Eksposisi Injil
Lukas
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
LUKAS
6:27-36
I) Kasihilah musuhmu (ay 27,35).
1)
Dengan memberikan perintah ini Yesus bukannya menentang Perjanjian Lama
tetapi menentang penafsiran para ahli Taurat tentang Perjanjian Lama.
Kalau
kita melihat bagian paralel dari Luk 6:27 ini, yaitu Mat 5:43-44, maka
kelihatannya Yesus menentang Perjanjian Lama. Mat 5:43-44 - "Kamu
telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah
musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi
mereka yang menganiaya kamu".
Penggunaan kata ‘firman’, yang selalu menunjuk pada kata-kata Allah, menunjukkan
bahwa seolah-olah Yesus menentang Perjanjian Lama. Karena itu perlu diketahui
bahwa kata ‘firman’ dalam Mat 5:43 adalah terjemahan yang salah (demikian
juga dengan kata ‘firman’ dalam Mat 5:21,27,31,33,38). Bandingkan dengan
terjemahan NIV di bawah ini.
NIV:
"You have heard that it was said, ‘Love your neighbor
and hate your enemy’" (= Kamu telah mendengar bahwa dikatakan:
‘Kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu’).
Di
sini diterjemahkan ‘dikatakan’, dan karenanya tidak harus menunjuk pada
kata-kata Allah dalam Perjanjian Lama, tetapi bisa menunjuk pada kata-kata
/ penafsiran para ahli Taurat.
Memang
dalam Perjanjian Lama tidak ada firman yang menyuruh mengasihi sesama dan
membenci musuh. Itu merupakan pengajaran / penafsiran ahli-ahli Taurat.
Jadi Yesus bukannya menentang Perjanjian Lama tetapi menentang penafsiran
/ pengajaran para ahli Taurat tentang Perjanjian Lama.
2)
Apakah perintah ini menunjukkan kesalahan kekristenan, atau sebaliknya
justru menunjukkan benarnya kekristenan?
Perintah
untuk mengasihi musuh ini sering menyebabkan kekristenan diserang oleh
orang-orang beragama lain, karena dianggap tidak masuk akal, dsb. Tetapi
tentang ‘kasihilah musuhmu’ ini Adam Clarke justru berkata:
"This is the most sublime
precept ever delivered to man: a false religion durst not give a precept
of this nature, because, without supernatural influence, it must be for
ever impracticable" (= Ini adalah perintah yang paling mulia / luhur
yang pernah diberikan kepada manusia: agama yang salah / palsu tidak berani
memberikan perintah seperti ini, karena, tanpa pengaruh supranatural, itu
pasti tidak akan bisa dipraktekkan untuk selama-lamanya)
- hal 408.
II) Perwujudan kasih terhadap musuh.
Kasih
kepada musuh ini bukan hanya berupa kasih di dalam hati kita, tetapi
harus ada wujud lahiriahnya, yaitu:
1)
Berbuat baik kepada mereka (ay 27b).
Ingat
bahwa Yesus bukannya berkata: ‘Jangan membenci musuhmu’, tetapi ‘kasihilah
musuhmu’. Sejalan dengan itu, Yesus bukannya berkata: ‘janganlah berbuat
jahat kepada mereka’; tetapi Ia berkata ‘berbuatlah baik kepada mereka’.
Karena itu tidak cukup kalau kita sekedar tidak berbuat jahat terhadap
musuh kita; kita harus berbuat baik kepadanya!
Yesus
sendiri bukan hanya mengajarkan ajaran ini, tetapi Ia sendiri mempraktekkan
perintah untuk mengasihi musuh dan berbuat baik baginya, khususnya pada
waktu Ia mau menjadi manusia dan menderita dan mati di salib untuk dosa
kita, yang adalah musuhNya.
Leon
Morris (Tyndale): "It is not enough to refrain from hostile
acts. He is to do good to those who hate him" (= Tidak cukup untuk
menahan diri dari tindakan-tindakan bermusuhan. Ia harus berbuat baik kepada
mereka yang membencinya) - hal 129.
