Bisakah Orang Kristen Kehilangan Keselamatan?
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
1) Nama
bisa dihapus dari kitab kehidupan.
Pdt. Jusuf B. S.: “Buku kehidupan adalah catatan dari orang-orang percaya yang
masuk Surga, termasuk segala pahalanya, yang ditulis Allah. Buku ini tidak
berbentuk seperti buku catatan kita, juga bukan seperti disket-disket komputer,
tetapi jauh lebih canggih yaitu suatu catatan dengan cara Illahi yang sempurna,
tidak bisa salah / hilang dan betul-betul tercatat dengan rapi, teliti, langkah
(?) dan betul” -
“Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 55.
Pdt. Jusuf B. S.: “Di mana terdapat buku ini? Terletak di hadapan hadirat Tuhan,
itu berarti ada di dalam Surga” - “Keselamatan
tidak bisa hilang?’, hal 56.
Kelihatannya dia percaya bahwa betul-betul ada catatan
seperti itu, sekalipun bentuknya tidak ia ketahui. Pertanyaannya: apakah Allah
membutuhkan catatan dalam bentuk apapun?
Pdt. Jusuf B. S.: “Buku Kehidupan bukanlah catatan dari nama-nama orang yang
pernah lahir dan hidup di dunia. Tetapi setiap orang yang percaya, yang
mengakui nama Yesus, ia selamat dan menjadi putra Allah, baru namanya ditulis
di dalam buku hayat” - “Keselamatan
tidak bisa hilang?’, hal 60.
Pdt. Jusuf B. S.: “Nama di dalam Buku Kehidupan masih dapat dihapus! Selama kita
hidup di dunia ini, masih dapat terjadi perubahan. Bukan satu kali selamat
tetap selamat. Sebab itu Tuhan menyuruh kita memelihara keselamatan itu dengan
hati-hati” - “Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 63.
Pdt. Jusuf B. S.: “Dalam Kel 32:33 nama-nama orang Israel akan dihapus dari dalam
Buku Kehidupan oleh sebab dosa-dosanya. Tuhan tidak akan mengancam atau
menindak dengan sesuatu dusta atau omong kosong. Sebab itu penghapusan nama
dari Buku Kehidupan itu ada, bisa terjadi! Musa memintakan ampun sehingga hal
itu ditunda” - “Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 64.
Dan tentang Wah 3:5, ia berkata sebagai berikut: “Juga di sini Tuhan menjanjikan pada orang yang menang bahwa namanya
akan jadi permanen di dalam Buku Kehidupan, sebab mereka menang. Tetapi
orang-orang yang selalu jatuh bangun dalam dosa itu dalam bahaya. Kalau mereka
terus menuruti daging dan hidup dalam dosa sampai mati, maka namanya yang sudah
tertulis di dalam Buku Kehidupan akan terhapus dari dalamnya dan itu berarti
tidak masuk dalam Kerajaan Surga” -
“Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 65.
Jawaban saya:
a) Memang
benar bahwa kitab kehidupan mencatat nama-nama orang yang percaya kepada Yesus
dan diselamatkan (Luk 10:20 Fil
4:3 Wah 20:12,15 Wah 21:27).
Karena itu jangan puas / bersukacita kalau nama saudara
sekedar tercatat di gereja, bahkan tercatat sebagai orang yang menduduki
jabatan tertentu dalam gereja / donatur gereja. Ini tidak menjamin keselamatan
saudara! Tetapi kalau saudara percaya kepada Yesus dengan sungguh-sungguh, maka
nama saudara tercatat dalam kitab kehidupan, dan itu yang menjamin keselamatan
saudara!
b) Penulisan
nama dalam kitab kehidupan sudah dilakukan sejak dunia belum dijadikan!
Kalau kitab kehidupan itu mencatat nama-nama orang-orang
yang percaya kepada Yesus, maka logikanya kita juga harus beranggapan bahwa
penulisan nama terjadi pada saat seseorang percaya kepada Yesus (seperti yang
diajarkan oleh Pdt. Jusuf B. S. di atas).
Tetapi ternyata tidak demikian! Kitab Suci mengajar bahwa
Tuhan bukannya baru menuliskan nama seseorang di dalam kitab itu pada waktu
orang itu bertobat / percaya kepada Yesus! Nama seseorang sudah tertulis atau
tidak tertulis dalam kitab kehidupan sejak dunia belum dijadikan.
Ini bisa terlihat dalam 2 ayat Kitab Suci yaitu
Wah 13:8 dan Wah 17:8.
1. Wah 17:8
- “Dan
mereka yang diam di bumi, yaitu mereka yang tidak tertulis di dalam kitab
kehidupan sejak dunia dijadikan, akan heran, apabila ....”.
2. Wah
13:8 - “Dan
semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang
yang namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab
kehidupan dari Anak Domba, yang telah disembelih”.
Hal yang perlu kita ketahui tentang Wah 13:8 ini
adalah bahwa dalam bahasa Yunaninya, kata-kata ‘sejak dunia
dijadikan’ mempunyai 2 kemungkinan:
a. Dihubungkan
dengan ‘penulisan dalam kitab kehidupan’.
Ini sesuai dengan terjemahan Kitab Suci Indonesia, dan
juga RSV, NASB, dan ASV. Kalau dipilih arti ini, maka Wah 13:8 ini menjadi
seperti Wah 17:8.
b. Dihubungkan
dengan ‘penyembelihan Anak Domba’.
Ini sesuai dengan KJV yang menterjemahkan: “... whose names are not
written in the book of life of the Lamb slain from the foundation of the world” (= ... yang namanya tidak
tertulis dalam kitab kehidupan dari Anak Domba yang disembelih sejak dunia
dijadikan).
NIV dan NKJV menterjemahkan seperti KJV.
William Barclay (lebih-lebih orang-orang Reformed)
memilih pandangan yang pertama, dengan berkata:
“We have in these two
translations two equally precious truths. But, if we must choose, we must
choose the first, because there is no doubt that is the way in which John uses
the phrase when he repeats it in Revelation 17:8” (= Dalam kedua terjemahan
ini kita mempunyai dua kebenaran yang sama berharga. Tetapi, jika kita harus
memilih, kita harus memilih yang pertama, karena tidak ada keraguan bahwa
demikianlah Yohanes menggunakan ungkapan itu ketika ia mengulanginya dalam
Wahyu 17:8) - hal 96.
Catatan: perlu
diingat bahwa andaikatapun yang benar dari dua kemungkinan ini adalah yang
kemungkinan yang kedua, tetap ada Wah 17:8 yang jelas-jelas berbicara bahwa
tertulisnya / tidak tertulisnya nama dalam kitab kehidupan itu sudah dilakukan
sejak dunia dijadikan!
Memang kalau kita melihat Wah 13:8 dan Wah 17:8
di atas, kita melihat bahwa kedua ayat itu berbicara tentang orang yang namanya
tidak tertulis dalam kitab kehidupan sejak dunia dijadikan. Tetapi bahwa
orang-orang tertentu namanya tidak tertulis dalam kitab kehidupan sejak dunia
belum dijadikan, secara implicit / tidak langsung menunjukkan
sebaliknya, yaitu bahwa orang yang namanya ada dalam kitab kehidupan, juga
sudah tercatat sejak dunia belum dijadikan.
Bahwa nama seseorang sudah tertulis atau tidak tertulis
dalam kitab kehidupan sebelum dunia dijadikan, jelas menunjukkan bahwa selamat
atau tidaknya seseorang sudah ditentukan sejak dunia belum dijadikan. Inilah
Predestinasi!
Calvin (tentang Maz 69:29):
“the book of life being
nothing else than the eternal purpose of God, by which he has predestinated his
own people to salvation” (= kitab kehidupan bukan
lain dari pada rencana kekal Allah, dengan mana Ia telah mempredestinasikan
umatNya kepada keselamatan) - hal 73.
Calvin (tentang Kel 32:32):
“By ‘the book,’ in which
God is said to have written His elect, must be understood, metaphorically, His
decree” (= Dengan kata ‘kitab’,
dalam mana dikatakan Allah telah menuliskan orang-orang pilihanNya, harus
dimengerti, secara simbolis, ketetapanNya) - hal 361-362.
Calvin (tentang Luk 10:20):
“As it was the design of
Christ to withdraw his disciples from a transitory joy, that they might glory
in eternal life, he leads them to its origin and source, which is, that they
were chosen by God and adopted as his children. ... The metaphorical
expression, ‘your names are written in heaven,’ means, that they were
acknowledged by God as His children and heirs, as if they had been
inscribed in a register” (= Karena tujuan Kristus
adalah untuk menarik murid-muridNya dari sukacita yang fana / tidak kekal,
supaya mereka bisa bermegah dalam kehidupan yang kekal, Ia memimpin mereka
kepada asal usul dan sumber dari keselamatan itu, yaitu bahwa mereka telah
dipilih oleh Allah dan diadopsi menjadi anak-anakNya. ... Ungkapan yang bersifat
simbolis ‘namamu tertulis di surga’ berarti bahwa mereka diakui oleh Allah
sebagai anak-anak dan pewaris-pewarisNya, seakan-akan mereka telah
dituliskan dalam sebuah daftar / catatan)
- hal 34-35.
B. B. Warfield: “Book of life ..., which is
certainly a symbol of Divine appointment to eternal life revealed in and
realized through Christ” (= Kitab kehidupan ..., yang merupakan simbol dari
penetapan pada kehidupan kekal yang dinyatakan dalam Kristus dan diwujudkan
melalui Kristus) - ‘Biblical and
Theological Studies’, hal 306.
John Owen: “This book of life is no
other but the roll of God’s elect, immutable designation of them unto grace and
glory”
(= Kitab Kehidupan ini bukan lain dari daftar nama orang-orang pilihan Allah,
penandaan yang kekal terhadap mereka kepada kasih karunia dan kemuliaan) - ‘Hebrews’, vol 7, hal 341.
Dengan mengatakan bahwa kitab kehidupan ini adalah suatu
simbol, kelihatannya baik Calvin maupun Warfield tidak mempercayai bahwa kitab seperti
itu betul-betul ada. Ini cuma suatu simbol yang menunjukkan bahwa orang-orang
pilihan itu sudah tertentu dan mereka pasti akan selamat. Tidak mungkin terjadi
kesalahan dalam hal ini, karena Allah itu maha tahu dan tidak mungkin salah.
c) Penghapusan
nama dari kitab kehidupan.
Maz 69:29 - “Biarlah
mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama
dengan orang-orang yang benar!”.
Kel 32:31-33 - “Lalu
kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: ‘Ah, bangsa ini telah berbuat dosa
besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. (32) Tetapi sekarang,
kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu - dan jika tidak, hapuskanlah kiranya
namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.’ (33) Tetapi TUHAN berfirman
kepada Musa: ‘Siapa yang berdosa kepadaKu, nama orang itulah yang akan
Kuhapuskan dari dalam kitabKu”.
Ayat-ayat di atas ini tidak boleh diartikan bahwa nama
memang bisa dihapus dari kitab kehidupan. Alasannya:
1. Predestinasi
/ rencana Allah tidak mungkin gagal (Ayub 42:2 Yes 14:24,26-27).
2. Kita
tidak boleh menafsirkan Maz 69:29 dan Kel 32:32-33 itu sehingga
bertentangan dengan Wah 3:5 - “Barangsiapa menang, ia
akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya
dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan BapaKu
dan di hadapan para malaikatNya”.
John Stott (hal 97,98) mengatakan bahwa kata-kata ‘tidak akan menghapus’
dalam bahasa Yunaninya menggunakan ‘double negatives’ (2 x kata
‘tidak’), dan ini menunjukkan suatu penekanan bahwa Kristus tidak akan
menghapus nama mereka dari kitab kehidupan.
Tetapi orang Arminian akan berkata: ‘Itu janji bagi orang
kristen yang menang. Tetapi orang kristen yang kalah, namanya akan dihapuskan
dari kitab kehidupan’.
Pdt. Jusuf B. S.: “Juga di sini (dalam Wah 3:5) Tuhan menjanjikan pada
orang yang menang bahwa namanya akan jadi permanen di dalam Buku Kehidupan,
sebab mereka menang. Tetapi orang-orang yang selalu jatuh bangun dalam dosa
itu dalam bahaya. Kalau mereka terus menuruti daging dan hidup dalam dosa
sampai mati, maka namanya yang sudah tertulis di dalam Buku Kehidupan akan
terhapus dari dalamnya dan itu berarti tidak masuk dalam Kerajaan Surga” - “Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 65.
Saya menjawab argumentasi ini dengan 2 pertanyaan:
a. Orang
kristen mana yang tidak jatuh bangun dalam dosa? Jatuh bangun dalam dosa itu
pasti terjadi pada diri orang kristen manapun, termasuk Paulus (Ro 7:15-19 bdk.
1Yoh 1:10). Ini berbeda dengan ‘terus menuruti daging dan hidup dalam dosa
sampai mati’ yang jelas menunjukkan bahwa orangnya adalah orang kristen KTP.
b. Apakah
orang kristen yang sejati bisa kalah? Jelas tidak mungkin. Bandingkan dengan:
·
Ro 8:35-37 - “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?
Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan,
atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: ‘Oleh karena Engkau kami ada
dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba
sembelihan.’ Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang
menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita”.
Ini masih ditambahi lagi dengan Ro 8:38-39 yang menjamin
bahwa tidak ada apapun yang bisa memisahkan kita (orang kristen) dari kasih
Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
·
Wah 17:14 - “Mereka akan berperang melawan Anak Domba. Tetapi Anak Domba
akan mengalahkan mereka, karena Ia adalah Tuan di atas segala tuan dan Raja
di atas segala raja. Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu mereka yang terpanggil, yang telah dipilih dan yang
setia.’”.
Catatan: kata-kata
‘juga akan menang’ (yang saya cetak miring) sebetulnya tidak ada, tetapi secara
implicit itu ada.
·
1Kor 15:57 - “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita
kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.
·
2Kor 2:14a - “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa
kami di jalan kemenanganNya”.
Kalau orang kristen sejati tidak mungkin kalah, maka
jelas bahwa Wah 3:5 itu berlaku untuk setiap orang kristen dan dengan
demikian penghapusan nama dari kitab kehidupan itu tidak mungkin terjadi.
