BENAR atau SESAT? : Buku Pegangan Katekisasi GKI "Tuhan Ajarlah Aku"
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
I. Tentang Kitab Suci
Dalam bagian-bagian tertentu ia meninggikan
Kitab Suci dan mengakuinya sebagai firman Allah, tetapi dalam bagian-bagian
tertentu yang lain ia merendahkan Kitab Suci.
b. Hal 131: "Oleh karena itu penulisan Alkitab merupakan hasil inspirasi dan pengilhaman Roh Kudus sendiri (bdk. 2Tim 3:16)".
c. Hal 211: "Sebagai jemaat Allah kita mengakui
kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah yang menuntun kepada keselamatan
dan menjadi dasar normatif bagi kehidupan serta tingkah laku kita".
b. Hal 77: "Oleh karena itu firman Allah sejati tidak pernah hanya merupakan suatu kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci. Pendewa-dewaan kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci sebenarnya sama saja dengan pemberhalaan. Iman kristen menyadari, bahwa firman Allah sejati menjelma menjadi Yesus Kristus yang adalah Anak Allah. Artinya firman Allah sejati tidak pernah menjelma menjadi sebuah 'buku yang turun dari sorga'".
Hal yang senada dengan ini ia katakan dalam
hal 214: "Atas dasar pemikiran yang demikian, theologia Alkitab tidak
pernah mendudukkan Alkitab sejajar dengan Firman Allah sendiri. Alkitab
adalah alat yang dipakai oleh Allah untuk menyampaikan firmanNya.
Sedangkan firman Allah yang sejati (realitas obyektif-ilahi) menjelma menjadi
manusia yang kelihatan dan yang menyejarah. Sebab itu sikap penghargaan
kita yang tinggi terhadap Alkitab sebagai alat dari firman Allah tidak
boleh melebihi penghargaan kita kepada Yesus Kristus. Jadi Alkitab berada
di bawah kuasa pribadi Yesus Kristus, tidak boleh sebaliknya!".
Selanjutnya dalam hal 215 penulis berkata:
"Semua usaha penelitian ilmiah ini tidak menggoyahkan iman mereka, sebab
iman mereka tertuju kepada Yesus Kristus bukan kepada Alkitab".
Ada beberapa hal yang perlu dibahas tentang
pernyataan-pernyataan ini:
Gal 4:4 - "Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat"
w Kalau Yesus ditinjau sebagai Allah, apakah Ia lebih tinggi dari firman Allah / Kitab Suci?
Dalam arti tertentu, memang ya! Karena Yesus adalah Allah sendiri, maka Ia harus kita sembah, sedangkan Kitab Suci tidak boleh disembah! Tetapi ditinjau dari sudut otoritas / kebenarannya, maka pertanyaan itu harus dijawab dengan 'tidak'! Yesus sebagai Allah sekalipun tidak lebih tinggi otoritas / kebenarannya dibandingkan Kitab Suci / firman Allah, karena Yesus tidak mungkin bisa mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Kitab Suci / firman Allah! Bdk. Mat 5:17-18!
w Kita tidak bisa meninggikan Yesus dan pada saat yang sama merendahkan Kitab Suci, karena Kitab Suci adalah firman Tuhan sendiri! Mungkinkah kita bisa menghormati seseorang tetapi merendahkan kata-katanya?
John Murray memberikan komentar tentang seorang teman sejawatnya yang bernama E.J. Young (yang memang sangat getol dalam mempertahankan otoritas Kitab Suci) sebagai berikut: "He knew nothing of an antithesis between devotion to the Lord and devotion to the Bible. He revered the Bible because he revered the Author" (= Ia tidak mengenal pertentangan antara kesetiaan / pembaktian diri terhadap Tuhan dan kesetiaan / pembaktian diri terhadap Alkitab. Ia menghormati Alkitab karena ia menghormati Pengarangnya).
w Kita harus percaya baik kepada Yesus Kristus / Allah, maupun kepada firmanNya/ Alkitab, karena hanya dari firmanNya / Alkitab itulah kita bisa mengenal / percaya kepada Yesus Kristus / Allah dengan benar. Perhatikan bahwa beberapa ayat Kitab Suci jelas menyuruh kita untuk percaya kepada firman Tuhan!
