Pembahasan mengenai ajaran Yesaya Pariadji dari GBI Tiberias
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Berbeda dengan kalangan Pentakosta dan Kharismatik
pada umumnya, ia tidak bicara sama sekali tentang bahasa Roh (setidaknya
demikianlah yang ada dalam majalahnya). Jadi dalam persoalan ini dia lebih
waras dari pada kebanyakan orang Pentakosta dan Kharismatik.
Tetapi ia mempunyai banyak kegilaan-kegilaan yang
lain.
Saya akan memberikan banyak
kutipan kata-kata Pdt. Yesaya Pariadji yang menunjukkan bahwa ia memang mempercayai,
dan bahkan sangat menekankan, doktrin ‘salvation by works’ (=
keselamatan karena perbuatan baik) yang sesat ini.
a) Ia disayangi oleh Tuhan, karena ia membaca Alkitab.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Setelah saya
baca Alkitab maka saya disayangi Tuhan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 11.
Tanggapan saya:
1. Kalau kasih Tuhan kepada kita
tergantung perbuatan baik kita, maka jelas bahwa ini berbau ajaran keselamatan
karena perbuatan baik!
2. Bukan karena apapun yang kita
lakukan maka kita dikasihi oleh Tuhan, karena Ro 5:8-10 menunjukkan bahwa
kita sudah dikasihi oleh Tuhan ketika kita masih seteru / berdosa.
Bdk. Ro 5:8-10 - “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh
karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.
Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti
akan diselamatkan dari murka Allah. Sebab jikalau kita, ketika masih seteru,
diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya, lebih-lebih kita, yang
sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya!”.
Bahkan dalam Ef 1:4-5
dikatakan bahwa dalam kasih, Allah telah memilih kita untuk menjadi
anak-anakNya, sebelum dunia dijadikan.
b) Untuk bisa masuk surga / menjadi
warga Kerajaan Surga, kita harus hidup kudus / suci.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Maka itu
dalam hal ini saya tekankan kepada Saudara harus hidup kudus jangan dosa; apa
itu dusta, apa itu curi, apa itu cabul, apa itu zinah dan yang lain sebagainya,
karena orang-orang yang demikian tidak berhak masuk ke dalam kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 14.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi kalau
Anda ingin masuk Sorga, Anda harus sinkron atau sejalan dengan konsep Allah yang
artinya siap menjadi kudus. Bila Anda sebagai suami harus menjadi imam yang
kudus dan sebagai istri harus mendampingi suami agar keluarga menjadi suci dan
kudus hingga masuk ke Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 17.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Tuhan Yesus
memerintahkan kepada saya untuk mengatakan apa yang saya dengar di Sorga; harus
saya sampaikan. Untuk menyerukan dan menyampaikan, bahwa kita semua, Anda
semua, agar bisa melewati pintu Sorga, dituntut untuk berpikir yang kudus,
berkata yang kudus, harus kudus segala perbuatan dan tingkah laku kita” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV
/ Tahun II, hal 7.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Hanya
orang-orang yang suci dan orang-orang yang kudus yang termeterai dan tercatat
sebagai warga Kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “siapapun
yang tidak hidup di dalam kekudusan, siapapun yang tidak hidup suci, jangan
berharap untuk bisa mengerti Firman Allah, ... Lebih-lebih jangan berharap
untuk dicatat sebagai warga Kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 35.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Tugasmu
untuk mempersiapkan jemaat yang kudus, untuk mempersiapkan jemaat yang menuju
Kerajaan Sorga”
- ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “manusia
harus suci pikirannya, harus suci perkataannya, harus suci segala perbuatannya;
yaitu syarat untuk bisa memandang kemuliaan Allah di Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi
III / Tahun I, hal 9.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Kamu harus
mempersiapkan Jemaat yang suci, Jemaat yang Kudus untuk menyambut kedatanganNya
yang kedua kali, Yesus Kristus Tuhan Allahmu akan datang kembali untuk
menghakimi seluruh umat manusia. Lakukanlah perintah-perintahnya, lakukanlah
perintah-perintah Yesus Kristus Tuhan Allahmu, bila kamu tidak melakukan
perintah-perintahnya kamu juga bisa dilempar dari hadapannya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi
III / Tahun I, hal 40.
c) Ia dan istrinya tercatat sebagai
warga Kerajaan Surga, karena ia (Pdt. Yesaya Pariadji) bisa menjadi seorang
imam yang kudus dalam rumah tangganya, dan karena mereka berjanji untuk hidup
suci dalam rumah tangga mereka.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “tangan Tuhan
Yesus menunjuk suatu buku yang sangat besar, ... saya mendengar kalimat, suaraNya:
Pariadji, lihat ... namamu tercacat di Sorga sebagai warga Kerajaan Sorga ...
Satu halaman dengan istrimu, Etty Darniaty ... Mengapa nama saya dan nama
istri saya tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga? Kalimat yang kedua, Tuhan
Yesus berkata kepada saya: Karena kamu bisa menjadi seorang imam yang kudus
di dalam rumah tanggamu” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya dan
istri memang tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga. Kami memperoleh janji yang
sangat indah, kami dijanjikan akan diundang ke Sorga, karena kami berjanji
hidup yang suci di dalam rumah tangga kami” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 6.
d) Untuk bisa menjadi warga Kerajaan
Surga, kita harus melakukan sakramen-sakramen yang benar.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Untuk
dimeteraikan sebagai warga Kerajaan Sorga, kita harus melakukan baptisan yang
benar, dan Sakramen-sakramen yang suci dan kudus, yang benar, yang benar-benar
sesuai kehendak Allah. Dan sakramen-sakramen yang benar akan diberikan
tanda-tanda yang penuh Kuasa dan Mukjizat-mukjizat Allah” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II
/ Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Untuk
menjadi warga Kerajaan Sorga, anda harus dibaptis selam sesuai dengan firman
Tuhan. (Yohanes 3:5)” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 38.
Tanggapan saya:
1. Yoh 3:5 - “Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang
tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan
Allah”.
Ada bermacam-macam penafsiran tentang
arti dari kata ‘air’ di sini. Memang ada yang
menafsirkan ‘air’ di sini sebagai baptisan,
tetapi saya tidak setuju dengan penafsiran ini. Tetapi kalaupun penafsiran ini
mau diterima, itu hanya menyatakan baptisan, lalu dari mana Pdt. Yesaya Pariadji
mendapatkan keharusan ‘selam’nya?
2. Juga, bagaimana dengan penjahat
yang bertobat di sisi Yesus? Ia tidak pernah dibaptis, apalagi dibaptis selam;
jadi dia tidak masuk Sorga, dan kata-kata Yesus kepadanya dalam Luk 23:43 itu
salah?
e) Orang yang suci / saleh tidak akan takut pada saat mau
mati.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Orang-orang
yang sudah hidup suci dan saleh, yang hidup berkenan sesuai dengan kehendak
Allah, menjelang kematiannya, menjelang masuk alam roh, pasti dengan damai,
tidak akan ada rasa takut untuk menghadapi kematian” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV
/ Tahun II, hal 5.
f) Seseorang dimeteraikan dengan Roh Kudus pada saat
ia dibaptis.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Pada saat
Anda dibaptis, Anda dimeteraikan oleh Roh Kudus sebagai warga Kerajaan
Sorga” -
‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 8.
Tanggapan saya:
1. Pemeteraian dengan Roh Kudus itu
merupakan jaminan keselamatan kita.
2Kor 1:21-22 - “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu
di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda
milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan
dari semua yang telah disediakan untuk kita”.
2Kor 5:5 - “Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu
dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu
yang telah disediakan bagi kita”.
Kalau pemeteraian itu terjadi
karena baptisan, maka itu menunjukkan bahwa kita diselamatkan karena usaha /
perbuatan baik kita.
2. Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan
bahwa pemeteraian dengan Roh Kudus terjadi ketika seseorang dibaptis.
Ini sama sekali tidak sesuai dengan Kitab Suci, karena Paulus dalam
Ef 1:13 mengatakan bahwa pemeteraian dengan Roh Kudus itu terjadi ketika
seseorang percaya.
Ef 1:13 - “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman
kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu
percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu”.
g) Pdt. Yesaya Pariadji menggunakan
Mat 5:8 dan Ibr 12:14 sebagai dasar ajaran sesatnya ini.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bila Tuhan
Yesus berkata: ‘Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan
melihat Allah’, maka saya dapat mengatakan; firman Allah yang menjanjikan;
asal Anda betul-betul hidup di dalam kekudusan, pasti Anda bisa berdoa: ‘Tuhan
Yesus ijinkan hamba agar mempunyai pengalaman untuk melihat kemuliaanMu di
Sorga.’ Anda harus memperhatikan firman Allah yang berkata: ‘Tanpa kekudusan
tidak seorang pun akan melihat Allah.’” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 5.
Catatan: kutipan ayat diambil dari Mat
5:8 dan Ibr 12:14.
Tanggapan saya:
1. Kita tidak bisa menyucikan / menguduskan diri kita
sendiri.
Memang orang yang tidak suci
hatinya tidak akan melihat Allah (Mat 5:8), dan memang tanpa kekudusan tidak
seorangpun akan melihat Tuhan (Ibr 12:14). Tetapi bagaimana seseorang bisa
suci hatinya? Bagaimana seseorang bisa mempunyai kekudusan? Dengan
mengusahakannya dengan kekuatannya sendiri? Kalau saudara mengatakan ‘ya’, maka
coba perhatikan gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia di
hadapan Allah.
Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala
kesalehan kami seperti kain kotor”.
Perhatikan bahwa
Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa
kami seperti kain kotor’. Ia juga tidak mengatakan ‘sebagian kesalehan kami seperti
kain kotor’. Yesaya mengatakan ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’.
Sekarang, kalau ‘segala kesalehan’ kita digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan ‘dosa’ kita?
Perhatikan ayat di bawah ini.
Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka,
mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar
kain di hadapanKu”.
Dosa / kejahatan kita
digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV
menterjemahkannya: ‘a
woman’s monthly uncleanness’ (= kenajisan
bulanan dari seorang perempuan).
Bandingkan juga dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain
menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24)
Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain
perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur
yang ditidurinya menjadi najis juga”.
Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa
datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua
(ay 24) NIV menterjemahkan ‘her
monthly flow’ (= aliran bulanannya).
Jadi kelihatannya yang dimaksudkan dengan ‘cemar kain’ itu adalah cairan
darah yang dikeluarkan seorang perempuan pada saat datang bulan.
Dengan demikian Kitab Suci
menggambarkan segala kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa
/ kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada
saat mengalami datang bulan! Merupakan suatu kegilaan kalau kita berpikir bahwa
dengan hal-hal menjijikkan itu kita bisa layak untuk masuk surga!
Kalau saudara adalah orang yang menganggap diri saudara suci atau lumayan
baik, dan saudara bisa mengusahakan kesucian / kekudusan dengan kekuatan
saudara sendiri, renungkan bagian ini!
Keberatan: Tetapi mengapa dalam Kitab
Suci kadang-kadang diceritakan tentang orang yang saleh, tak bercacat, seperti
Nuh, Ayub, Zakharia, dsb?
Jawab: Itu harus diartikan hanya
dalam perbandingan dengan orang-orang lain di sekitar mereka. Tetapi kalau
kehidupan mereka dibandingkan dengan Firman Tuhan / Kitab Suci, maka jelas
mereka tetap penuh dengan dosa.
Ro 3:10-12,23 - “seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.
Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari
Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada
yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... Karena semua orang telah berbuat dosa
dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
2. Kita
hanya bisa disucikan / dikuduskan oleh penebusan / darah Kristus, dan itu kita
terima kalau kita beriman / percaya kepada Yesus.
Tit 2:13b,14 - “Yesus
Kristus, yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita
dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat,
kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.
Ibr 9:14 - “betapa
lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya
sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan
hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat
beribadah kepada Allah yang hidup”.
Ibr 10:10,14 - “(10)
Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk
selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. ... (14) Sebab oleh
satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia
kuduskan”.
Kesimpulan: kita tidak bisa diselamatkan / melihat Allah dengan
mengusahakan sendiri kesucian itu, tetapi dengan percaya kepada Kristus,
sehingga disucikan oleh darahNya.
h) Pdt. Yesaya Pariadji juga
menggunakan Wah 21:27 untuk mendukung pandangan sesatnya.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Orang-orang
yang hidup cemar, yang hidup najis, para pendusta, orang yang hidup keji dan
kejam, tidak tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga. Di dalam Wahyu 21:27,
dikatakan demikian: ‘Tetapi tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis,
atau orang yang melakukan kekejian atau dusta tetapi hanya mereka yang
namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba itu.’” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV
/ Tahun II, hal 8.
Tanggapan saya:
1. Lagi-lagi, seseorang bisa tidak
najis, hanya karena penyucian oleh penebusan / darah Kristus, yang ia terima
karena ia percaya kepada Yesus.
Tit 1:15 - “Bagi orang suci (orang kristen / orang percaya) semuanya
suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada
yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
2. Dalam Kitab Suci memang ada
ayat-ayat yang seolah-olah mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik,
seperti Wah 21:27 di atas, dan juga ayat-ayat lain yang sejenis, seperti:
Mat 7:21 - “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk
ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di
sorga”.
Yoh 5:28-29 - “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba,
bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka
yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi
mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum”.
Ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan:
a. Kalau kita menafsirkan bahwa ayat-ayat
ini mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, maka kita akan bertentangan
dengan sangat banyak ayat-ayat yang menekankan bahwa keselamatan / pembenaran
terjadi hanya karena iman saja pada point a) di bawah. Dan kita tidak boleh
menafsirkan suatu ayat sehingga bertentangan dengan ayat lain dalam Kitab Suci.
b. Iman yang sejati / sungguh-sungguh
harus diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup (Yak 2:17,26).
Mengapa demikian? Karena orang
yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus
(Ef 1:13-14), dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang
itu (Gal 5:22-23).
Kalau ada orang yang mengatakan
bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu
menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai
Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.
c. Sekalipun iman yang sejati pasti
diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang
menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan
baiknya.
Illustrasi:
sakit ®
obat ®
sembuh ®
olah raga / bekerja
dosa ®
iman ®
selamat ®
taat / berbuat baik
Apa yang menyebabkan sembuh?
Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan
bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia
sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga /
bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang
berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau
seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam
hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang
salah dengan imannya.
Juga kalau kita melihat pada
garis waktu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya
perbuatan baik, yang menyebabkan kita diselamatkan.
----------------------------------------------------------------------------------------
tak
ada perbuatan baik/total depravity ada
perbuatan baik
(Kej
6:5 Ro 6:20 Tit 1:15) (Gal
5:22-23)
selamat
(Luk 19:9)
Luk 19:9 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari
ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak
Abraham.”.
Perhatikan
bahwa keselamatan terjadi begitu seseorang beriman, dan baru setelah itu muncul
perbuatan baik, sebagai buah Roh Kudus dalam kehidupan orang itu. Karena itu
tidak mungkin perbuatan baik itu yang menyelamatkan, karena keselamatan itu
sudah ada sebelum perbuatan baik itu ada.
d. Kalau memang yang
menyelamatkan adalah imannya, dan bukan perbuatan baiknya, lalau mengapa
beberapa ayat dalam Kitab Suci seolah-olah menunjukkan bahwa perbuatan baiknya
yang menyelamatkan?
Jawab: karena
iman tidak terlihat, tetapi perbuatan baik terlihat. Dengan demikian
kadang-kadang perbuatan baik itulah yang dibuat patokan. Tetapi bagaimanapun,
adanya perbuatan baik / pengudusan, membuktikan adanya iman. Dan yang
menyebabkan kita diselamatkan adalah iman, bukan perbuatan baik.
Saya berpendapat bahwa doktrin ‘keselamatan
karena perbuatan baik’ ini merupakan kesesatan utama
dari Pdt. Yesaya Pariadji! Jelas bahwa Pdt. Yesaya Pariadji tidak menganut
semboyan Reformasi ‘Sola Gratia’ (= Hanya Kasih Karunia) dan ‘Sola Fide’ (= Hanya Iman). Ajaran yang alkitabiah dan injili menyatakan
bahwa kita diselamatkan semata-mata karena penebusan Kristus yang kita terima
hanya oleh / melalui iman. Dan ini sepenuhnya merupakan anugerah dari Tuhan.
Jemaat Galatia merupakan hasil
penginjilan Paulus, dan mereka menerima doktrin keselamatan hanya karena iman.
Tetapi setelah Paulus meninggalkan Galatia, lalu muncul nabi-nabi palsu dari
kalangan Yudaisme / agama Yahudi, yang lalu mengajarkan kepada mereka bahwa
hanya iman tidaklah cukup, mereka juga harus disunat, dan menuruti hukum
Taurat. Untuk menangani kesesatan itulah Paulus lalu menulis surat Galatia,
yang sangat menekankan keselamatan karena iman saja. Dan dalam Gal 1:6-9
Paulus berkata: “Aku heran, bahwa kamu
begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah
memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan
Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk
memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari
sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan
Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah
kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang
memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu
terima, terkutuklah dia”.
Saya berpendapat bahwa text ini
cocok untuk Pdt. Yesaya Pariadji, karena ia memang memberitakan ‘Injil yang
lain / berbeda’, yang sebenarnya bukan Injil!
Dasar dari doktrin ‘keselamatan hanya karena iman’:
a) Ayat-ayat Kitab Suci seperti:
Kis 15:1-2 - “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan
kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat
yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ Tetapi Paulus dan
Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya
ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat
itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk
membicarakan soal itu”.
Ro 3:27-28 - “Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada!
Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman!
Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia
melakukan hukum Taurat”.
Ro 9:30-10:3 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa
bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran,
yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar
hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu.
Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena
perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya,
Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan
siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ Saudara-saudara,
keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan.
Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh
giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka
tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan
kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
Gal 2:16,21 - “(16) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh
karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus
Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami
dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum
Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena
melakukan hukum Taurat. ... (21) Aku tidak menolak kasih karunia Allah.
Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian
Kristus”.
Gal 3:1-14 - “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah
mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan
dengan terang di depanmu? Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah
kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya
kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan
Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang
telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia! Jadi bagaimana sekarang, apakah
Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang
melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum
Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil? Secara itu jugalah Abraham
percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran. Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka
itulah anak-anak Abraham. Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa
Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah
terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: ‘Olehmu segala bangsa akan
diberkati.’ Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati
bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. Karena semua orang, yang
hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis:
‘Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis
dalam kitab hukum Taurat.’ Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di
hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: ‘Orang yang
benar akan hidup oleh iman.’ Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman,
melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya. Kristus telah menebus
kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada
tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’ Yesus Kristus
telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada
bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah
dijanjikan itu”.
Gal 5:1-5 - “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan
kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.
Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu,
Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. Sekali lagi aku katakan kepada
setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum
Taurat. Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum
Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. Sebab oleh Roh, dan karena iman,
kita menantikan kebenaran yang kita harapkan”.
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman;
itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Fil 3:9 - “dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena
mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan
kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan
kepercayaan”.
b) Ro 3:23-24 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan
kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan
cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.
Ro 3:24 ini menyatakan
bahwa kita dibenarkan ‘dengan
cuma-cuma’ / ‘gratis’, dan ini tidak mungkin kalau perbuatan baik kita
mempunyai andil dalam menyelamatkan diri kita.
c) Penjahat yang bertobat di sisi
Yesus masuk Firdaus / surga (Luk 23:43), padahal ia nyaris tidak mempunyai
perbuatan baik apapun.
d) Kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Tuhan Yesus (Yoh 19:30), yang menunjukkan
bahwa penebusan yang Ia lakukan adalah penebusan yang sempurna. Ia menderita
dan mati bukan hanya untuk sebagian dosa kita, tetapi untuk semua
dosa kita.
Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita
dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat,
kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.
Bandingkan pandangan Pdt. Yesaya
Pariadji, yang mempercayai ‘keselamatan karena perbuatan baik’ itu, dengan 2
kutipan di bawah ini:
Martin Luther: “The most damnable and pernicious heresy that has ever plagued
the mind of men was the idea that somehow he could make himself good enough to
deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran
sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran
manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri
cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal 31-32.
Archbishop William Temple yang
dikutip oleh John Stott sebagai berikut:
“All is of God. The only
thing of my very own which I contribute to my redemption is the sin from which
I need to be redeemed” (= Semua dari Allah.
Satu-satunya hal dari diriku sendiri yang aku sumbangkan pada penebusanku
adalah dosa dari mana aku perlu ditebus) - ‘The
Preacher’s Portrait’, hal 44-45.
Ada lagi
orang-orang yang menganut ajaran ‘keselamatan
karena iman + perbuatan baik’. Ini juga
merupakan ajaran sesat, dan ajaran ini biasanya didasarkan pada
Yak 1:14-26. Karena penjelasannya cukup panjang, maka saya letakkan
pembahasannya pada Apendix I di belakang (Exposisi dari Yak 2:14-26).
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya
diperintahkan untuk mempelajari kisah nabi-nabi besar yang menjadi
sahabat-sahabat Allah, yang akrab dengan Allah. Dengan sendirinya untuk
disampaikan kepada anda. Saya mempelajari bagaimana kisah nabi Henokh di angkat
ke Sorga, melalui kitab-kitab lain, atau kitab-kitab Talmud bangsa Israel.
Disebutkan, Allah memberi perintah untuk mengurapi Henokh dengan minyak urapan,
sebelum menghadap tahta Allah. Nabi Yesaya di angkat ke Sorga sebelum dipanggil
untuk melayani”
- ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 10.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya banyak
membaca buku tentang orang Yahudi seperti kitab Talmut. Disitu banyak
kisah-kisah tak ditulis dalam Alkitab yang di dalamnya ditulis pengalaman
Yesaya waktu diangkat ke sorga. Saya percaya bahwa Yesaya waktu diangkat ke
Sorga pasti mempunyai banyak pengalaman karena waktu saya dulu diangkat ke
Sorga, saya juga mempunyai banyak pengalaman. Saya dikhotbahi oleh Tuhan Yesus,
saya diajari Perjamuan Kudus, saya diajari cara membaptis yang benar dan banyak
lagi hal yang diajarkan Tuhan Yesus kepada saya. Maka diwaktu saya membaca
kitab Talmut, Yesaya itu menulis lebih dari 90 pasal. Misalnya, di waktu Yesaya
ketemu Henokh di Sorga kemudian bagaimana Henokh bercerita pada Yesaya bahwa
dia waktu masuk pintu Sorga maka Allah yang Mahakuasa memanggil Michael
kataNya: ‘Michael, Michael, urapi hambaKu Henokh baru boleh dia menghadap
kepadaKu’. Jadi urapi dengan apa? Dengan minyak urapan. Jadi orang-orang Yahudi
pada waktu itu percaya pada minyak urapan. ... Jadi bila dulu Henokh diurapi
maka saya percaya kalau minyak urapan itu penuh kuasa. ... Maka saya mengutip
dari kitab bangsa Yahudi yaitu Henokh diurapi Tuhan dengan minyak urapan itu
baru dia bisa menghadap ke tahta Allah” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Henokh
pernah bertanya kepada Tuhan, kalau orang mati itu rohnya mau kemana? Ternyata
dia diperlihatkan alam roh dimana alam roh ada Sorga, ada Nerakanya, ada banyak
Malaikat dan banyak setannya juga. Maka itu saya penasaran lagi, hingga saya
cari bukunya Henokh dan puji Tuhan, saya mendapatkannya. Disitu dikatakan,
bahwa Henokh diangkat oleh Tuhan bersama tubuhnya untuk diperlihatkan Sorga,
neraka, malaikat, dan setan. Lalu dia bertanya juga pada Tuhan: ‘Tuhan kalau
orang berdosa mati ditaruh di mana?’ Maka Henokh diperlihatkan Neraka dimana
orang-orang berdosa dimasukkan ke Neraka dan diterkam oleh setan-setan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 14.
Buku Henokh itu termasuk dalam
Apocrypha, dan Talmut / Talmud itu adalah kitab Yahudi yang sesat!
Menggunakan kitab-kitab ini sebagai dasar ajaran / praktek
merupakan sesuatu yang sesat, dan bertentangan dengan Sola Scriptura (= only
Scripture / hanya Kitab Suci), yang juga merupakan semboyan Reformasi!
Kalau dalam point no 1 di atas tadi Pdt. Yesaya Pariadji bertentangan dengan
Sola Fide dan Sola Gratia, maka sekarang dalam point no 2 ini, ia bertentangan
dengan Sola Scriptura. Jadi lengkaplah pertentangannya dengan ketiga ‘Sola’
yang merupakan ciri khas dan semboyan dari gereja-gereja Reformasi /
gereja-gereja yang Alkitabiah dan Injili!
Pdt. Yesaya Pariadji seharusnya
memperhatikan peringatan Tuhan kepada siapapun yang menambahi ataupun mengurangi
FirmanNya.
·
Wah 22:18-19
- “Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar
perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu
kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya
malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang
mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah
akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang
tertulis di dalam kitab ini.’”.
·
Amsal 30:6
- “Jangan menambahi firmanNya, supaya engkau tidak ditegurNya dan
dianggap pendusta”.
Ajaran tentang Allah Tritunggal
yang benar mengatakan bahwa Allah mempunyai satu hakekat dalam 3 pribadi.
Tetapi ajaran Sabelianisme mengatakan bahwa Allah bukannya mempunyai 3 pribadi
yang berbeda, tetapi 3 perwujudan. Dalam penciptaan Allah menyatakan
diri sebagai Bapa, dalam penebusan sebagai Anak, dan dalam pengudusan sebagai
Roh Kudus. Mereka berkata bahwa di dalam Kristus, Allah Bapa sendiri
telah berinkarnasi sebagai Anak dan menderita.
Dari Yoh 1:1 yang
berbunyi: “Pada mulanya adalah Firman;
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”, terlihat dengan jelas bahwa
‘Allah (Bapa)’ dan ‘Firman / Yesus’ dibedakan. Juga dari adanya saling
mengasihi, saling utus, saling bicara antara pribadi-pribadi dalam Allah
Tritunggal, haruslah disimpulkan bahwa Allah Tritunggal bukan mempunyai 3
perwujudan, tetapi 3 pribadi.
Bahwa Pdt. Yesaya Pariadji
mengajarkan ajaran ini (secara sadar atau tidak), terlihat dari kutipan-kutipan
di bawah ini.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “pada saat
itu juga saya gemetar, dan takut digandeng malaikat menuju ke awan-awan, dan
diperhadapkan dengan Tuhan Yesus sebagai Allah Bapa” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi
III / Tahun I, hal 40.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “... Tuhan
Yesus menyatakan kemuliaanNya sebagai Allah Bapa, di mana Tuhan Yesus berkata:
barangsiapa melihat Aku, ia melihat Allah Bapa” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV
/ Tahun II, hal 9.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “...
diperlihatkan kemuliaan Tuhan Yesus, keagungan Tuhan Yesus sebagai Allah Bapa,
sebagai Allah Bapa yang Maha Kuasa, ...” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 7.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Biarlah pada
saat ini juga saya dilempar ke api neraka, bila Tuhan Yesus tidak mengajar
saya, bahwa manusia harus dibaptis selam” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 38.
Banyak orang menganggap
Mat 3:16 sebagai dasar baptisan selam, karena di sana dikatakan bahwa
sesudah dibaptis, Yesus ‘keluar dari
air’. Juga orang-orang yang mengharuskan baptisan selam mengatakan bahwa kata
Yunani BAPTO / BAPTIZO berarti ‘merendam’ / ‘mencelup’. Tetapi ini salah, karena:
a) Kata bahasa Yunani BAPTO / BAPTIZO
tidak selalu berarti ‘merendam’ / ‘mencelup’ seperti dalam:
1. Mark 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak
lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang,
umpamanya hal mencuci (BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”.
KJV: ‘And when they come from the
market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they
have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and
of tables’ (= Dan
pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak
makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti
pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan
meja-meja).
Kata-kata
‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-terjemahan
yang lain, tetapi footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada beberapa
manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata itu.
Kalau
kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa
pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena
bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang dibutuhkan?
Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan air ke
benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalau kata-kata itu tidak orisinil, tetap
aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya orang
mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.