Sekarang mari kita membahas lebih teliti kedua text
tersebut di atas.
Text pertama: Maz 69:29 -
“Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah
mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang benar!”.
Beberapa penafsir seperti Adam Clarke, Albert Barnes, dan
Keil & Delitzsch, menafsirkan bahwa ayat ini artinya adalah bahwa Daud
berdoa supaya mereka dibunuh, dan tidak mendapat kehidupan yang panjang yang
dijanjikan Allah kepada pengikut-pengikutNya.
Calvin mengatakan bahwa kata-kata ini disesuaikan dengan
kapasitas pengertian manusia.
Calvin: “he denounces against them
eternal destruction, which is the obvious meaning of the prayer, that they
might be blotted out of the book of the living; for all those must inevitably
perish who are not found written or enrolled in the book of life. This is
indeed an improper manner of speaking; but it is one well adapted to our
limited capacity, the book of life being nothing else than the eternal purpose
of God, by which he has predestinated his own people to salvation. God, it is
certain, is absolutely immutable; and, farther, we know that those who are
adopted to the hope of salvation were written before the foundation of the
world, (Eph. 1:4;) but as God’s eternal purpose of election is
incomprehensible, it is said, in accommodation to the imperfection of the human
understanding, that those whom God openly, and by manifest signs, enrols among
his people, ‘are written.’ On the other hand, those whom God openly rejects and
casts out of his Church are, for the same reason, said ‘to be blotted out.’” (= ) - hal 73-74.
Calvin: “Yet I do not deny that the
Spirit sometimes accommodates the utterance to the measure of our understanding
- for instance, when he says: ‘They shall not be in the secret of my people, or
be enrolled in the register of my servants’ (Ezek. 13:9). It is as if God were
beginning to write in the book of life those whom he reckons among the number
of His people, although we know, as Christ bears witness (Luke 10:20), that the
names of the children of God have been written in the book of life from the
beginning (Phil. 4:3). But these words simply express the casting away of those
who seemed the chief among the elect, as the psalm had it: ‘Let them be blotted
out of the book of life; let them not be enrolled among the righteous’ (Ps.
69:28; cf. Rev. 3:5)” (= ) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter 24, no 9.
Catatan:
·
Luk 10:20 secara
hurufiah seharusnya adalah ‘your names have been written in heaven’ (= namamu telah tertulis di surga).
·
sebetulnya kalau mau
menunjukkan bahwa nama sudah tertulis dalam kitab kehidupan sejak semula, lebih
baik menggunakan Wah 13:8 dan Wah 17:8.
Spurgeon menafsirkan bahwa penghapusan nama dari kitab
kehidupan menunjukkan bahwa nama itu tidak pernah dituliskan dalam kitab
kehidupan itu.
C. H. Spurgeon: “the inner meaning of being
blotted out from the book of life is to have it made evident that the name was
never written there at all. Man in his imperfect copy of God’s book of life
will have to make many emendations, both of insertion and erasure; but, as
before the Lord, the record is for ever fixed and unalterable” (= ) - ‘The Treasury of David’, vol 2, hal 184.
Matthew Poole mengatakan (hal 110) bahwa nama seseorang
dikatakan ditulis dalam kitab kehidupan, atau dihapuskan dari kitab kehidupan,
sesuai dengan kelihatannya dari jalan kehidupan mereka. Tetapi bahwa
penghapusan nama tidak bisa diartikan secara hurufiah, terlihat dengan jelas
dari bagian akhir dari Maz 69:29 itu.
Psalm 69:28 (KJV): ‘Let them be blotted out of the book of the
living, and not be written with the righteous’ (= Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, dan
tidak ditulis dengan orang benar).
Catatan: Kata
Ibraninya bisa diartikan ‘menulis’ atau ‘mencatat’.
Kata-kata Poole ini perlu diperhatikan. Memang
Maz 69:29 itu mengidentikkan ‘penghapusan nama’ dan ‘tidak dituliskannya
nama’.
W. S. Plumer: “To ‘be blotted out of this
book’ is the same thing as not to ‘be written with the righteous’. The clauses
are parallel” (= Dihapuskan dari kitab
ini adalah sama dengan tidak ditulis dengan orang benar. Kedua kalimat itu
paralel) - ‘The Psalms’, hal 684.
Pulpit Commentary memberikan penafsiran yang berbeda /
bertentangan. Ia berkata:
“‘And not be written with
the righteous;’ i.e. not remain written in the book side by side with
the names of the righteous” (= ‘Dan tidak ditulis
dengan orang benar’; artinya tidak tetap tertulis dalam kitab itu
bersama-sama dengan nama-nama orang benar)
- hal 55.
Tetapi kata ‘remain’ (= tetap)
ini sebetulnya tidak ada dalam ayat itu, dan karena itu penafsiran ini tidak
bisa diterima!
Text kedua:
Kel 32:31-33 - “Lalu kembalilah Musa
menghadap TUHAN dan berkata: ‘Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab
mereka telah membuat allah emas bagi mereka. (32) Tetapi sekarang, kiranya
Engkau mengampuni dosa mereka itu - dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku
dari dalam kitab yang telah Kautulis.’ (33) Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa:
‘Siapa yang berdosa kepadaKu, nama orang itulah yang akan Kuhapuskan dari dalam
kitabKu”.
Adam Clarke mengatakan bahwa kitab itu merupakan catatan dari
orang-orang Israel. Yang namanya dihapus adalah orang-orang yang tidak
diperkenankan untuk masuk ke Kanaan.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 343) bahwa ada yang
mengartikan bahwa kata-kata Musa dalam Kel 32:32 ini hanya sekedar berarti
‘Bunuhlah aku’. Jadi, kitab itu hanya diartikan sebagai kitab yang mencatat
nama-nama orang-orang yang masih hidup, dan tak berhubungan dengan keselamatan.
Tetapi Pulpit Commentary sendiri lebih setuju bahwa itu juga berhubungan dengan
keselamatan.
Sama seperti dalam tafsirannya tentang Maz 69:29 di atas
Calvin (hal 361-362) menganggap bahwa istilah ‘penghapusan nama’ dipakai untuk
menyesuaikan dengan pengertian manusia (semacam bahasa antropomorphis). Tentu
kita tidak bisa mengartikan bahwa bisa terjadi perubahan dalam rencana kekal
Allah. Istilah ‘penghapusan nama’ itu hanya untuk menunjukkan bahwa Tuhan
akhirnya menyatakan bahwa orang-orang reprobate, yang untuk sementara
kelihatannya terhitung bersama-sama dengan orang-orang pilihan, sebetulnya sama
sekali tidak termasuk di dalamnya.
Calvin: “In these words God adapt
Himself to the comprehension of the human mind, when He says, ‘Him will I blot
out;’ for hypocrites make such false profession of His name, that they are not
accounted aliens, until God openly renounces them: and hence their manifest
rejection is called erasure” (= Dalam kata-kata ini
Allah menyesuaikan diriNya sendiri dengan pengertian pikiran manusia, pada saat
Ia berkata ‘Aku tidak akan menghapuskannya’; karena orang-orang munafik membuat
pengakuan palsu tentang namaNya supaya mereka tidak dianggap sebagai orang
asing / non kristen, sampai Allah secara terbuka menyangkal mereka sebagai
anak: dan karena itu penolakan yang nyata ini disebut penghapusan) - hal 362.
Juga dalam Kel 32:33 itu, mungkin sekali Tuhan
menggunakan kata-kata itu untuk menyesuaikan dengan kata-kata Musa dalam Kel
32:32.
Kesimpulan: Kitab kehidupan hanya merupakan simbol dari
predestinasi. Penghapusan nama dari kitab kehidupan tidak benar-benar ada.
Istilah itu digunakan hanya karena Allah menyesuaikan diri dengan pengertian
manusia yang terbatas, sehingga Ia menggambarkan tindakanNya seperti tindakan
manusia yang mencatat, menghapus dan sebagainya. Orang yang ‘dihapus namanya’
adalah orang kristen KTP, yang sebetulnya tidak pernah tercatat di dalam kitab
kehidupan itu. Bagi orang percaya / pilihan, namanya sudah ada dalam kitab
kehidupan sejak dunia belum dijadikan dan tidak mungkin akan dihapuskan.
2) Kitab
Suci mengatakan bahwa orang benar yang berbalik ke dalam dosa akan binasa.
Yeh 3:20 - “Jikalau
seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku
meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak
memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan
kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut
pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Yeh 18:24 - “Jikalau
orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian
yang dilakukan oleh orang fasik - apakah ia akan hidup? Segala kebenaran yang
dilakukannya tidak akan diingat-ingat lagi. Ia harus mati karena ia berobah
setia dan karena dosa yang dilakukannya”.
Yeh 18:26 - “Kalau orang benar
berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus
mati karena kecurangan yang dilakukannya”.
Yeh 33:13 - “Kalau Aku
berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan
kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya
tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang
diperbuatnya”.
Yeh 33:18 - “Jikalau
orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan, ia harus mati
karena itu”.
Inti dari penafsiran Arminian tentang text-text di atas
adalah bahwa ‘orang benar’ diartikan sebagai orang yang betul-betul percaya dan
betul-betul sudah dibenarkan. Jadi text-text tersebut di atas mereka artikan
bahwa orang kristen sejati bisa murtad sehingga lalu kehilangan keselamatannya.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang yang sudah dibenarkan di dalam Kristus, tetapi kemudian
berbalik berbuat dosa, tidak mau bertobat, sampai mati tetap hidup di dalam
dosa, keselamatannya hilang, ia mati dalam dosa” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 45.
Ia lalu mengutip Yeh 33:13 sebagai dasar.
Adam Clarke tentang Yeh 3:20:
“From these passages we see
that a righteous man may fall from grace, and perish everlastingly. Should it
be said that it means the self-righteous, I reply, this is absurd; for
self-righteousness is a fall itself, and the sooner a man falls from it the
better for himself. Real, genuine righteousness of heart and life is that which
is meant. Let him that standeth take heed lest he fall” (= Dari text-text ini kita melihat bahwa seorang yang benar
bisa jatuh dari kasih karunia, dan binasa secara kekal. Jika dikatakan bahwa
itu berarti kebenaran diri sendiri, saya menjawab bahwa ini menggelikan; karena
kebenaran diri sendiri itu sendiri merupakan suatu kejatuhan, dan makin cepat
seseorang jatuh dari padanya, makin baik untuk dirinya sendiri. Kebenaran yang
sungguh-sungguh dan asli / sejati dari hati dan kehidupan adalah apa yang
dimaksudkan di sini. ‘Sebab itu siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri,
hati-hatilah supaya ia jangan jatuh’) -
hal 432.
Adam Clarke tentang Yeh 18:24:
“Can a man who was once
holy and pure, fall away so as to perish everlastingly? YES. For God says, ‘If
he turn away from his righteousness;’ not his self-righteousness, the gloss of
theologians: for God never speaks of turning away from that, for, in his eyes,
that is a nonentity. There is no righteousness or holiness but what himself
infuses into the soul of man, and as to self-righteousness, i.e., a man’s
supposing himself to be righteous when he has not the life of God in his soul,
it is the delusion of a dark and hardened heart; therefore it is the real
righteous principle and righteous practice that God speaks of here. And he
tells us, that a man may so ‘turn away from this,’ and so ‘commit iniquity,’
and ‘acts as the wicked man,’ that his righteousness shall be no more mentioned
to his account, ... So then, God himself informs us that a righteous man may
not only fall foully, but fall finally” (= Bisakah
seseorang yang pada suatu saat pernah kudus dan murni, jatuh / murtad sehingga
binasa secara kekal? YA. Karena Allah berkata: ‘Jika ia berbalik dari
kebenarannya’; bukan kebenarannya sendiri, komentar dari para ahli theologia:
karena Allah tidak pernah mengatakan tentang berbalik dari hal itu, karena di
mataNya, hal itu tidak ada. Tidak ada kebenaran atau kekudusan kecuali apa yang
Ia sendiri masukkan ke dalam jiwa manusia, dan berkenaan dengan kebenaran diri
sendiri, yaitu anggapan orang bahwa dirinya benar padahal ia tidak mempunyai
kehidupan Allah dalam jiwanya, itu merupakan suatu khayalan dari hati yang
gelap dan dikeraskan; karena itu adalah prinsip kebenaran dan praktek kebenaran
yang sejati yang Allah bicarakan di sini. Dan Ia memberitahu kita, bahwa
seseorang bisa ‘berbalik dari hal ini’ dan ‘melakukan kejahatan’, dan
‘bertindak seperti orang jahat’, sehingga kebenarannya tidak akan
diperhitungkan lagi, ... Maka demikianlah, Allah sendiri menginformasikan
kepada kita bahwa seorang yang benar bukan hanya bisa jatuh secara buruk /
jahat, tetapi juga jatuh pada akhirnya / sampai akhir) - hal 471.
Jawaban saya:
a) Keberatan
terhadap penafsiran di atas:
1. Dalam
Yeh 33:13, yang jelas merupakan ayat yang paralel dengan Yeh 18:24
ini, justru disebutkan bahwa orang itu mempercayai ‘kebenarannya’.
Yeh 33:13 - “Kalau Aku
berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan kebenarannya
dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan
diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya”.
Bdk. penggunaan kata ‘kebenaran’ dalam:
·
Ro 10:3 - “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah
dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri,
maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
·
Gal 5:4 - “Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran
oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia”.
·
Fil 3:6,9 - “tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran
dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. ... dan berada dalam Dia bukan
dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan
dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran
yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.
2. Mereka
menafsirkan text-text tersebut di atas tanpa mempedulikan ayat-ayat lain dalam
Kitab Suci, seperti Yoh 8:31 1Yoh
2:18-19 2Yoh 9 yang jelas
mengatakan bahwa hanya orang kristen KTPlah yang bisa murtad, sedangkan orang
kristen sejati pasti bertahan sampai akhir.
b) Calvin
/ orang Reformed menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ dalam
text-text itu hanyalah orang yang kelihatannya benar, atau orang benar secara
lahiriah, atau orang kristen KTP.
