DOKTRIN ALLAH
: Theologyoleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Sifat-sifat Allah
I) Sifat2 yang tak dapat diberikan (Incommunicable attributes).
A) Self existence (= ada dari dirinya sendiri).
1) Karena Allah itu ada dari diriNya sendiri, maka ini menunjukkan bahwa Ia mempunyai sifat independent (= tak tergantung).
Apa saja yang independent?
2) Karena Allah adalah satu-satunya yang mempunyai sifat self-exist-ence, dan segala sesuatu yang lain di luar diri Allah ada hanya melalui Dia dan dipelihara olehNya, maka ini juga berarti bahwa segala sesuatu tergantung kepada Dia (Maz 94:17-19 Neh 9:6 Maz 104:27-30 Kis 17:28 1Tim 6:13 Ibr 1:3).
B) Immutability (= sifat tetap / tidak bisa berubah).
1) Kesempurnaan Allah menyebabkan Dia tidak bisa berubah, baik diriNya (Maz 102:26-28 Mal 3:6 Yak 1:17) maupun tujuan / maksud / janji-janjiNya (Yes 14:24,27 Yes 46:10).
Allah tidak bisa menjadi makin baik atau makin jelek, karena hal itu menunjukkan Ia tidak sempurna.
Tetapi perlu dingat bahwa sekalipun Allah tidak berubah, tetapi:
a) TindakanNya bisa berubah, dalam arti, bisa saja Ia tidak mau melakukan lagi apa yang dulu pernah Ia lakukan.
Misalnya:
b) CaraNya bisa berubah (Ibr 1:1).
Karena itu jangan menggunakan ketidak-bisa-berubahan Allah ini sebagai dasar untuk berkata bahwa kalau dulu Ia membangkitkan orang mati, sekarang Ia pasti juga membangkitkan orang mati, kalau dulu Ia berfirman dengan menggunakan mimpi, malaikat dsb, maka sekarang Ia pasti juga melakukan hal yang sama. Ini salah!
2) Manusia bisa berubah dan hubungan antara Allah dan manusia bisa berubah, tetapi Allah sendiri tidak bisa berubah.
C) Infinity (= ketidakterbatasan).
Beberapa aspek dari ketidak-terbatasan Allah:
1) KesempurnaanNya yang mutlak (His absolute perfection).
KesempurnaanNya menjadi sifat dari semua sifat-sifat yang dapat diberikan (Communicable attributes). Jadi, kuasa Allah, kesucian Allah, pengetahuan Allah, hikmat Allah, kasih / kebenaran Allah itu sempurna.
KesempurnaanNya menyebabkan Ia tidak mempunyai batas ataupun cacat cela (Ayub 11:7-9 Maz 145:3 Mat 5:48).
2) KekekalanNya (His eternity).
Ini adalah ketidak-terbatasan Allah di dalam hal waktu.
KekekalanNya berarti:
Ada orang yang mengatakan: "He is the eternal ‘I am’" (= Ia adalah ‘I am’ yang kekal).
Bdk. Yoh 8:58 (NIV): ‘Before Abraham was born, I am’.
3) Kebesaran / keluasan Allah (His immensity).
Ini adalah ketidak-terbatasan Allah di dalam hal tempat.
Artinya:
Jadi, jangan membayangkan seakan-akan Allah adalah seperti gas yang menyebar, sebagian ada di sini dan sebagian ada di situ. Juga jangan membayangkan seakan-akan Allah seperti raksasa yang besar, dimana di sini hanya ada tangannya, di situ hanya ada kakinya dsb.
Yang benar adalah: seluruh Allah ada di mana-mana. Hati-hati dengan ajaran sesat yang mengatakan bahwa yang maha ada / ada dimana-mana itu bukanlah Allahnya, tetapi kehendak Allah atau kuasa Allah atau pengetahuan Allah. Ini salah / sesat! Yang maha ada adalah Allahnya sendiri.
Kita tidak perlu merasa menghina Allah kalau kita mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, bahkan ditempat-tempat yang kotor (got, tempat sampah, dsb), dan di neraka sekalipun!
Ada orang yang bertanya: ‘Where is God?’ (= dimanakah Allah?) yang lalu dijawab dengan pertanyaan: ‘Where is He not?’ (= dimana Ia tidak ada?).
Kalau dalam Kitab Suci dikatakan Allah datang, pergi, turun, naik, dsb (Kej 11:5-7 Hakim-hakim 13:20), itu semua hanyalah bahasa Anthropomorphism (= bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia).