2. Luk 11:38 - “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus
tidak mencuci (EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.
Orang mencuci tangan tidak
harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa dengan mencurahkan air pada
tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak harus berarti ‘celup / selam’.
3. Ibr 9:10 - “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai
macam pembasuhan (BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya
berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.
Catatan: ada edisi Kitab Suci
Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai
macam persembahan’. Ini salah cetak, dan dalam edisi yang baru sudah
diperbaiki.
Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’.
NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).
NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pembasuhan yang
bersifat upacara keagamaan).
RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pencucian)
KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).
Kata Yunaninya adalah
BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah ‘bermacam-macam baptisan’.
Kalau kita memperhatikan kontex
dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di
sini kata ‘baptis’ tidak diartikan ‘selam' / 'celup’, tetapi ‘percik’.
4. 1Kor 10:2 - “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis (EBAPTISANTO) dalam awan dan dalam laut”.
Dua hal yang harus
diperhatikan:
·
Orang
Israel berjalan di tempat kering (Kel 14:22). Yang terendam air adalah
orang Mesir!
·
Awan
tidak ada di atas mereka, tetapi di belakang mereka (Kel 14:19-20). Juga awan
itu tujuannya untuk memimpin / melindungi Israel; itu bukan awan untuk memberi
hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, itu lebih cocok dengan baptisan
percik, bukan selam.
Jadi jelas bahwa orang Israel
tidak direndam / diselam dalam awan dan dalam laut!
Barnes’ Notes: “This passage is a very important one to prove that the word
baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly
clear that neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan
bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air.
Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka) -
hal 745.
b) Cerita tentang baptisan terhadap
Tuhan Yesus ini merupakan bagian yang bersifat descriptive (=
menggambarkan).
Perlu diketahui bahwa dalam
Kitab Suci ada 2 bagian yang berbeda:
1. Bagian
Kitab Suci yang bersifat Descriptive
(= bersifat menggambarkan).
Bagian yang bersifat Descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang terjadi
sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini
tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma!
Illustrasi: Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci
mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara
membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena
serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum.
Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV
pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya
satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga
mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang
piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua.
Contoh:
a. Kel 14, yang menceritakan
peristiwa dimana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa
menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat Descriptive (menggambarkan apa yang
terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak
diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu!
b. Yos 6 yang menceritakan robohnya
tembok Yerikho setelah dikelilingi selama 7 hari juga merupakan bagian yang
bersifat Descriptive, sehingga tidak
boleh dijadikan hukum / norma dalam peperangan.
c. Kel 16:13-16 yang menceritakan
pemberian manna kepada bangsa Israel di padang gurun, jelas juga merupakan
bagian yang bersifat Descriptive,
sehingga tidak boleh dijadikan sebagai rumus / norma dalam kehidupan orang
kristen di padang gurun.
d. Kis 5:18-19 dan Kis 12:3-11
menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan
membebaskannya dengan menggunakan mujijat. Ini lagi-lagi merupakan bagian yang
bersifat Descriptive, dan tidak boleh
diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang ditangkap / dipenjarakan pasti
dibebaskan secara mujijat. Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu
dipenggal (Mat 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati,
dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kis 12:2).
e. Yoh 11 menceritakan bahwa
Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian
yang bersifat Descriptive, sehingga
tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit
pada hari ke 4.
f. Kis 28:1-6 juga bersifat
descriptive dan tidak dapat dipakai
sebagai dasar untuk mengajar bahwa orang kristen tidak akan mengalami bahaya
apa-apa kalau digigit ular berbisa.
g. Ada banyak bagian yang bersifat Descriptive dalam Kitab Suci tentang
hal-hal yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan
merupakan norma / hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya:
·
Yesus tidak pernah menikah
/ pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang kristen tidak boleh
pacaran / menikah.
·
Yesus berpuasa 40 hari 40 malam
di padang gurun (Mat 4:1-11 Luk
4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang kristen harus berpuasa 40 hari 40
malam di padang gurun.
·
Yesus dan Petrus berjalan
di atas air (Mat 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang kristen
harus bisa melakukan hal itu.
·
Yesus hanya mempunyai 12
murid (Mat 10:1-4). Ini tidak boleh diartikan seakan-akan Sekolah
Theologia / gereja hanya boleh mempunyai 12 murid / jemaat.
2. Bagian
Kitab Suci yang bersifat Didactic (=
bersifat pengajaran).
Bagian yang bersifat Didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDACHE),
dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini
adalah rumus / hukum / norma bagi kita.
Contoh:
a. Kis 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” adalah bagian yang bersifat Didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya, setiap
orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat.
b. Fil 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa” adalah bagian yang bersifat Didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita
bersukacita senantiasa.
c. 10 Hukum Tuhan dalam
Kel 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat Didactic, sehingga merupakan Hukum / Norma bagi kita semua.
Jadi, pada waktu mendengar suatu khotbah /
ajaran, telitilah apakah text yang dipakai sebagai dasar itu adalah text yang
bersifat descriptive atau didactic! Ini bisa menghindarkan saudara
dari ajaran-ajaran yang salah / sesat!
Jaman sekarang,
khususnya dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik, karena kurangnya / tidak
adanya pengertian tentang Hermeneutics, yang menyebabkan mereka tidak
membedakan antara bagian yang bersifat Descriptive
dan bagian yang bersifat Didactic,
maka ada banyak pengajaran salah yang ditimbulkan, karena mereka menggunakan
bagian yang bersifat descriptive
sebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic.
Contoh:
1. Mat 12:15b dan Mat 15:30
memang menggambarkan bahwa pada saat itu Yesus menyembuhkan semua orang
sakit. Tetapi ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga sebetulnya tidak boleh dijadikan hukum /
norma. Tetapi banyak orang menggunakan bagian yang bersifat Descriptive ini sebagai hukum / norma,
sehingga mereka berkata bahwa Yesus selalu menyembuhkan semua orang
sakit. Ini menyebabkan mereka lalu mengajarkan bahwa setiap orang kristen harus
sehat / sembuh dari penyakit, dan kalau tidak sembuh maka pasti orangnya kurang
beriman atau berdosa.
Bahwa ini salah bisa terlihat dari ayat-ayat
seperti 2Kor 12:7-10
Fil 2:26-27
1Tim 5:23
2Tim 4:20 jelas menunjukkan bahwa orang kristen, yang beriman dan
saleh sekalipun, bisa sakit dan bahkan tidak disembuhkan dari penyakit itu.
2. Kis 2:1-11 menceritakan apa
yang terjadi pada hari Pentakosta dimana rasul-rasul kepenuhan Roh Kudus lalu
berbahasa Roh. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, tetapi banyak orang yang lalu menjadikan hal ini
sebagai rumus / hukum / norma dan mereka mengajar bahwa orang yang menerima /
dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa Roh. Menghadapi ajaran seperti ini
ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
·
Kis 2:1-11 bersifat descriptive, jadi tidak boleh dijadikan
rumus / hukum / norma!
·
Ajaran tersebut tidak
konsekwen, karena mereka mengharuskan bahasa Rohnya saja, tetapi tidak
mengharuskan adanya tiupan angin yang keras dan lidah-lidah api, yang jelas
juga ada dalam bacaan itu (Kis 2:2-3). Memang bahasa rohnya gampang
dipalsukan, tetapi tiupan angin dan lidah api sukar / tidak dapat dipalsukan!
·
1Kor 12:7-11,28-30
bersifat didactic dan mengajarkan
bahwa hanya sebagian orang kristen yang menerima karunia bahasa Roh. Karena
1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic
maka bagian inilah yang harus dianggap sebagai norma / hukum / rumus!
3. Cerita tentang tokoh-tokoh yang
kaya dalam Perjanjian Lama, seperti Abraham, Daud, Ayub, dsb merupakan bagian
yang bersifat Descriptive, sehingga
tidak boleh dijadikan norma. Tetapi para penganut Theologia Kemakmuran
menggunakan bagian-bagian ini sebagai norma, sehingga mereka lalu mengatakan
bahwa orang kristen harus kaya.
Setelah mengerti tentang
prinsip hermeneutics tentang bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive
dan didactic, mari kita kembali pada peristiwa baptisan terhadap Tuhan
Yesus dalam Mat 3:16. Mat 3:16 ini jelas merupakan bagian yang bersifat descriptive
(hanya menggambarkan apa yang terjadi), dan karena itu bukan merupakan suatu
hukum / norma. Jadi, seandainya Yesus memang dibaptis dengan baptisan
selam, tetap bagian ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa kita
juga harus dibaptis dengan baptisan selam.
c) Yesus sendiri belum tentu dibaptis
dengan baptisan selam!
Kata-kata ‘keluar dari air’ dalam Mat 3:16, tidak harus berarti bahwa Yesus
direndam dalam air, dan lalu keluar dari air. Kata-kata itu bisa berarti bahwa Yesus
berdiri di sungai (hanya kakiNya yang terendam), dan dibaptis dengan baptisan
percik / tuang, dan lalu keluar dari air / sungai.
Sekarang mari bandingkan
peristiwa ini dengan baptisan sida-sida dalam Kis 8:26-40, yang mempunyai
kemiripan dengan baptisan terhadap Tuhan Yesus. Apakah ini adalah baptisan
selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini:
1. Kis 8:36 - ‘ada air’.
Yunani: TI HUDOR [= a certain water / some water (= sedikit air)]. Jadi ini menunjuk
pada ‘sedikit air’, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.
Charles Hodge: “He was travelling through
a desert part of the country towards Gaza, when Philip joined him, ‘And as they
went on their way they came unto a certain water (EPI TI HUDOR, to some
water)’. There is no known stream in that region of sufficient depth to
allow of the immersion of a man” [= Ia sedang
bepergian melalui bagian padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika
Filipus bergabung dengannya, ‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka
sampai pada air tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu
tidak diketahui adanya sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan
penyelaman seorang manusia] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 535.
2. Kis 8:38-39 berkata ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’.
Apakah ini menunjuk pada
baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah ini mempunyai 2
kemungkinan arti, yaitu:
·
sida-sida
itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.
·
sida-sida
itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata kakinya, lalu
keluar dari air.
Untuk mengetahui yang mana yang
benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kis 8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan
bahwa di situ dikatakan: “dan keduanya
turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus
membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air,
...”.
Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari
air’ diartikan sebagai baptisan selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai
orang yang membaptis, juga ikut diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2
kemungkinan di atas, yang benar adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan
point 1. di atas yang menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit,
sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.
Jadi jelas bahwa Mat 3:16
tidak bisa dijadikan dasar bahwa cara membaptis yang benar adalah dengan
menggunakan baptisan selam.
d) Disamping itu ada banyak contoh
dalam Alkitab dimana baptisan dilakukan bukan di sungai. Juga tidak diceritakan
adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam (Kis 2:41 Kis 9:13 Kis 10:47-48
Kis 16:33). Kis 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk
menunjukkan bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyelaman, karena hal itu
terjadi di dalam penjara!
Kesimpulan: tidak ada dasar Kitab Suci
yang bisa dipertanggung-jawabkan yang mengharuskan baptisan selam. Kalau Kitab
Suci tidak pernah mengharuskan baptisan selam, bagaimana mungkin Tuhan Yesus
bisa mengajar kepada Pdt. Yesaya Pariadji bahwa baptisan yang benar adalah
baptisan selam? Ada 2 kemungkinan. Atau Pdt. Yesaya Pariadji cuma membual
(kalau ini yang benar, ia betul-betul nekad, karena berani membual di bawah
sumpah), atau yang mengajar kepada dia adalah ‘Yesus yang lain’, yang
sebetulnya adalah setan yang menyamar!
Catatan: gereja-gereja yang menentang
baptisan anak, menggantinya dengan ‘penyerahan anak’. Ini tentu saja tidak ada
dalam gereja-gereja yang pro baptisan anak. Saya sendiri pro baptisan anak, dan
saya menganggap ‘penyerahan anak’ tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
Penyalah-gunaan yang dilakukan
oleh Pdt. Yesaya Pariadji dalam hal-hal ini:
a) Perjamuan Kudus yang penuh kuasa /
mujijat untuk membuktikan kuasa darah Yesus.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “saya
diberikan pelajaran tentang Perjamuan Kudus dengan ciri-ciri penuh kuasa dan
penuh mujijat untuk membuktikan kuasa ‘Darah Yesus’” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi
III / Tahun I, hal 10.
Tanggapan saya:
Ini sama sekali menyimpang dari
tujuan Perjamuan Kudus, karena 1Kor 11:23-26 berkata sebagai berikut: “(23) Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima
dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil
roti (24) dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya
dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini
menjadi peringatan akan Aku!’ (25) Demikian juga Ia mengambil cawan,
sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang
dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya,
menjadi peringatan akan Aku!’ (26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini
dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”.
Jelas bahwa Perjamuan Kudus
bertujuan untuk memperingati dan memberitakan kematian Tuhan Yesus bagi kita,
bukan untuk menunjukkan kuasa darah Yesus dalam melakukan mujijat!
Juga sepanjang yang saya
ketahui dari Kitab Suci, darah Yesus memang mempunyai kuasa dalam mengampuni
dosa kita, tetapi tidak pernah dikatakan mempunyai kuasa dalam melakukan
mujijat.
b) Sakramen (Baptisan / Perjamuan Kudus) untuk melakukan
kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi kenapa orang
sakit bisa sembuh dengan menerima Perjamuan Kudus? Karena darahku telah diurapi
dengan darah Yesus yaitu otomatis darah Yesus yang mengalir dalam tubuh kita,
itulah yang menyembuhkan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
Tanggapan saya:
Anggur dalam Perjamuan Kudus
bukan betul-betul darah Kristus, tetapi hanya merupakan simbol dari
darah Kristus. Bagaimana mungkin dengan orang minum anggur itu lalu darah Yesus
betul-betul mengalir dalam tubuhnya? Setelah kenaikan Yesus ke surga, manusia
Yesus (tubuh, tulang, darah) ada di surga (Kis 3:21), tidak di dunia! Sebagai
Allah, Yesus memang maha ada, tetapi sebagai manusia, Ia tidak maha ada.