Calvin tentang Yeh 3:20:
“Here it may be asked, how
can the just turn aside, since there is no righteousness without the spirit of
regeneration? But the seed of the Spirit is incorruptible, (1Pet. 1:23,) nor
can it ever happen that his grace is utterly extinguished; for the Spirit is
the earnest and the seal of our adoption, for God’s adoption is without
repentance, as Paul says. (Rom. 11:29.) Hence it may seem absurd to say, that
the just recedes and turns aside from the right way. That passage of John is
well known - if they had been of us, they had remained with us, (1John 2:19,)
but because they have departed, that falling away proves sufficiently that they
were never ours. But we must here mark, that ‘righteousness’ is here called
so, which has only the outward appearance and not the root: for when once
the spirit of regeneration begins to flourish, as I have said, it remains
perpetually” [= Di sini bisa
ditanyakan: bagaimana orang benar bisa menyimpang / berbalik, karena tidak ada
kebenaran tanpa kelahiran baru? Tetapi benih dari Roh tidak dapat binasa (1Pet
1:23), juga tidak pernah bisa terjadi bahwa kasih karuniaNya dipadamkan secara
total; karena Roh itu adalah jaminan dan meterai dari pengadopsian kita, karena
pengadopsian Allah tidak akan disesali, seperti yang dikatakan oleh Paulus (Ro
11:29). Karena itu adalah menggelikan untuk mengatakan bahwa orang benar mundur
dan menyimpang dari jalan yang benar. Text dari Yohanes merupakan text yang
terkenal - ‘jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka
tetap bersama-sama dengan kita’ (1Yoh 2:19), tetapi karena mereka telah
meninggalkan kita, kemurtadan itu membuktikan secara cukup bahwa mereka tidak
pernah termasuk pada kita. Tetapi di sini kita harus memperhatikan, bahwa
‘kebenaran’ di sini disebut demikian, yang hanya mempunyai penampilan lahiriah
dan tidak mempunyai akarnya: karena kalau satu kali roh kelahiran baru
mulai tumbuh dengan subur, seperti yang telah saya katakan, itu akan tinggal
secara kekal] - hal 159.
Catatan:
perhatikan bahwa berbeda dengan para penafsir Arminian, maka Calvin menafsirkan
text-text tersebut dengan memperhatikan ayat-ayat Kitab Suci yang berhubungan
dengan text-text itu.
Calvin tentang Yeh 18:24:
“In fine, we see that the
word ‘righteousness’ is referred to our senses, and not to God’s hidden
judgment; so that the Prophet does not teach anything but what we perceive
daily” (= Kesimpulannya, kita
melihat bahwa kata ‘kebenaran’ dihubungkan dengan panca indera kita, dan
bukannya dengan penghakiman / penilaian yang tersembunyi dari Allah; sehingga
sang nabi tidak mengajar apapun kecuali apa yang kita rasakan / mengerti
sehari-hari) - ‘Commentary on
Ezekiel’, hal 251.
c) Bandingkan
dengan Yeh 36:26-27 yang menjamin bahwa orang percaya tidak mungkin
murtad.
Yeh 36:26-27 - “Kamu akan Kuberikan
hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan
dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. RohKu
akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut
segala ketetapanKu dan tetap berpegang pada peraturan-peraturanKu dan
melakukannya”.
Mungkinkah Yehezkiel menentang sendiri ucapannya di sini?
d) Keberatan
terhadap penafsiran Calvin / Reformed.
Yeh 33:13 - “Kalau Aku
berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan
kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya
tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang
diperbuatnya”.
Dalam ayat ini Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa
orang itu pasti hidup. Karena itu jelaslah bahwa istilah ‘orang benar’ menunjuk
kepada orang yang betul-betul adalah orang benar.
Jawaban saya:
Sekalipun Tuhan sendiri yang berbicara, Ia tetap sering
berbicara dari sudut pandang manusia. Misalnya dalam Yer 18:8 1Sam 15:11 - Tuhan sendiri yang
berkata bahwa Ia menyesal. Ini tetap harus dianggap dari sudut pandang manusia,
dan demikian juga semua ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah menyesal,
karena:
1. Allah
yang maha tahu tidak mungkin menyesal, karena ‘menyesal’ hanya bisa terjadi
kalau kita tahu apa yang tadinya kita tidak tahu. Misalnya kita membeli barang
yang kita kira sebagai barang yang bagus, tetapi ternyata palsu / jelek.
Setelah kita tahu kejelekan / kepalsuan barang itu, kita menyesal. Tetapi Allah
itu maha tahu sehingga Ia mengetahui segala-galanya dari semula, dan karena itu
Ia tidak mungkin menyesal!
2. 1Sam 15:29
mengatakan bahwa Allah bukanlah manusia sehingga harus menyesal.
1Sam 15:29 - “Lagi Sang
Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan
manusia yang harus menyesal.’”.
Catatan:
perhatikan bahwa dalam 1Sam 15 itu, mula-mula dikatakan ‘Allah menyesal’
(ay 11), lalu dikatakan ‘Allah tidak tahu menyesal’ (ay 29), dan
akhirnya dikatakan ‘Allah menyesal’ lagi (ay 35b). Saya berpendapat bahwa hanya
ada satu cara untuk mengharmoniskan ayat-ayat yang kelihatannya kontradiksi
ini, yaitu dengan menganggap bahwa:
·
bagian yang mengatakan
‘Allah menyesal’ merupakan bagian yang menggambarkan peninjauan dari sudut
manusia.
·
bagian yang mengatakan
‘Allah tidak tahu menyesal’ merupakan bagian yang menggambarkan peninjauan dari
sudut Allah.
3. Kel 32:7-14
- “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab
bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. Segera
juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka
telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan
mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah
Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar
tengkuk. Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka
dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang
besar.’ Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata:
‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar
dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat?
Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud
menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan
membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala
itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umatMu.
Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada
mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada
mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh
negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya
dimilikinya untuk selama-lamanya.’ Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang
dirancangkanNya atas umatNya”.
Kalau bagian ini mau diartikan secara hurufiah, menjadi
sesuatu yang sangat menggelikan, karena Tuhan menyesal setelah dinasehati oleh
Musa. Lebih-lebih
kalau kita melihat dalam terjemahan KJV/RSV, dimana untuk kata ‘menyesal’
digunakan kata ‘repent’ (= bertobat), maka penafsiran
secara hurufiah ini menjadi makin tidak masuk akal.
Jadi, sekalipun Tuhan sendiri yang berbicara, Ia sering
menyesuaikan kata-kataNya dengan kapasitas pengertian kita yang terbatas! Dan
itu juga yang terjadi dengan Yeh 33:13!
3) Kemurtadan
Saul dan Yudas Iskariot.
Pdt. Jusuf B. S.: “Contoh yang jelas dapat dilihat dari riwayat hidup Saul dan
Yudas. Saul sudah penuh dengan Roh Kudus 1Sam 10:6. Ia bernubuat bersama-sama
para nabi yang lain (1Sam 10:10-11). Ia mengerjakan beberapa banyak hal-hal
yang indah-indah di dalam pimpinan Roh Kudus (1Sam 11:6) dan seterusnya. Tetapi
sayang, ia tidak mau dipimpin Roh Kudus terus menerus. Ia melakukan kehendaknya
sendiri melawan Roh Kudus sehingga akhirnya Roh Kudus meninggalkannya dan ia
berakhir dalam daging (1Sam 16:14). Roh setan masuk, merasuknya sampai akhirnya
ia didorong untuk bunuh diri dan mati di tangan iblis! Begitu juga dengan
Yudas. Yudas adalah seorang yang dipilih Tuhan Yesus lewat doa semalaman (Luk
6:12-16). Tidak mungkin Putra Manusia Yesus memilih orang yang belum percaya,
sebab pada waktu itu Dia belum tahu tentang akhir dari Yudas. Ia dipilih
menjadi bendahara (Yoh 12:6). Biasanya yang dipilih itu orang yang rohani dan
bisa dipercaya. Ia juga mengusir setan dan menyembuhkan orang bersama-sama
dengan murid-murid lainnya (Luk 9:1-6). Pada waktu Putra Manusia Yesus dengan
ilham Roh mengatakan bahwa ada seorang yang akan mengkhianati Dia, tidak ada
seorangpun yang curiga pada Yudas, sebab Yudas bukan pengkhianat dari
permulaan! Mereka justru menanyakan dirinya sendiri. ... Yudas ini termasuk
orang seperti Matius 7:21-23, yaitu orang yang sudah pernah percaya, tetapi
kemudian undur, dan sampai mati tidak bertobat kembali. Sebab itu ia binasa ...
Jadi orang percaya yang tidak berjaga-jaga bisa undur dan binasa” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 45-46.
Juga dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang menunjukkan
adanya kemurtadan, seperti 1Tim 1:19-20
2Tim 2:17-18 2Tim 4:10 2Pet 2:1,2 Ibr 6:4-6.
Jawaban saya:
a) Baik
raja Saul maupun Yudas Iskariot dianggap oleh Pdt. Jusuf B. S. sebagai
orang-orang kristen sejati yang lalu murtad dan akhirnya binasa. Pada waktu
saya membaca buku Pdt. Jusuf B. S. yang berjudul ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, saya menyimpulkan bahwa salah satu problem terbesar dengannya adalah
bahwa ia kelihatannya menganggap semua orang kristen sebagai orang kristen yang
sejati. Dengan kata lain, ia kelihatannya tidak percaya adanya orang kristen
KTP. Sampai-sampai ‘tanah berbatu’ (Mat 13:5-6,20-21), Yudas Iskariot,
raja Saul, orang-orang dalam Mat 7:21-23, lima anak dara yang bodoh (Mat
25:1-13) semuanya dianggap sebagai orang kristen yang sejati yang lalu murtad.
Padahal Kitab Suci sering berbicara tentang orang kristen KTP, seperti dalam:
·
perumpamaan lalang di
antara gandum (Mat 13:24-30,36-43), dimana lalang jelas menggambarkan
orang kristen KTP.
·
alegori pokok anggur dan
ranting-rantingnya (Yoh 15:1-8), dimana ranting yang tidak berbuah jelas
menggembarkan orang kristen KTP.
·
tanah berbatu dan tanah
bersemak duri (Mat 13:5-7,20-22) yang jelas menggambarkan orang kristen
KTP karena mereka tidak berbuah.
Kitab Suci juga sering mengatakan bahwa seseorang
‘percaya’ atau bahwa orang itu adalah ‘murid’, tetapi penyebutan itu hanya
disesuaikan dengan pengakuan dari orang tersebut. Dalam faktanya, orang itu
tidak betul-betul percaya.
Contoh:
·
Yoh 2:23-25 - “Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak
orang percaya dalam namaNya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang
diadakanNya. Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka,
karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun memberi
kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati
manusia”.
Perhatikan text di atas ini. Ay 23nya mengatakan banyak
orang percaya kepada Yesus, tetapi ay 24-25 menunjukkan sikap Yesus
terhadap mereka. Ia tidak mau mempercayakan diri kepada mereka, karena Ia
mengenal mereka semua. Jelas bahwa mereka itu hanya mengaku percaya, tetapi
sesungguhnya tidak betul-betul percaya.
·
Kis 8:9-13 yang
menunjukkan bahwa Simon tukang sihir ‘menjadi percaya’ (ay 13). Tetapi
kalau kita membaca cerita itu terus, maka terlihat bahwa sebetulnya ia belum
sungguh-sungguh percaya. Itu terlihat dari dari kata-kata Petrus yang begitu
keras kepada Simon tukang sihir (ay 20-23), yang tidak memungkinkan untuk
ditujukan kepada orang kristen yang sejati.
Saya berpendapat bahwa Yudas Iskariot maupun raja Saul
hanyalah orang kristen KTP.
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa Yudas Iskariot
hanyalah orang kristen KTP:
·
Yoh 6:64 - “Tetapi di antaramu ada
yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya
dan siapa yang akan menyerahkan Dia”.
Betul-betul ajaib bahwa dengan adanya ayat seperti ini,
yang secara jelas menunjukkan ketidakpercayaan dari Yudas Iskariot, Pdt. Jusuf
B. S. bisa tetap beranggapan bahwa Yudas Iskariot sudah percaya dan karena itu
dipilih oleh Yesus.
·
Yoh 6:70 - “Jawab Yesus kepada mereka:
‘Bukankah Aku sendiri yang memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di
antaramu adalah Iblis’”.
·
Yoh 13:10b-11 - “‘Juga kamu sudah bersih,
hanya tidak semua’. Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu
Ia berkata: ‘Tidak semua kamu bersih’”.
·
Yoh 13:18 - “Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa
yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan rotiKu,
telah mengangkat tumitnya terhadap Aku”.
·
Yoh 12:6 yang
menunjukkan bahwa pada waktu mengikut Yesus, Yudas adalah seorang pencuri yang
sering mencuri uang kas yang ia pegang.
Yudas Iskariot dipilih menjadi salah seorang dari 12
rasul, bukan karena ia beriman. Juga bahwa ia ikut menyembuhkan dan mengusir
setan, tidak menjamin bahwa ia adalah orang yang sungguh-sungguh beriman,
karena Mat 7:22-23 menunjukkan adanya orang-orang seperti itu, yang
akhirnya tidak pernah dikenal oleh Kristus.
Yudas dipilih karena ia memang harus menjadi pengkhianat.
Hal itu memang sudah ditentukan, seperti dikatakan dalam Luk 22:21-22 - “Tetapi, lihat, tangan orang yang menyerahkan Aku, ada bersama
dengan Aku di meja ini. Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang
telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia
diserahkan!’”.
Yoh 17:12 - “Selama Aku
bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah
Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari
mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa,
supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.
Yang saya garis-bawahi itu bukan terjemahan yang hurufiah;
bandingkan dengan terjemahan KJV: ‘but the son of perdition’ (= kecuali anak kebinasaan).
Calvin memberikan komentar sebagai berikut tentang bagian
ini:
“Judas is excepted, and not
without reason; for, though he was not one of the elect and of the true flock
of God, yet the dignity of his office gave him the appearance of it. ... that
no one might think that the eternal election of God was overturned by the
damnation of Judas, he immediately added, that he was the son of perdition. By
these words Christ means that his ruin, which took place suddenly before the
eyes of men, had been known to God long before; for ‘the son of perdition,’
according to the Hebrew idiom, denotes a man who is ruined, or devoted to
destruction” (= Yudas dikecualikan, dan bukannya tanpa alasan; karena
sekalipun ia bukanlah salah seorang dari orang-orang pilihan dan dari kawanan
domba Allah, tetapi kewibawaan dari jabatannya seolah-olah menunjukkan hal itu.