Dalam Maz 119:66b Daud berkata: "sebab aku percaya kepada perintah-perintahMu".
Dalam Mark 1:15 Yesus sendiri berkata: "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil".
Jelas ada perbedaan antara mengatakan bahwa 'Alkitab adalah Firman Allah' dan 'Alkitab berfungsi sebagai firman Allah'!
d. Penulis juga menyebutkan Kej 1 sebagai 'ungkapan religius umat Israel' (hal 26), 'usaha perumusan kredo dari umat Allah' (hal 29), 'formulasi kredo (perumusan pengakuan iman)' (hal 29), 'ungkapan religius' (hal 29), 'pengakuan iman' (hal 31), 'bahan bukti iman' (hal 31), 'pengakuan teologis (iman)' (hal 31)
Semua ini ia perjelas maksudnya dalam hal 31 dimana ia berkata: "Namun melalui kisah penciptaan itu, penulis kitab Kejadian mengajak kepada seluruh para pembaca (umat manusia) agar bersama-sama hidup dalam iman kepada Tuhan Allah saja, sebab Dialah Pencipta langit dan bumi"
Hal yang serupa ia katakan dalam hal 32: "Sehingga isi kesaksian Kitab Kejadian sebenarnya merupakan jawaban dan sikap penulis Kitab Kejadian yang mewakili orang-orang beriman terhadap latar belakang kehidupan budaya dan pandangan hidup pada jaman itu"
Pandangan penulis tentang Kej 1 ini juga berlaku dalam pandangannya tentang seluruh Alkitab, dan ini terlihat dari:
w hal 28-29: "Sikap yang alkitabiah dalam menafsirkan kisah penciptaan langit dan bumi serta manusia adalah menempatkan Alkitab yang memiliki bidang disiplin yang khas dan unik itu sebagai kumpulan kitab yang berisi kesaksian iman. Melalui kesaksian iman orang-orang percaya ini, Tuhan Allah menyampaikan firman dan kehendakNya. Sebab itu sebagai firman Allah, Alkitab berfungsi untuk menyampaikan kesaksian tentang karya dan tindakan Allah yang dialami dalam sejarah oleh orang-orang percaya, yaitu sebagai karya yang menyelamatkan".
w hal 130: "Jadi fungsi Alkitab adalah menyampaikan kesaksian (pewartaan) iman dari orang-orang percaya pada jaman dan waktu yang lain dan masa yang akan datang".
w hal 131: "Jadi karena hakikat Alkitab berfungsi sebagai pewartaan iman ..."
w hal 208: "Bila demikian, kebenaran Alkitab merupakan kebenaran iman. Sebagai kebenaran iman, Alkitab memberi kesaksian iman orang-orang percaya dari dunia Perjanjian Lama dan Perjanjian baru tentang karya atau tindakan-tindakan Tuhan Allah yang menyelamatkan di dalam sejarah kehidupan manusia"
w hal 209: "Secara
keseluruhan konteks Alkitab adalah kesaksian iman orang-orang percaya
tentang karya penyelamatan Allah. ... Kita harus menghormati fungsi dan
kedudukan Alkitab sebagai buku keagamaan yang berisi kesaksian iman manusia
namun dipakai Allah untuk menyampaikan kehendakNya yang menyelamatkan".
w Dari mana penulis kitab Kejadian itu bisa tahu bahwa Allah adalah Pencipta? Bagaimana ia tahu cara Allah mencipta alam semesta, sehingga ia lalu bisa memberikan kesaksian iman? Mungkinkah ia bisa tahu dengan sendirinya kalau Allah tidak memberikan firmanNya kepadanya?
w Dari mana penulis kitab Kejadian / Kitab Suci itu bisa beriman (sehingga lalu bisa memberi kesaksian iman) kalau mereka tidak lebih dulu menerima firman Tuhan? Kitab Suci sendiri mengatakan: "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus" (Roma 10:17)
Ia menggunakan sistim penafsiran yang dikembangkan oleh tokoh Liberal dari Jerman yang bernama Rudolf Bultmann (sekalipun hal ini tidak dikatakan oleh penulis).