Kis 3:21 - “Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan
segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabiNya
yang kudus di zaman dahulu”.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Ir. Chen
Ying dari Beijing, bertobat dan dibaptis. Sejak lahir tuli sebelah. Cukup dalam
Nama Tuhan Yesus dan dibaptis langsung disembuhkan, langsung mendengar. Dia
mencari Boksu di Tiberias untuk di baptis, sebelum kembali ke Beijing” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II
/ Tahun I, hal 2.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Lukas,
dibebaskan daripada sakit Leukemia, setelah Penyerahan Anak dan Perjamuan
Kudus” -
‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.
Tanggapan saya:
Ini aneh, belum dibaptis,
tetapi hanya diserahkan, kok boleh ikut Perjamuan Kudus? Dalam Perjanjian Lama
(Kel 12:44,48), orang yang belum disunat (sakramen 1), tidak boleh
mengikuti Perjamuan Paskah (sakramen 2). Bukankah ini seharusnya juga berlaku
untuk jaman Perjanjian Baru?
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Vicky,
dinubuatkan Pdt. Pariadji dibebaskan daripada kutuk pisau operasi pada
perutnya, dengan diberikan Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.
Tanggapan saya:
Lagi-lagi lucu, mengapa pisau
operasi disebut sebagai kutuk? Kelihatannya Pdt. Yesaya Pariadji menganggap
bahwa penggunaan dokter dan obat merupakan dosa. Kalau saudara mau melihat
bahwa Kitab Suci tidan menentang penggunaan dokter dan obat, maka lihat Apendix
II, point B, No I di belakang.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “di waktu
ibadah Natal yang diadakan di Stadion Utama Senayan lebih dari 20 orang kami
tampilkan untuk bersaksi. Ada dua orang yang bersaksi bangkit dari maut, ada
yang dilepaskan dari sakit alergi, sakit kanker tumor, sakit leukemia yaitu
seorang ibu yang saya perintahkan minggu ini 3-4 kali ikut perjamuan pasti
tidak akan sakit lagi dan terbukti” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Ada seorang
ibu yang anaknya menderita alergi hanya dengan Darah Yesus, dengan menerima
Perjamuan Kudus anak itu disembuhkan. Ada orang yang sudah 60 tahun sakit
pernafasan, tidak bisa niup padam api lilin, namanya pak Mathias. Saya katakan
saat ini Anda bisa meniup ratusan lilin. Jadi setelah mengikuti perjamuan, saya
perintahkan satu pekerja untuk menyediakan sepuluh buah lilin untuk siap
ditiup, dan kesepuluh lilin itu padam ditiupnya. Jadi kelihatannya sangat
sederhana sekali hanya dengan mengikuti sekali Perjamuan Kudus orang sudah bisa
disembuhkan dari sakit alergi, sakit bengek atau sesak nafas” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 18.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jelas bahwa
akal manusia tidak bisa menjangkau kuasa Allah karena penyakit yang tidak bisa
disembuhkan oleh ilmu manusia dengan hanya mengikuti sekali Perjamuan Kudus
bisa sembuh” -
‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18.
c) Penyerahan anak memberikan kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “di waktu seorang
anak menderita penyakit alergi saya buktikan bahwa anak yang alergi itu dengan
Penyerahan Anak bisa disembuhkan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 12.
d) Baptisan yang membakar setan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Satu contoh
suasana Neraka Saudara bisa lihat dalam Baptisan. ... banyak pelepasan
setan-setan seperti dibakar. Ini bukti bahwa saya diajar Tuhan untuk
membaptis yang benar, maka bila orang yang dibaptis berisi setan, setannya
berteriak kepanasan seperti dibakar, ada juga yang lari seperti foto pada
buletin setannya lompat ke atap, ada yang lari masuk pohon, dan lain sebagainya.
Itulah orang yang masih diikat oleh setan, waktu dibaptis setannya berteriak
karena dibakar oleh Api Roh Kudus.” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 15-16.
Tanggapan saya:
·
jadi
dalam Kitab Suci tidak ada baptisan yang benar, karena tidak pernah ada terjadi
seperti itu?
·
bagaimana
orang yang dibaptis bisa masih ada setannya? Bukankah dalam kasus baptisan
dewasa hanya orang yang sudah percaya kepada Yesus yang boleh dibaptis?
Bagaimana orang yang sudah percaya bisa masih ada setannya?
e) Perjamuan Kudus menyebabkan
seseorang bisa mendapatkan jabatan di atas tingkatan manager, yaitu tingkatan
direktur ke atas.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Sesudah itu
barulah Perjamuan Kudus dilaksanakan. Hamba-Nya Pdt. Yesaya Pariadji menantang
peserta retret untuk maju ke depan untuk didoakan. Doa itu meliputi
penyempurnaan kehidupan masa depan. Hamba-Nya menjelaskan melalui Perjamuan
Kudus ada kuasa yang tiada taranya. Dengan kuasa-Nya Tuhan mampu menyiapkan
anak-anak-Nya bukan hanya dalam tingkatan manager tetapi lebih dari itu yaitu
tingkatan direktur keatas. Sebab kalau Allah sudah membuka tidak ada seorangpun
yang bisa menutupnya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 42.
Tanggapan saya:
Aneh juga bahwa rasul-rasul
yang mengikuti Perjamuan Kudus yang dipimpin Yesus sendiri ternyata tidak
menjadi manager artaupun direktur. Demikian juga dengan orang-orang kristen
abad pertama yang mengikuti Perjamuan Kudus yang dipimpin oleh rasul-rasul
sendiri. Mereka tidak menjadi manager / direktur, bahkan mayoritas orang-orang
kristen abad pertama miskin. Kelihatannya Pdt. Yesaya Pariadji lebih sakti dari
pada Yesus dan rasul-rasul sendiri! Atau, Perjamuan Kudus yang dia lakukan
lebih benar dari pada Perjamuan Kudus yang dilakukan oleh Yesus maupun
rasul-rasul.
f) Perjamuan Kudus menyebabkan orang yang bodoh
menjadi pandai.
Pdp. Dolf Mailangkay (team
redaksi dari majalah ‘Tiberias’): “ada seorang anak yang
boleh dikatakan ‘bodoh’ tetapi setelah dilayani dengan perjamuan kudus yang
benar anak tersebut menjadi pandai. Dan akhirnya anak tersebut menjadi dosen di
Amerika. ... otak yang pas-pasan bisa menjadi cemerlang oleh karena kuasa
Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 39.
Tanggapan saya (untuk seluruh
point 5 ini):
Kitab Suci tidak pernah mengajarkan untuk mengajarkan bahwa
penyerahan anak, Baptisan, ataupun Perjamuan Kudus harus dilakukan untuk
menyembuhkan penyakit, untuk menaikkan jabatan seseorang, atau untuk membuat
seseorang jadi pandai. Ini semua merupakan praktek / ajaran yang sama sekali
tidak mempunyai dasar Kitab Suci. Ini menunjukkan bahwa Pdt. Yesaya Pariadji
betul-betul tidak alkitabiah!
a) Ia menggunakan minyak urapan untuk melakukan kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi kalau
orang ingin dibebaskan dari bisu, alergi, karena alergi juga tidak bisa
disembuhkan oleh manusia maka diolesi dengan minyak urapan setiap hari” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 13.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Theresia, ia
menderita alergi terhadap gigitan nyamuk. Hal ini sangat menganggunya karena
bekas-bekas gigitan itu menimbulkan luka dan meninggalkan bekas pada kulitnya
yang sulit hilang. Dengan kuasa Yesus melalui Minyak Urapan yang selalu
dioleskannya, ia sembuh dan tidak alergi lagi terhadap nyamuk” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 21.
b) Ia juga mengatakan bahwa penggunaan
minyak urapan itu bisa menyebabkan seseorang menjadi ‘sakti’.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “ada beberapa
orang bersaksi anaknya ditabrak mobil truk tidak mati, ada yang diseret mobil
tidak mati karena telah diurapi dengan minyak urapan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 15.
c) Ia juga menggabungkan minyak urapan
dan Perjamuan Kudus untuk memberikan kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bapak
Yohanes dan Ibu Yuli bersaksi bahwa pada bulan April 2000 ibu tersebut menderita
penyakit kista sewaktu hamil 5 bulan. Dokter mengatakan bahwa ibu ini harus
membuang janin yang dikandungnya. Ibu Yuli percaya bahwa Yesus bisa
menyembuhkannya dan ia pergi ke Tiberias. Masih di bulan April 200 ibu ini
didoakan oleh Pdt. Drs. Y. Periadji dan beliau bernubuat bahwa ibu Yuli pasti
sembuh dan anaknya akan lahir dengan selamat. Kemudian Bapak Pariadji
memberikan Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan. Pada bulan Desember 2000 di Dome
of Tiberias ibu ini bersaksi bahwa ia sembuh dan dikaruniai seorang putra yang
diberi nama Daniel yang sekarang berumur 4 bulan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bapak Titus
Sugandi yang tidak dapat berjalan mengikuti acara Natal GBI Tiberias di Hotel
Grand Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu kali
Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada kakinya bapak tersebut dapat
berjalan” -
‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bapak Jimmy
yang tidak dapat melihat mengikuti acara Natal GBI Tiberias di Hotel Grand
Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu kali
Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada matanya yang tidak dapat melihat
(buta) bapak tersebut langsung dapat melihat” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal
20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Lisa,
menderita tumor di bagian lehernya sewaktu ia masih berumur 16 hari. Karena
iman dari ibunya yang begitu kuat dimana ibu ini mengikuti Perjamuan Kudus dan
Minyak Urapan beberapa kali di GBI Tiberias maka sekarang pada usianya yang ke
6 bulan Lisa sembuh dari penyakitnya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 21.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Carend Roan
Delano (19 th), bersaksi di GBI Tiberias Jakarta Theater bahwa ia menderita
Hepatitis C selama beberapa tahun. Dengan mengikuti Perjamuan Kudus dan Minyak
Urapan serta didoakan langsung oleh Pdt. Drs. Y. Periadji, ia sembuh total.
Carend mengecek langsung ke dokter dan dinyatakan sembuh” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 21.
d) Dasar yang ia pakai untuk menggunakan minyak urapan.
1. Dari kitab Talmut Yahudi.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya banyak
membaca buku tentang orang Yahudi seperti kitab Talmut. Disitu banyak
kisah-kisah tak ditulis dalam Alkitab yang di dalamnya ditulis pengalaman
Yesaya waktu diangkat ke sorga. Saya percaya bahwa Yesaya waktu diangkat ke
Sorga pasti mempunyai banyak pengalaman karena waktu saya dulu diangkat ke
Sorga, saya juga mempunyai banyak pengalaman. Saya dikhotbahi oleh Tuhan Yesus,
saya diajari Perjamuan Kudus, saya diajari cara membaptis yang benar dan banyak
lagi hal yang diajarkan Tuhan Yesus kepada saya. Maka diwaktu saya membaca
kitab Talmut, Yesaya itu menulis lebih dari 90 pasal. Misalnya, di waktu Yesaya
ketemu Henokh di Sorga kemudian bagaimana Henokh bercerita pada Yesaya bahwa
dia waktu masuk pintu Sorga maka Allah yang Mahakuasa memanggil Michael
kataNya: ‘Michael, Michael, urapi hambaKu Henokh baru boleh dia menghadap
kepadaKu’. Jadi urapi dengan apa? Dengan minyak urapan. Jadi orang-orang
Yahudi pada waktu itu percaya pada minyak urapan. ... Jadi bila dulu Henokh
diurapi maka saya percaya kalau minyak urapan itu penuh kuasa. ... Maka saya
mengutip dari kitab bangsa Yahudi yaitu Henokh diurapi Tuhan dengan minyak
urapan itu baru dia bisa menghadap ke tahta Allah” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 14.
Tanggapan saya:
·
Kitab
Talmut Yahudi tidak kita akui sebagai Kitab Suci / Firman Allah. Karena itu
jelas tidak boleh dipakai sebagai dasar ajaran.
·
Perhatikan
kutipan di atas. Henokh masuk surga bukan karena penebusan / darah Kristus,
tetapi karena minyak urapan! Ini jelas sesat!
·
Dalam
penceritaan dari kitab Talmut dalam kutipan di atas, Henokh bukan
disembuhkan dengan minyak urapan, tetapi masuk surga / menghadap takhta
Allah karena minyak urapan. Lalu mengapa Pdt. Yesaya Periadji
membelokkannya dan menerapkannya pada kesembuhan?
2. Dari Kitab Suci.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Di dalam
Alkitab yaitu dalam Wahyu 3:18 yang berkata: ‘Aku menasihatkan engkau, supaya
engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau
menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan
kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu,
supaya engkau dapat melihat’. Kata-kata ini diberikan kepada orang-orang yang
diprogramkan masuk keruang Maha Suci. Dan ternyata Gereja yang membawa orang ke
ruang Maha Suci diberikan ciri yaitu ada kuasa minyak urapan, ada kuasa
baptisan dan perjamuan kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Tanggapan saya:
·
Ini
penafsiran yang tolol! Karena dalam Wah 3:18 itu, baik ‘emas’, ‘pakaian putih’ maupun ‘minyak’ jelas bukan sesuatu yang bersifat hurufiah / jasmani! Pada waktu
seseorang datang kepada Kristus, ia pasti menerima hal-hal itu, sehingga ia
menjadi kaya (secara rohani), tidak telanjang (secara rohani), dan bisa melihat
(secara rohani). Kalau minyak pelumas mata itu mau dihurufiahkan / diartikan
secara jasmani, dan diartikan sebagai minyak urapan, maka emas dan pakaian
putih juga harus dihurufiahkan!
·
Yang
dibicarakan dalam Wah 3:18 adalah ‘minyak
pelumas mata’,
mengapa tahu-tahu berubah menjadi ‘minyak urapan’? Kalau mau tetap memaksakan
untuk menggunakan wah 3:18 ini, seharusnya Pdt. Yesaya Pariadji bukannya
menggunakan ‘minyak urapan’, tetapi menggunakan obat tetes
mata ‘Rohto’ / ‘Braito’.
·
Wah 3:18
hanya berbicara soal ‘minyak pelumas mata’, lalu dari mana tahu-tahu Pdt.
Yesaya Periadji berbicara soal ‘baptisan dan perjamuan kudus’ (lihat bagian
akhir dari kutipan di atas)?
e) Ajaran Kitab Suci yang benar tentang minyak urapan.
