Yohanes 14:3). Kemudian Thomas berkata, ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau
pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’. Dengan perkataan itu
Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu dengan cara dan
kekuatannya sendiri. Kemudian Tuhan Yesus menjawab, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorangpun datang kepada
Bapa kalau tidak melalui Aku’. Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan
itu adalah Thomas tidak dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan kekuatannya
sendiri. Kalau toh ia bisa datang di
tempat itu karena Tuhan Yesus yang membawa dia (Bdk. ay. 3 yang berkata: ‘Aku
akan datang kembali membawa kamu’). Dengan kata lain, kalau Thomas bisa datang
di tempat itu, semua itu semata-mata hanya karena anugerah Allah yang nyata
dalam kehadiran Yesus Kristus.
Jadi persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat
Kristen kita bisa sampai ke tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata
karena anugerah Allah. Inilah yang membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen
dan jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak ada jalan, di sana juga ada jalan,
jalan di sana bukan kurang baik, sedangkan di sini lebih baik, tetapi memang
jalan itu berbeda. Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya,
tidak harus membuat orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua
agama. Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa
kita kepada keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam
agama-agama lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan. Kalau kita
sendiri tidak rela orang menganggap dalam kekristenan hanya ada kegelapan dan
kesesatan, mengapa hal yang sama kita tujukan kepada orang lain.
Apakah pandangan ini tidak memperlemah semangat pekabaran Injil? Tidak,
hanya harus ada orientasi baru tentang Pekabaran Injil. Pekabaran Injil harus
dipahami seperti pemahaman Yesus Kristus sendiri: ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk
menyampaikan kabar baik (mengabarkan Injil) kepada orang-orang miskin, untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang’ (Luk. 4:18,19).
Memberitakan Injil tidak lagi dipahami sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi.
Menambah jumlah orang-orang yang diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan
tujuan pekabaran Injil, tetapi sebagai akibat atau buah pekebaran Injil: ‘Mereka disukai semua orang dan setiap hari
Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang diselamatkan’ (Kis. 2:46). Buah
pekabaran Injil ini mungkin tidak segera kita nikmati dalam kehadiran mereka di
gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di tempat lain.
Apakah pemahaman pekabaran Injil ini tidak sama saja dengan pemahaman
sebelumnya? Tidak, pada pola pemahaman yang pertama mengesampingkan sikap
toleransi yang karenanya dapat menimpulkan kecurigaan bahkan konflik sosial.
Sering kekristenan mereka yang ‘bertobat’ lebih bersifat emosional. Sedangkan
pola pekabaran Injil kedua, sangat bersifat tenggang rasa, toleran dan bahkan
mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerja sama antar agama. Kalau
akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka tidak bersifat
emosional, tetapi dengan kesadaran penuh.”.
c) Dalam
majalah ‘PENUNTUN’ yang diterbitkan oleh GKI, vol 2, No 6, Januari - Maret
1996, bagian ‘Kata Pengantar’ (hal v) ada kata-kata sebagai berikut:
“Banyak orang
sering semberono menilai dengan negatif agama-agama lain yang mereka sendiri tidak
hayati. Hal paling minimal yang diperlukan dalam rangka mengenal orang-orang
yang beragama lain, yaitu membaca dan memahami Kitab Suci agama-agama lain,
belum mereka lakukan. Apalagi menghayati hidup seperti yang dihayati penganut
agama lain itu sendiri. Sikap seperti itu, tidak terkecuali, banyak ditemukan
di dalam diri orang-orang Kristen. Yang berpendidikan tinggi maupun yang tidak.
Orang juga sering memakai petobat-petobat baru untuk membuktikan betapa
agama-agama semula yang sudah ditinggalkan petobat-petobat baru itu adalah
agama-agama yang kurang sempurna, yang di dalamnya tidak terdapat kebenaran,
atau, dalam ungkapan yang sangat menusuk perasaan, berisi ajaran-ajaran sesat
dari kuasa-kuasa kegelapan. Tindakan jahat yang tidak penuh kasih semacam
ini juga banyak ditemukan di antara orang-orang Kristen. ... Pemahaman dan
pendekatan yang simpatetik terhadap pelbagai pandangan keselamatan,
khususnya yang terdapat di dalam agama-agama lain, diharapkan akan sedikit
banyak mempengaruhi dengan positif sikap dan pandangan orang Kristen terhadap
agama-agama lain dan para penganutnya. ... Tulisan Ioanes Rakhmat berupaya
menunjukkan bahwa pandangan yang sudah sangat berakar di dalam diri orang-orang
Kristen bahwa di dalam agama-agama lain tidak ditemukan karunia keselamatan
dari Allah, adalah pandangan yang sangat subyektif dan keliru”.