Rudolf Bultmann menafsirkan Kitab Suci dengan melakukan apa yang disebut demythologizing. Bultmann percaya bahwa Kitab Suci mengandung myth (= mitos / dongeng), dan untuk mengerti kitab suci ia berpendapat bahwa kita harus memisahkan mitos / dongeng (yang tidak benar) tsb dari kebenaran yang ingin diajarkan oleh Kitab Suci tsb. Pembuangan mitos untuk mendapatkan kebenaran yang ingin diajarkan oleh Kitab Suci inilah yang disebut dengan demythologizing itu. Kalau cara penafsiran ini digunakan terhadap bagian kitab suci yang merupakan perumpamaan, maka itu mungkin sekali bisa diterima, karena cerita yang digunakan dalam perumpamaan memang tidak sungguh-sungguh terjadi. Tetapi Bultmann menerapkan metode penafsirannya terhadap bagian-bagian yang bersifat sejarah dan yang betul-betul terjadi. Jadi kalau ia menafsirkan cerita kebangkitan Lazarus dalam Yoh 11, mungkin sekali ia akan berkata bahwa mujijat kebangkitan itu cuma mitos / dongeng yang tidak sungguh-sungguh terjadi. Kebenaran yang ingin diajarkan oleh Kitab Suci, mungkin cuma bahwa Yesus berkuasa atas kematian.
Ajaran Bultmann ini jelas merupakan ajaran sesat yang harus kita tolak, karena secara tak langsung ajaran ini menyatakan bahwa dalam firmanNya Allah mencampur kebenaran dengan dusta!
Tetapi penulis TAA ini justru menggunakan metode penafsiran Bultmann ini, dan hal itu terlihat dari:
w "Urut-urutan hari dalam kisah penciptaan dimaksudkan oleh penulis Kitab Kejadian tidak dalam arti laporan eksak ilmiah mengenai terjadinya segala sesuatu. Namun urut-urutan hari ditulis dimaksudkan sebagai pengakuan iman bahwa Allah mencipta dengan perencanaan (program kerja) yang baik" (hal 31)
w "Jadi gagasan inti yang harus kita mengerti adalah kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian bukan laporan jurnalistik atau bukan informasi ilmiah tentang ilmu arkeologi" (hal 31)
2. Hal 36 (tentang pembuatan / penciptaan Hawa) dimana ia berkata:
3. Hal 51 (tentang hukuman dosa dalam Kej 3) dimana ia berkata:
- laki-laki harus bekerja keras mencari rezeki karena tanah menjadi terkutuk bagi manusia
- ular dikutuk sehingga harus merayap dengan perutnya
- terjadi permusuhan antara manusia dengan ular.
5. Hal 307 menunjukkan bahwa Buku 'Theology
of the New Testament, vol I' karangan Bultmann, masuk dalam daftar
kepustakaan penulis.
Ini terlihat pada waktu ia berkata: "Sebab melalui pembacaan Alkitab, manusia sepanjang abad memperoleh inspirasi dan dorongan untuk melakukan sesuatu yang sangat penting" (hal 204). Padahal inspirasi / ilham hanya ada pada saat penulis-penulis Kitab Suci menuliskan Kitab Suci. Kalau jaman sekarang masih ada inspirasi / ilham, kita pasti akan mendapatkan Kitab Suci jilid 2!