... supaya tidak seorangpun berpikir bahwa pemilihan kekal dari Allah
dibalikkan oleh penghukuman Yudas, Ia langsung menambahkan, bahwa ia adalah
‘anak kebinasaan / neraka’. Dengan kata-kata ini Kristus memaksudkan bahwa
kehancurannya, yang terjadi secara mendadak di hadapan manusia, telah diketahui
oleh Allah jauh sebelumnya; karena ‘anak kebinasaan / neraka’ menurut ungkapan
Ibrani, menunjuk pada seseorang yang dihancurkan, atau disediakan untuk
kehancuran) - hal 176.
John Calvin: “Christ says that ‘no one perished
but the son of perdition’ (John 17:12); this is indeed an inexact expression
but not at all obscure; for he was counted among Christ’s sheep not because he
truly was one but because he occupied the place of one. The Lord’s assertion in
another passage that he was chosen by him with the apostles is made only with
reference to the ministry. ‘I have chosen twelve,’ he said, ‘and one of them is
a devil.’ (John 6:70 p.) That is, he had chosen him for the apostolic office.
But when he speaks of election unto salvation, he banishes him far from the
number of the elect: ‘I am not speaking of you all; I know whom I have chosen’
(John 13:18). If anyone confuses the word ‘election’ in the two passages, he
will miserably entangle himself; if he notes their difference, nothing is
plainer” [= Kristus berkata bahwa
‘tidak seorangpun yang binasa, kecuali anak kebinasaan’ (Yoh 17:12); ini memang
merupakan ungkapan yang tidak tepat / akurat tetapi bukannya sama sekali kabur;
karena ia terhitung di antara domba-domba Kristus bukan karena ia betul-betul
adalah domba tetapi karena ia menempati tempat dari domba. Penegasan Tuhan
dalam text yang lain bahwa ia dipilih olehNya dengan rasul-rasul hanya dibuat
berhubungan dengan pelayanan. ‘Aku sendiri yang memilih kamu yang dua belas
ini’, kataNya, ‘tetapi satu di antara mereka adalah Iblis’ (Yoh 6:70). Yaitu,
Ia telah memilihnya untuk jabatan rasul. Tetapi pada waktu Ia berbicara tentang
pemilihan kepada keselamatan, Ia membuangnya (Yudas) jauh-jauh dari orang-orang
pilihan: ‘Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah
Kupilih’ (Yoh 13:18). Jika ada orang yang mencampuradukkan kata ‘pemilihan’
dalam kedua text itu, ia akan bingung sendiri; jika ia memperhatikan
perbedaannya, tidak ada yang lebih jelas]
- ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book III,
Chapter XXIV, no 9.
Juga raja Saul, sekalipun dikatakan penuh dengan Roh
Kudus, tidak bisa dianggap sebagai orang kristen yang sejati, karena peranan /
fungsi Roh Kudus pada jaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berbeda. Pada
jaman Perjanjian Baru memang orang yang sudah memiliki Roh Kudus pasti adalah
orang kristen yang sejati. Tetapi pada jaman Perjanjian Lama Roh Kudus
diberikan hanya supaya orang yang bersangkutan bisa melakukan pelayanan /
tanggung jawabnya. Bdk. Kel 28:3
Kel 35:30-36:2 Bil
11:17 Bil 11:25-27. Karena Saul
diangkat menjadi raja, maka Tuhan memberikan Roh Kudus supaya ia bisa melakukan
tanggung jawabnya. Tetapi setelah Saul jatuh ke dalam dosa dan lalu ditolak
oleh Tuhan sebagai raja, maka Roh Kudus itupun ditarik kembali. Hal seperti ini
(penarikan Roh Kudus) tidak mungkin terjadi dalam jaman Perjanjian Baru, karena
adanya janji Tuhan seperti dalam Yoh 14:16 Ibr 13:5.
Bahwa Saul bukanlah raja yang dikehendaki Tuhan, dan
diberikan untuk menghajar Israel yang memaksa meminta raja, terlihat dari
Hos 13:11 - “Aku memberikan engkau
seorang raja dalam murkaKu dan mengambilnya dalam gemasKu”.
Kesimpulan: sama seperti Yudas Iskariot, Saul bukannya
kehilangan keselamatan, tetapi memang tidak pernah selamat. Mereka bisa murtad,
karena mereka hanyalah orang kristen KTP. Bahwa orang kristen yang sejati tidak
mungkin murtad ditunjukkan secara jelas dalam 1Yoh 2:19.
b) Semua
ayat Kitab Suci yang menunjukkan kemurtadan, harus diartikan sebagai orang
kristen KTP yang murtad, karena Kitab Suci sendiri memberikan jaminan bahwa
orang kristen yang sejati tidak mungkin murtad, yaitu dalam:
·
Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya:
‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Ayat ini menunjukkan bahwa kalau seseorang tidak tetap
dalam firman (murtad), ia bukan benar-benar murid Kristus. Dengan kata lain ia
adalah orang kristen KTP.
·
1Yoh 2:18-19 - “Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti
yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit
banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu
yang terakhir. Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak
sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk
pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu
terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh
termasuk pada kita”.
Ayat ini menunjukkan hal yang kurang lebih sama dengan
ayat di atas. Kalau seorang kristen keluar dari kita (murtad) itu menunjukkan
bahwa ia tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita. Dengan kata lain ia bukan
orang kristen yang sejati. Dan ayat ini memberikan jaminan: orang yang
sungguh-sungguh termasuk pada kita (orang kristen yang sejati), pasti akan
tetap bersama kita (berarti tidak mungkin murtad).
·
2Yoh 9 - “Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi
yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di
dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak”.
4) Orang
dapat mulai dengan Roh dan berakhir dengan daging.
Gal 3:3-4 - “Adakah kamu sebodoh itu?
Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam
daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!”.
Jawaban saya:
Kata-kata terakhir dari ayat ini, yaitu ‘masakan
sia-sia!’ justru menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi! Dan Paulus menuliskan
surat Galatia dengan tujuan supaya kemurtadan mereka tidak terjadi. Kalau toh
ada yang betul-betul murtad dari jemaat Galatia, itu pasti orang kristen KTP,
karena orang kristen yang sejati tidak mungkin murtad (1Yoh 2:19).
Jawaban ini juga berlaku untuk ayat-ayat lain dalam surat
Galatia, yang seakan-akan menunjukkan bahwa mereka murtad (Gal 1:6 4:9-11 5:2-4,7).
5) Mat
7:21-23 - “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu:
Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak BapaKu yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru
kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan
demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itulah
Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal
kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Ini orang-orang yang benar, yang sudah percaya dan selamat,
sebab:
1. Ini
sambungan dari ayat 21 dan 22, yaitu tentang orang-orang yang sudah percaya,
sudah menyeru nama Tuhan, sebab itu sudah selamat (Rom 10:10). ...
2. Dari
buah-buah pelayanan yang disebutkan di sini, kita melihat dengan jelas bahwa
ini adalah orang-orang yang percaya, sudah lahir baru, sudah selamat. Semua
dilakukan di dalam nama Yesus dengan sungguh-sungguh.
3. Mereka
membuang setan dengan nama Tuhan Yesus. Kalau seseorang hanya dengan main-main
memakai nama Yesus untuk mengusir setan, pasti gagal seperti Kis 19:13. Jadi
mereka ini adalah orang-orang yang sungguh-sungguh percaya.
4. Mereka
membuat mujizat dengan nama Tuhan, ini orang-orang yang betul. Andaikata mereka
tidak satu golongan dengan kita, mereka tetap diakui Tuhan (Mrk 9:38-40/
Luk 9:49-50). Jadi orang-orang yang disebut di sini, pastilah orang-orang yang
sudah percaya (sudah selamat), sudah pernah sungguh-sungguh ikut Tuhan.
5. Lima Anak
Dara yang Bodoh.
Mat 25:11-13 Kemudian daripada itu datang pula anak dara yang
lain itu sambil berkata: Ya Tuan, ya Tuan, bukakanlah kiranya kami pintu.
Tetapi ia menjawab serta berkata: Sesungguhnya aku berkata kepadamu: Tiada aku
kenal kamu. Sebab itu hendaklah kamu berjaga-jaga, karena tiada kamu ketahui
akan hari atau waktunya.
Jawaban Tuhan bagi 5 anak dara ini sama seperti jawaban Tuhan
dalam Mat 7:23. Jawaban ini diberikan kepada 5 anak dara yang bodoh. Siapakah 5
anak dara yang bodoh ini? Apakah mereka orang yang belum percaya pada Tuhan
Yesus? Mustahil! Mereka sudah bersama-sama dengan yang lain pergi menyambut
pengantin Laki-laki, mereka berpakaian sama seperti 5 anak dara yang pintar.
Mereka juga mempunyai minyak dalam pelitanya yang sama-sama menyala dengan
teman-temannya yang pandai, sebab itu tidak mungkin mengartikan 5 anak dara
yang bodoh ini sebagai orang yang belum percaya, tidak mungkin! Lima anak dara
ini adalah orang-orang yang sudah percaya pada Tuhan Yesus, sudah mempunyai
pelita = pelayanan yang tertentu (Wah 2:5), sudah bersinar, sudah penuh Roh
Kudus, sudah dimeteraikan dan mempunyai pakaian yang sama, tetapi mereka
ditolak dari Kerajaan Sorga seperti Matius 7:23. Mereka inilah orang-orang yang
mulai dengan Roh, tetapi mengakhirinya dengan kedagingan, mulai bersinar tetapi
sesudah itu menjadi gelap” -
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 87-89.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kesimpulan: Mat 7:23 ini bukan tentang orang-orang yang tidak
pernah diselamatkan, tetapi justru tentang orang-orang yang pernah selamat
bahkan dipakai Tuhan dengan heran, tetapi tidak berjaga-jaga, akhirnya undur
dalam dosa dan kejahatannya sampai mati, sehingga mereka masuk dalam kebinasaan
kekal” - ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 91.
Jawaban saya:
a) Penafsiran
Pdt. Jusuf B. S. ini tidak mempedulikan kontext dari Mat 7:21-23 itu yang
jelas-jelas berbicara tentang nabi-nabi palsu. Mari kita membaca text tersebut
mulai dari ay 15nya.
Mat 7:15-23 - “‘Waspadalah terhadap nabi-nabi
palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi
sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan
mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah
ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang
baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak
mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon
yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak
menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari
buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu:
Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak BapaKu yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru
kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan
demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itulah
Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal
kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Jadi kontextnya ini menunjukkan bahwa mereka adalah
serigala yang buas tetapi menyamar sebagai domba. Karena itu tidak heran bahwa
dilihat dari luar / secara lahiriah, mereka terlihat seperti orang kristen.
Ingat bahwa lalang mirip dengan gandum.
b) Bahwa
dalam Kis 19:13 orang-orang itu tidak bisa mengusir setan dengan nama
Yesus, tidak berarti bahwa selalu harus demikian. Ingat bahwa setan itu begitu
cerdik, sehingga ia mempunyai banyak taktik. Pada saat itu ia merasa bahwa yang
terbaik baginya adalah tidak keluar dari orang yang dirasuknya dan bahkan lalu
memukuli orang yang menengkingnya. Tetapi pada kali-kali yang lain, ia bisa
saja menganggap bahwa lebih baik keluar dari orang yang dirasuknya, supaya
banyak orang percaya kepada nabi palsu yang menengkingnya. Dengan demikian
justru ia ‘mendapatkan lebih banyak jiwa’.
c) Lima
anak dara yang bodoh dalam Mat 25:1-13 itu jelas juga menggambarkan orang
kristen KTP. Orang kristen yang sejati tidak biasanya disebut ‘bodoh’ dalam
Kitab Suci. Disamping itu, lima anak dara yang bodoh itu hanya kelihatannya
saja siap menyambut mempelai laki-laki. Bahwa mereka tidak membaca cadangan
minyak, menunjukkan bahwa persiapan mereka sama sekali tidak memadai. Juga
bahwa mereka tadinya mempunyai minyak dalam pelita / lampu mereka, tidak boleh
dialegorikan sebagai Roh Kudus, karena kalau minyak itu diartikan sebagai Roh
Kudus, lalu apa artinya ‘cadangan minyak’ / ‘minyak dalam buli-buli’
(ay 4) yang dibawa oleh lima gadis yang bijaksana? Juga apa artinya
‘membeli minyak’ dan ‘penjual minyak’ (ay 9-10a)?
d) Dalam
Mat 7:23 itu Tuhan berkata bahwa Ia bukan sekedar ‘tidak mengenal’ mereka,
tetapi ‘tidak pernah mengenal’ mereka.
Mat 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan
berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal
kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Kalau orang-orang itu pernah percaya dan akhirnya murtad,
maka Tuhan tidak bisa berkata ‘tidak pernah mengenal’. Ia seharusnya berkata:
‘Dahulu Aku mengenal kamu, tetapi sekarang tidak’.
Terhadap hal ini Pdt. Jusuf B. S. memberikan jawaban
sebagai berikut:
Pdt. Jusuf B. S.: “Mengapa tidak pernah dikenal? Ini istilah Alkitab (kata-kata
Allah) untuk semua orang yang sudah dibuang dari hadapan Allah, itu dilupakan
sama sekali, tidak diingat lagi seperti tidak pernah dikenal!
Misalnya:
1. Hidup yang
tidak pernah dinajiskan.
Wahyu 3:4 Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak
mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian
putih, karena mereka adalah layak untuk itu.
Tidak menajiskan, tidak pernah berdosa? Semua orang pernah
berdosa, bahkan sesudah percaya (kecuali ia sudah sempurna dengan mutlak).
Mengapa beberapa orang-orang di Sardis disebut dengan kata-kata ini. Inilah
orang-orang yang sudah dilepaskan dari dosa, dosa-dosanya sudah dibuang,
dihapus begitu bersih, oleh darah Yesus, sehingga menjadi seolah-olah tidak
pernah menajiskan pakaiannya. Allah lupa akan keadaan orang-orang itu sebelum
bertobat; Seolah-olah Allah tidak pernah mengenal keadaan pribadi mereka
sebelum bertobat, sehingga mereka dikenal Allah sebagai orang-orang yang tidak
pernah berdosa!
2. Allah tidak
lagi ingat dosa-dosa yang sudah diampuni. Luar biasa. Allah yang maha tahu,
tahu segala-galanya dapat lupa, tidak ingat lagi, tidak lagi mengenali
dosa-dosa yang sudah ditutup darah Yesus”
- ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 89.
Jawaban saya:
1. Jemaat
Sardis itu tidak dikatakan ‘tidak pernah
mencemarkan pakaiannya’, tetapi ‘tidak mencemarkan pakaiannya’. Pdt. Jusuf B. S. menambahkan kata ‘pernah’ dalam penafsiran / penjelasannya. Ia seharusnya
memperhatikan ancaman dalam Wah 22:18-19 bagi orang-orang yang mengurangi atau
menambahi Kitab Suci.
2. Kitab
Suci tidak pernah mengatakan bahwa Allah lupa akan dosa-dosa yang sudah
diampuni. Kitab Suci mengatakan ‘tidak mengingat-ingat’ (Yes 43:25
Ibr 10:17) dan ini berbeda dengan ‘lupa’. ‘Tidak mengingat’ merupakan suatu tindakan sengaja dan berada di dalam
kontrol si pelaku, dan ini berbeda dengan ‘lupa’, yang merupakan tindakan yang tidak disengaja dan berada
di luar kontrol si pelaku.
3. Bahwa
Allah ‘tidak mengingat’ dosa kita, tidak bisa dikatakan bahwa Ia ‘tidak pernah
mengetahui’ dosa kita. Ia tahu, tetapi tidak mau mengingat-ingat dosa-dosa itu.
Ini berbeda dengan Mat 7:23 yang secara jelas mengatakan ‘tidak pernah
mengenal’.
6) Adanya
banyak ayat Kitab Suci yang memberikan peringatan terhadap kemurtadan.
Misalnya: Mat 24:13 - “Tetapi orang
yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”.
Dalam Kitab Suci masih ada banyak ayat lain yang sejenis /
yang memberikan peringatan terhadap kemurtadan seperti Mat 10:22 Kol 1:23 Ibr 2:1 Ibr
3:14 Ibr 6:11. Juga dalam Kitab
Suci ada ayat-ayat yang mendorong orang kristen untuk bertekun sampai akhir
seperti 1Kor 15:2 Wah 2:10.
Secara implicit ini menunjukkan bahwa orang kristen bisa tidak bertahan sampai
akhir (murtad), sehingga kehilangan keselamatannya.
Jawaban saya:
a) Orang
kristen yang sejati pasti akan bertahan sampai akhir, karena:
·
penulis surat Ibrani
mengatakan dalam Ibr 10:38-39 - “Tetapi orangKu
yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku
tidak berkenan kepadanya.’ Tetapi kita (orang kristen yang sejati) bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup”. Ini menunjukkan bahwa orang kristen yang sejati pasti
akan bertahan sampai akhir.
·
1Yoh 2:19 - “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak
sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk
pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu
terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh
termasuk pada kita”. Ini jelas
menunjukkan bahwa yang murtad itu pasti orang kristen KTP.
b) ‘Jaminan
keselamatan’ tidak bertentangan dengan ‘perintah untuk bertekun sampai akhir /
larangan murtad’.
Sekalipun kita dijamin tidak akan kehilangan keselamatan
kita, tetapi kita tetap diberi tanggung jawab untuk bertekun sampai akhir dan
memelihara keselamatan kita.
Untuk menjelaskan tentang hal ini saya akan memberikan
suatu illustrasi dari Kitab Suci, yaitu dari Kis 27:22-34 - “(22) Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku
menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di
antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. (23) Karena tadi malam seorang
malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milikNya, berdiri
di sisiku, (24) dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap
Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada
bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. (25) Sebab
itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa
semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku. (26) Namun kita
harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.’ (27) Malam yang keempat
belas sudah tiba dan kami masih tetap terombang-ambing di laut Adria. Tetapi
kira-kira tengah malam anak-anak kapal merasa, bahwa mereka telah dekat
daratan. (28) Lalu mereka mengulurkan batu duga, dan ternyata air di situ dua
puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit mereka menduga lagi dan ternyata lima
belas depa. (29) Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu
karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap
mudah-mudahan hari lekas siang. (30) Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk
melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah
mereka hendak melabuhkan beberapa sauh di haluan. (31) Karena itu Paulus berkata
kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ‘Jika mereka tidak tinggal di kapal,
kamu tidak mungkin selamat.’ (32) Lalu prajurit-prajurit itu memotong tali
sekoci dan membiarkannya hanyut. (33) Ketika hari menjelang siang, Paulus
mengajak semua orang untuk makan, katanya: ‘Sudah empat belas hari lamanya kamu
menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. (34) Karena itu aku
menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu.
Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut
kepalanya.’”.
Jadi, cerita Kitab Suci ini menunjukkan bahwa Allah
mengirim malaikat yang memberikan Firman Tuhan yang menjamin keselamatan
(jasmani) semua mereka, kecuali kapalnya (ay 23-24). Dan Paulus percaya
penuh akan Firman Tuhan yang telah ia terima itu (ay 22,25,34b), tetapi
itu tidak menyebabkan Paulus hanya berdiam diri, beriman, berdoa saja!
Sekalipun ada Firman Tuhan yang menjamin keselamatan mereka, tetapi Paulus
tetap memberikan nasehat supaya Firman Tuhan / janji Tuhan itu terjadi.
1.
Ay 26: Paulus
menasehati mereka untuk mendamparkan kapal di salah 1 pulau. Perhatikan kata
‘namun’ dan ‘harus’ (ay 26).
2.
Ay 31: Paulus
menasehati perwira dan prajurit untuk tidak membiarkan anak-anak kapal
melarikan diri. Perhatikan kata-kata ‘Jika ..., kamu tidak mungkin selamat’
(ay 31).
3.
Ay 33-34: Paulus
menasehati mereka untuk makan. Perhatikan bahwa sekalipun ia yakin akan
keselamatan mereka (ay 34b), ia tetap berkata ‘ini perlu untuk
keselamatanmu’ (ay 34a).
Jadi, sekalipun ada janji Tuhan dan kita percaya janji
itu, itu tidak berarti bahwa kita tidak perlu berusaha supaya janji itu
tergenapi!
Contoh:
·
Janji bahwa Allah akan
mencukupi hidup kita (Mat 6:25-34) tidak berarti bahwa kita tidak perlu
bekerja untuk mencari nafkah (bdk. 2Tes 3:10b) ataupun mengatur
pengeluaran kita dengan bijaksana.
·
Janji bahwa orang kristen
tidak akan kehilangan keselamatannya (Yoh 10:27-29 Ro 5:9-10
1Kor 1:8-9 2Kor 1:21-22 Fil 1:6 1Yoh 2:18-19), tidak berarti bahwa kita tidak perlu
berusaha untuk setia, untuk memelihara keselamatan dan menjauhi hal-hal yang
membinasakan (bdk. Wah 2:10b Mat
24:13).
7) Fil
2:12 - “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu
senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan
gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula
sekarang waktu aku tidak hadir”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Mengapa sampai takut dan gentar kalau keselamatan tidak bisa
hilang?!” - ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 48.
Jawaban saya:
a) Ini
sama seperti no 6 di atas. Adanya jaminan keselamatan tidak membuang tanggung
jawab kita dan tidak berarti bahwa kita boleh hidup seenaknya sendiri.
b) Calvin
mengatakan kata-kata Paulus dalam Fil 2:12 itu dimaksudkan untuk membuang
keyakinan yang berlebihan pada diri sendiri, yang menyebabkan kita hidup secara
sombong dan ceroboh / tidak waspada. Calvin juga mengatakan bahwa ada rasa
takut yang menyebabkan kita ragu-ragu, dan ada rasa takut yang membangkitkan
kerendahan hati. Yang diinginkan oleh Paulus tentu saja adalah yang kedua.
8) Ibr 10:38-39
- “(38) Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan
apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi
kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang
yang percaya dan yang beroleh hidup”.
Pdt. Jusuf B. S. (hal 47-48) menggunakan text ini untuk
menunjukkan adanya orang-orang yang mengundurkan diri sehingga binasa.
Jawaban saya:
a) Menurut
saya merupakan sesuatu yang bodoh untuk menggunakan text ini untuk mendukung
pandangan Arminian, karena text ini, khususnya ay 39nya, justru
menunjukkan bahwa orang percaya tidak akan mengundurkan diri dan binasa.
b) Kalau
ay 38nya memberikan semacam ancaman kepada orang-orang yang mengundurkan
diri, maka saya menjawab dengan cara yang sama seperti pada no 6 di atas,
yaitu bahwa adanya jaminan keselamatan tidak berarti bahwa kita tidak harus
berusaha supaya tetap selamat.
9) 2Pet
2:20-22 - “Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka
akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari
kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya
keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. Karena itu bagi mereka adalah
lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya,
tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka.
Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: ‘Anjing kembali
lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.’”.
Bagian ini lagi-lagi diartikan oleh Pdt. Jusuf B. S.
sebagai orang kristen yang sejati yang murtad.
Jawaban saya:
Bagian ini jelas sekali berbicara tentang orang kristen
KTP, karena:
a) Kontext
dari 2Pet 2 itu berbicara tentang nabi-nabi palsu (bacalah 2Pet 2 itu mulai
dari ay 1nya). Dan pembicaraan tentang nabi-nabi palsu itu terus
berlangsung sampai akhir dari 2Pet 2 itu, yaitu ay 20-22.
Dengan menafsirkan orang-orang ini sebagai orang kristen
yang sejati, lagi-lagi Pendeta Jusuf B. S. menafsirkan tanpa mempedulikan
kontextnya.
b) Mereka
tetap disebut sebagai ‘anjing’ dan ‘babi’ (ay 22). Sebutan ini tidak pernah
digunakan untuk menunjuk kepada orang kristen yang sejati.
Jadi, kata-kata ‘telah melepaskan diri dari
kecemaran-kecemaran dunia’ (ay 20) dan ‘mengenal jalan kebenaran’ (ay 21) harus
diartikan secara lahiriah. Jadi, secara lahiriah mereka telah meninggalkan
dosa-dosa mereka dan mengenal jalan kebenaran / kekristenan, tetapi mereka
belum pernah betul-betul percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat mereka.
10) Mat 12:43-45 - “Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke
tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya. Lalu
ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka
pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapih teratur.
Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan
mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari
pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang jahat
ini”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Dalam ayat-ayat ini terlihat jelas bahwa dengan kuasa Allah
hati orang itu sudah dibersihkan. Ini berarti ia sudah masuk Kerajaan Allah dan
selamat. Lukas 11:20 Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka
sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu (sudah masuk kerajaan
Allah!). Tetapi orang-orang seperti ini masih bisa undur kembali sehingga
hatinya penuh dengan 8 setan. Orang seperti ini, kalau sampai mati tidak
bertobat, binasa; hilang keselamatannya.”
- ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 48.
Jawaban saya:
Rumah itu dikatakan ‘kosong’ karena tidak adanya Roh
Kudus dalam orang itu, dan ini menunjukkan bahwa ia bukanlah orang kristen yang
sejati. Kata-kata ‘bersih tersapu dan rapih teratur’ maksudnya adalah ‘bersih
tersapu dan rapih teratur bagi setan’. Jadi maksudnya adalah: kehidupan
orang itu adalah sedemikian rupa (tidak belajar Firman Tuhan, tidak pernah
berdoa / berbakti dsb), sehingga hatinya menjadi tempat yang cocok /
menyenangkan bagi setan. Jelas ini tidak mungkin menggambarkan orang kristen
yang sejati!
11) Doktrin yang mengatakan bahwa
keselamatan tidak bisa hilang ini dianggap bertentangan dengan kebebasan
manusia.
Jawaban saya:
a) Saya
ingin mengutip kata-kata Loraine Boettner yang berkata sebagai berikut:
Loraine Boettner: “No one denies that the
redeemed in heaven will be preserved in holiness. Yet if God is able to
preserve His saints in heaven without violating their free agency, may He not
also preserve His saints on earth without violating their free agency?” (= Tak seorangpun
menyangkal bahwa orang-orang yang ditebus di surga akan dijaga dalam kekudusan.
Kalau Allah mampu untuk menjaga / memelihara orang-orang kudusNya di surga
tanpa melanggar kebebasan mereka, tidak bisakah Ia juga menjaga / memelihara
orang-orang kudusNya di bumi tanpa melanggar kebebasan mereka?) - Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 184.
b) Pada
saat Tuhan menjaga supaya orang kristen yang sejati tidak murtad, Ia tidak
memaksa kehendak mereka, seakan-akan mereka ingin murtad tetapi dihalangi oleh
Tuhan. Tuhan bekerja melalui kehendak mereka, sehingga mereka sendiri tidak
ingin murtad. Jadi mereka tetap merupakan manusia yang bebas.
12) Doktrin yang mengatakan bahwa
keselamatan tidak bisa hilang ini dianggap menyebabkan orang kristen berani
hidup dalam dosa dan tidak mau memikul salib, sehingga akhirnya justru binasa /
masuk neraka.
Pdt. Jusuf B. S.: “Peluang untuk berdosa. Menurut ‘teori’ Calvin’ ini: Sekali
selamat tetap selamat. Keselamatan tidak dapat hilang, sekalipun seseorang
berbuat dosa, hanya pahalanya yang hilang. ... Teori ini membuat orang berani
memilih dan main-main dalam dosa, toh selamat” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 29.
Pdt. Jusuf B. S.: “Memang mereka tidak mengajar orang untuk berdosa, tetapi jelas
sekali bahwa ‘Teori’ ini memberi peluang untuk berdosa. Seolah-olah dosa bukan
penghalang untuk masuk Kerajaan Surga, padahal jelas sekali Firman Tuhan
berkata: Dosa tidak boleh masuk Surga (1Kor 6:9-10/ Gal 5:19-21/ Ef 5:5/ Wah
21:8,27/ 22:15). Tuhan Yesus datang dalam dunia ini karena dosa (Yoh 1:29).
Supaya manusia lepas dan bebas dari dosa (Mat 1:21/ Yoh 8:36/ 1Yoh 3:6-9). Teori-teori
manusiawi ini yang memberi peluang untuk berbuat dosa, itu sangat bertentangan
dengan Firman Tuhan yang sangat tegas terhadap dosa. Mereka berkata: Dosa yang
paling dahsyatpun, paling-paling dihukum seperti 1Kor 5:5/ 1Tim 1:20, tetapi
tetap selamat, masuk surga. Ini salah!”
- ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 30-31.
Pdt. Jusuf B. S.: “Dosa tidak boleh masuk Surga. Orang yang tidak bertobat, di
dalam negeri yang semata-mata betul (Surga) akan tetap berbuat salah lagi, sebab
itu ditolak oleh Tuhan. Tidak masuk Surga!”
- ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 31.
Ia lalu mengutip Yes 26:10 dari terjemahan lama - “Jikalau dilakukan kasihan kepada orang fasik, tiada juga ia
belajar membuat barang yang benar, melainkan salah jua perbuatannya di dalam
negeri yang semata-mata betul (berontak lagi di Surga), dan tiada
dipandangnya akan kebesaran Tuhan”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Teori Calvin dapat memberi kesimpulan: Tidak perlu pikul salib,
tetap selamat! ... Kalau berbuat dosa tidak apa-apa, tetap selamat, hanya
pahalanya hilang (menurut teori Calvin, bukan menurut Firman Tuhan!) dengan
mudah salib ditinggalkan. Buat apa pikul salib? Sebab itu orang-orang Calvinis
ini akan lebih mudah memilih melazatkan daging, nikmat untuk daging ... Bagi
orang Kristen yang cinta daging dan dunia, teori Calvin dapat menenangkan
perasaan hati, bahkan dapat menghanguskannya, sehingga walau berdosa
berlapis-lapis senang juga hatinya (Ams 14:16) sebab toh selamat. ... Teori ini
seperti candu, merusak habis-habisan sampai binasa dan orangnya tidak merasa,
tahu-tahu sesudah mati berada di Neraka!”
- ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 32,33,34.
Jawaban saya:
a) Injil
itu sendiri, yang mengatakan bahwa semua dosa kita telah dibayar oleh Kristus,
juga bisa menyebabkan orang-orang tertentu untuk lalu sengaja berbuat dosa.
Dalam hal ini, yang salah bukan ajarannya, tetapi oknumnya!
b) Adanya
jaminan keselamatan justru menyebabkan seseorang makin merasakan kasih Allah,
dan ini seharusnya menyebabkan ia makin mencintai dan mentaati Tuhan.
R. L. Dabney: “Such a gift of redemption
as the Calvinist represents is far nobler and more gracious, and hence elicits
more love and gratitude, which are the noblest motives, the strongest and best.
... It is love and confidence, not selfish fear, which most effectually
stimulates Christian effort” (= Karunia penebusan seperti itu, yang digambarkan oleh orang
Calvinist jauh lebih mulia dan lebih murah hati, dan karena itu mendatangkan
lebih banyak kasih dan syukur, yang merupakan motivasi-motivasi yang paling
mulia, paling kuat dan paling baik. ... Kasih dan keyakinanlah, bukan rasa
takut yang bersifat egois, yang secara paling effektif mendorong /
menggairahkan usaha Kristen) - ‘Lectures
in Systematic Theology’, hal 697,698.
Catatan: ‘rasa
takut yang bersifat egois’ itu mungkin ia tujukan terhadap orang-orang
Arminian, yang mentaati Tuhan karena takut kehilangan keselamatannya.
Terhadap hal ini Pdt. Jusuf B. S. berkata sebagai
berikut:
“Seorang Pendeta (R. Hendrata) menceritakan pengalamannya
sebagai berikut: Ada seorang direktur pabrik gula (di Jawa) yang sukses dan
kaya. Ia (orang Belanda) mengangkat anak. Anak ini sangat beruntung di rumah
bapak angkatnya, lebih-lebih dengan pendidikan dan kemewahan orang barat. Ia
disayang dan dilengkapi segala kebutuhannya. Tentu seharusnya ia sangat
berterima kasih. Sesudah dewasa, ternyata anak angkat ini membunuh bapak
angkatnya hanya karena hendak mengambil kepala sabuk dari emas yang dipakai
bapak angkatnya. Orang-orang menyesali anak ini. Ia sudah sangat beruntung
boleh menjadi anak angkatnya, sekarang justru membunuh bapak angkatnya. ... Ada
lagi seorang pemilik toko yang mengangkat anak dari anak pembantu rumah
tangganya. Sesudah anak itu menjadi dewasa dan selesai sekolah, pemilik toko
ini berharap anak angkatnya ini bisa ikut membantu toko dan gudangnya. Ia
diberi juga kunci gudang. Ternyata tidak lama sesudah kunci gudang sampai ke
dalam tangannya, mulailah kecurangannya. Setiap kali barang-barang di gudang
diam-diam dijual keluar dengan harga lebih murah, dan uangnya masuk ke dalam
kantong pribadi anak angkat ini. Betapa orang tua angkatnya menyesal mengetahui
hal ini. Anak ini sudah menikmati kebaikan orang tua angkatnya, tetapi tidak
menyenangkan mereka. Contoh-contoh ini untuk menyedarkan kita bahwa rasa syukur
karena keyakinan selamat ‘yang tipis ini’ (sebab siapa yang tahu dengan pasti
keputusan Allah tentang dirinya?) tidak akan cukup, apa lagi kalau digerogoti
kehendak daging yang dibiarkan ...” -
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 36,37.
Saya berpendapat bahwa ini merupakan jawaban /
argumentasi yang tidak alkitabiah, karena hanya mengandalkan suatu kejadian,
bukan ayat Kitab Suci. Disamping itu, contoh-contoh yang ia berikan itu berbeda
dengan kasus kita sebagai orang kristen, karena dalam kasus kita, ada Roh Kudus
yang memimpin dan menopang kita.
c) Jangan
menganggap bahwa ajaran Calvinisme yang mengatakan bahwa keselamatan tidak bisa
hilang menyebabkan orang Calvinist tidak mempunyai rasa takut. Perhatikan
kata-kata Dabney di bawah ini.
Robert Louis Dabney:
“when
the Arminian would be led by a backsliding, to fear he had fallen from grace,
the Calvinist would be led, just as much, to fear he never had had any grace; a
fear much more wholesome and searching than the erring Arminian’s. For this
alarmed Calvinist would see, that, while he had been flattering himself he was
advancing heavenward, he was, in fact, all the time in the high road to hell;
and so now, if he would not be damned, he must make a new beginning, and lay
better foundations than his old ones (not like the alarmed Arminian, merely set
about the same old ones)” [= pada saat seorang Arminian mengalami kemunduran, ia akan
dibimbing oleh rasa takut bahwa ia telah jatuh dari kasih karunia; seorang
Calvinist yang mengalami kemunduran, bisa dibimbing juga dengan rasa takut,
bahwa ia tidak pernah mempunyai kasih karunia; dan rasa takut seperti ini lebih
sehat / bermanfaat dan lebih menyebabkan ia mencari / menyelidiki dirinya
sendiri dari pada rasa takut yang salah dari orang Arminian. Karena orang
Calvinist yang takut ini akan melihat bahwa sementara ia sedang mengumpak
dirinya sendiri bahwa ia sedang menuju ke surga, dalam faktanya ia senantiasa
sedang ada di jalan besar menuju neraka; dan sekarang, jika ia tidak mau
dihukum, ia harus membuat permulaan yang baru, dan meletakkan fondasi yang
lebih baik dari pada yang lama (tidak seperti orang Arminian yang takut, yang
semata-mata memulai hal lama yang sama lagi)] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 697.
d) Pdt.
Jusuf B. S. menggunakan Yes 26:10 untuk mendukung pandangannya, tetapi ia
sengaja memilih Terjemahan Lama supaya ayat itu bisa sesuai dengan
pandangannya.
Yes 26:10 (TL) - “Jikalau
dilakukan kasihan kepada orang fasik, tiada juga ia belajar membuat barang yang
benar, melainkan salah jua perbuatannya di dalam negeri yang semata-mata
betul, dan tiada dipandangnya akan kebesaran Tuhan”.
Yes 26:10 (TB) - “Seandainya
orang fasik dikasihani, ia tidak akan belajar apa yang benar; ia akan berbuat
curang di negeri di mana hukum berlaku, dan tidak akan melihat kemuliaan
TUHAN”.
KJV/RSV/NASB: ‘in the land of uprightness’ (= di negeri kelurusan / kebenaran).
NIV: ‘in a land of uprightness’ (=
di suatu negeri kelurusan / kebenaran).
Jelas bahwa dalam terjemahan-terjemahan
yang lain, kata ‘semata-mata’ itu tidak ada. Dalam bahasa Ibraninya juga tidak
ada. Dan memang ayat ini tidak berbicara tentang surga, tetapi tentang
Yerusalem yang dipulihkan.
13) 1Kor 9:27 - “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya
sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”.
Ada orang yang menganggap bahwa ayat ini menunjukkan
bahwa Paulus takut kehilangan keselamatannya, dan karena itu, jelaslah bahwa
keselamatan bisa hilang!
Jawaban saya:
Pandangan seperti itu salah, karena ayat ini terletak
dalam kontex yang berbicara tentang pertandingan lari, dan yang dipersoalkan
adalah hadiah / mahkota / pahala.
1Kor 9:24-27 - “Tidak
tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari,
tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu
larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut
mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka
berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk
memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan
dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku
dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang
lain, jangan aku sendiri ditolak”.
Karena itu, yang ditakutkan oleh Paulus dalam ayat ini
bukanlah kehilangan keselamatannya, tetapi kehilangan pahalanya!
Karena itu maka NIV menterjemahkan sebagai berikut: “No,
I beat my body and make it my slave so that after I have preached to others, I
myself will not be disqualified for the prize” (= Tidak, aku
menguasai tubuhku dan membuatnya hambaku supaya setelah aku berkhotbah kepada
orang-orang lain, aku sendiri tidak didiskwalifikasi untuk hadiahnya).
Harus diakui bahwa dalam bahasa aslinya, kata-kata ‘for
the prize’ itu tidak ada. Tetapi, kontexnya membenarkan penafsiran seperti
itu!
14) Kalau keselamatan tidak bisa hilang
maka setan tidak akan menyerang manusia mati-matian.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kalau keselamatan tidak bisa hilang, kalau semua orang sudah
ditentukan selamat atau binasa secara sepihak oleh Allah, maka Iblis dan
kawan-kawannya tidak perlu ngotot mencari mangsa, sia-sia! ... Tetapi bagaimana
dalam kenyataannya? Iblis berusaha mati-matian hendak menjatuhkan semua orang,
istimewanya yang penting-penting” -
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 26-27.
Ia lalu mengutip Luk 22:31-32 - “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu
seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan
gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.’”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Jadi secara tidak langsung, dari sikap dan cara kerja ilbis dan
kawan-kawannya kita dapat menyimpulkan bahwa tidaklah betul kalau Allah secara
sepihak menentukan lebih dahulu keselamatan setiap orang. Orang-orang beriman
masih mungkin hilang keselamatannya dan kemungkinan inilah yang dipakai Iblis
baik-baik” - ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 27.
Jawaban saya:
a) Iblis
itu tekun, Tuhan Yesus saja terus dicobai (bdk. Luk 4:13).
b) Kalaupun
ia tidak bisa membatalkan keselamatan orang-orang pilihan / percaya, ia bisa
membuat mereka menderita, mengganggu mereka dalam pelayanan / penginjilan dan
ketaatan, sehingga mereka jatuh ke dalam dosa, dan dengan demikian menyakiti
hati Allah. Karena itu ia tetap menyerang orang percaya.
15) Kemurtadan Salomo (1Raja 11:1-43).
a) Pembicaraan
tentang dosa Salomo sudah dimulai pada 1Raja 10:
·
1Raja 10:14-25,27 - ia
mengumpulkan emas dan perak.
·
1Raja 10:26,28-29 - ia
mengumpulkan banyak kuda dan kereta.
Dan sekarang dalam 1Raja 11, ia mempunyai banyak istri.
1Raja 11:3 - Salomo mempunyai 700 istri dan 300
gundik (semua ini mungkin merupakan bilangan hasil pembulatan).
Bagaimanapun juga, dan apapun alasannya, semua ini
bertentangan dengan Ul 17:14-17.
b) Yang
menjadi tekanan dari dosa Salomo dalam 1Raja 11 ini bukanlah banyak
istri, tetapi ‘banyak istri asing’. Ini bertentangan dengan larangan
Tuhan dalam ay 2a: “padahal tentang
bangsa-bangsa itu TUHAN telah berfirman kepada orang Israel: ‘Janganlah kamu
bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab
sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.’”. Bdk. Kel 34:12-16 Ul 7:1-5.
c) Mentoleransi
penyembahan berhala oleh para istri asing tersebut di negaranya.
d) Pada
masa tuanya Salomo tertarik kepada penyembahan berhala dari para istri asing
tersebut, dan bahkan ia mendirikan kuil bagi berhala-berhala tersebut (1Raja 11:3-8).
Ada beberapa hal yang ingin saya bahas dalam persoalan
kejatuhan Salomo ke dalam penyembahan berhala ini:
1. Sampai
sejauh mana kemurtadan / penyembahan berhala yang dilakukan oleh Salomo?
Adam Clarke mengatakan bahwa Salomo betul-betul murtad sejauh
mungkin.
Adam Clarke: “He seems to have gone as
far in iniquity as it was possible” (=
Kelihatannya ia telah pergi / berjalan di dalam dosa sejauh hal itu
memungkinkan) - hal 427.
Tetapi kebanyakan penafsir tidak sependapat dengan Adam
Clarke.
Albert Barnes (hal 178) mengatakan bahwa Salomo tidak
pernah betul-betul murtad.
