oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
IV) Dipertahankannya hal-hal Perjanjian Lama yang seharusnya dibuang pada jaman Perjanjian Baru.
1Tim 2:5 - "Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus".
Calvin: "they who have actually learned the office of Christ will be satisfied with having him alone, and that none will make mediators at their own pleasure but those who neither know God nor Christ" (= mereka yang betul-betul telah belajar tentang jabatan / tugas Kristus akan puas dengan mempunyai Dia saja, dan bahwa tidak ada orang yang akan membuat pengantara-pengantara sesuka mereka kecuali mereka yang tidak mengenal Allah maupun Kristus) - hal 60.
Kalau sekarang pada jaman Perjanjian Baru kita masih mempunyai imam, maka itu merupakan penghinaan terhadap ke-imam-an Yesus.
2) Masih adanya sunat / khitan.
Koran ‘Bangsa’, hari Rabu tanggal 24 Mei 2000: "Ajaran lain yang juga mirip dengan Islam adalah soal khitan. Penganut KOS juga khitan. Hanya saja khitan versi KOS bukanlah karena atas dasar syariah, melainkan terdorong tradisi, sebagaimana tradisi Yahudi yang mengkhitan bayi usia 8 hari. Tradisi khitan dalam KOS adalah mengkhitan anak laki-laki pada usia 12 seperti Nabi Ismail yang ketika sunat berusia 12 tahun. Khitan dalam pengertian KOS adalah baptisan atau taharat. Dalam makna religiusnya adalah pentahiran (pensucian) jasmani dan rahani" - hal 11, kolom 4-5.
Bandingkan dengan ajaran Kitab Suci tentang sunat dalam Perjanjian Baru:
Tentang Kol 2:11
ini Calvin berkata: "He proves that the circumcision of Moses
is not merely unnecessary, but is opposed to Christ, because it destroys
the spiritual circumcision of Christ. For circumcision was given to the
Fathers that it might be the figure of a thing that was absent:
those, therefore, who retain that figure after Christ’s advent, deny
the accomplishment of what it prefigures" (= Ia
membuktikan bahwa sunat dari Musa bukan sekedar tidak perlu, tetapi bertentangan
dengan Kristus, karena itu menghancurkan sunat rohani dari Kristus. Karena
sunat diberikan kepada Bapa-bapa supaya sunat itu bisa menjadi gambaran
dari hal yang absen pada saat itu: karena itu, mereka yang mempertahankan
gambar itu setelah kedatangan Kristus, menyangkal pencapaian / penyelesaian
dari apa yang digambarkan oleh sunat itu)
- hal 184.
Tetapi lebih penting lagi adalah pertanyaan: Mengapa mereka disunat pada usia 12 / 13 tahun seperti Ismael / orang Islam, bukan pada usia 8 hari seperti Ishak (Kej 21:4)? Bukankah usia 8 hari itu merupakan ketetapan Tuhan (Kej 17:12)? Kalau memang tidak mau peduli dengan ketetapan Tuhan tersebut, mengapa tidak sekalian menuruti sunatnya Abraham yang dilakukan pada usia 99 tahun (Kej 17:24)?
Bambang Noorsena
berulang-ulang berkata bahwa kristen di Indonesia sudah diwesternisasikan.
Tetapi kelihatannya dalam persoalan ini, dia yang mengalami peng-Arab-an
/ peng-Islam-an!
Koran ‘Bangsa’, hari Rabu tanggal 24 Mei 2000: "Kalau dalam Islam shalat hanya lima waktu (Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’), tetapi KOS malah menyerukan umatnya untuk shalat tujuh kali (waktu). ... Rincian shalat itu sebagai berikut. Salat Subuh dilaksanakan sebagai penyambutan kebangkitan Isa Al Masih. Setelah shalat Subuh kemudian mereka shalat lagi pada sekitar jam 9 (dalam Islam disebut dhuha). Shalat ini dimaksudkan sebagai peringatan terhadap pengadilan Isa al-Masih. Jam 12 (dhuhur) penganut KOS shalat lagi. Shalat ini dimaksudkan sebagai peringatan terhadap penyaliban Isa, sedang shalat Ashar dimaksudkan sebagai peringatan terhadap waktu turunnya Isa dari Salib. Sedang shalat ghurub (dalam Islam shalat maghrib) dimaksudkan sebagai peringatan terhadap pemakaman Isa. Usai melaksanakan shalat ghurub penganut KOS kemudian shalat Isya. Setelah itu baru shalat lail (malam). ‘Isa sudah berpesan bahwa dia akan kembali di waktu malam seperti pencuri,’ kata Henney" - hal 1, kolom 1-3.
Bambang Noorsena bahkan mengatakan bahwa Kristen tidak punya jam doa karena sudah dimodernisir (oleh Barat). Dan dalam salah satu khotbahnya ia mengatakan bahwa Martin Luther masih mempunyai jam doa, tetapi hanya 2, yaitu pagi dan sore.
b) Tentang kiblat.
Koran ‘Bangsa’, hari Rabu tanggal 24 Mei 2000: "Berbeda dengan Islam yang jika shalat menghadap ka’bah yang dari Indonesia masuk kategori arah barat, penganut KOS malah menghadap ke arah timur, yaitu menghadap baitul Maqdis" - hal 1, kolom 3.
Saya tidak tahu apa Baitul Maqdis itu, dan waktu saya menanyakan kepada seorang Islam, ia menjawab bahwa itu adalah nama sebuah mesjid di Yerusalem.
Tanggapan saya:
a) Yoh 4:19-24 - "Kata perempuan itu kepadaNya: ‘Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi. Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepadaKu, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran.’".
Perhatikan bahwa perempuan Samaria itu menanyakan tempat menyembah yang benar. Dengan kata lain, ia mempersoalkan ibadah yang bersifat lahiriah, yang memang merupakan ciri khas ibadah Perjanjian Lama. Tetapi Yesus mengatakan bahwa ‘saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang’ (artinya saat itu adalah masa transisi) bahwa tempat penyembahan tidak lagi dipersoalkan. Yang dipersoalkan adalah menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Dengan kata-kata ini Yesus membuang semua ibadah lahiriah, dan menekankan ibadah rohani. Yang dimaksud dengan ibadah lahiriah adalah:
c) Dalam 1Tes 5:17 Paulus mengatakan ‘Tetaplah berdoa’.
NIV: ‘pray continually’ (= berdoalah terus menerus).
NASB: ‘pray without ceasing’ (= berdoalah tanpa henti-hentinya).
Dengan kata-kata ini Paulus jelas menghapus jam doa, dan ini menunjukkan bahwa ‘tidak mempunyai jam doa’ bukannya merupakan kekristenan yang sudah diwesternisasikan, tetapi merupakan kekristenan yang alkitabiah!
Tentang Kis 3:1 yang menunjukkan masih adanya jam doa, perlu diketahui bahwa: