Providence of God
oleh : Pdt. Budi Asali MDiv.
II. PROVIDENCE TIDAK MUNGKIN GAGAL
A) Rencana Allah sudah ada dalam kekekalan.
Allah mempunyai rencana, dan seluruh rencana Allah itu sudah ada
/ sudah direncanakan dalam kekekalan.
Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara
bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA
tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita merencanakan untuk masuk perguruan
tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan
untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu
bisa merencanakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena
manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia
membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan. Tetapi
Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh rencanaNya sejak
semula!
Dasar Kitab Suci:
2Raja 19:25 - "Bukankah
telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari, dan telah
merancangnya pada zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa
engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu".
Maz 139:16 - "mataMu
melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari
yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya".
Yes 25:1 - "Ya TUHAN,
Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi
namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancanganMu
yang ajaib yang telah ada sejak dahulu".
Yes 37:26 - "Bukankah
telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah
merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau
membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu".
Yes 46:10 - "yang
memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman
purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai,
dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan".
Mat 25:34 - "Dan Raja
itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang
diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak
dunia dijadikan".
Ef 1:4-5 - "Sebab di
dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita
kudus dan tak bercacat di hadapanNya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari
semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan
kerelaan kehendakNya".
2Tes 2:13 - "Akan
tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu,
saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah
memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam
kebenaran yang kamu percayai".
2Tim 1:9 - "Dialah
yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan
berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya
sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum
permulaan zaman".
John Owen: "If
God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it
must needs be either because he then perceived some goodness in it of which
before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness
to some state of things which it had not from him; neither of which, without
abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the
beginning" (= Jika penentuan
Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti
disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu
yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan yang
melekatkan kebaikan yang sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang
dari Dia; yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan
suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula) - ‘The Works of John Owen’, vol
10, hal 20.
B) Rencana Allah itu tidak mungkin berubah / gagal.
Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya,
dan percaya bahwa rencana Allah bisa gagal. Sebetulnya ini merupakan suatu
penghinaan bagi Allah, karena ini menyamakan Allah dengan manusia, yang sering
harus mengubah rencananya dan gagal dalam mencapai rencananya!
Orang Reformed percaya bahwa rencana Allah tidak mungkin berubah
ataupun gagal.
Charles Hodge: "Change of
purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As God
is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen emergency
and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of his
original intention" (=
Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan
kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia
tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada
kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan
dari maksud / rencana yang semula) - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 538-539.
John Owen: "Whatsoever God hath
determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure of his
will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and
immutable" (= Apapun yang
Allah telah tentukan, menurut rencana hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk
terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak berubah) - ‘The Works of John Owen’, vol
10, hal 20.
William Hendriksen: "God’s
eternal decree is absolutely unchangeable and is sure to be realized" (= Ketetapan kekal Allah secara mutlak tidak bisa
berubah dan pasti akan terwujud) - ‘The Gospel of John’, hal 250.
William G. T.
Shedd mengutip kata-kata Augustine (dari buku ‘Confession’, XII. xv.)
yang berbunyi sebagai berikut:
"God willeth not one thing now, and another anon;
but once, and at once, and always, he willeth all things that he willeth; not
again and again, nor now this, now that; nor willeth afterwards, what before he
willed not, nor willeth not, what before he willed; because such a will is
mutable; and no mutable thing is eternal" (= Allah tidak menghendaki sesuatu hal sekarang, dan
sebentar lagi menghendaki yang lain; tetapi sekali, dan serentak, dan selalu,
Ia menghendaki semua hal yang ia kehendaki; bukannya lagi dan lagi, atau
sebentar ini sebentar itu; atau menghendaki setelahnya apa yang tadinya tidak
Ia kehendaki, atau tidak menghendaki apa yang tadinya Ia kehendaki; karena
kehendak seperti itu bisa berubah; dan tidak ada hal yang bisa berubah yang
kekal) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 395.