Kalau dikatakan bahwa dosa memisahkan manusia dengan Allah, maka itu hanya menunjukkan perpisahan rohani, bukan secara jasmani / fisik.
Dalam kemahadaaan Allah ini terlihat sifat ‘transcendent’ dan ‘immanent’ dari Allah.
Deisme hanya menekankan sifat transcendent dari Allah.
Berlawanan dengan Deisme, maka Pantheisme hanya menekan-kan sifat immanent dari Allah.
Baik Deisme maupun Pantheisme adalah salah / sesat, karena Allah mempunyai kedua sifat ini, dan ini terlihat dengan jelas dalam Yer 23:23.
Istilah ‘immensity’ hampir sama dengan ‘omnipresence’ (= kemaha-adaan), tetapi:
Sekalipun Allah itu ada / hadir dimana-mana, tetapi Allah tidak hadir di semua tempat dengan sikap dan arti yang sama.
Louis Berkhof: "This does not mean, however, that He is equally present and present in the same sense in all His creatures" (= Tetapi ini tidak berarti bahwa Ia hadir secara sama dan hadir dalam arti yang sama dalam semua makhluk ciptaanNya) - ‘Systematic Theology’, hal 61.
Herman Bavinck: "He is not present in the same degree and manner everywhere" (= Ia tidak hadir dalam tingkat dan cara yang sama di mana-mana) - ‘The Doctrine of God’, hal 157.
Misalnya:
Illustrasi: Polisi hadir bersama presiden maupun bersama penjahat, tetapi waktu hadir bersama presiden, ia hadir dengan sikap hormat dan bertujuan melindungi, sedangkan waktu hadir bersama penjahat, ia hadir untuk mengawasi supaya penjahat itu tidak lari. Ini jelas menunjukkan cara hadir yang berbeda.
Penerapan:
D) The Unity of God (= Kesatuan Allah).
Louis Berkhof membedakan 2 macam kesatuan:
1) Unitas Singularitatis.
Ini menekankan:
a) Allah itu hanya satu (Ul 6:4 1Raja-raja 8:60 1Kor 8:6 1Tim 2:5).
b) Allah itu unik, tidak ada yang seperti Dia (Kel 15:11 Yes 46:9).
Keunikan Allah ini menyebabkan berhala itu dilarang.
2) The Unitas Simplicitatis.
Ini menekankan bahwa Allah itu tidak terbagi-bagi atas komponen-komponen yang membentuk Allah. Berbeda dengan manusia yang terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, dan tubuhnya terdiri dari daging, tulang, darah, dsb, maka Allah tidak terdiri dari komponen-komponen seperti itu.
Ingat bahwa:
a) 3 pribadi dalam Allah Tritunggal bukanlah 3 bagian yang memben-tuk hakekat ilahi. Ke tiga pribadi ini sekalipun bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan.
b) Sifat-sifat Allah dan hakekat ilahi juga tidak terpisahkan.
II) Sifat2 yang dapat diberikan (Communicable attributes).
A) Personal Spirit (= Roh yang berpribadi).
1) Kepribadian Allah.
a) Kepribadian yang sempurna hanya ada pada diri Allah sedangkan kepribadian manusia hanyalah suatu ‘copy’ dari kepribadian Allah.
b) Tiga kepribadian dalam Allah tidak mempunyai analogi dalam diri manusia.
Ada yang menganalogikan tiga kepribadian dalam Allah itu dengan Trichotomy (doktrin yang mengatakan bahwa manusia terdiri dari 3 bagian, yaitu tubuh, jiwa, dan roh). Tetapi ini salah, karena berten-tangan dengan banyak bagian Kitab Suci yang menunjukkan bah-wa manusia terdiri hanya dari 2 bagian, yaitu ‘tubuh’ dan ‘jiwa atau roh’. Ini dibahas dalam Anthropology (Doktrin Manusia).
2) Allah adalah Roh (Yoh 4:24).
a) Allah adalah Roh.
Malaikat dan setan juga adalah roh. Manusia juga mempunyai roh. Tetapi semua itu berbeda, karena Allah adalah Roh yang sem-purna.
b) Allah adalah seseorang yang tidak bersifat materi dan karena itu Ia tidak bisa terlihat (1Tim 1:17 1Tim 6:15-16).
Tetapi pada saat Ia menghendaki, maka Ia bisa menampakkan diri.
B) Omniscience (= Kemahatahuan).
1) Bahwa Allah itu maha tahu dinyatakan secara jelas dalam 1Sam 2:3 Yes 40:27-28.