D. Penulis beranggapan bahwa Kitab Suci bisa bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
Ia berpendapat bahwa Kitab Suci dan ilmu pengetahuan mempunyai bidangnya sendiri-sendiri dan tidak boleh saling mencampuri. Ini terlihat dari:
w hal 26: "Menurut Alkitab (sudut pandang kaum fundamentalis), bila dihitung dari Kitab Kejadian sampai Maleakhi umur bumi hanya sekitar 4000 tahun. Sedangkan menurut ilmu pengetahuan, umur bumi sudah mencapai ratusan juta tahun"
w hal 28: "Sikap yang tepat adalah memisahkan dan menghargai tiap-tiap bidang disiplin Alkitab dengan ilmu pengetahuan. Jadi bidang kebenaran Alkitab tidak boleh diberlakukan untuk menilai kebenaran ilmu pengetahuan; sebaliknya kebenaran-kebenaran ilmu pengetahuan tidak boleh dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai kebenaran-kebenaran Alkitab"
w hal 212: "Kewibawaan
Alkitab tidak berkurang nilainya apabila tidak cocok dengan hasil-hasil
ilmu pengetahuan"
Apa yang penulis sebut dengan 'hasil-hasil ilmu pengetahuan' sebetulnya hanya merupakan teori / hipotesa yang bahkan sudah direkayasa!
Disamping itu ada satu hal lagi yang ingin saya kemukakan, yaitu bahwa pada saat Allah mencipta alam semesta dengan segala isinya, Allah menciptakan semua itu dalam keadaan 'sudah mempunyai umur tertentu (yang tidak kita ketahui)'.
Misalnya:
w Pada waktu pohon-pohonan diciptakan oleh Allah, maka pohon-pohonan itupun diciptakan bukan sebagai biji yang baru bertunas, tetapi sebagai pohon-pohon yang sudah besar, yang sudah mempunyai umur tertentu. Andaikata pada hari ke 7, seorang ilmuwan menebang sebuah pohon, dan memeriksa umurnya, mungkin sekali ia akan mendapati bahwa pohon itu sudah berumur 100 tahun, padahal pohon itu baru berumur 4 hari!
w Pada waktu
bumi dengan lapisan batu-batuannya diciptakan oleh Allah, maka semua itupun
sudah diciptakan dalam keadaan sudah punya umur tertentu. Mungkin 1000
tahun, mungkin 10.000 tahun, mungkin pula jutaan tahun! Jadi, kalau pada
hari ke 7 seseorang meneliti bumi dan lapisan batu-batuan itu dengan metode
pencari umur yang tepat, maka dia akan mendapatkan hasil ribuan, atau jutaan
tahun, padahal semua itu baru berumur 7 hari!
2. Mungkinkah Alkitab (yang ditafsirkan secara benar) dan ilmu pengetahuan (yang betul-betul benar, bukan yang bersifat hipotesa seperti teori Darwin / evolusi, umur bumi dsb) bisa bertentangan? Dua hal yang sama-sama benar tidak mungkin bisa bertentangan!
Dalam hal 212 penulis berkata "Sebagai contoh manusia Perjanjian Lama masih beranggapan bahwa matahari yang mengelilingi bumi, sebab dia terbit dari sebelah Timur dan terbenam di sebelah Barat (Mazmur 19:6-7). Padahal menurut Ilmu Pengetahuan bukan matahari yang mengelilingi bumi sebaliknya bumilah yang mengelilingi matahari".
Dalam hal ini harus saya akui bahwa hasil Ilmu Pengetahuan dalam hal ini (bahwa bumilah yang mengelilingi matahari) bukanlah sekedar suatu teori / hipotesa, tetapi adalah suatu fakta yang memang benar. Tetapi apakah itu menunjukkan bahwa Kitab Suci (khususnya Maz 19:6-7) itu salah? Saya berpendapat tidak! Mengapa demikian? Karena Alkitab tidak ditulis sebagai buku ilmiah, dan karenanya tidak ditulis menurut cara ilmiah. Banyak bagian Alkitab yang ditulis menurut pandangan mata manusia / sebagaimana kelihatannya oleh mata manusia. Karena dalam mata manusia kelihatannya mataharilah yang mengelilingi bumi, maka demikianlah ditulisnya.