d) Dalam
majalah ‘Penuntun’ terbitan GKI Jabar (Vol. 2. No. 6, Januari - Maret
1996), ada sebuah artikel yang ditulis oleh Pdt. Eka Darmaputera, Ph. D.
yang berjudul ‘Boleh diperbandingkan, jangan dipertandingkan’. Dan dalam
artikel itu ada kata-kata sebagai berikut:
“Sebuah dongeng
Hindu. Ada seorang raja yang adil, arif lagi bijaksana. Tiga orang puteranya,
semua serba gagah, tampan dan perkasa. Konon menyadari usianya yang kian uzur,
sri baginda ingin mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya sebelum ajal
tiba. Demikianlah ia memutuskan untuk membagi semua harta di kerajaannya
menjadi tiga. Semua, tanpa boleh ada yang tersisa atau terlupa. Masing-masing
puteranya harus menerima persis sepertiga. Tak ada yang lebih atau kurang.
Supaya jangan ada yang bangga, dan ada yang kecewa. Titah ini segera
dilaksanakan tanpa masalah. Sampai sang raja sendiri menyadari, bahwa ternyata
masih ada satu yang tersisa. Yaitu cincin yang selama ini melingkar di jari
manisnya. Bagaimana membaginya? Namun bukan sri baginda namanya bila tidak
menemukan jalan keluar juga pada akhirnya. Dengan diam-diam dan amat rahasia,
pada suatu hari, dipanggilnya pandai mas yang paling ahli di seluruh kerajaannya.
Pandai mas itu dititahkannya membuat dua buah cincin lagi. Syaratnya: sama
persis dalam segala hal dengan cincin yang semula. Ringkas cerita, persoalan
teratasi. Namun sementara. Sebab akhirnya, lama setelah baginda wafat, tiga
pangeran itu toh mafhum juga bahwa tidak semua dari tiga cincin yang ada itu
‘asli’. Mereka segera bertengkar hebat sekali, masing-masing mengklaim bahwa
cincin yang lain adalah ‘tiruan’, dan cuma cincinnya sendiri yang ‘asli’.
Pertengkaran itu pasti akan berkelanjutan, bila mereka tidak segera menyadari
bahwa apa yang mereka lakukan itu pasti membuat hati mendiang ayah mereka
terluka dan amat berduka. Terlebih lagi, alangkah bodohnya yang mereka lakukan
itu! Bertengkar menguras enerji dan emosi untuk hal yang tak dapat mereka buktikan!
Akhirnya kembali ke akal sehat mereka. Mereka masing-masing bertekad merawat
cincin mereka masing-masing. Tanpa mempersoalkan, apalagi mempertengkarkan,
mana yang ‘asli’ dan mana yang ‘palsu’. Sebab mengenai ini, hanya ayahanda
tercinta saja yang mengetahuinya. Untuk apa ‘dongeng’ tersebut? Untuk menolong
kita memasuki pembicaraan yang akan cukup rumit dan peka. Yaitu, ketika Redaksi
Penuntun meminta saya menunjukkan
mana di antara ketiga ‘cincin’ itu yang ‘asli’. Melalui dongeng di atas saya
telah memberikan pratanda apa yang bakal menjadi jawab saya nanti. Yang
pertama-tama ingin saya katakan adalah, permintaan itu aneh tetapi wajar.
Bahkan, saya yakin, apa yang diminta itu, adalah pertanyaan sebagian besar
pembaca juga. Yaitu, setelah artikel-artikel mengenai ajaran keselamatan dari
pelbagai macam agama / kepercayaan itu, kita pasti bertanya: manakah yang benar
di antara ajaran yang berbeda-beda itu? Begitu lazimnya pertanyaan itu,
sehingga banyak orang tidak merasa perlu bertanya terlebih dahulu: Tepatkah
pertanyaan itu? Dan mungkinkah menjawab pertanyaan itu? Ternyata cukup banyak
juga yang menjawab: ‘Ya! Pertanyaan itu bukan cuma tepat, tetapi juga perlu!’
Termasuk dalam kelompok ini, adalah sebagian besar pemimpin serta penganut
agama (Anda juga?). Yaitu ketika dengan keyakinan yang tidak dibuat-buat,
mereka berkata, ‘Anda mau tahu mana yang benar dari antara ajaran yang
bermacam-macam itu? Ya agama saya!