Poole (hal 679) mengatakan bahwa kemurtadan Salomo bukan
berarti bahwa ia berubah pikiran tentang Allah, tetapi bahwa ia menjadi dingin /
suam. Juga ia mengijinkan dan bahkan membangun kuil-kuil berhala, dan mungkin
kadang-kadang ikut secara lahiriah dalam upacara-upacara berhala.
Pulpit Commentary:
“The text
does not limit Solomon’s polygamy to the time of old age, but his idolatrous leanings.
I say ‘leanings’ for it is doubtful to what extent Solomon himself took part in
actual idolatry” (= Text ini tidak
membatasi polygamynya Salomo pada masa tuanya, tetapi membatasi kecondongan
penyembahan berhalanya. Saya mengatakan ‘kecondongan’ karena diragukan sampai
sejauh mana Salomo sendiri ikut serta dalam penyembahan berhala yang
sungguh-sungguh) - hal 221.
Alasannya:
a. Tidak
pernah dikatakan bahwa Salomo ‘served’ [=
melayani / beribadah; Ibrani: dbafA (ABAD)] allah lain,
suatu ungkapan / istilah yang selalu digunakan untuk penyembahan berhala. Bdk.
1Raja 16:31 22:53 2Raja 16:3 dan sebagainya.
b. Kalau
ia memang menyembah berhala, maka dosanya lebih besar dari pada dosa Yerobeam
(1Raja 12:29). Lalu mengapa selanjutnya bukan dosa Salomo, tetapi dosa
Yerobeam, yang selalu dijadikan patokan dari kejahatan, seperti dalam 1Raja
15:34 16:2,19,26,31 22:53 dan sebagainya?
c. Kata-kata
‘tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN / mengikuti
TUHAN’ (1Raja 11:4,6) menunjukkan bahwa
Salomo tidak sepenuhnya meninggalkan Tuhan.
d. Kalau
ia betul-betul murtad, bagaimana mungkin dikemudian hari kehidupannya,
bersama-sama dengan kehidupan Daud, masih tetap dijadikan teladan?
2Taw 11:17 - “Demikianlah
mereka memperkokoh kerajaan Yehuda dan memperkuat pemerintahan Rehabeam bin
Salomo selama tiga tahun, karena selama tiga tahun mereka hidup mengikuti
jejak Daud dan Salomo”.
Salomo memang ikut membangun kuil, dan itu jelas salah,
tetapi ia tidak pernah betul-betul ikut menyembah berhala. Perhatikan
1Raja 11:7-8, yang menunjukkan bahwa Salomo hanya membangun kuilnya,
tetapi para istri asing itulah yang mempersembahkan korban kepada berhala /
dewa mereka.
Pulpit Commentary:
“It was not
actual idolatry. True, Solomon built altars, but he built them for his wives
(vers. 7,8).” [= Itu bukan betul-betul
penyembahan berhala. Memang benar bahwa Salomo membangun altar-altar /
mezbah-mezbah, tetapi ia membangun altar-altar / mezbah-mezbah itu untuk
istri-istrinya (ay 7,8)] - hal 223.
Pulpit Commentary:
“the
distinction, so far as the sin is concerned, between this and actual idolatry
is a fine one. It is not implied, however, that Solomon ever discarded the
worship of Jehovah” (= Mengenai dosa yang
dipersoalkan, perbedaan antara dosanya ini dan penyembahan berhala yang
sungguh-sungguh, merupakan perbedaan yang tipis. Tetapi bagaimanapun text itu
tidak menunjukkan bahwa Salomo pernah membuang penyembahan kepada Yehovah) - hal 222.
2. Problem
1Raja 11:33: apakah ayat ini menunjukkan bahwa Salomo betul-betul jatuh ke
dalam penyembahan berhala?
Ayat ini adalah ayat satu-satunya yang seolah-olah
menunjukkan bahwa Salomo betul-betul jatuh ke dalam penyembahan berhala secara
pribadi.
1Raja 11:33: “Sebabnya
ialah karena ia telah meninggalkan Aku dan sujud menyembah kepada
Asytoret, dewi orang Sidon, kepada Kamos, allah orang Moab dan kepada Milkom,
allah bani Amon, dan ia tidak hidup menurut jalan yang Kutunjukkan
dengan melakukan apa yang benar di mataKu dan dengan tetap mengikuti segala
ketetapan dan peraturanKu, seperti Daud, ayahnya”.
Tetapi sebetulnya belum tentu, karena ayat ini salah
terjemahan. Terjemahan Kitab Suci Indonesia diambil dari LXX / Septuaginta (=
Perjanjian Lama yang sudah diterjemahkan ke bahasa Yunani) yang dalam seluruh
ayat ini menggunakan bentuk tunggal. Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah
ini.
KJV: ‘Because that they have forsaken me, and have
worshipped Ashtoreth the goddess of the Zidonians, Chemosh the god of the
Moabites, and Milcom the god of the children of Ammon, and have not
walked in my ways, to do [that which is] right in mine eyes, and [to keep] my
statutes and my judgments, as [did] David his father’ (= Karena mereka telah meninggalkan Aku, dan
telah menyembah Asytoret dewi orang Sidon, Kamos dewa orang Moab, Milkom dewa
bangsa Amon, dan telah tidak berjalan dalam jalanKu, melakukan apa yang benar
di mataKu, dan memelihara hukum-hukumKu dan penghakimanKu, seperti yang
dilakukan oleh Daud, bapanya).
Jadi KJV menterjemahkan hampir seluruh ayat itu dalam
bentuk jamak, kecuali bagian terakhir dari ayat itu.
Pulpit Commentary:
“But the
plural is to be retained, the import being that Solomon was not alone in his
idolatrous leanings; or it may turn our thoughts to the actual idolaters - his
wives - whose guilt he shared. The singular looks as if an alteration had been
made to bring the words into harmony with the context, and especially with the concluding words of
this verse, ‘David his father.’” (= Tetapi bentuk
jamak itu harus dipertahankan, maksudnya adalah bahwa Salomo tidak sendirian
dalam kecondongannya pada penyembahan berhala; atau itu bisa mengarahkan
pikiran kita kepada penyembah-penyembah berhala yang sesungguhnya -
istri-istrinya - dengan siapa ia ikut bersalah. Bentuk tunggal kelihatannya
seakan-akan suatu perubahan telah dibuat untuk mengharmoniskan kata-kata ini
dengan kontext, dan khususnya dengan kata-kata penutup dari ayat ini, ‘Daud,
bapanya’) - hal 236-237.
Saya sendiri beranggapan bahwa kata-kata ‘mereka meninggalkan Aku’
tidak bisa diterapkan kepada istri-istri asing tersebut, karena mereka belum
pernah mengenal / mengikut Tuhan. Jadi itu harus diterapkan kepada Salomo dan
istri-istrinya yang bukan orang asing / penyembah berhala.
Demikian juga dengan kata-kata pada bagian akhir ay 33
itu - ‘telah
tidak berjalan dalam jalanKu, melakukan apa yang benar di mataKu, dan
memelihara hukum-hukumKu dan penghakimanKu’. Ini semua hanya berlaku untuk Salomo dan istri-istrinya yang bukan orang asing /
penyembah berhala, dan tidak berlaku untuk istri-istri asing Salomo.
Kalau demikian, maka bisa juga diambil kebalikannya,
yaitu dengan menerapkan kata-kata ‘telah menyembah’ hanya kepada para istri asing tersebut, dan tidak kepada Salomo.
Salomo memang mungkin sekali ikut
dalam upacara / kebaktian penyembahan berhala itu, tetapi jelas bahwa hatinya
tidak sungguh-sungguh mempercayai berhala-berhala tersebut. Dengan kata lain,
ia hanya ikut secara lahiriah. Bandingkan dengan Naaman dalam 2Raja 5:17-18
yang meminta ijin kepada Elisa untuk ikut sujud menyembah kepada dewa Rimon
(secara lahiriah). Saya berpendapat tindakan itu salah, dan Elisa juga salah
dalam memberikan ijin, tetapi itu tetap bukan merupakan suatu kemurtadan.
Jadi, demikian juga dengan tindakan Salomo. Kalau ia secara lahiriah ikut
menyembah dewa-dewa istri-istrinya, itu jelas merupakan suatu kompromi yang
bersifat dosa, tetapi itu bukan merupakan kemurtadan yang sungguh-sungguh.
3. Apakah
Salomo akhirnya bertobat dari dosa-dosanya ini? 1Raja 11 ini ditutup dengan
cerita tentang kematian Salomo, tanpa menceritakan sedikitpun tentang
pertobatannya.
a. Pandangan
Adam Clarke: Salomo tidak pernah bertobat sampai akhir hidupnya, dan ia binasa
dalam dosanya (tidak diselamatkan).
Adam Clarke: “This dismal account has a
more dismal close still; for, in the same place in which we are informed of his
apostasy, we are informed of his death, without the slightest intimation that
he ever repented and turned to God” [= Cerita
yang menyedihkan ini mempunyai penutup yang lebih menyedihkan; karena di tempat
yang sama (pasal
yang sama) dimana kita diberi informasi tentang
kemurtadannya, kita juga diberi informasi tentang kematiannya, tanpa petunjuk
sedikitpun bahwa ia pernah bertobat dan berbalik kepada Allah] - hal 433.
Adam Clarke: “It is true that what is
wanting in fact is supplied by conjecture; for it is firmly believed that ‘he
did repent, and wrote the book of Ecclesiastes after his conversion, which is a
decided proof of his repentance.’” (= Memang
benar bahwa apa yang dalam faktanya tidak ada disuplai oleh suatu dugaan;
karena dipercaya secara teguh bahwa ‘ia memang bertobat, dan menuliskan kitab
Pengkhotbah setelah pertobatannya, yang merupakan suatu bukti yang nyata /
pasti tentang pertobatannya’) - hal 433.
Adam Clarke: “I am sorry I cannot
strengthen this opinion; of which I find not the shadow of a proof” (= Saya minta maaf bahwa saya tidak bisa menguatkan pandangan
ini; tentang mana saya tidak bisa menemukan bayangan dari bukti) - hal 433.
Clarke lalu memberikan beberapa hal untuk menentang
pandangan tersebut:
·
Kitab Pengkhotbah sekalipun
berbicara tentang banyak kesia-siaan tetapi sama sekali tidak berbicara tentang
kesia-siaan dari penyembahan berhala, yang merupakan dosa / kemurtadan Salomo.
·
Kitab Pengkhotbah tidak
menggunakan kata-kata dari orang yang bertobat dari dosa yang hebat / kejatuhan
yang dalam, karena sama sekali tidak ada pengakuan dosa di dalamnya dan sama
sekali berbeda dengan Maz 51, yang merupakan doa pengakuan dosa dari Daud.
·
Diragukan bahwa Salomo
menulis kitab Pengkhotbah, karena dalam beberapa bagian terlihat bahwa itu
berasal dari jaman sesudah Salomo (Clarke, hal 434).
·
Terhadap pandangan yang
mengatakan bahwa Salomo merupakan type dari Kristus dan karena itu ia pasti
selamat, Clarke mengatakan:
*
ia tidak menganggap Salomo
sebagai type dari Kristus.
*
seandainya ia memang type
dari Salomo, itu tidak membuktikan pertobatan / keselamatannya, karena ular
tembaga yang jelas merupakan type dari Kristus (Yoh 3:14-15), akhirnya
dihancurkan karena disembah (2Raja 18:4).
Adam Clarke: “Typical persons and
typical things may perish as well as others; the antitype alone will infallibly
remain” (= Orang-orang atau
hal-hal / benda-benda yang merupakan type bisa binasa seperti yang lain; hanya
anti typenya saja yang tertinggal secara mutlak) - hal 434.
Adam Clarke: “there seems every evidence
that he died in his sins. ... there is not a single testimony in the Old or New
Testament that intimates he died in a safe state” (= kelihatannya ada setiap bukti bahwa ia mati dalam
dosa-dosanya. ... tidak ada satupun kesaksian dalam Perjanjian Lama atau
Perjanjian Baru yang menunjukkan bahwa ia mati dalam keadaan selamat) - hal 434.
Adam Clarke: “That awful denunciation of
Divine justice stands point blank in the way of all contrary suppositions: ‘If
thou forsake the Lord, he will cast thee off for ever,’ 1Chron. 28:9. He did
forsake the Lord; and he forsook him in his very last days; and there is no
evidence that he ever again clave to him” (= Ancaman
yang mengerikan dari keadilan Ilahi berada secara langsung di jalan dari semua
anggapan yang bertentangan: ‘Jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang
engkau untuk selamanya’, 1Taw 28:9. Ia memang meninggalkan Tuhan; dan Ia meninggalkannya
pada hari-hari terakhirnya; dan tidak ada bukti bahwa ia pernah berpegang
kepadaNya lagi) - hal 434.
1Taw 28:9 (kata-kata Daud) - “Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan
beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN
menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau
mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau
meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya”.
Adam Clarke: “Reader, let him that
standeth take heed lest he fall; not only foully but finally. Certainly,
unconditional final perseverance will find little support in the case of
Solomon. He was once most incontrovertibly in grace. He lost that grace and
sinned most grievously against God. He was found in this state in his old age.
He died, as far as the Scripture informs us, without repentance. Even the
doubtfulness in which the bare letter of the Scripture leaves the eternal state
of this man, is a blast of lightning to the syren song of ‘Once in grace, and
still in grace;’ ‘Once a child, and a child for ever.’” (= Pembaca, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri,
hati-hatilah supaya ia jangan jatuh; bukan hanya jatuh secara buruk, tetapi
jatuh pada akhirnya / sampai akhir. Jelas bahwa ketekunan akhir yang tidak
bersyarat tidak menemukan dukungan dalam kasus Salomo. Bahwa ia pernah berada
dalam kasih karunia merupakan sesuatu yang tidak dapat dibantah. Ia kehilangan
kasih karunia itu dan berdosa secara sangat menyedihkan terhadap Allah. Ia
didapati dalam keadaan ini pada masa tuanya. Ia mati, sejauh yang Kitab Suci
informasikan kepada kita, tanpa pertobatan. Bahkan keragu-raguan dimana
huruf-huruf telanjang dari Kitab Suci menyerahkan keadaan kekal dari orang ini,
merupakan suatu ledakan petir bagi nyanyian ... (?) ‘Sekali dalam kasih
karunia, dan tetap dalam kasih karunia’; ‘Sekali seorang anak, dan seorang anak
selama-lamanya’.) - hal 434.