Contoh lain: dalam Kej 1:14-16 Allah menciptakan benda-benda penerang (matahari, bulan dan bintang-bintang). Dikatakan dalam Kej 1:16 bahwa matahari dan bulan adalah benda penerang yang besar, dan ini secara implicit / tak langsung berarti bahwa bintang-bintang adalah benda-benda penerang yang kecil. Padahal kita tahu bahwa bintang-bintang itu lebih besar dari bulan bahkan lebih besar dari matahari! Tetapi Kitab Suci tetap menulis begitu, karena Kitab Suci menuliskan sebagaimana kelihatan oleh mata manusia (bintang kelihatan kecil, matahari dan bulan kelihatan besar). Hal ini tidak berarti bahwa Kitab Suci bertentangan dengan ilmu pengetahuan, juga tidak berarti bahwa Kitab Suci tidak inerrant!
3. Kalau ilmu pengetahuan itu benar, dan Alkitab bertentangan dengannya, bagaimana mungkin kewibawaan Alkitab bisa tidak berkurang? Itu kata-kata paling dungu yang pernah saya dengar! Coba pikirkan, jika di dalam hal-hal yang kelihatan (dan yang bisa dibuktikan secara ilmiah) Alkitab bisa salah, maka bukankah hanya orang dungu saja yang mau percaya pada hal-hal yang tidak kelihatan (dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah) yang diceritakan oleh Alkitab seperti iman, keselamatan, surga, neraka, dll.
Selain itu, bagaimana mungkin kita bisa mempercayai
bahwa Allah yang bisa membawa kita ke dalam hidup yang kekal ternyata bisa
salah di dalam hal-hal yang sederhana mengenai dunia jasmani ini? Allah
yang semacam itukah yang dipercayai oleh penulis? Jadi, jika seseorang
sudah menyatakan bahwa di dalam hal-hal yang bersifat jasmani ia tidak
mempercayai Alkitab, maka jelas adalah suatu omong kosong yang besar jika
ia mengatakan bahwa dirinya bisa beriman pada segala hal-hal rohani yang
diceritakan Alkitab.
Dalam hal 209 penulis berkata: "Alkitab memang berfungsi sebagai Firman Allah, tetapi Firman Allah yang bersabda melalui perkataan-perkataan manusia. Ini berarti bahwa Alkitab tidak pernah menyampaikan suatu informasi tentang Allah dan kehendakNya terlepas dari kehidupan manusia"
Ini adalah suatu omong kosong belaka! Memang Allah sering berfirman melalui kata-kata dan kehidupan manusia, tetapi jelas bahwa Ia bisa dan pernah berfirman terlepas dari kehidupan manusia.
Contoh:
w Kata-kata Yesus
yang mengatakan bahwa Ia akan datang keduakalinya juga merupakan firman
Allah yang terlepas dari kehidupan manusia!
w Banyak bagian
dari kitab Wahyu yang merupakan nubuat, dan ini juga merupakan firman Allah
yang terlepas dari kehidupan manusia.
Hal ini terlihat dari:
w hal 158: "Saat ini metode penafsiran Alkitab yang kontekstual diperjuangkan untuk menafsirkan Alkitab secara tepat dan dapat dipertanggung jawabkan"
w hal 21: "...
sikap Yesus yang lebih mengutamakan keselamatan jiwa orang dari pada ketaatan
pada hukum Hari Sabat, ... Yesus sangat menghormati hukum Taurat sebagai
hukum Allah, namun Dia tidak mau menjadikan hukum-hukum Allah sebagai suatu
belenggu".
b. Penulis adalah orang yang kompromistis / suka mengkompromikan firman Tuhan! (bdk. Mat 5:17-19!)
email us at : gkri_exodus@mailcity.com