Apa lagi?!’ Bila Anda mendengar jawaban seperti itu, anjuran saya adalah jangan
mendebatnya. Mengapa? Sebab yang saya bayangkan adalah, Anda pasti akan
bertanya: ‘Dari mana dan bagaimana Anda tahu bahwa cuma agama Anda yang
benar?’. Iya ‘kan?”
(hal 170,171).
“Orang-orang
ini (dalam ilmunya) ‘memperbandingkan’ agama-agama tapi tidak ‘mempertandingkan’nya.
Mereka tidak berminat untuk mencari mana yang lebih benar dan lebih unggul. Dan
semua itu dilakukan dengan seilmiah serta seobyektif mungkin. Sebab itu
biasanya enak dan mengasyikkan berdiskusi dengan orang-orang dari kelompok ini!
Toleran, terbuka, dan simpatik! Berbeda dengan kelompok pertama.”
(hal 173).
“Dengan tetap
menghormati kekhasan masing-masing agama, kita harus tetap mengatakan bahwa
semua agama ada pada dataran yang sama. Ada perbedaan, namun (dalam bahasa
Inggris) ‘they are different in degree, but not in kind’. Berbeda dalam banyak hal, tapi tidak dalam hakikat. Secara hakiki,
semua adalah satu kategori.” (hal 174).
“Dengan membuat
perbandingan itu, kita dipaksa dan dilatih untuk terbuka dan rendah hati. Di
samping itu, manfaat yang sering tidak kita sadari adalah: kita tidak hanya
dibuat lebih mengenal kepercayaan orang lain, tetapi juga kepercayaan kita
sendiri. Kita hanya dapat membuat perbandingan, apabila kita mengenal dengan
baik dan dengan benar ajaran sendiri maupun ajaran orang lain, bukan? Sayang
sekali, bagi banyak penganut agama polemik dan apologetik masih lebih digemari
ketimbang perbandingan dan dialog. Padahal, dengan polemik dan apologetik,
tanpa sadar kita terdorong untuk melebih-lebihkan diri sendiri dan mencari-cari
atau menekan-nekankan kelemahan orang lain. Sikap yang tidak kristiani, bukan?
Tanpa sadar kita tergiring untuk semakin menutup diri. Kehilangan kesempatan
untuk belajar dari kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain. Kehilangan
kesempatan untuk diperkaya oleh orang lain dan sekaligus menjadi berkat bagi
orang lain! Sayang sekali! Tapi itu yang sering terdengar. ‘Orang Kristen tidak
perlu belajar apa-apa dari siapa-siapa! Kita sudah punya Yesus!’ Menarik sekali
kata-kata ini! Tetapi naif! Sebab justru bila Anda benar-benar sudah punya
Yesus maka, seperti Dia, Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan
‘mengosongkan diri’, terbuka untuk belajar dari siapa saja! Justru bila Anda
benar-benar sudah punya Yesus, Anda akan dapat mendemonstrasikan iman yang
seperti kanak-kanak bukan iman Farisi yang penuh dengan keangkuhan hati!”
(hal 174-175).
e) Dalam suatu
camp GKJW saya pernah mengalami suatu konfrontasi dengan Pdt. Bambang Roesena
dari GKJW. Dalam acara tanya jawab, saya ditanya apakah orang Katolik dan orang
yang tidak pernah mendengar Injil bisa selamat. Saya menjawab bahwa Katolik
berbeda secara dasari dengan Kristen, karena prinsip mereka adalah keselamatan
karena iman dan perbuatan baik. Karena salah secara dasari, maka tentu tidak
bisa selamat. Tentang orang yang tidak pernah mendengar Injil, saya juga
katakan tidak selamat, berdasarkan Ro 2:12 dan Ro 10:13-15a.
Pdt.
Bambang Roesena lalu menanggapi bahwa kita tidak boleh mempunyai theologia
batu, tetapi harus theologia air. Maksudnya kita harus flexible. Dari
tanggapannya jelas terlihat bahwa ia tidak mempercayai Yesus sebagai
satu-satunya jalan ke surga.
2) Kadang-kadang
pandangan / ajaran sesat semacam ini terselubung di bawah slogan yang benar.
Misalnya ada pendeta / pengkhotbah / orang kristen yang kalau berdoa,
mengakhiri doanya dengan kata-kata ‘dalam nama Yesus Kristus, satu-satunya
Juruselamat dunia’. Tetapi mereka tidak pernah memberitakan Injil /
mendorong orang untuk percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat,
dan mereka tidak pernah mendorong orang untuk memberitakan Injil, dan kalau
kepada mereka ditanyakan apakah orang yang beragama lain itu pasti masuk ke
neraka, mereka menjawab ‘tidak’, atau ‘belum tentu’.