William
Barclay: "... the word used here is AGAPAN. ... AGAPAN
describes an active feeling of benevolence towards the other person; it
means that no matter what that person does to us we will never allow ourselves
to desire anything but his highest good; and we will deliberately and of
set purpose go out of our way to be good and kind to him. ... We cannot
love our enemies as we love our nearest and dearest. ... But we can see
to it that, no matter what a man does to us, even if he insults, ill-treats
and injures us, we will seek nothing but his highest good" (= ... kata
yang digunakan di sini adalah AGAPAN. ... AGAPAN menggambarkan perasaan
baik yang aktif terhadap orang lain; itu berarti bahwa tak peduli apa yang
dilakukan oleh orang itu terhadap kita, kita tidak pernah mengijinkan diri
kita untuk menginginkan apapun kecuali kebaikan yang tertinggi bagi dia;
dan kita, secara sengaja dan dengan tujuan / maksud yang tetap, akan berbuat
baik kepadanya. ... Kita tidak bisa mengasihi musuh kita seperti kita mengasihi
orang yang terdekat dan terkasih. ... Tetapi kita dapat mengusahakan bahwa
tak peduli apa yang seseorang lakukan terhadap kita, bahkan jika ia menghina,
menyakiti dan melukai kita, kita tidak akan mengusahakan apapun kecuali
kebaikan yang tertinggi baginya) - hal
78.
Adam
Clarke: "The retaliation of those who hearken not to their
own passion, but to Christ, consists in doing more good than they receive
evil" (= Pembalasan dari mereka yang tidak mendengarkan pada nafsu
/ perasaan mereka sendiri, tetapi kepada Kristus, terdiri dari melakukan
lebih banyak kebaikan dari pada kejahatan yang mereka terima)
- hal 408.
2)
Mendoakan mereka / memintakan berkat untuk mereka (ay 28).
a)
Pada waktu mendoakan musuh ini, perlu dicamkan bahwa kita harus berdoa
demi dia, bukan demi diri kita sendiri. Kalau kita mempunyai teman sekerja
/ sekolah yang menjengkelkan, kita mungkin akan berdoa supaya dia bertobat.
Tetapi kita bisa melakukan ini demi diri kita sendiri, yaitu dengan pemikiran:
‘kalau dia bertobat, dia tidak lagi akan menjengkelkan saya’. Ini doa yang
dilandasi oleh egoisme, bukan oleh kasih. Tentu bukan doa seperti ini yang
Yesus maksudkan. Kita harus berdoa betul-betul demi musuh itu!
b)
Ini juga dipraktekkan oleh Yesus sendiri di kayu salib (Luk 23:34), oleh
Stefanus pada waktu dirajam (Kis 7:60), dan oleh Paulus (1Kor 4:12-13).
3)
Tidak membalas kejahatan yang mereka lakukan terhadap kita (ay 29-30).
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang ay 29-30 ini:
a)
Dalam bagian paralelnya dalam Mat 5:38-39 bagian ini didahului dengan ‘mata
ganti mata dan gigi ganti gigi’.
Dalam
Hukum Turat memang ada hukum ini yaitu dalam Im 24:20 Kel 21:23-25 Ul 19:21,
tetapi semua ini diberikan dalam kontex hukum pengadilan (baca ketiga
ayat ini dan perhatikan kontexnya). Karena itu artinya adalah: pengadilan
harus memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahan orang yang diadili.
Tujuan dari hukum ini justru adalah supaya tidak terjadi balas dendam pribadi.
Tetapi para ahli Taurat menafsirkannya sebagai hukum pribadi (boleh
membalas dendam secara pribadi). Inilah yang dikoreksi oleh Yesus.
Barnes’
Notes: "In these places it was given as a rule to regulate
the decisions of judges. ... But, instead of confining it to magistrates,
the Jews had extended it to private conduct, and made it the rule by which
to take revenge" [= Di tempat-tempat ini
(maksudnya Kel 21:23-25 Im 24:20
Ul 19:21) itu diberikan sebagai peraturan untuk mengatur
keputusan dari hakim. ... Tetapi orang-orang Yahudi bukannya membatasi
hal itu bagi hakim, melainkan memperluasnya untuk tingkah laku pribadi,
dan membuatnya sebagai peraturan untuk membalas dendam]
- hal 26.
Calvin:
"Here another error is corrected. God had enjoined, by his
law, (Lev. 24:20,) that judges and magistrates should punish those who
had done injuries, by making them endure as much as they had inflicted.