Kel 30:22-33 - “(22) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (23) ‘Ambillah
rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum
setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua
ratus lima puluh syikal, (24) dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang
menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. (25) Haruslah kaubuat
semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah
yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah;
itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus. (26) Haruslah engkau
mengurapi dengan itu Kemah Pertemuan dan tabut hukum, (27) meja dengan segala
perkakasnya, kandil dengan perkakasnya, dan mezbah pembakaran ukupan; (28)
mezbah korban bakaran dengan segala perkakasnya, bejana pembasuhan dengan
alasnya. (29) Haruslah kaukuduskan semuanya, sehingga menjadi maha kudus;
setiap orang yang kena kepadanya
akan menjadi kudus. (30) Engkau harus juga mengurapi dan menguduskan Harun
dan anak-anaknya supaya mereka memegang jabatan imam bagiKu. (31) Dan
kepada orang Israel haruslah kaukatakan demikian: Inilah yang harus menjadi
minyak urapan yang kudus bagiKu di antara kamu turun-temurun. (32) Kepada
badan orang biasa janganlah minyak itu dicurahkan, dan janganlah kaubuat minyak
yang semacam itu dengan memakai campuran itu juga: itulah minyak yang
kudus, dan haruslah itu kudus bagimu. (33) Orang yang mencampur
rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan
orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.
Catatan: kata ‘nya’ dalam ay 29 (yang saya
cetak dengan huruf besar) seharusnya adalah ‘them’ = (mereka). Jadi ini
bukan menunjuk pada minyak urapan tersebut, tetapi kepada Harun dan
anak-anaknya.
Jadi dalam Kel 30:22-33 ini dikatakan bahwa membuat
minyak urapan tidak boleh sembarangan. Campurannya ditentukan oleh Tuhan (ay
23-25), dan hanya boleh diberikan pada Kemah Suci, tabut, perkakas Kemah Suci
(ay 26-28), dan kepada Harun dan anak-anaknya (ay 30), dan 7annya untuk
menguduskan, bukan untuk menyembuhkan. Pelanggaran terhadap hal ini diancam
dengan hukuman mati (ay 33).
Tetapi kabarnya Pdt. Yesaya
Pariadji menggunakan minyak zaitun sebagai minyak urapan, dan ia memberikannya kepada
sembarang orang yang sakit. Dan ia mengclaim bahwa hal ini
diperintahkan oleh Tuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi mengapa
saya sering membagikan minyak urapan karena demikianlah perintah Tuhan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 13.
Bagaimana mungkin Tuhan
mengajar dia sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Tuhan sendiri dalam Kitab
Suci?
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Kalau anda
ingin tahu, gudangnya setan-setan adalah di kuburan-kuburan. ... Rumah-rumah
sakit, terutama di ruang I.C.U. juga gentayangan setan-setan. Setan-setan akan
berusaha dan mencari kesempatan untuk menerkam orang-orang yang menjelang ajal,
masuk alam roh. Saya berikan contoh; pada suatu malam, kurang lebih jam 1.00
malam, saya dengan anak saya, Aristo, pergi ke rumah sakit Pondok Indah untuk
berdoa bagi seorang Kristen, yang tidak percaya kepada kuasa-kuasa Allah dan
mujizat-mujizat Allah; bukan jemaat GBI Tiberias, yang sedang menjelang
ajalnya. Orang itu sedang dilayani oleh dokter dan para perawat. Tiba-tiba saya
mendengar suara Allah: ‘Pariadji, jangan doakan orang itu, dia akan mati
diterkam setan.’ Saya pegang tangan anak saya; ‘Aristo, jangan takut. Kamu akan
punya pengalaman melihat orang diterkam setan, masuk ke neraka.’ Orang
tersebut, yang terkulai menjelang kematiannya, tiba-tiba bangkit, tiba-tiba
ketakutan, tiba-tiba melihat setan-setan, tiba-tiba disambut setan-setan saat
menjelang masuk alam roh, artinya menghadapi setan-setan. Saya tidak
diperkenankan Tuhan untuk mengusir setan-setan tersebut” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ Tahun II, hal 40.
Tanggapan saya:
Adalah omong kosong yang berbau
takhyul untuk mengatakan bahwa kuburan merupakan gudangnya setan-setan. Memang
dalam Mark 5:2,5 dikatakan bahwa orang yang dirasuk setan itu berada di
kuburan. Tetapi dalam peristiwa ini setan berada di kuburan bersama orang yang
dirasuknya, dan karena itu tidak bisa diartikan bahwa setan senang berada di
kuburan tanpa ada orang. Memang bisa saja setan ada di kuburan, dan lalu
menakut-nakuti orang yang pergi ke kuburan, supaya manusia mempunyai gambaran
yang salah tentang aktivitasnya. Tetapi saya berpendapat bahwa pada umumnya,
setan pasti tidak akan tinggal di kuburan, tetapi ia pasti mencari tempat yang
banyak orangnya! Dasar pandangan ini adalah:
a) Tujuan utama setan adalah menggoda
manusia supaya berbuat dosa, supaya tidak percaya kepada Kristus, dsb. Karena
itu, tidak mungkin ia justru mencari kuburan sebagai tempat tinggal, karena di
sana ia tidak bisa menggoda siapapun. Sebaliknya, gereja merupakan tempat
dimana Injil / Firman Tuhan diberitakan, dan karena itu gereja merupakan
salah satu tempat favoritnya. Ia pasti berusaha di sana untuk membuat
manusia tidak mempercayai / mendengar Injil / Firman Tuhan tersebut (bdk. Mat
13:19).
b) Mat 12:43-45 - “‘Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke
tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya. Lalu
ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka
pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapih teratur.
Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan
mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk
dari pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang
jahat ini.’”.
Perhatikan bahwa pada saat
setan mengembara ke tempat-tempat tandus untuk mencari perhentian, ia tidak
mendapatkannya. Lalu ia kembali ke orang yang pernah dihuninya. Ini menunjukkan
bahwa setan senang dengan tempat yang ada banyak orangnya!
c) Ayub 1:7-8 - “Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu
jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’
Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub?
Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang
takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’”. Perhatikan bahwa waktu Tuhan bertanya: ‘Dari mana engkau?’, setan menjawab: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi’. Dan Tuhan lalu bertanya lagi:
‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub?’. Ini menunjukkan bahwa Tuhan
tahu bahwa kalau setan menjelajah bumi, yang ia perhatikan pasti adalah
manusia, khususnya orang-orang yang percaya dan taat kepada Tuhan, untuk
diserangnya!
d) 1Pet 5:8 - “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan
keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat
ditelannya”.
Ayat ini menunjukkan bahwa
aktivitas setan adalah mengawasi / mengelilingi manusia, mencari kelengahan
mereka, dan lalu menyerang mereka! Bandingkan juga dengan Luk 4:13 (yang
terjadi setelah ia gagal sebanyak 3 x untuk mencobai Yesus): “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari
padaNya dan menunggu waktu yang baik”. Ini jelas menunjukkan bahwa ia terus mencari
kesempatan untuk menyerang dan menjatuhkan Yesus. Dan tentu saja ia juga terus
mencari kesempatan untuk menyerang dan menjatuhkan kita.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Henokh
pernah bertanya kepada Tuhan, kalau orang mati itu rohnya mau kemana? Ternyata
dia diperlihatkan alam roh dimana alam roh ada Sorga, ada Nerakanya, ada banyak
Malaikat dan banyak setannya juga. Maka itu saya penasaran lagi, hingga saya cari
bukunya Henokh dan puji Tuhan, saya mendapatkannya. Disitu dikatakan, bahwa
Henokh diangkat oleh Tuhan bersama tubuhnya untuk diperlihatkan Sorga, neraka,
malaikat, dan setan. Lalu dia bertanya juga pada Tuhan: ‘Tuhan kalau orang
berdosa mati ditaruh di mana?’ Maka Henokh diperlihatkan Neraka dimana
orang-orang berdosa dimasukkan ke Neraka dan diterkam oleh setan-setan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 14.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “saya
diperlihatkan orang-orang yang masuk neraka, begitu mengerikan orang-orang yang
berdosa dicabik-cabik dan diterkam setan-setan, dibawa ke neraka. Tuhan Yesus
memandang wajah saya dan memperhatikan apa reaksi saya terhadap orang-orang
yang meraung, terhadap orang-orang yang sangat menderita, dijarah dan
dikeroyok setan-setan, dibawa ke neraka” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 7.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bila Anda
melihat alam roh saat ini akan sedih; betapa tidak; Anda akan melihat
orang-orang mati, orang-orang masuk alam roh, di mana mereka yang tidak
terdaftar sebagai warga Kerajaan Sorga akan dicabik-cabik, diterkam,
dikejar-kejar setan-setan, dan sangat mengerikan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV
/ Tahun II, hal 7-8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya juga
melihat roh orang-orang yang mati masuk ke alam roh; sebagian dikejar-kejar
setan, sebagian masuk ke suatu tangga sinar bagaikan pelangi, yang disebut oleh
Dr. Collet sebagai tangga Roh Kudus. ... Tuhan Yesus memperlihatkan proses
orang-orang yang mati, langsung masuk ke alam roh, lalu sebagian dikejar-kejar
setan-setan, ditangkap setan-setan, dijarah setan-setan; mereka meraung,
mereka menjerit, setan-setan beramai-ramai membawa mereka, menggandeng mereka,
dibawa ke liang-liang neraka” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 42.
Tanggapan saya:
a) Hampir semua orang yang bersaksi
bahwa mereka melihat neraka, termasuk Pdt. Yesaya Pariadji, menyatakan bahwa
mereka melihat setan-setan di neraka, dan setan-setan itu menyiksa orang-orang
yang masuk ke neraka. Ini sama sekali tidak alkitabiah, karena:
1. Saat ini setan belum masuk neraka,
karena setan baru masuk ke sana pada saat Yesus datang keduakalinya.
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan
api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa
siang malam sampai selama-lamanya”.
Mat 8:29b - “Adakah Engkau kemari untuk menyiksa kami sebelum
waktunya?”.
2. Dan kalau nanti setan dimasukkan ke
neraka, ia bukannya menghukum, tetapi dihukum, bukannya menyiksa, tetapi
disiksa! Siapa yang pernah mengangkat setan menjadi algojo? Dia adalah terdakwa
dan terhukum, bukan algojo! Kata-kata setan dalam Mat 8:29b di atas jelas
menunjukkan bahwa setan sendiri sadar bahwa akan datang waktunya ia akan
disiksa!
b) Juga Pdt. Yesaya Pariadji
mengatakan bahwa setan-setanlah yang membawa orang mati yang belum percaya itu
ke neraka.
Tetapi Firman Tuhan / Kitab
Suci menyatakan bahwa yang membawa orang mati itu ke surga (bagi yang percaya)
atau ke neraka (bagi yang tidak percaya, adalah malaikat-malaikat!
Mat 13:30,39b-43 - “(30) Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai.
Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu
lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah
gandum itu ke dalam lumbungku.’ ... (39b) para penuai itu malaikat.
(40) Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga
pada akhir zaman. (41) Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikatNya
dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang
yang melakukan kejahatan dari dalam KerajaanNya. (42) Semuanya akan dicampakkan
ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
(43) Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam
Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!’”.
c) Saya ingin memberikan komentar
tentang kata-kata Pdt. Yesaya Pariadji bahwa setan-setan itu mencabik-cabik
dan menjarah orang mati yang masuk ke alam roh. Pada saat seseorang
mati, maka jiwa / rohnya meninggalkan tubuhnya. Bagaimana setan bisa
mencabik-cabik jiwa / roh manusia? Juga jiwa / roh itu tentu tidak membawa
apa-apa; lalu apa yang dijarah oleh setan-setan itu?
d) Kelihatannya Pdt. Yesaya Pariadji
diilhami oleh film ‘Ghost’, yang dibintangi oleh Demy Moore, karena apa yang ia
katakan lebih mirip film tersebut dari pada Kitab Suci.
a) Ia mengaku bertemu dengan Yesus dan diajar langsung oleh
Yesus.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “pada saat
ini juga saya siap dilempar ke neraka, bila saya tidak berkali-kali masuk alam
roh berjumpa dengan Tuhan Yesus, dan langsung diajari Firman Allah oleh Tuhan
Yesus” -
‘Majalah Tiberias’, Edisi I / Tahun I, hal 5 & 6.
Tanggapan saya:
1. Jaman sekarang begitu banyak orang
mengaku seperti ini, dan sekalipun hal itu memungkinkan, tetapi juga ada kemungkinan
lain, yaitu:
a. Mereka hanya membual.
b. ‘Yesus’ yang bertemu dengan mereka
dan mengajar mereka, sebetulnya hanyalah setan yang menyamar. Bandingkan dengan
2Kor 11:4 - “Hal itu tidak usah
mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang”. Kalau ia bisa menyamar
sebagai malaikat Terang, pasti ia juga bisa menyamar sebagai Yesus. Bandingkan
juga dengan Mat 24:24 yang berbicara tentang ‘Mesias palsu’.
2. Adalah aneh bahwa orang yang
mengaku diajar langsung oleh Yesus ternyata memberikan ajaran sesat dan tidak
alkitabiah.
3. Salah satu hal yang saya anggap
sangat memuakkan dari Pdt. Yesaya Pariadji ini adalah bahwa ia sangat sering
bersumpah tanpa ada perlunya. Tidak pernahkah ia membaca kata-kata Yesus
dalam Mat 5:33-37 - “Kamu telah mendengar pula
yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan
peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah
sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,
maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem,
karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi
kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai
rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu
katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.
Sekalipun saya memang tidak
beranggapan bahwa sumpah dilarang secara mutlak, tetapi jelas bahwa kata-kata
di atas ini melarang kita untuk bersumpah secara sembarangan / tanpa ada
perlunya!
Beberapa komentar tentang orang
yang gampang untuk bersumpah:
·
Pulpit Commentary: “It betrays a
consciousness, too, on the swearer’s part that he is not to be believed in his
bare word” [= Juga, itu menyingkapkan
suatu kesadaran pada pihak si penyumpah bahwa ia tidak dipercaya dalam
kata-katanya semata-mata (tanpa sumpah)] - hal 205.