Pernyataan-pernyataan
yang bertentangan seperti itu juga ada dalam Gereja Roma Katolik.
Dalam
‘Catechism
of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992 ada
pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
ˇ
No 161: “Believing
in Jesus Christ and in the One who sent him for our salvation is necessary for
obtaining salvation” (= Percaya kepada Yesus Kristus dan kepada Yang
mengutusNya untuk keselamatan kita adalah perlu untuk mendapatkan keselamatan).
ˇ
No 618 (bagian akhir): “Apart from the cross there is no other ladder by which
we may get to heaven” (= Terpisah dari salib tidak ada tangga lain melalui
mana kita bisa sampai ke surga).
Dari
2 pernyataan ini kelihatannya mereka percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya
jalan ke surga. Tetapi dalam Catechism yang sama ternyata juga ada
pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan kedua pernyataan di atas, dan
jelas menunjukkan kepercayaan bahwa di luar Kristus ada keselamatan, dan dengan
demikian Kristus bukanlah satu-satunya jalan ke surga. Misalnya:
¨
No 839b: “The
Jewish faith, unlike other non-Christian religions, is already a response to
God’s revelation in the Old Covenant. To the Jews ‘belong the sonship, the
glory, the covenants, the giving of the law, the worship, and the promises; to
them belong the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the
Christ’, ‘for the gifts and the call of God are irrevocable.’” [= Iman /
kepercayaan Yahudi, tidak seperti agama-agama non-Kristen yang lain, sudah
merupakan suatu tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-orang
Yahudi ‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, pemberian
hukum Taurat, penyembahan, dan janji-janji; mereka memiliki kepala keluarga
nenek moyang mereka (Abraham, Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging,
adalah dari bangsa mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak
dapat dibatalkan.’].
¨
No 841: “The
Church’s relationship with the Muslims. ‘The plan of salvation also includes
those who acknowledge the Creator, in the first place amongst whom are the
Muslims; these profess to hold the faith of Abraham, and together with us they
adore the one, merciful God, mankind's judge on the last day.’” (= Hubungan
Gereja dengan orang-orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga mencakup mereka
yang mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada di tempat pertama
adalah orang-orang Islam; mereka mengaku memegang / mempercayai iman Abraham,
dan bersama-sama dengan kita / kami mereka memuja / menyembah satu Allah yang
penuh belas kasihan, hakim umat manusia pada hari terakhir.’).
¨
No 847b: “Those
who, through no fault of their own, do not know the Gospel of Christ or his
Church, but who nevertheless seek God with a sincere heart, and, moved by
grace, try in their actions to do his will as they know it through the dictates
of their conscience - those too may achieve eternal salvation” (= Mereka yang
bukan karena salah mereka sendiri, tidak mengetahui / mengenal Injil Kristus
atau GerejaNya, tetapi yang sekalipun demikian mencari Allah dengan hati yang
tulus, dan, digerakkan oleh kasih karunia, mencoba / mengusahakan dalam
tindakan mereka untuk melakukan kehendakNya, seperti yang mereka ketahui
melalui perintah hati nurani mereka - mereka juga bisa mencapai keselamatan
yang kekal).
3) Juga perlu
diingat bahwa kadang-kadang pendeta / pengkhotbah yang mempunyai pandangan
sesat ini bersikap sebagai seekor bunglon. Dalam kalangan orang Injili, ia
menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, tetapi begitu ia ada
dalam kalangan orang yang segolongan dengan dia, ia menunjukkan warna aslinya
dan menyatakan Yesus hanya sebagai salah satu jalan ke surga.
4) Bisa juga
pandangan sesat ini diwujudkan oleh seorang pendeta / pengkhotbah dengan
mengijinkan atau bahkan mendorong jemaat untuk menyumbang / membantu agama
lain.
Waktu
saya masih ada di Komisi Pemuda GKI Sulung, saya pernah konfrontasi dalam acara
Pemahaman Alkitab dengan Ny. Kaligis Sm. Th. karena ia menceritakan tentang
seorang kristen yang menyumbang MTQ sebanyak Rp 500 juta, dan ia mengatakan hal
itu sebagai sesuatu yang baik.
Ada
bermacam-macam alasan yang dikemukakan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
Yesus hanyalah salah satu jalan ke surga, dan orang yang tidak percaya
kepada Yesuspun bisa masuk ke surga.