Alasan lain yang dipakai untuk menunjukkan bahwa Salomo
tidak bertobat adalah: seandainya ia bertobat, ia pasti akan menghancurkan
kuil-kuil yang ia bangun, tetapi kenyataannya semua itu masih ada setelah
kematiannya. 2Raja 23:13 - “Bukit-bukit pengorbanan
yang ada di sebelah timur Yerusalem di sebelah selatan bukit Kebusukan dan yang
didirikan oleh Salomo, raja Israel, untuk Asytoret, dewa kejijikan sembahan
orang Sidon, dan untuk Kamos, dewa kejijikan sembahan Moab, dan untuk Milkom,
dewa kekejian sembahan orang Amon, dinajiskan oleh raja”.
Matthew Poole (hal 768) menafsirkan ini bukan sebagai apa
yang didirikan oleh Salomo, karena itu sudah dihancurkan pada saat ia bertobat,
tetapi lalu diatasnya didirikan lagi oleh orang lain, di tempat yang sama, dan
untuk penggunaan yang sama, sehingga disebut dengan nama Salomo.
Catatan: Memang di
antara jaman Salomo dan jaman Yosia yang melakukan apa yang tertulis dalam
2Raja 23:13 ini, ada jaman Yehu, yang menghancurkan semua berhala, kecuali
anak lembu yang dibuat oleh Yerobeam (2Raja 10:26-29). Maka adalah aneh
kalau bukit-bukit yang didirikan oleh Salomo belum dihancurkan dan bertahan
sampai jaman Yosia.
b. Penafsir-penafsir
lain kelihatannya tidak ada yang setuju dengan Adam Clarke. Hampir semua
beranggapan bahwa Salomo bertobat dan diselamatkan.
Matthew Poole menganggap Salomo bertobat dan
diselamatkan. Alasannya:
·
Matthew Poole: “We read nothing of the repentance of Adam, Noah, after his
drunkenness, Lot, Samson, Asa, &c.; shall we therefore conclude they were
all damned? The silence of the Scripture is a very weak argument in matters of
history” (= Kita tidak pernah
membaca tentang pertobatan Adam, Nuh, setelah ia mabuk, Lot, Simson, Asa, dsb;
apakah karena itu kita akan menyimpulkan bahwa mereka semua dihukum? Diamnya
Kitab Suci merupakan suatu argumentasi yang lemah dalam persoalan-persoalan
sejarah) - hal 682.
·
Poole menambahkan bahwa
kalau ia bertobat, dan Kitab Suci tidak menceritakan sehingga ada keraguan
tentang nasib akhirnya, maka itu menjadi sesuatu yang membuat takut orang-orang
kristen sehingga tidak sembarangan berbuat dosa.
·
Bahwa ia bertobat bisa
terlihat secara implicit dari bagian setelah Salomo mati, dimana jalannya dan
jalan Daud digabungkan menjadi satu sebagai teladan.
2Taw 11:17 - “Demikianlah
mereka memperkokoh kerajaan Yehuda dan memperkuat pemerintahan Rehabeam bin
Salomo selama tiga tahun, karena selama tiga tahun mereka hidup mengikuti
jejak Daud dan Salomo”.
·
Kitab Pengkhotbah yang
ditulis oleh Salomo setelah pertobatannya, menunjukkan pertobatan tersebut.
Pulpit Commentary:
“We need not
attempt to solve the purely speculative question as to whether he ever
recovered from his fall; his later writings suggest at least the hope that
it was so” (= Kita tidak perlu
mencoba untuk menyelesaikan pertanyaan yang sepenuhnya bersifat spekulasi
berkenaan dengan apakah ia pernah pulih dari kejatuhannya; tulisan-tulisannya
pada masa belakangan sedikitnya menunjukkan harapan bahwa ia memang pulih /
bertobat) - hal 231.
Keil & Delitzsch:
“Whether
Solomon turned to the Lord again with all his heart, a question widely
discussed by the older commentators ... cannot be ascertained from the
Scriptures. If the Preacher (Koheleth) is traceable to Solomon so far as the
leading thoughts are concerned, we should find in this fact an evidence of his
conversion, or at least a proof that at the close of his life Solomon
discovered the vanity of all earthly possessions and aims, and declared the
fear of God to be the only abiding good, with which a man stand before the
judgment of God” (= Apakah Salomo berbalik
kepada Tuhan lagi dengan segenap hatinya, suatu pertanyaan yang didiskusikan
secara meluas oleh penafsir-penafsir kuno ... tidak bisa dipastikan dari Kitab
Suci. Jika kitab Pengkhotbah bisa ditelusuri jejaknya sampai kepada Salomo
sejauh pokok-pokok utamanya yang dipersoalkan, kita harus mendapatkan dalam
fakta ini suatu bukti dari pertobatannya, atau sedikitnya suatu bukti bahwa
pada akhir hidupnya Salomo menemukan kesia-siaan dari semua milik dan tujuan
duniawi, dan menyatakan rasa takut kepada Allah sebagai satu-satunya hal baik
yang menetap, dengan mana seseorang berdiri di hadapan penghakiman Allah) - hal 182,183.
Catatan: terhadap
argumentasi Clarke di atas yang mengatakan bahwa dalam kitab Pengkhotbah tidak disebutkan
tentang kesia-siaan dari penyembahan berhala, dan juga tidak ada pengakuan dosa
/ permintaan ampun, saya menjawab sebagai berikut:
*
penjahat yang bertobat di
kayu salib juga tidak diceritakan bahwa ia mengaku dosa, minta ampun dan
sebagainya. Tetapi tetap ia dianggap betul-betul bertobat!
*
pertobatan dari pemungut
cukai (Luk 18:13), yang juga tidak membicarakan korupsi / penindasan yang
ia lakukan, tetapi ia toh diampuni / dibenarkan.
*
Maz 51 itu sendiri,
yang merupakan doa pengakuan dosa raja Daud, sama sekali tidak menyinggung
tentang perzinahan (dengan Batsyeba) dan pembunuhan (terhadap Uria) yang ia
lakukan.
Catatan: perlu
diketahui bahwa Maz 51:1-2 dalam Kitab Suci Indonesia, yang memang
membicarakan perzinahannya dengan Batsyeba, sebetulnya tidak termasuk dalam
Kitab Suci. Itu mungkin hanya merupakan catatan tambahan dari ahli Taurat yang
menyalin manuscript / naskah. Dalam Kitab Suci bahasa Inggris bagian-bagian
seperti itu selalu diletakkan di headnote (catatan kepala).
*
kitab Pengkhotbah memang
bukan merupakan suatu doa pengakuan dosa seperti Maz 51. Tetapi dari isinya
kita bisa melihat sikap hati Salomo.
Matthew Poole: “And therefore we have
reason to conclude that Solomon did repent, and was saved” (= Dan karena itu kita mempunyai alasan untuk menyimpulkan
bahwa Salomo memang bertobat, dan diselamatkan) - hal 682.
Tetapi bagaimana tentang kata-kata Daud dalam
1Taw 28:9 - “Dan engkau, anakku Salomo,
kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan
dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat
dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi
jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya”?
Mungkin Daud sengaja memperkeras kata-katanya, untuk
membuat Salomo lebih sungguh-sungguh dalam mengikut Tuhan.
Saya sendiri ingin menambahkan satu hal lagi yang
mendukung keselamatan dari Salomo, yaitu 2Sam 7:12-16 (kata-kata Tuhan
melalui nabi Natan kepada Daud) - “Apabila umurmu sudah genap
dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka
Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan
mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu (ini jelas menunjuk kepada Salomo) dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk
selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. Apabila
ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai
orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setiaKu
tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang
telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk
selama-lamanya di hadapanKu, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.’”.
Kata-kata ‘kasih setiaKu’ diterjemahkan berbeda-beda:
KJV: ‘my mercy’ (=
belas kasihanKu).
RSV: ‘my steadfast love’ (= kasih setiaKu).
NIV: ‘my love’ (= kasihKu).
NASB: ‘My lovingkindness’ (= kebaikan dari kasihKu).
Dalam tafsirannya tentang bagian ini Adam Clarke berkata:
“he shall have affliction,
but his government shall not be utterly subverted. But this has a higher
meaning. ... His house shall be a lasting house, and he shall die in the throne
of Israel, his children succeeding him; and the spiritual seed, Christ,
possessing and ruling in that throne to the end of time. The family of Saul
became totally extinct; the family of David remained till the incarnation” (= ia akan mendapatkan penderitaan, tetapi pemerintahannya
tidak akan ditumbangkan sepenuhnya. Tetapi bagian ini mempunyai arti yang lebih
tinggi. ... Keluarganya akan ada selama-lamanya, dan ia akan mati di takhta
Israel, keturunannya menggantikannya; dan benih / keturunan rohani, Kristus,
memiliki dan memerintah di takhta itu sampai akhir jaman. Keluarga Saul punah
secara total; keluarga Daud tetap ada sampai inkarnasi) - hal 325.
Saya berpendapat bahwa ia menghindari kata-kata dari text
ini, dan menujukannya hanya untuk keadaan jasmani dari Salomo, dan menerapkannya
secara penuh untuk Yesus Kristus.
Memang dalam text tersebut ada bagian-bagian yang
ditujukan kepada Kristus, tetapi bagian yang saya garis bawahi dari text itu
tidak mungkin ditujukan kepada Kristus, karena berbicara tentang ‘kesalahan’ dan ‘hukuman Tuhan baginya’.
Itu hanya bisa diterapkan / ditujukan kepada Salomo.
Tentang hal ini Clarke (hal 327) mengatakan bahwa
kata-kata ‘to
commit iniquity’ (= melakukan kejahatan)
bisa diterjemahkan ‘to suffer for iniquity’ (= menderita untuk kejahatan). Juga ia berpendapat bahwa
kata ‘iniquity’ (= kejahatan) bisa diterjemahkan ‘punishment’ (= hukuman). Jadi, ia lalu mengubah kata-kata ‘if he commit
iniquity’ (= ) menjadi ‘even in his
suffering for iniquity’ (= bahkan dalam
penderitaannya untuk kejahatan).
Juga kata-kata ‘Aku akan
menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan
anak-anak manusia’ diartikan oleh Clarke
sebagai menunjuk kepada penderitaan Kristus dalam memikul dosa / hukuman kita
(bdk. Yes 53:4-5). Dengan demikian, menurut Clarke, bagian ini cocok untuk
Mesias.
Adam Clarke: “if the Messiah be the
person here meant, as suffering innocently for the sins of others, Solomon
cannot be” (= jika sang Mesias adalah
orang yang dimaksudkan di sini, yang menderita secara tak bersalah untuk
dosa-dosa orang-orang lain, maka tentu bukan Salomo yang dimaksud) - hal 327.
Tetapi terjemahannya ini:
·
sepanjang yang saya ketahui
tidak didukung oleh terjemahan Kitab Suci manapun, bahkan tidak oleh Living
Bible ataupun Good News Bible.
·
menjadi sangat tidak cocok
dengan kontext, yang mengkontraskan Salomo (yang sekalipun berdosa, tetapi
tidak ditinggalkan oleh Tuhan) dengan Saul (yang ditinggalkan Tuhan karena
berdosa).
Adam Clarke menambahkan lagi:
“Many have applied these
verses and their parallels to support the doctrine of unconditional final
perseverance; but with it the text has nothing to do; and were we to press it,
... the doctrine would most evidently be ruined, for there is neither proof nor
evidence of Solomon’s salvation” (= Banyak
orang yang menerapkan ayat-ayat ini dan ayat-ayat paralelnya untuk mendukung
doktrin dari ketekunan akhir yang tak bersyarat; tetapi text itu tidak
mempunyai hubungan dengan doktrin itu; dan seandainya kita mau memaksakannya,
... doktrin ini justru akan hancur, karena tidak ada bukti dari keselamatan
Salomo) - hal 325.
Keil & Delitzsch:
“It is very
obvious, from all the separate details of this promise, that it related
primarily to Solomon, and had a certain fulfilment in him and his reign. ...
But in his old age Solomon sinned against the Lord by falling into idolatry;
and as a punishment for this, after his death his kingdom was rent from his
son, not indeed entirely, as one portion was still preserved to the family for
David’s sake (1Kings 11:9 sqq.). Thus the Lord punished him with rods of
men, but did not withdraw from him His grace” [= Adalah sangat jelas, dari semua detail-detail yang terpisah
dari janji ini, bahwa itu secara terutama berhubungan dengan Salomo, dan
mempunyai penggenapan tertentu dalam dia dan pemerintahannya. ... Tetapi pada
masa tuanya Salomo berdosa terhadap Tuhan dengan jatuh ke dalam penyembahan
berhala; dan sebagai hukuman untuk ini, setelah kematiannya kerajaannya disobek
dari anaknya, memang tidak seluruhnya, karena satu bagian masih ada pada
keluarga tersebut demi Daud (1Raja 11:9dst). Demikianlah Tuhan menghukumnya
dengan rotan dari manusia, tetapi tidak menarik kasih karuniaNya darinya] - hal 346.
Kelihatannya Keil & Delitzsch ini menganggap bahwa
kata-kata ‘kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya’ hanya menunjuk pada fakta bahwa Salomo tetap menjadi
raja sampai mati, dan demikian juga dengan keturunannya sampai jaman Yesus
berinkarnasi. Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata itu tidak mungkin hanya
mempunyai arti jasmani / duniawi saja. Adalah aneh untuk mengatakan bahwa Tuhan
tidak menjauhkan kasih / kasih setiaNya dari Salomo, tetapi Salomo masuk
neraka.
Kesimpulan: Cerita tentang ‘kemurtadan’ Salomo ini tidak
menunjukkan bahwa orang percaya yang sejati bisa murtad dan terhilang / binasa,
karena:
·
Salomo tidak betul-betul
murtad secara total. Bdk. Mat 24:24 - “Sebab
Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan
tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin,
mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”. Kata-kata ‘sekiranya mungkin’ jelas menunjukkan bahwa itu tidak mungkin terjadi.
·
Salomo akhirnya bertobat
dan diselamatkan.
email
us at : gkri_exodus@lycos.com