·
William Hendriksen: “It is characteristic of
certain individuals who are aware that their reputation for veracity is not
exactly outstanding that the more they lie the more they will also assert that
what they are saying is ‘gospel truth.’ They are in the habit of interlacing
their conversations with oaths” (= Merupakan
ciri dari individu-individu tertentu yang sadar bahwa reputasi mereka untuk
kejujuran tidak terlalu menonjol, dimana makin mereka berdusta makin mereka
menegaskan bahwa apa yang mereka katakan adalah ‘kebenaran injil’. Mereka
terbiasa untuk menjalin percakapan mereka dengan sumpah) - hal 308.
·
Adam Clarke: “A common swearer is
constantly perjuring himself: such a person should never be trusted” (= Seseorang yang biasa bersumpah secara terus menerus
bersumpah palsu: orang seperti itu tidak pernah boleh dipercaya) - hal 75.
Karena itu makin sering
seseorang bersumpah, makin saya tidak percaya kepadanya!
b) Orang kristen / hamba Tuhan harus mempunyai kuasa.
Pdt. Yesaya Pariadji memberi
judul ‘KUASA Allah harus bisa dibuktikan’
untuk majalah Tiberias Edisi V / 2001.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Hampir 60
% pelayanan Tuhan Yesus adalah menyembuhkan berbagai penyakit dan
membebaskan manusia dari ikatan Iblis yang merasuk dalam diri manusia. Kuasa
yang dimiliki oleh Tuhan Yesus adalah kuasa yang juga diberikan oleh Tuhan
kepada murid-murid-Nya dan seluruh umat yang percaya. ... Kita sebagai
murid atau hamba Tuhan, tentunya kita mempunyai kuasa yang diberikan oleh
Tuhan. Baik itu kuasa untuk mengusir setan, kuasa untuk menyembuhkan orang
sakit, bahkan kuasa untuk membangkitkan orang mati. Kuasa-kuasa itu
diberikan oleh Tuhan Yesus sebagai karunia kepada setiap hamba Tuhan. Tetapi
yang menjadi pertanyaan pula adalah hamba Tuhan yang bagaimana? Tentunya hamba
Tuhan yang mempunyai hati yang murni, hati suci, hati yang tulus dalam melayani
Tuhan. ... Kalau Allah memberikan kuasa kepada hamba Tuhan memang seharusnya
kuasa Allah itu dapat dibuktikan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 9.
Tanggapan saya:
Bagaimana caranya ia mendapat
bilangan 60 %?
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Di dalam
Yoh 14:12-13 dikatakan, ‘Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa
percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan,
bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi
kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya,
supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.’ Dari kenyataan mujizat-mujizat yang
terjadi di gereja Tiberias adalah bukti dari kemahakuasaan Allah yang bisa
dibuktikan. ... Banyaknya kesembuhan yang terjadi dalam pelayanan hambaNya Pdt.
Yesaya Periadji merupakan bukti jelas bahwa kuasa Allah sampai hari ini, bisa
dibuktikan. Bukti dari kuasa Allah ini bisa dilihat dari kesembuhan-kesembuhan
orang-orang yang sungguh-sungguh merindukan kelepasan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 19.
Tanggapan saya:
Tentang Yoh 14:12 ini, lihat
penjelasannya dalam Apendix III, no 5, di belakang.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “kita
mempunyai suatu tugas, untuk membuktikan bahwa Tuhan Yesus adalah Allah yang
Mahakuasa. Bila saya, sebagai seorang pendeta, sebagai seorang Kristen tidak
bisa membuktikan bahwa Tuhan Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa, saya tidak akan
menjadi seorang Kristen; lebih-lebih saya tidak akan menjadi seorang pendeta.” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ thn II, hal 38.
Tanggapan saya:
1. Saya setuju bahwa setiap orang
kristen / hamba Tuhan harus bisa membuktikan bahwa Yesus adalah Allah, tetapi
pembuktian ini dilakukan dengan menggunakan ayat-ayat Kitab Suci! Ini
berbeda dengan Pdt. Yesaya Pariadji yang membuktikannya dengan menunjukkan
kemampuannya untuk melakukan mujijat.
Kalau seseorang bisa melakukan mujijat, itu tidak membuktikan
keilahian Yesus, karena kuasa yang ia pakai belum tentu kuasa Yesus. Di depan
sudah saya tunjukkan banyak ayat yang menunjukkan bahwa nabi-nabi palsu bisa
melakukan mujijat-mujijat dengan kuasa setan!
2. Abraham, Yesus dan Paulus tidak mau
memberi tanda / mujijat.
a. Abraham.
Luk 16:27-31 - “Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa,
supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang
saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka
jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada
pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian
itu. Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang
dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham
kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka
tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara
orang mati.’”.
Abraham tidak menganggap bahwa
mujijat merupakan sesuatu yang penting untuk mempertobatkan kelima saudara dari
orang kaya itu. Ia tidak beranggapan bahwa kuasa Allah harus dibuktikan! Ia
menganggap bahwa hukum Taurat / Firman Tuhan sudah cukup untuk mempertobatkan.
Kalau hukum Taurat / Firman Tuhan tidak cukup, maka penginjilan yang dilakukan
oleh orang yang bangkit dari antara orang matipun, sekalipun merupakan suatu
mujijat yang luar biasa, tidak akan bisa mempertobatkan mereka. Ingat juga
bahwa pada waktu Yesus membangkitkan Lazarus (Yoh 11), peristiwa itu tidak
mempertobatkan para tokoh Yahudi, tetapi sebaliknya mereka ingin membunuh Yesus
dan Lazarus (Yoh 11:47-53 Yoh 12:10).
b. Yesus.
Mat 12:38-40 - “(38) Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang
Farisi kepada Yesus: ‘Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari padaMu.’ (39)
Tetapi jawabNya kepada mereka: ‘Angkatan yang jahat dan tidak setia ini
menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain
tanda nabi Yunus. (40) Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga
hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi
tiga hari tiga malam”.
Apa
artinya ‘tanda nabi Yunus’? Ada
yang menganggap ay 40 sebagai penekanan / inti bagian ini dan lalu berkata
bahwa tanda itu adalah kebangkitan Yesus. Tetapi kelihatannya ay 40 ini
hanya merupakan tambahan saja dan bukan merupakan inti / penekanan dari bagian
ini. Alasannya:
·
Luk 11:29-30 maupun Mat 16:1-4 menyebut
tentang Yunus tetapi tidak menyebut tentang ‘3 hari dan 3 malam’.
Luk 11:29-30 - “Ketika orang banyak mengerumuniNya, berkatalah Yesus: ‘Angkatan
ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada
mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus
menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan
menjadi tanda untuk angkatan ini”.
Mat 16:1-4 - “Kemudian datanglah orang-orang Farisi dan Saduki hendak
mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia memperlihatkan suatu tanda dari sorga
kepada mereka. Tetapi jawab Yesus: ‘Pada petang hari karena langit merah, kamu
berkata: Hari akan cerah, dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup,
kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi
tanda-tanda zaman tidak. Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu
tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi
Yunus.’ Lalu Yesus meninggalkan mereka dan pergi”.
·
Mark 8:11-12 bahkan hanya berkata bahwa mereka tidak
akan diberi tanda. Bagian ini sama sekali tidak menyinggung tentang Yunus!
Mark
8:11-12 - “Lalu muncullah
orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka
meminta dari padaNya suatu tanda dari sorga. Maka mengeluhlah Ia dalam hatiNya
dan berkata: ‘Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.’”.
Ini semua
menunjukkan bahwa Mat 12:40 bukanlah bagian inti tetapi hanya merupakan
tambahan saja, karena kalau Mat 12:40 merupakan penekanan / inti, maka
tidak mungkin 3 bagian Kitab Suci yang lain menghapuskan bagian ini.
Kesimpulan:
arti bagian ini adalah: mereka tidak akan diberi tanda, tetapi hanya diberi
pemberitaan Firman Tuhan! Yunus sendiri juga tidak memberi mujijat apa-apa
kepada orang Niniwe; ia hanya memberitakan Firman Tuhan. Mereka harus percaya
pada Firman Tuhan tanpa tanda / mujijat.
c. Paulus.
1Kor 1:22-23 - “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani
mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk
orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi
suatu kebodohan”.
Paulus juga seperti Abraham dan
Yesus. Ia tidak mau memberikan apa yang dituntut / diinginkan oleh para
pendengarnya. Orang Yahudi menginginkan tanda / mujijat, sedangkan orang Yunani
menginginkan hikmat, tetapi Paulus memberitakan Kristus yang tersalib, yang
bertentangan dengan keinginan dari orang Yahudi maupun Yunani, sehingga bagi
orang Yahudi itu merupakan batu sandungan dan bagi orang Yunani itu merupakan
kebodohan.
Pertanyaan yang harus diajukan
kepada Pdt. Yesaya Pariadji adalah: mengapa Abraham, Yesus, dan Paulus tidak
menunjukkan kuasa Allah, dan melakukan mujijat, dalam text-text ini? Dan kalau
Abraham, Yesus dan Paulus tidak menunjukkan kuasa Allah atau melakukan mujijat
di sini, mengapa orang kristen / hamba Tuhan jaman sekarang salah, kalau mereka
hanya memberitakan Injil / Firman Tuhan, tanpa menunjukkan kuasa Allah dalam
bentuk mujijat-mujijat?
3. Bdk. Yoh 10:41 - “Dan banyak orang datang kepadaNya dan berkata: ‘Yohanes memang
tidak membuat satu tandapun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang
orang ini adalah benar.’”.
Ayat ini kontras dengan
Ul 13:1-5, karena ‘nabi’ dalam Ul 13:1-5 menubuatkan tanda dan tanda
itu terjadi, tetapi ia mengajarkan ajaran sesat; sedangkan Yoh 10:41 mengatakan
bahwa Yohanes Pembaptis tidak membuat satu tandapun, tetapi apa yang Ia ajarkan
benar.
Apakah Pdt. Yesaya Pariadji
berani mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis bukan nabi, karena tidak bisa
membuktikan kuasa Tuhan dengan melakukan tanda / mujijat?
Karena itu, kalau saudara adalah seorang hamba Tuhan / orang
kristen yang betul-betul memberitakan Injil / Firman Tuhan, jangan kecil hati
karena saudara tidak diberi karunia untuk melakukan mujijat / kesembuhan ilahi,
karena Yohanes Pembaptis juga seperti itu. Yang penting adalah saudara
memberitakan Injil / Firman Tuhan yang benar. Bukankah lebih baik menjadi
seperti Yohanes Pembaptis, dari pada menjadi seperti ‘nabi’ dalam Ul 13:1-5
(yang mirip dengan Pdt. Yesaya Pariadji)?
4. Setan juga memperlengkapi nabi-nabi
palsunya dengan kuasa-kuasa untuk melakukan mujijat. Ini terlihat dari
ahli-ahli sihir Mesir yang bisa meniru mujijat Musa (melempar tongkat yang lalu
menjadi ular) dalam Kel 7:11-12. Juga dari ayat-ayat seperti Mat 7:21-23 Mat 24:23-24 2Tes 2:9 Wah 13:11-14
Wah 16:13-14. Jadi, bagaimana kita bisa tahu apakah seseorang
adalah nabi asli yang melakukan mujijat dengan kuasa Tuhan, atau seorang nabi
palsu yang melakukan mujijat dengan kuasa setan? Seperti yang sudah saya
katakan di depan, kita hanya bisa tahu melalui ajaran dari orang tersebut!
5. Kekristenan harus menekankan
penebusan / salib Kristus.
Penekanan mujijat dan kesembuhan dalam kekristenan merupakan
suatu kebodohan. Mengapa? Karena dalam agama-agama lain dan sekte-sekte sesat,
dan bahkan dalam kalangan orang yang mempelajari magic, hal-hal ini juga ada.
Kalau kekristenan menekankan hal-hal itu, kekristenan tidak kelihatan istimewa.
Yang istimewa dalam kekristenan
dan yang tidak dipunyai agama lain adalah keselamatan / pengampunan karena
penebusan Kristus, dan ini yang harus ditekankan!
c) Orang kristen harus sehat / sembuh
dari segala penyakit dan tidak boleh alergi makanan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Kesembuhan
adalah hak mutlak orang percaya. Kesembuhan yang Allah berikan ini adalah hasil
tindakan iman yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi tidak
ada alasan bagi orang Kristen untuk tidak bisa makan ikan atau alergi makanan. Saya
pernah bertemu dengan seorang rekan pendeta terkenal yang sudah ke berbagai
negara, dia mengatakan bahwa dia tidak pernah masuk restoran Padang, ... Saya
sampaikan pada sekretarisnya bahwa saya akan datang membawa kelapa muda dan
saya jamin tidak akan alergi lagi, tetapi dia tidak mau. Saya sering heran
sudah melayani kok tidak bisa makan ikan, tidak bisa makan udang, tidak bisa
makan kelapa hingga saat ini dia belum bisa menikmati buah kelapa yang
diciptakan Tuhan untuk kita nikmati. Sejak Adam dan Hawa diciptakan untuk
berkuasa atas makanan dan minuman, maka aneh kalau orang Kristen alergi makanan
dan minuman apalagi dia yang sudah melayani yang kena alergi” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 13.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Yang saya
maksudkan berkuasa di bumi adalah kita sebagai orang-orang Kristen, berkuasa
atas udara, berkuasa atas segala makanan, tidak alergi tidak makan makanan
apapun, tidak akan sakit-sakitan, ...” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 12.
Tanggapan saya:
1. Dalam Kitab Suci ada banyak tokoh
yang sakit tetapi tidak disembuhkan:
a. Paulus tidak sembuh dari duri dalam
dagingnya.
2Kor 12:7-10 - “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan
yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu
seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.
Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis
itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karuniaKu
bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Sebab itu
terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun
menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam
siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena
Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”.
b. Timotius sakit dan Paulus tidak menyembuhkannya.
1Tim 5:23 - “Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur
sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah”.
c. Trofimus sakit dan Paulus tidak menyembuhkannya.
2Tim 4:20 - “Erastus tinggal di Korintus dan Trofimus kutinggalkan dalam
keadaan sakit di Miletus”.
Lalu dengan alasan / dasar
Kitab Suci apa Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan bahwa kesembuhan adalah hak
mutlak orang percaya? Apakah Paulus, Timotius, dan Trifimus bukan orang
percaya?