Alasan-alasan
yang sering dipakai adalah:
1) Kita tidak boleh menghakimi, hanya
Allah yang berhak menghakimi.
2) Kita tidak
maha tahu, jadi kita tidak tahu apakah orang yang tidak percaya kepada Yesus
akan masuk ke neraka.
3) Kita tidak
boleh menghina orang yang non kristen / beragama lain. Kita hidup dalam suatu masyarakat
yang bersifat majemuk, bahkan yang mayoritas beragama lain, dan karena itu kita
harus bertoleransi terhadap agama lain. Sedangkan kepercayaan bahwa Yesus
adalah satu-satunya jalan ke surga merupakan sikap yang sangat tidak toleran.
4) Mempercayai
Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga adalah sikap yang egois, tidak kasih
dan mau menangnya sendiri.
5) Orang yang
beragama lain banyak yang hidupnya saleh, masakan semua harus masuk ke neraka?
Dasar
Kitab Suci bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga:
1) Ayat-ayat
Kitab Suci di bawah ini secara jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah
satu-satunya jalan ke surga.
ˇ
Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku’”.
Ayat
ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:
*
Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak
pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus
mengatakan pernyataan ini.
*
Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah
mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri
sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.
*
Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak berdusta,
sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.
Renungkan:
yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima
yang pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa
gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur,
atau Tuhannya pendusta!
ˇ
Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam
siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada
nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”.
ˇ
1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah
mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya.
Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak,
ia tidak memiliki hidup”.
ˇ
1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang
menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
Hanya
orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin
memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak
menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Perhatikan
bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’,
dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’.
Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan /
hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya
(keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya
(Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan
juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’
dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’
dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan
hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh
dunia!
Juga
perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada
murid-muridNya (orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh
Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini
tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!
2) Yoh 8:24
dan Wah 21:8 secara explicit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya
kepada Yesus akan mati dalam dosanya / masuk neraka.
Yoh 8:24b
- “Jikalau
kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.
Wah 21:8
- “Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang
pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala
dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang
menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Dalam
kontex Kitab Suci, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak
percaya kepada Yesus’!
3) Dalam
Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk
bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
Contoh:
a) Bahtera
Nuh (Kej 6-8).
Pada
jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada
jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai
meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang
tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh
dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi
jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.
b) Darah
pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30 1Kor 5:7).
Pada
waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah
memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu.
Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah
satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya,
1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih,
yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang
darahnya merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE
/ gambaran dari Kristus.
c) Ular
tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi
dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan
dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan
memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari
jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan
mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga, mereka
pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat
Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh
Musa untuk membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu
patung ular tembaga!
Selanjutnya
Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun,
demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya
kepadaNya beroleh hidup yang kekal”.
Dari
ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama
seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat
itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat
ini.
4) Sikap kita
kepada Yesus merupakan sikap kita terhadap Allah / Bapa.
Luk 10:16
- “Barangsiapa
mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia
menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.
Yoh 5:23
- “supaya
semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa
tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
Yoh 15:23
- “Barangsiapa
membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.
Karena
itu, orang tidak bisa menyembah / mentaati / melayani Allah, tetapi pada saat
yang sama menolak Yesus. Menolak Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya
kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah
orang yang tidak percaya kepada Yesus masuk surga?
5) Yesus adalah
Allah sendiri, yang adalah tuan rumah / pemilik Kerajaan Surga. Bagaimana
mungkin orang yang tidak percaya kepadaNya, apalagi yang menentangNya, bisa
masuk ke surga, yang adalah milikNya?
6) Semua
manusia membutuhkan Penebus, karena semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa
ditebus dengan perbuatan baik / ketaatan.
Bahwa
semua manusia berdosa dinyatakan oleh Ro 3:23 yang berbunyi: “Karena semua
orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
Dan
bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh
Gal 2:16,21 yang berbunyi: “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh
karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus
Yesus ... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian
Kristus”.
Illustrasi:
Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu
setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu
banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang
kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada
siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya:
‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar
pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini
saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim
itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat
bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus
dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Karena
itu sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus
adalah satu-satunya yang pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia,
maka kita harus membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus
masuk ke neraka selama-lamanya.
7) Penderitaan
yang Yesus alami untuk menebus dosa manusia merupakan penderitaan yang luar
biasa hebatnya. Mengingat hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa
kita, kalau Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka:
1. Tindakan
Bapa merelakan AnakNya untuk mati dengan cara yang begitu mengerikan hanya
untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan
tindakan yang sangat kejam.