2) Berbeda dengan pengetahuan pada manusia, pengetahuan Allah tidak didapatkan dari luar diriNya, melalui pengamatan / penyelidikan atau melalui proses berpikir (bdk. Ro 11:33-34).
3) Pengetahuan Allah sempurna, dalam arti:
a) Pengetahuan Allah tidak bisa salah.
b) Allah mengetahui segala sesuatu.
C) Wisdom (= Hikmat / kebijaksanaan Allah).
Hikmat Allah adalah aspek khusus dari pengetahuan Allah.
Pengetahuan tidak sama dengan hikmat, tetapi keduanya berhubungan sangat erat (Amsal 8 Ro 11:33-34). Baik hikmat maupun pengetahuan Allah adalah sempurna.
Definisi hikmat:
D) Goodness (= Kebaikan Allah).
Beberapa aspek dari kebaikan Allah:
1) Kebaikan Allah kepada ciptaanNya secara umum (Maz 36:6-7 Maz 104:21 Maz 145:9,15,16 Mat 5:45 Mat 6:26 Luk 6:35 Kis 14:17).
2) Kasih Allah.
3) Kasih karunia Allah (The grace of God).
4) Belas kasihan / rakhmat / kemurahan hati Allah (The mercy of God).
5) Kepanjang-sabaran Allah (The long suffering of God).
E) Holiness (= Kekudusan).
1) Kekudusan berarti ‘berbeda dengan’ atau ‘terpisah dari’.
Kalau kita mengatakan bahwa Allah itu kudus, maka itu bisa berarti:
a) Diri Allah memang berbeda dengan seluruh ciptaanNya (Kel 15:11 1Sam 2:2). Yang dimaksud di sini bukan berbeda dalam sifat mo-ral, tetapi bahwa diri Allah memang berbeda dengan ciptaanNya.
b) Allah terpisah dari dosa / kejahatan moral.
Ini menyebabkan:
2) Perwujudan dari kekudusan Allah.
a) Kekudusan Allah dinyatakan dalam hukum moral yang ditanamkan dalam hati manusia / hati nurani (Ro 2:15).
b) Kekudusan Allah dinyatakan secara khusus dalam hukum-hukum dalam Firman Tuhan / Kitab Suci. Karena itu jangan heran dan menganggap Allah itu tidak masuk akal karena Ia memberikan hukum-hukum yang begitu tinggi seperti Mat 5:28,44 dsb. Sebetul-nya hukum-hukum itu tidak terlalu tinggi andaikata manusia tidak jatuh ke dalam dosa. Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, semua manusia dikuasai oleh dosa, dan condong kepada dosa sehingga tidak lagi mampu melakukan hukum-hukum Tuhan itu. Tetapi melihat hal ini Tuhan tidak lalu menurunkan tingkat hukum-hukumNya, karena kalau Ia melakukan hal ini maka itu menunjuk-kan bahwa Ia tidak kudus / kurang kudus.
c) Kekudusan Allah dinyatakan melalui pahala yang Allah berikan kepada orang-orang yang mentaati hukum-hukumNya.
d) Kekudusan Allah dinyatakan melalui hukuman yang Ia berikan kepada orang-orang yang melanggar hukum-hukumNya.
e) Kekudusan Allah dinyatakan oleh Yesus yang disebut sebagai ‘Yang Kudus dan Benar’ (Kis 3:14). Yesus menyatakan kekudusan Allah melalui hidupNya yang suci.
f) Kekudusan Allah dinyatakan dalam Gereja sebagai tubuh Kristus (1Pet 1:15-16 1Yoh 2:6).
F) Righteousness (= Kebenaran).
Kebenaran sebetulnya berarti suatu ketaatan yang ketat terhadap hukum. Karena itu banyak orang yang berpendapat bahwa kita tidak bisa berbicara tentang kebenaran dalam Allah karena tidak ada hukum di atas Allah. Tetapi sekalipun tidak ada hukum di atas Allah, pastilah ada hukum di dalam diri Allah sendiri (bdk. 2Tim 2:13).
G) Justice (= Keadilan).
1) Keadilan yang menguntungkan (Remunerative justice).
Ini dinyatakan dengan memberikan pahala kepada manusia. Hal ini sebenarnya merupakan perwujudan dari kasih ilahi. Pahala diberikan, sebenarnya bukan karena kita betul-betul berjasa dan layak meneri-manya, tetapi karena adanya janji Allah (Ul 7:9,12-13 Maz 58:12 Mat 25:21,34 Ro 2:6-7 Luk 17:10 1Kor 4:7).
2) Keadilan pembalasan (Retributive justice).