2. Pdt. Yesaya Pariadji tidak
memberikan dasar Kitab Suci apapun mengapa orang kristen harus sembuh dari
penyakit, dan tidak boleh alergi makanan.
Ia mengatakan ‘Sejak Adam dan Hawa diciptakan untuk berkuasa atas makanan dan
minuman ...’. Entah dari mana gerangan ia mendapat ayat seperti ini? Kitab Suci
mengatakan bahwa Adam dan Hawa berkuasa atas binatang-binatang
(Kej 1:28), bukan atas makanan.
Kej 1:28 - “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
‘Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi.’”.
Ingat bahwa pada saat itu
manusia hanya boleh makan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Ini terlihat dari 2
ayat di bawah ini:
Kej 1:29 - “Berfirmanlah Allah: ‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala
tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang
buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu”.
Kej 2:16 - “Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon
dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas”.
Adam dan Hawa tidak / belum
boleh makan binatang, dan karena itu, penguasaan Adam dan Hawa atas ikan,
burung, dan binatang dalam Kej 1:28 itu tidak bisa dijadikan dasar untuk
mengatakan bahwa mereka berkuasa atas makanan!
Baru pada saat Nuh keluar dari
bahtera, Tuhan mengijinkan manusia untuk makan binatang.
Kej 9:2-4 - “Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan
segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di
laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak, yang
hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu
seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni
darahnya, janganlah kamu makan”.
3. Dalam fotonya di majalahnya, Pdt.
Yesaya Pariadji sendiri memakai kacamata. Mengapa ia tidak disembuhkan dari
‘penyakit’ tersebut? Dan apakah Pdt. Yesaya Pariadji tidak pernah sakit gigi?
Apa yang ia lakukan kalau ia sakit gigi? Membaptis dirinya sendiri? Makan
Perjamuan Kudus? Atau pergi ke dokter gigi?
d) Ia tahan berdoa sampai 4-5 bulan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Karena rindu
sama Tuhan, saya dulu pernah doa semalam suntuk bahkan saya tahan berdoa 4-5
bulan” -
‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 15.
Tanggapan saya:
Bualan / kegilaan seperti ini
tidak membutuhkan tanggapan.
e) Ia menjadi pandai karena menjaga kesucian hidup.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “di dalam
Daniel 1:8 dikatakan demikian: ‘Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan
dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja;
dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan
dirinya.’ Daniel dipilih Tuhan untuk tidak menajiskan dirinya, untuk tidak
melakukan hal-hal yang haram, untuk tidak foya-foya. Hasilnya, Daniel menjadi
seorang pemuda yang pandai, yang cerdas, yang bijaksana, ... Saya teringat,
sewaktu saya masih sekolah, saya selalu nomor satu, baik di SD, di SMP dan di
SMA. Karena saya selalu menjaga hidup saya, agar tiada berdosa, sehingga saat
saya belajar di Universitas, selalu tidak membayar; istilahnya mendapat biaya
siswa dan ikatan dinas dari pemerintah. Sehingga saya dikirim pemerintah untuk
belajar ke New York, Amerika Serikat” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 11.
Tanggapan saya:
1. Daniel tidak menjadi pandai karena
tidak menajiskan diri dengan makanan raja. Keputusan Daniel untuk tidak
menajiskan diri dengan makanan raja terjadi dalam Daniel 1:8, sedangkan
pemilihan orang-orang yang berpengetahuan / berpengertian banyak dan memahami
berbagai-bagai hikmat (termasuk Daniel) sudah terjadi sebelumnya, yaitu
dalam Daniel 1:3-4,6 - “Lalu raja bertitah kepada
Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari
keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada
sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat,
berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni
orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan
tulisan dan bahasa orang Kasdim. ... Di antara mereka itu ada juga beberapa
orang Yehuda, yakni Daniel, Hananya, Misael dan Azarya”.
2. Bdk. Yeh 28:1-3 - “Maka datanglah firman TUHAN kepadaku: ‘Hai anak manusia,
katakanlah kepada raja Tirus: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena engkau
menjadi tinggi hati, dan berkata: Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah
di tengah-tengah lautan. Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Allah,
walau hatimu menempatkan diri sama dengan Allah. Memang hikmatmu melebihi
hikmat Daniel; tiada rahasia yang terlindung bagimu”.
Raja Tirus ini bukan orang
beriman, tetapi orang brengsek dan sombong, tetapi dikatakan bahwa hikmatnya
melebihi Daniel! Ini kelihatannya tidak cocok dengan ajaran Pdt. Yesaya
Pariadji. Dan kalau saudara menganggap bahwa ini menunjuk kepada setan /
Lucifer, maka perhatikan kata-kata ‘engkau adalah
manusia’, yang jelas menunjukkan bahwa bagian ini sama sekali tidak ada
hubungannya dengan setan.
3. Pada saat Pdt. Yesaya Pariadji ada
di SD, SMP, SMA ia belum bertobat, dan masih beragama lain, karena dari
kesaksiannya sendiri dikatakan bahwa ia bertobat setelah menikah / berkeluarga.
Lalu bagaimana pada saat itu ia bisa suci / dianggap suci oleh Tuhan sehingga
lalu diubahkan menjadi pandai? Ini bertentangan dengan Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi
orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun
suara hati mereka najis”.
4. Pdt. Yesaya Pariadji mengaku
dirinya pernah sekolah di Cornell University di New York.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya pernah
tinggal di New York, saya pernah belajar di Cornell University” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV
/ Tahun II, hal 32.
Kalau Pdt. Yesaya Pariadji
mengatakan dirinya pandai, bukankah merupakan hal yang aneh kalau ia tidak
mempunyai gelar dari Cornell University itu? Gelarnya Drs., jadi pasti bukan
dari luar negeri. Memang ia mengatakan bahwa ia ‘pernah belajar’, bulan ‘lulus dari’ Cornell University. Jadi,
apakah ia ‘drop out’ dari Cornell University? Kalau
ia memang pandai, mengapa drop out?
5. Mengapa ia begitu mengagungkan
kepandaian? Tidak pernahkah ia membaca 1Kor 1:25-29 - “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia
dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja,
saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran
manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh,
tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih
Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi
dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak
terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak
berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada
seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah”.
6. Kata-kata Pdt. Yesaya Pariadji ini
punya persamaan dengan kata-kata Pdp. Dolf Mailangkay (team redaksi dari
majalah ‘Tiberias’): “ada seorang anak yang
boleh dikatakan ‘bodoh’ tetapi setelah dilayani dengan perjamuan kudus yang
benar anak tersebut menjadi pandai. Dan akhirnya anak tersebut menjadi dosen di
Amerika. ... otak yang pas-pasan bisa menjadi cemerlang oleh karena kuasa
Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 39.
Memang tidak terlalu aneh,
karena pepatah mengatakan: ‘Kalau guru
kencing berdiri, murid kencing berlari’, dan ‘Buah jatuh
tidak jauh dari pohonnya’.
f) Tingkat-tingkat Kerajaan Sorga.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Tuhan Yesus
memperlihatkan kepada saya tentang tingkat-tingkat Kerajaan Sorga. Pertama,
ada taman Firdaus. Ke dua, ada tingkat Ruang Suci. Ke tiga, tingkat ruang
Maha Suci, atau di depan takhta Allah.” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 9.
Tanggapan saya:
1. Saya percaya bahwa ada
tingkatan-tingkatan dalam Kerajaan Surga (bdk. Mat 5:19 Mat 20:20-28), dalam arti pahala
setiap orang akan berbeda-beda. Tetapi bahwa ada 3 tingkat, yang pertama adalah
taman Firdaus, yang kedua tingkat Ruang Suci, dan yang ketiga tingkat Ruang
Maha Suci, merupakan sesuatu yang sama sekali tidak ada dalam Kitab Suci.
2. Bandingkan dengan kata-kata Paulus
dalam 2Kor 12:2-4 - “Aku tahu tentang seorang
Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu,
entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu
tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu
tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu,
Allah yang mengetahuinya - ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia
mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia”.
Paulus mula-mula mengatakan ‘diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga’, lalu ia mengatakan ‘diangkat ke Firdaus’, padahal ia membicarakan tentang satu pengalaman
yang sama. Jadi jelas bahwa ‘Firdaus’ itu identik dengan ‘tingkat ketiga dari sorga’.
Mengapa tidak cocok dengan
‘penglihatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus’ kepada Pdt. Yesaya Pariadji yang
menunjukkan bahwa Firdaus adalah tingkat yang pertama?
g) Kutuk Hawa sudah terangkat di kayu salib.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya juga
diberikan pelajaran tentang pelajaran doa dan kutuk-kutuk dosa. Sebagai contoh:
Saya diberikan penglihatan, yaitu sebagaimana di dalam Kejadian 3:16, kutuk-kutuk
penyakit akibat dosa, akibat Hawa berdosa, sebagai seorang wanita. Maka
apabila ada seorang wanita yang mengalami sakit pada kandungannya, di
dalam nama Tuhan Yesus, kutuk Kejadian 3:16, kutuk atas Hawa, sudah
terangkat di atas kayu salib; lebih-lebih bila disertai dengan diolesi
minyak urapan dan menerima Perjamuan Kudus, akan disembuhkan, tidak akan
dioperasi, tidak akan mengalami pendarahan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V
/ Tahun II, hal 10.
Tanggapan saya:
1. Kej 3:16 - “FirmanNya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung
akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu;
namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”.
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
·
Yang
dikutuk bukan Hawa / manusia tetapi setan / ular (Kej 3:14)! Jadi ini
hanya merupakan hukuman dosa.
·
Ini
juga bukan penyakit, tetapi penderitaan / rasa sakit pada waktu mengandung /
melahirkan. Tetapi Pdt. Yesaya Pariadji menerapkannya pada penyakit kandungan,
pendarahan, dan sebagainya. Ini merupakan pembelokan ayat Kitab Suci untuk bisa
mendukung pandangannya!
2. Sekalipun memang pada kayu salib
Yesus memikul kutuk bagi kita (Gal 3:13) dan juga segala hukuman dosa kita,
tetapi penghapusan penderitaan secara total (termasuk penyakit), baru terjadi
pada saat kita masuk ke surga.
Wah 7:16-17 - “Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari
atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi. Sebab Anak Domba yang di
tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka
ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata
mereka.’”.
Wah 21:4 - “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan
maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis,
atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.’”.
Ini bukan hal yang aneh, karena
selama kita hidup dalam dunia ini, kita belum dikuduskan secara sempurna, dan
masih tetap berbuat dosa. Penghapusan total dari penyakit rohani (yaitu dosa),
juga baru terjadi pada saat kita mati dan masuk ke surga.
Karena itu, bukan merupakan
sesuatu yang aneh kalau seorang perempuan, sekalipun ia orang kristen, tetap
mengalami rasa sakit pada waktu mengandung / melahirkan.
3. Kalau Pdt. Yesaya Pariadji
mempercayai bahwa kutuk sudah terangkat pada kayu salib, mengapa ia mengatakan ‘lebih-lebih bila disertai dengan diolesi minyak urapan dan
menerima Perjamuan Kudus’? Jadi Pdt. Yesaya Pariadji menganggap bahwa
pekerjaan yang Yesus lakukan di kayu salib itu kurang mujarab / tidak cukup,
sehingga harus ditambahi dengan minyak urapan dan Perjamuan Kudus! Begitu
hebatnya ia menekankan minyak urapan dan Perjamuan Kudus sehingga penebusan
Kristuspun harus ditambahi dengan minyak urapan dan Perjamuan Kudus!
Terkutuklah orang yang menganggap bahwa pekerjaan Yesus tidak cukup sehingga
harus ditambahi lagi dengan apapun! Ingat bahwa Yesus berkata ‘Sudah selesai’ (Yoh 19:30).
h) Ia menganggap dirinya mempunyai
‘roh martir’ sehingga dipilih untuk melihat dan menyaksikan tingkat-tingkat
sorga.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Dalam
Majalah Tiberias edisi ke 5 ini akan saya sampaikan bagaimana saya langsung dites
oleh Allah, yaitu bahwa saya mempunyai roh martir, yang mau berkorban nyawa
untuk orang lain, mau berkorban nyawa untuk sesama, sehingga saya dipilih Tuhan
Yesus untuk menyampaikan tentang tingkat-tingkat Kerajaan Sorga. Jadi
syarat-syarat untuk dipilih menyaksikan dan menyampaikan tentang
tingkat-tingkat Kerajaan Sorga, sudah diatur dari Kerajaan Sorga, yaitu kepada
mereka yang mempunyai roh martir” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 10.
Tanggapan saya:
1. Adalah omong kosong kalau Tuhan
memilih Pdt. Yesaya Pariadji untuk menyaksikan dan memberitakan tentang
tingkat-tingkat Kerajaan Surga karena ia mempunyai ‘roh martir’. Mengapa?
Karena Tuhan tidak pernah memilih kita karena kita memenuhi syarat-syarat
tertentu.
a. Dalam memilih Israel dan
memberikan tanah Kanaan kepada
mereka, Allah melakukannya bukan karena Israel adalah bangsa yang besar dan
taat.
Ul 7:7 - “Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka
hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu - bukankah kamu ini yang paling
kecil dari segala bangsa?”.
Ul 9:4-6 - “Janganlah engkau berkata dalam hatimu, apabila TUHAN, Allahmu,
telah mengusir mereka dari hadapanmu: Karena jasa-jasakulah TUHAN membawa aku
masuk menduduki negeri ini; padahal karena kefasikan bangsa-bangsa itulah TUHAN
menghalau mereka dari hadapanmu. Bukan karena jasa-jasamu atau karena
kebenaran hatimu engkau masuk menduduki negeri mereka, tetapi karena
kefasikan bangsa-bangsa itulah, TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari
hadapanmu, dan supaya TUHAN menepati janji yang diikrarkanNya dengan sumpah
kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub. Jadi ketahuilah, bahwa bukan
karena jasa-jasamu TUHAN, Allahmu, memberikan kepadamu negeri yang baik itu
untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk!’”.
Catatan: kata ‘jasa-jasa’ diterjemahkan ‘righteousness’
(= kebenaran) dalam KJV/RSV/NIV/NASB.