Illustrasi:
Pada waktu untuk pertama kalinya anak saya disuntik, anak itu menangis, saya
merasa begitu kasihan kepadanya, sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya.
Padahal anak itu disuntik dengan suntikan mini yang jarumnya sangat kecil.
Kalau saya bisa merasa kasihan pada waktu anak saya ‘disakiti’ dengan jarum
suntik itu, bayangkan bagaimana perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal
itu dicambuki sampai hancur punggungNya dan lalu dipakukan pada kayu salib.
Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak
akan membiarkan AnakNya mengalami penderitaan seperti itu. Tetapi karena memang
tidak ada jalan lain, demi kasihNya kepada manusia berdosa, Ia rela membiarkan
AnakNya mengalami penderitaan itu.
2. Tindakan
Yesus untuk mati di salib untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga
adalah tindakan konyol, bodoh dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b
berbunyi: “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah
kematian Kristus”.
Illustrasi:
Bayangkan bahwa saya dan anak saya ada di lantai ketiga di sebuah bangunan
bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak
saya dan melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya melemparkan anak
saya ke atas, maka anak saya selamat dan saya mati. Kalau saat itu memang tidak
ada jalan lain untuk selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin
sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi
anak saya. Tetapi kalau pada saat itu sebetulnya ada banyak jalan yang lain,
dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa saya’ demi anak saya, maka saya yakin
bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan konyol dan bodoh.
Demikian
juga dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain untuk
selamat, dan Yesus tetap rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan
bodoh. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan
pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan
kasih yang luar biasa.
8) Perintah
Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan
bahwa:
a) Yesus memang
adalah satu-satunya jalan ke surga.
Kalau
memang Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk
memberitakan Injil / membawa semua orang untuk datang kepada Yesus?
b) Orang yang
tidak pernah mendengar tentang Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau
orang yang tidak pernah mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita
diperintahkan untuk memberitakan Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk
memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan
bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat.
Pandangan ini didukung oleh beberapa bagian Kitab Suci yang lain seperti:
ˇ
Ro 2:12a - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum
Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”.
Dalam
jaman Perjanjian Lama, orang di luar Israel / Yahudi yang tidak pernah
mempunyai hukum Taurat, dikatakan ‘binasa tanpa hukum Taurat’.
Analoginya, dalam jaman Perjanjian Baru, orang yang tidak pernah mendengar
Injil, akan ‘binasa tanpa Injil’!
ˇ
Ro 10:13-14 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada
nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya,
jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada
Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar
tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Text
ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat,
tetapi ia tidak akan bisa berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya
kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh
mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan bisa mendengar tentang Dia, kalau
tidak ada yang memberitakan Injil kepadaNya.
Jadi,
kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa
mendengar tentang Dia, sehingga tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa
berseru kepadaNya, sehingga tidak bisa diselamatkan.
Dengan
demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar
tentang Yesus, pasti tidak selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari
pengutusan misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil.
ˇ
Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat:
Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak
berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat,
supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya,
tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Sesuatu
hal lain yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan
perintah ini, mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama
sekalipun (agama Yahudi). Dan bagaimanapun mereka diancam untuk tidak
memberitakan Injil, mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).
Dari
8 point ini jelaslah bahwa pandangan yang mengatakan bahwa Yesus adalah
satu-satunya jalan ke surga bukanlah fanatisme yang picik, tetapi memang
merupakan doktrin / kebenaran yang nyata sekali di ajarkan dalam Kitab Suci!
Menolak kebenaran ini sama dengan menolak Kitab Suci / Firman Tuhan! Mengejek
orang kristen yang mempercayai kebenaran ini sama dengan mengejek Kitab Suci /
Firman Tuhan!
1) Kita sendiri
harus percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, karena tanpa
itu kita menolak jalan satu-satunya ke sorga, sehingga kita tidak mungkin bisa
selamat.
2) Kita harus
mengusahakan supaya orang lain bisa mendengar tentang Yesus dan mau percaya
kepada Yesus, dengan cara memberitakan Injil kepada mereka, berdoa supaya
mereka bisa dan mau percaya kepada Yesus, dan melakukan segala usaha yang bisa
kita lakukan untuk mempertobatkan orang yang belum percaya kepada Yesus.
Kita
juga harus memberitakan Injil khususnya kepada keluarga kita supaya mereka mau
percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sebagai orang tua kristen, kita
harus berusaha mengarahkan anak-anak kita kepada Yesus. Ada orang tua kristen
yang merasa bangga dengan sikap mereka yang tidak memaksakan agama mereka
kepada anak-anaknya, dan membiarkan anak-anaknya memilih sendiri agama mereka.