Ada banyak alasan / dasar yang menyebabkan kita harus percaya
bahwa Allah tidak mungkin mengubah rencanaNya atau gagal dalam mencapai
rencanaNya, yaitu:
1)
Adanya
ayat-ayat yang secara jelas menunjukkan bahwa rencana Allah tidak mungkin gagal,
seperti:
Bil 23:19 - "Allah
bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia
menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak
menepatinya?".
1Sam 15:29 - "Lagi
Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia
bukan manusia yang harus menyesal".
Maz 33:10-11 - "TUHAN
menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa;
tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun".
Yer 4:28 - "Karena
hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku
telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan
tidak akan mundur dari pada itu".
2)
Kemahatahuan
Allah.
Pada waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah
rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia tahu bahwa rencanaNya akan gagal,
lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?
3)
Kemahabijaksanaan
Allah.
Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang
terbaik. Kalau rencana ini lalu diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik.
Ini tidak mungkin!
4)
Kemahakuasaan
Allah.
Manusia sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah
rencananya karena ia tidak maha kuasa, sehingga tidak mampu untuk mencapai /
melaksanakan rencananya. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal
mencapai rencanaNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya! Ini terlihat dari
ayat-ayat di bawah ini.
Yes 14:24,26-27 - "TUHAN
semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang
Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang,
demikianlah akan terlaksana: ... Itulah rancangan yang telah dibuat
mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. TUHAN
semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya
telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?".
Yes 25:1 - "Ya TUHAN,
Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi
namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan
rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu".
Yes 37:26 - "Bukankah
telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah
merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau
membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu".
Yes 43:13 - "Juga
seterusnya Aku tetap Dia, dan tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu; Aku
melakukannya, siapakah yang dapat mencegahnya?".
5)
Kedaulatan
Allah.
Kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah
rencanaNya, karena perubahan rencana membuat Ia menjadi tergantung pada situasi
dan kondisi (tidak lagi berdaulat).
C) Providence / pelaksanaan
Rencana Allah tidak mungkin gagal.
Dasar Kitab Suci dari pandangan ini:
Ayub 42:1-2 - "Maka
jawab Ayub kepada TUHAN: ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala
sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’".
Yes 14:24,26-27 - "TUHAN
semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang
Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang,
demikianlah akan terlaksana: ... Itulah rancangan yang telah dibuat
mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. TUHAN
semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya
telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?".
Yes 46:10-11 - "yang
memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang
belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala
kehendakKu akan Kulaksanakan, yang memanggil burung buas dari timur, dan
orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah
mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya,
maka Aku hendak melaksanakannya".
Charles Hodge: "If He
foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his purposes;
and it is against reason and Scripture to suppose that there is any
contradiction or want of correspondence between what He intended and what
actually occurs" (= Jika Ia
menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa akan
cocok / sama dengan rencanaNya; dan adalah bertentangan dengan akal dan Kitab
Suci untuk menganggap bahwa ada kontradiksi atau ketidakcocokkan antara apa
yang Ia maksudkan dan apa yang sungguh-sungguh terjadi) - ‘Systematic Theology’, vol
II, hal 323.
Contoh:
·
Allah
merencanakan supaya Rut dan Boas menikah dan dari pernikahan itu mereka
menurunkan Yesus / Mesias.
Kelihatannya Rencana Allah ini sukar
terlaksana karena Rut ada di Moab dan Boas ada di Yehuda. Tetapi Allah yang
maha kuasa itu mengatur sehingga hal itu akhirnya terjadi juga, sehingga mereka
menikah dan akhirnya menurunkan Yesus (baca Rut 1-4).
·
Allah
merencanakan bahwa Yesus akan lahir di Betlehem (Mikha 5:1 Luk 2:1-7).