Ini berhubungan dengan pemberian hukuman sebagai perwujudan dari murka Allah (Ro 2:8-9 Ro 12:19 2Tes 1:8-9). Perlu diperhatikan bahwa sekalipun manusia tidak berhak / tidak layak menerima pahala, tetapi ia betul-betul layak menerima hukuman.
H) Sovereignty (= Kedaulatan).
Kitab Suci menekankan kedaulatan Allah dengan menyatakan bahwa:
Dasar Kitab Suci: Kej 14:19-20 Kej 50:20 Kel 18:11 Ul 10:14,17 1Taw 29:11-12 2Taw 20:6 Neh 9:6 Maz 22:29 Maz 47:3-5,8-9 Maz 50:10-12 Maz 95:3-5 Maz 115:3 Maz 135:5-7 Luk 1:51-53 Kis 17:24-26 Wah 19:6.
Ada 2 hal yang penting dalam hal kedaulatan Allah ini:
1) Kehendak Allah yang berdaulat (the sovereign will of God).
a) Macam-macam kehendak Allah:
1. Kehendak Allah yang menunjuk pada prinsip-prinsip kehidupan yang Ia berikan kepada manusia, dan ini mencakup baik pe-rintah-perintah maupun larangan-larangan dari Allah untuk manusia.
Kehendak yang ini sering tidak terjadi, karena manusianya tidak taat.
2. Kehendak Allah yang menunjuk pada hal yang menyenangkan Allah kalau hal itu terjadi (1Tim 2:3-4 2Pet 3:9).
3. Kehendak Allah yang menunjuk pada RencanaNya yang telah Ia tetapkan dalam kekekalan.
Kehendak yang ini pasti terlaksana dan tidak mungkin digagal-kan oleh apapun / siapapun juga (Ayub 23:13 Ayub 42:1-2 Maz 33:10-11 Yes 14:24-27 Yes 46:10-11 Ibr 6:17).
Kehendak Allah yang kita bicarakan di sini adalah kehendak Allah dalam arti yang ke 3.
b) Kehendak Allah adalah penyebab dari segala sesuatu:
1Pet 2:8 - "Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan".
Kitab Suci Indonesia ini salah terjemahan. Perhatikan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris di bawah ini:
c) Kebebasan kehendak Allah (the freedom of God’s will).
Kebebasan Allah tidak boleh diartikan bahwa Ia menentukan se-gala sesuatu dengan sikap acuh tak acuh. Ia mempunyai alasan-alasan yang menyebabkanNya menghendaki sesuatu terjadi.
Allah tidak bisa menghendaki sesuatu yang bertentangan dengan sifat dasarNya (His nature), kebijaksanaanNya, kasihNya, kebenar-anNya, keadilanNya dan kesucianNya.
d) Kehendak Allah dalam hubungannya dengan dosa.
1. Dalam Rencana Allah yang kekal juga terdapat dosa; jadi Allah juga menentukan adanya dosa (Kis 2:23 Kis 4:27-28).
2. Allah bukan pencipta dosa (God is not the author of sin).
3. Ada orang-orang yang menggunakan istilah ‘Allah mengijinkan adanya / terjadinya dosa’. Istilah ini boleh digunakan tetapi harus disertai dengan pengertian yang benar.
‘Allah mengijinkan dosa’ tidak berarti bahwa dosa itu mungkin terjadi, atau terjadi secara kebetulan, tetapi berarti bahwa dosa itu pasti terjadi. Kata ‘mengijinkan’ berarti bahwa dalam pelak-sanaan terjadinya dosa, Allah bekerja secara pasif.
4. Kehendak Allah untuk mengijinkan / menentukan adanya dosa tidak berarti bahwa Ia senang melihat adanya / terjadinya dosa.
2) Kuasa Allah yang berdaulat (The sovereign power of God).
Schleirmacher dan Strauss berkata bahwa kuasa Allah terbatas pada hal-hal yang sungguh-sungguh Ia lakukan.
Tetapi Alkitab mengajarkan bahwa kuasa Allah melampaui apa yang betul-betul Ia lakukan (Yer 32:27 Mat 3:9 Mat 26:53). Jadi jelas bahwa Ia mempunyai kuasa untuk melakukan hal-hal yang dalam kenyataanNya tidak Ia lakukan.
Tetapi Alkitab juga mengatakan bahwa ada banyak hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh Allah. Ia tidak bisa berdusta, berdosa, berubah, maupun menyangkal diriNya sendiri (Bil 23:19 1Sam 15:29 2Tim 2:13 Ibr 6:18 Tit 1:2 Yak 1:17).
email us at :
gkri_exodus@mailcity.com