oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
I) Orang yang sakit kusta:
William Barclay: "In Palestine there were two kinds of leprosy. There was one which was rather like a very bad skin disease, and it was the less serious of the two. There was one in which the disease, starting from a small spot, ate away the flesh until the wretched sufferer was left with only the stump of a hand or a leg. It was literally a living death" (= Di Palestina ada 2 jenis penyakit kusta. Yang satu lebih menyerupai penyakit kulit yang parah, dan ini yang tak terlalu serius dari 2 penyakit kusta ini. Yang satunya adalah dimana penyakit itu, mulai dari suatu bintik kecil, memakan habis daging sampai penderita yang celaka itu ditinggalkan dengan hanya puntungan tangan atau kaki. Ini secara hurufiah adalah orang mati yang hidup).
2)
Penafsiran umum yang salah tentang orang kusta:
b) Menganggap kusta sebagai hukuman dosa.
Sekalipun ada orang yang karena dosanya lalu dihukum dengan penyakit kusta, seperti:
Mat 8:2 dan Mark 1:40 hanya mengatakan ‘seorang yang sakit kusta’, tetapi Lukas yang adalah seorang tabib, menggambarkannya dengan lebih teliti. Ia menyebutkan bahwa orang itu ‘penuh kusta’, yang menunjukkan bahwa penyakit kusta orang itu sudah sangat parah.
4) Peraturan tentang orang kusta (Im 13:45-46 Bil 5:2).
b) Ini seharusnya merupakan sikap kita dalam memohon sesuatu kepada Tuhan. Memang kalau kita meminta sesuatu yang Tuhan janjikan, maka kita harus yakin bahwa Tuhan bisa dan mau memberikan. Tetapi kalau apa yang kita minta itu tidak pernah dijanjikan oleh Tuhan, kita hanya bisa yakin bahwa Tuhan bisa memberikan hal itu, tetapi kita tidak bisa yakin bahwa Tuhan mau memberikan hal itu kepada kita.
b) Sekalipun orang itu tadinya ‘penuh kusta’, ia menjadi sembuh secara total pada ketika itu juga. Kesembuhan ilahi memang harus total dan terjadi seketika.
William Hendriksen: "The healing brought about by Jesus were complete and instantaneous" (= Kesembuhan yang diadakan oleh Yesus adalah sempurna dan langsung).
Dalam Im 13-14 memang terlihat bahwa yang berhak menentukan apakah seseorang itu terkena kusta atau tidak dan apakah seseorang itu telah sembuh dari kustanya atau tidak, adalah imam. Karena itulah Yesus menyuruh orang itu pergi kepada imam.
Juga dalam Im 14 ditentukan persembahan apa yang harus diberikan oleh orang yang telah disembuhkan dari kustanya.
Jadi, dengan perintah ini terlihat bahwa:
Mark 1:45a mengatakan: "Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya ke mana-mana". Bdk. juga dengan Mark 7:36.
Jadi, kabar itu tersiar karena orang itu melanggar larangan yang Yesus berikan. Jelas bahwa orang itu menyebarkan cerita itu karena rasa syukur, tetapi bagaimanapun ia salah karena melanggar larangan Yesus.
Ini adalah contoh orang yang pada waktu diberkati / dikabulkan doanya, lalu justru membalas kebaikan Tuhan itu dengan berbuat dosa.
Penerapan:
Banyak orang melakukan hal yang sama seperti orang kusta ini, misalnya:
Calvin: "Hence we learn the reason why Christ did not wish the miracle to be so soon made known. It was that he might have more abundant opportunity and freedom for teaching. Not that his enemies rose against him, and attempted to shut his mouth, but because the common people were so eager to demand miracles, that no room was left for doctrine. He wished that they would all be more attentive to the word than to signs" (= Karena itu kita mempelajari alasan mengapa Kristus tidak ingin mujijat itu disampaikan / diberitakan begitu cepat. Itu adalah supaya Ia mendapat kesempatan dan kebebasan yang lebih banyak untuk pengajaran. Bukan karena musuh-musuhnya bangkit melawan Dia dan berusaha menutup mulutNya, tetapi karena manusia umum begitu ingin menuntut mujijat, sehingga tidak ada tempat yang tersisa untuk doktrin. Ia ingin supaya mereka semua lebih memperhatikan firman dari pada tanda).
Dalam suatu penberitaan firman, lebih baik hadir 100 orang yang betul-betul ingin belajar firman, dari pada hadir 500 orang yang sebagian besar tidak rindu firman dan datang hanya untuk menyaksikan atau mendapatkan kesembuhan. Mengapa? Karena orang yang tidak rindu firman itu akan membuat keributan dalam acara pemberitaan firman (lebih-lebih kalau banyak yang membawa anak untuk disembuhkan) sehingga akan mengacaukan pemberitaan firman.
Hal ini perlu dicamkan oleh banyak gereja yang menggunakan mujijat / kesembuhan sebagai ‘iklan / reklame’ dalam usahanya untuk menarik banyak orang datang ke gerejanya.
Catatan: ada hal yang saya tidak setuju dengan Calvin dalam hal ini, yaitu dimana ia berkata bahwa Yesus melarang memberitakan penyembuhan itu bukan karena musuh-musuhNya. Menurut saya itu juga merupakan alasan mengapa Yesus melarang (bdk. Mark 1:45 - ‘Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota’. Ini secara implicit menunjukkan adanya bahaya dari musuh-musuhNya).
3)
Kristus meninggalkan orang banyak itu dan pergi ke tempat sunyi untuk berdoa
(ay 16).
b) Yesus meninggalkan kesibukan pelayananNya untuk berdoa.
William Hendriksen: "Jesus gave us an example by not allowing anything to stand in the way of regular seasons of prayer" (= Yesus memberi kita suatu teladan dengan tidak mengijinkan apapun untuk menghalangi saat doa rutin).
Kalau pelayanan saja harus ditinggal demi waktu doa rutin, lebih-lebih hal-hal lain seperti pekerjaan, study, hobby, dsb.
Yesus tidak membiarkan kesibukanNya mengatur Dia / waktuNya, tetapi Dialah yang mengatur waktuNya dan kesibukanNya.
Kalau kita tak mau mengatur waktu / kesibukan kita, dan kita membiarkan kesibukan mengatur kita dan waktu kita, maka kita tak akan pernah ada waktu untuk Tuhan! Bdk. Marta dalam Luk 10:38-42.
c) Doa ini penting bagi pelayanan itu sendiri.
Adam
Clarke: "A man can give nothing unless he first receive
it; and no man can be successful in the ministry who does not constantly
depend upon God ... Why is there so much preaching and so little good done?
Is it not because the preachers mix too much with the world, keep too long
in the crowd, and are so seldom in private with God?" (= Seseorang
tidak bisa memberi apa-apa kecuali ia menerimanya lebih dulu; and tidak
ada orang bisa sukses dalam pelayanan kalau ia tidak terus-menerus bergantung
kepada Allah ... Mengapa ada banyak pemberitaan / khotbah dan begitu sedikit
hal baik yang terjadi? Apakah ini bukannya karena pengkhotbah-pengkhotbah
bercampur terlalu banyak dengan dunia, berada terlalu lama dalam kumpulan
orang banyak, dan begitu jarang berada sendirian dengan Allah?).