Kelihatannya Rencana Allah yang satu ini akan gagal, karena Maria sudah hamil
besar dan pada saat itu ia masih ada di Nazaret. Tetapi Allah mengatur dengan
menggerakkan hati kaisar untuk mengadakan sensus (bdk. Amsal 21:1) sehingga
Yusuf dan Maria terpaksa pergi ke Betlehem dan akhirnya Yesus lahir di
Betlehem.
D) Problem ‘Allah menyesal’.
Ada banyak ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah menyesal,
seperti Kej 6:5-6 Kel 32:10-14 1Sam 15:11a,35b Yes 38:1,5 Yer 18:8 Yunus 3:10
Amos 7:3,6. Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah RencanaNya? Saya menjawab:
Tidak!
Penjelasan:
1)
Prinsip
Hermeneutics yang sangat penting adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu
bagian Kitab Suci sehingga bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci.
Karena itu, maka penafsiran ayat-ayat pada point D) ini tidak boleh
bertentangan dengan ayat-ayat pada point B) dan C) di atas. Kalau kita
menafsirkan bahwa ‘Allah menyesal’ dalam ayat-ayat di sini memang menunjukkan
bahwa Allah mengubah rencanaNya, maka jelas bahwa ayat-ayat ini akan
bertentangan dengan ayat-ayat pada point B) dan C) di atas.
2)
‘Allah
menyesal’ adalah bahasa Anthropopathy.
Kitab Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphism (bahasa yang
menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia) dan Anthropopathy (bahasa
yang menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci
menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak boleh diartikan betul-betul
demikian. Misalnya pada waktu dikatakan ‘tangan
Allah tidak kurang panjang’ (Yes 59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata TUHAN ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti
bahwa Allah betul-betul mempunyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah adalah Roh (Yoh
4:24). Contoh lain adalah Kel 31:17b - "sebab
enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh
Ia berhenti bekerja untuk beristirahat". NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi
KJV, RSV, NASB menterjemahkan secara berbeda.
KJV: ‘for in six days
the LORD made heaven and earth, and on the seventh day he rested, and was
refreshed’ (= karena dalam
enam hari TUHAN membuat langit dan bumi, dan pada hari ketujuh Ia beristirahat,
dan segar kembali).
Jelas bahwa kita tidak bisa menafsirkan ayat ini seakan-akan
Allahnya loyo setelah bekerja berat selama enam hari, dan lalu setelah
beristirahat pada hari yang ketujuh, Ia lalu segar kembali / pulih kekuatanNya!
Ayat ini hanya menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia yang bisa
letih, dan bisa segar kembali.
Demikian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy
(bahasa yang menggambarkan Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka
kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Contohnya
adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.
Perlu juga saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena ia
tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia
menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi setelah menikah,
barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri istrinya itu yang
tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri
gadis itu.
Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu
segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia bisa menyesal!
Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena
terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak
menyenangkan Allah. Calvin mengatakan bahwa ‘Allah menyesal’ hanya menunjukkan
perubahan tindakan.
Calvin: "Now the mode of
accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself,
but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he
testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God
is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider
that this expression has been taken from our human experience; because God,
whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and
angered. So we ought not to understand anything else under the word
‘repentance’ than change of action, ..." (= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya
sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi
seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan
pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa.
Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh
membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan
ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan
penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita
tidak boleh mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain
perubahan tindakan, ...)
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.
3)
Pada
waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu
ditinjau dari sudut pandang manusia.
Illustrasi:
Ada seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan
ia juga sekaligus menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara
itu ditunjukkan bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia
lalu tidak jadi makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah
pikiran / rencana. Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama
sekali tidak berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah
direncanakan bahwa ia mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana /
pikirannya, dsb.
Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari
sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah
/ Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan / penyesalan
itu sudah direncanakan oleh Allah.
Dengan demikian jelaslah bahwa
kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam Kitab Suci, tidak menunjukkan bahwa Allah bisa
mengubah rencanaNya!
email us at : gkri_exodus@lycos.com