Yeh 16:1-14 juga
menunjukkan ketidak-layakan Israel pada waktu Allah mengambil mereka (baca
sendiri bagian ini dalam Kitab Suci saudara).
b. Dalam memilih seseorang untuk
diselamatkan, Allah juga tidak tergantung kehidupan orang tersebut, tetapi
hanya karena kehendakNya dan kasih karuniaNya saja.
Ro 9:11-13,15-16,18 - “(11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum
melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang
pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan
panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba
anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi
membenci Esau.’ ... (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh
belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah
hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak
tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati
Allah. ... (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang
dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.
c. Dalam memilih seseorang untuk
menjadi pelayanNya, Allah juga tidak melakukannya berdasarkan kelayakan orang
tersebut, karena pemilihan itu sudah dilakukanNya sebelum orang itu dilahirkan.
Gal 1:15-16 - “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan
ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, berkenan menyatakan AnakNya
di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi,
maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia”.
Yer 1:4-5 - “Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: ‘Sebelum Aku
membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum
engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah
menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’”.
Kalau Ia mau memilih kita untuk
tugas tertentu, maka Ia yang akan membentuk kita, sehingga kita memenuhi syarat
untuk tugas itu!
2. Kalau karena Pdt. Yesaya Pariadji
memiliki ‘roh martir’, yang ia gambarkan sebagai kerelaan untuk berkorban bagi
orang-orang lain, maka ia dipilih untuk menyaksikan dan memberitakan Kerajaan
Surga, maka adalah aneh kalau rasul Paulus, yang juga rela berkorban bagi
orang-orang lain, hanya boleh menyaksikan surga, tetapi tidak boleh
memberitakan apa yang ia saksikan.
·
Bahwa
Paulus rela berkorban untuk orang-orang lain terlihat dari Ro 9:3 - “Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi
saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani”.
·
Bahwa
Paulus melihat surga / diangkat ke surga tetapi tidak boleh memberitakannya terlihat
dari 2Kor 12:2-4 - “Aku tahu tentang seorang
Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu,
entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu
tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu tentang
orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah
yang mengetahuinya - ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar
kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia”.
Karena itu Paulus tidak pernah
memberitakan kata-kata apa yang ia dengar tersebut.
Catatan: Bahwa yang Paulus maksudkan
dengan ‘seorang kristen’ itu adalah dirinya sendiri,
terlihat dari kata-katanya dalam 2Kor 12:7 - “Dan supaya aku
jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, ...”.
i) Ia menulis surat di atas
kertas bermeterai kepada Tuhan Yesus yang berisikan janji setia antara suami
dan istri, dan janji untuk tidak menikah lagi sekalipun pasangannya mati.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya berdoa
bersama istri dengan suatu komitmen untuk membentuk suatu keluarga yang kudus,
berjanji saling setia sampai selama-lamanya, berjanji saling mengampuni dan
saling mengasihi, menjaga apa yang disebut kasih mula-mula. Dengan disaksikan
oleh anak-anak, dengan kertas bermeterai kami menulis surat kepada Tuhan Yesus:
Di dalam nama Tuhan Yesus, bila saya sebagai suami berzinah sekali saja, saya
tidak layak melewati pintu Sorga. Saya akan terlempar ke neraka. Demikian juga
komitmen istri saya. Bila salah satu dari kami dipanggil Tuhan lebih dulu, kami
tetap saling setia, kami ingin membentuk suatu keluarga yang kudus, yang
berkumpul di bumi dan berkumpul di Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi I / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Surat
Pernyataan Membentuk suatu keluarga yang kudus.
Di dalam nama Tuhan Yesus yang bertahta di Sorga,
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami:
Pertama: Pariadji, sebagai seorang suami
Kedua: Etty Darniaty, sebagai seorang istri
Dengan surat ini kami membuat suatu pernyataan dan komitmen:
Kami berjanji untuk membentuk suatu perkawinan yang kudus,
keluarga yang kudus, dengan tujuan untuk berkumpul di bumi dan di Sorga,
Saya, Pariadji, sebagai seorang suami, berjanji akan menjadi
suami yang kudus, yang setia selama-lamanya, yang mengasihi istri
selama-lamanya.
Saya, Etty Darniaty, sebagai seorang istri, berjanji akan
menjadi seorang istri yang setia selama-lamanya, yang mengasihi suami sampai
selama-lamanya.
Kami sebagai suami-istri berjanji, akan saling mengasihi, saling
mengampuni, saling setia, saling menjaga kasih mula-mula.
Kami menolak segala percekcokan, kami menolak roh-roh
perceraian.
Kami berjanji saling sabar, saling memberkati dan saling
menyelamatkan.
Saya, Pariadji, sebagai seorang suami harus menjadi teladan dalam
rumah tangga, hidup yang suci, yang kudus, tidak cemar, tidak berzinah.
Di dalam nama Tuhan Yesus, sebagai seorang suami yang kudus,
tidak akan berzinah, bila berzinah sekali saja tidak layak untuk melewati pintu
Sorga, bila berzinah sekali saja, saya akan dilempar ke neraka.
Etty Darniaty sebagai seorang istri juga berjanji yang sama,
Akan hidup yang kudus, yang setia, Dan selalu hormat kepada suami, Dengan pola
membentuk perkawinan yang kudus, yang kekal:
Pariadji, sebagai seorang suami, bila dipanggil Tuhan lebih dulu
istri berjanji tidak akan menikah kembali
Sebaliknya, bila istri dipanggil Tuhan terlebih dahulu, Suami
juga tidak akan menikah kembali.
Kami selalu berdoa agar kami, suami-istri, akan selalu berkumpul
di bumi dan akan berkumpul di Sorga. Agar keluarga kami, anak-anak kami akan
berkumpul di bumi, akan berkumpul di Sorga.
Kami selalu berdoa agar kami, suami-istri dan anak-anak, akan
hidup kekal di Sorga, anak mempunyai rumah di Sorga,
Kami berdoa, kami mohon:
Allah kami, Tuhan Yesus Kristus Yang Empunya Kerajaan Sorga
Memeteraikan permohonan kami.
Yang membuat pernyataan:
Suami : Pariadji
Istri : Etty Darniaty
Anak-anak :
Andira, Aristo, Argo, Arseto” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 38.
Dasar Kitab Suci yang ia pakai
adalah Mat 16:19 - “Kepadamu akan Kuberikan
kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga
dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.’”, padahal kontext ayat ini
berbicara tentang keselamatan dari orang-orang yang mengaku percaya kepada
Yesus, bukan tentang pernikahan / hubungan suami-istri.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Penutup di
dalam kitab Wahyu, Tuhan Yesus memperingatkan dengan keras, bahwa dosa yang terbesar
adalah bila seorang suami kehilangan kasih mula-mula kepada istrinya.
Sebaliknya, bila seorang istri kehilangan kasih mula-mula kepada suaminya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II
/ Tahun I, hal 36.
Tanggapan saya:
1. Pdt. Yesaya Pariadji ini rupa-rupanya
tidak pernah membaca kata-kata Yesus dalam Mat 22:23-33, khususnya
ay 30nya yang berbunyi: “Karena pada waktu
kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti
malaikat di sorga”.
Karena itu tekadnya untuk ‘membentuk suatu perkawinan yang kudus, keluarga yang kudus,
dengan tujuan untuk berkumpul di bumi dan di Sorga’,
merupakan sesuatu yang bertentangan dengan Mat 22:30 itu, dan karena itu,
tidak mungkin bisa terjadi.
2. Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan bahwa
kalau ia berzinah sekali saja, ia tidak layak masuk surga. Pertanyaan yang
ingin saya ajukan adalah:
·
apakah
kalau ia tidak jatuh dalam perzinahan ia layak masuk surga? Semua orang
yang masuk surga sebetulnya tidak layak masuk surga, dan hanya bisa masuk surga
karena penebusan oleh Yesus Kristus.
·
apakah
ia tidak pernah jatuh dalam perzinahan dalam hati (bdk. Mat 5:28).
·
apakah
Daud, yang pernah jatuh dalam perzinahan, tidak masuk surga? Hampir semua
tokoh-tokoh Perjanjian Lama melakukan polygamy, dan itu sebetulnya merupakan
perzinahan (Ro 7:2-3). Jadi mereka semua tidak masuk surga?
3. Saya tidak mengerti ayat mana yang
ia maksudkan dalam penutup kitab Wahyu yang berisikan peringatan keras dari
Tuhan Yesus, yang menyatakan bahwa dosa terbesar adalah kalau seseorang
kehilangan kasih yang semula kepada pasangannya.
4. Saya berpendapat bahwa ‘kasih yang semula’ dalam Kitab Suci (Wah 2:4) tidak menunjuk pada
kasih antara suami dengan istri, ataupun manusia dengan manusia, tetapi
menunjuk pada kasih orang kristen kepada Tuhan.
j) Ia menganggap jemaat Laodikia sebagai tingkat
jemaat yang tertinggi.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jemaat
Laodikia adalah tingkat jemaat yang tertinggi, jemaat yang akan diundang pesta
Perjamuan Kudus di Kerajaan Sorga, mengitari tahta Allah. Juga Anda semua,
jemaat GBI Tiberias dipersiapkan untuk menjadi jemaat pada tingkat seperti
jemaat di Laodikia. ... Tuhan Yesus berkata di dalam Wahyu 3:19-20, kepada
jemaat di Laodikia, demikian:
‘Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah
hatimu dan bertobatlah! Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau
ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk
mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama
dengan Aku’.”
- ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 32.
Tanggapan saya:
1. Inikah perkataan dari orang yang
diajar langsung oleh Yesus sendiri? Ia menganggap jemaat Laodikia sebagai
jemaat yang tertinggi, dan yang akan diundang ke pesta Perjamuan Kudus di
surga. Ini ia dasarkan pada Wah 3:20, padahal Wah 3:20 itu menunjukkan bahwa
jemaat Laodikia itu hanyalah orang kristen KTP sehingga Yesus mengetok pintu
hati mereka, dan Ia ingin mereka menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat
mereka.
2. Kata-kata ‘Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan
Aku’ menunjukkan persekutuan antara Yesus dengan mereka, kalau mereka
mau menerima Dia. Kata-kata itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan
Perjamuan Kudus di surga, karena kalau diartikan seperti itu seluruh kontextnya
menjadi kacau balau.
3. Semua penafsir beranggapan bahwa
dari 7 jemaat / gereja dalam Wah 2-3, jemaat / gereja Laodikia justru adalah
gereja yang paling brengsek.
Bahwa jemaat Laodikia brengsek,
selain terlihat dari Wah 3:20, yang menunjukkan bahwa mereka hanyalah
orang kristen KTP, juga terlihat dari tidak adanya pujian kepada mereka, dan
sebaliknya ada yang ada adalah teguran yang disertai ancaman keras dari Yesus
kepada mereka dalam Wah 3:15-16 - “Aku tahu
segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah
baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan
tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu”.
Akhirnya ancaman dalam Wah
3:14-15 ini menjadi kenyataan, dan ini terlihat dari 2 kutipan di bawah ini:
·
John Stott: “Whether or
not the Laodicean church heeded this warning we cannot say. Certainly the city,
once prosperous and complacent, is now a miserable waste. ‘Nothing can exceed
the desolation and melancholy appearance of the site of Laodicea’, says a
recent traveller ... Archbishop Trench vividly portrays the scene: ‘All has
perished now. He who removed the candlestick of Ephesus, has rejected Laodicea
out of His mouth. The fragments of aqueducts and theatres spread over a vast
extent of country tell of the former magnificence of this city; but of this
once famous church nothing survives’” (= Apakah
gereja Laodikia memperhatikan peringatan ini atau tidak, kita tidak bisa
mengatakan. Yang jelas kota yang dahulu pernah makmur dan puas dengan diri
sendiri ini, sekarang merupakan reruntuhan yang menyedihkan. ‘Tidak ada yang
melebihi penampilan yang sunyi dan sedih dari peninggalan Laodikia’, kata
seorang pelancong baru-baru ini ... Uskup besar Trench menggambarkan
pemandangan itu secara hidup: ‘Sekarang semua telah binasa. Ia yang mengambil
kaki dian dari Efesus, telah memuntahkan Laodikia dari mulutNya. Fragmen /
pecahan-pecahan dari saluran-saluran air dan teater-teater tersebar di daerah
yang luas menceritakan tentang kemegahan kota ini dahulu, tetapi tentang gereja
yang pernah termasyhur ini, tidak ada apapun yang tertinggal’) - hal 120.
·
Pulpit Commentary: “The
importance of this Church continued for some time, the celebrated Council of
Laodicea being held there in A.D. 361, and a century later its bishop held a
prominent position (Labbe, iv. p. 82, etc.). But its influence gradually waned,
and the Turks pressed hardly upon it; so that at the present time it is little
more than a heap of ruins. The warnings of the Apostles SS. Paul and John, if
heeded at all for a time, were forgotten, and her candlestick was removed” [= Gereja ini tetap penting untuk waktu tertentu, dan ini
ditunjukkan dengan penyelenggaraan Sidang gereja Laodikia di sini pada tahun
361 M., dan satu abad setelahnya uskup dari Laodikia memegang posisi yang
menonjol (Labbe, iv. hal 82, dst.). Tetapi pengaruh gereja ini perlahan-lahan
menyusut, dan orang-orang Turki menekannya dengan keras, sehingga pada saat ini
itu hanya sedikit lebih dari setumpuk reruntuhan. Peringatan-peringatan dari
rasul-rasul Paulus dan Yohanes, jika diperhatikan untuk sementara waktu,
akhirnya dilupakan, dan kaki diannya disingkirkan] - hal 114.
Betul-betul ‘hebat’ bahwa Pdt.
Yesaya Pariadji menginginkan dan mempersiapkan jemaatnya (GBI Tiberias) untuk
menjadi seperti jemaat Laodikia!
Dari semua ini (padahal saya mengetahui ajaran Pdt.
Yesaya Pariadji hanya melalui 6 buah majalahnya), sudah terlihat dengan sangat
jelas kesesatan dari Pdt. Yesaya Pariadji. Ia bukan hamba Tuhan / nabi asli,
tetapi nabi palsu!
email us at : gkri_exodus@lycos.com