Saya berpendapat bahwa hanya ada 2 kemungkinan tentang orang tua kristen yang
membiarkan anaknya tumbuh bebas dan memilih agamanya sendiri. Atau ia adalah
orang kristen KTP yang tidak percaya Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga,
atau ia adalah orang tua yang tidak mengasihi anaknya sehingga tidak peduli
kalau anaknya masuk ke neraka karena tidak punya Juruselamat. Pada umumnya
kemungkinan pertamalah yang benar.
Perhatikan
bahwa hal ini dilakukan bukan demi kepentingan kekristenan, tetapi demi
kepentingan / keselamatan orang yang diinjili tersebut.
3) Kita juga
harus mengusahakan supaya orang kristen yang lain juga mau dan bisa
memberitakan Injil.
Usahakan
supaya gereja saudara mengadakan kader Pekabaran Injil sehingga jemaat bisa
diajar bagaimana caranya memberitakan Injil.
Dengan
ada lebih banyak orang kristen yang memberitakan Injil maka jelas bahwa Injil
akan lebih cepat tersebar, dan lebih banyak orang bisa diselamatkan.
4) Orang
kristen yang menganggap bahwa Yesus hanyalah salah satu jalan ke surga
bukanlah orang yang bertoleransi terhadap agama lain, tetapi adalah orang
kristen yang tidak percaya pada Kitab Suci / Firman Tuhan, dan ini jelas adalah
orang kristen KTP. Tidak peduli betapa tingginya jabatan mereka dalam gereja,
bahkan sekalipun mereka adalah pendeta, beritakanlah Injil kepada mereka supaya
mereka bertobat.
Catatan:
toleransi terhadap agama lain tidak berarti bahwa kita lalu mengubah
kepercayaan kita sendiri!
5) Orang yang
mengaku sebagai hamba Tuhan tetapi tidak mau mempercayai hal ini dan bahkan mengajarkan
sebaliknya, jelas adalah serigala yang berbulu domba (Mat 7:15), atau nabi
palsu, yang sedikitpun tidak menghormati otoritas dari Kitab Suci!
6) Kalau kita
mengatakan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus pasti masuk neraka,
maka kita bukan menghakimi, tetapi percaya pada kebenaran Kitab Suci!
Juga
perlu dicamkan bahwa Mat 7:1-2 yang berbunyi “Jangan kamu
menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu
pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk
mengukur, akan diukurkan kepadamu”,
tidak berarti bahwa kita sama sekali tidak boleh menghakimi / menilai kesalahan
/ kesesatan orang lain, karena kita juga harus
memperhatikan Yoh 7:24 yang berbunyi “Janganlah
menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.
Juga perhatikan ayat-ayat di bawah ini, yang menunjukkan
bahwa orang kristen diberi kuasa untuk menyatakan apakah seseorang diampuni
oleh Allah atau tidak (tentu saja pernyataan ini tergantung dari tanggapan
orang itu terhadap penginjilan yang kita lakukan).
ˇ
Mat 16:18-19 - “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya.
Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini
akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga.’”.
ˇ
Mat 18:18 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan
terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga”.
ˇ
Yoh 20:23 - “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu
menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada”.
Mat 18:18 boleh dikatakan sama bunyinya dengan
Mat 16:19. Dan kedua ayat itu boleh dikatakan sama artinya dengan Yoh
20:23. Bedanya adalah, kalau Mat 16:19 itu diucapkan hanya kepada Petrus,
maka Mat 18:18 dan Yoh 20:23 diucapkan kepada semua murid.
7) Kalau orang
kristen percaya / menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, itu
bukan sikap egois, mau menang sendiri, tidak kasih kepada orang lain dsb.
Illustrasi:
Bayangkan bahwa saya mempunyai sebuah rumah dan saya memberikan hanya 1 pintu
untuk masuk ke rumah itu. Si A saya beri tahu bahwa kalau mau masuk ke rumah
saya harus melalui pintu satu-satunya itu. Kalau masuk melalui jendela atau
naik tembok belakang atau masuk lewat genteng, akan saya tembak. Lalu si A
memberitakan hal itu kepada saudara supaya saudara bisa masuk rumah saya dengan
cara yang benar dan tidak ditembak. Apakah si A ini egois, mau menang sendiri,
tidak kasih kepada saudara?
Kepercayaan
tentang Kristus sebagai satu-satunya jalan ke surga bisa ada bersama-sama
dengan kasih kepada orang non kristen, dan ini diwujudkan dengan memberitakan
Injil kepada orang non kristen itu, supaya ia bisa diselamatkan.
8) Orang-orang
kristen yang sudah mendengar ajaran ini tetapi tetap berkata bahwa mereka tidak
tahu akan nasib orang yang tidak percaya Yesus dengan alasan bahwa mereka tidak
maha tahu dan hanya Allah yang maha tahu, bukanlah orang yang rendah hati,
tetapi adalah orang-orang tegar tengkuk yang tidak menghargai otoritas Kitab
Suci! Mereka bukannya tidak tahu, tetapi memang tidak mau tahu!
Tidak ada orang yang lebih buta dari pada orang yang tidak mau melihat!
9) Kita perlu
hati-hati dengan orang yang mengatakan ‘moga-moga Tuhan menyediakan jalan untuk
selamat bagi orang yang mati tanpa Kristus’. Kata-kata seperti
ini tampaknya penuh kasih, tetapi jelas merupakan kata-kata dari orang yang
tidak percaya pada Firman Tuhan! Mengatakan ‘moga-moga orang di luar Kristus bisa
selamat’ adalah sama dengan mengatakan ‘moga-moga kata-kata Yesus dalam
Yoh 14:6 itu adalah salah / dusta’!
10)
Kita tidak boleh mendukung:
a) Gereja-gereja
sesat yang tidak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
b) Gereja-gereja
yang tidak lagi memberitakan Injil.
Catatan:
perlu diingat bahwa ada banyak gereja yang masih mempunyai slogan yang injili,
seperti Yesus adalah satu-satunya Juruselamat dsb, tetapi itu tidak diwujudkan
dengan ditekankannya Pemberitaan Injil.
c) Gereja-gereja
yang memberitakan Injil yang sudah diselewengkan, seperti:
ˇ
Social
Gospel (= Injil sosial), dimana penekan penginjilannya adalah pada bantuan
sosial, bukan pada pemberitaan Injil. Ini banyak terdapat dalam gereja-gereja
Protestan yang liberal. Mereka mempunyai komisi Pekabaran Injil, tetapi apa
yang dilakukan oleh komisis Pekabaran Injil tersebut hanyalah mendatangi panti
asuhan, tempat yang terkena bencana alam, dsb, dimana mereka lalu
membagi-bagikan uang, makanan, pakaian, dan lalu pulang. Perlu diingat bahwa
fungsi gereja bukanlah menjadi semacam sinterklaas, tetapi sebagai pemberita
Injil / Firman Tuhan! Juga perlu diingat bahwa orang-orang yang dilayani dengan
pelayanan seperti itu, sekalipun mereka merasa senang karena mendapatkan
pertolongan yang bersifat jasmani dan sementara, tetapi pada akhirnya tetap
akan masuk ke neraka, karena tidak percaya kepada Kristus, yang tidak pernah diberitakan
kepada mereka!
ˇ
Yesus ditekankan sebagai dokter, pelaku
mujijat, pemberi berkat, tetapi tidak sebagai Juruselamat dan Tuhan. Ini banyak
terdapat dalam gereja Pentakosta / Kharismatik.
Jangan
mendukung gereja-gereja seperti ini baik dalam keuangan, tenaga / pikiran,
pelayanan, publikasi, atau bahkan kehadiran dan doa (kecuali mendoakan supaya
mereka bertobat), karena mendukung gereja sesat sama dengan mendukung setan!
Bandingkan
dengan Gal 1:6-9 yang menunjukkan pandangan Paulus terhadap orang yang
memberitakan Injil yang berbeda: “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada
Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu
injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu
dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami
atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang
berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.
Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau
ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang
telah kamu terima, terkutuklah dia”.
Kalau
mendukung gereja sesat sudah tidak boleh, lebih-lebih mendukung agama lain!
Ingat bahwa kita memang harus mengasihi orang yang beragama lain. Ini
diwujudkan dengan memberitakan Injil kepada mereka, dan bahkan menolong mereka
/ menyumbang mereka kalau mereka mendapatkan musibah / membutuhkan pertolongan.
Tetapi kita tidak boleh mendukung agama mereka!
Sebaliknya,
dukunglah gereja-gereja / hamba-hamba Tuhan yang betul-betul memberitakan
Injil. Dukungan dibutuhkan baik dalam doa, tenaga, pikiran, keuangan,
publikasi, dsb. Ingat bahwa tidak mendukung gereja yang benar, adalah sama
dengan mendukung kesesatan!
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com