The consequence was, that every one seized on this as a pretext for taking
private revenge. They thought that they did no wrong, provided they were
not the first to make the attack, but only, when injured, returned like
for like. Christ informs them, on the contrary, that, though judges were
entrusted with the defence on the community, and were invested with authority
to restrain the wicked and repress their violence, yet it is the duty of
every man to bear patiently the injuries which he receives" [= Di sini
kesalahan yang lain dikoreksi. Allah telah memerintahkan melalui hukumNya
(Im 24:20), bahwa hakim harus menghukum mereka yang telah melukai, dengan
membuat mereka merasakan sama banyaknya dengan apa yang mereka timbulkan.
Akibatnya adalah, bahwa setiap orang menggunakan ini sebagai alasan / dasar
untuk melakukan pembalasan dendam pribadi. Mereka mengira bahwa mereka
tidak melakukan hal yang salah, asalkan mereka tidak menyerang lebih dulu,
tetapi hanya membalas secara sama pada waktu mereka dilukai / disakiti.
Sebaliknya Kristus memberi tahu mereka bahwa sekalipun hakim dipercaya
unutk membela masyarakat, dan diberi otoritas untuk mengekang orang jahat
dan menekan kekerasan / kekejaman mereka, tetapi merupakan kewajiban dari
setiap orang untuk menanggung dengan sabar tindakan menyakitkan yang ia
terima] - hal 297.
D.
Martyn Lloyd-Jones: "the most important thing is that
this enactment was not given to the individual, but rather to the judges
who were responsible for law and order amongst the individuals" (=
hal yang terpenting adalah bahwa undang-undang ini tidak diberikan kepada
individu, tetapi kepada hakim-hakim yang bertanggung jawab untuk hukum
dan tata tertib di antara individu-individu)
- ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 272.
b) Dalam
bagian paralelnya dalam Mat 5:39 juga ada tambahan kata-kata ‘jangan
melawan orang yang berbuat jahat kepadamu’.
Ini berlaku hanya dalam hubungan pribadi.
D.
Martyn Lloyd-Jones (hal 274-275) mengatakan tentang seseorang yang bernama
Count Tolstoy, yang menafsirkan ayat ini secara extrim dengan mengatakan
bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, tentara, hakim, maupun
pengadilan, karena semua ini berarti ‘melawan kejahatan’, dan itu tidak
kristiani. Kesalahan orang ini adalah bahwa ia menerapkan ayat ini dalam
hubungan antar bangsa / negara, dan juga dalam hubungan pejabat pemerintah
dengan warga negara.
D.
Martyn Lloyd-Jones: "this teaching, which concerns the
Christian individual and nobody else, applies to him only in his personal
relationships and not in his relationships as a citizen of his country"
(= ajaran ini, yang menyangkut individu Kristen dan tidak orang lain, berlaku
baginya hanya dalam hubungan pribadinya dan bukan dalam hubungannya
sebagai seorang warga negara dari negaranya)
- ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 277.
D.
Martyn Lloyd-Jones: "those who base their pacifism upon
this paragraph - whether pacifism is right or wrong I am not concerned
to say - are guilty of a kind of heresy" (= mereka yang mendasarkan
sikap cinta damai / anti perang pada text ini - apakah sikap cinta damai
/ anti perang itu benar atau salah saya tidak mempersoalkannya - bersalah
tentang sejenis kesesatan) - ‘Studies
in the Sermon of the Mount’, hal 278.
John
Stott membandingkan Ro 12:17-21 yang berbunyi: "Janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian
dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri
menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada
tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan,
firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus,
berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di
atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah
kejahatan dengan kebaikan!"
dengan
Ro 13:4 yang berbunyi: "Karena pemerintah adalah hamba Allah
untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia,
karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba
Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat"
dan
ia lalu berkata sebagai berikut:
"It is better, then, to see
the end of Romans 12 and the beginning of Romans 13 as complementary to
one another. Members of God’s new community can be both private individuals
and state officials. In the former role we are never to take personal revenge
or repay evil for evil, but rather bless our persecutors (12:14), serve
our enemies (12:20), and seek to overcome evil with good (12:21). In the
latter role, however, if we are called by God to serve as police or prison
officers or judges, we are God’s agents in the punishments of evildoers.
True, ‘vengeance’ and ‘wrath’ belong to God, but one way in which he executes
his judgment on evildoers today is through the state. To ‘leave room for
God’s wrath’ (12:19) means to allow the state to be ‘an agent of wrath
to bring punishment on the wrongdoer’ (13:4)." [= Maka, adalah lebih
baik untuk memandang bagian akhir dari Roma 12 dan bagian awal dari Roma
13 sebagai saling melengkapi. Anggota-anggota dari masyarakat yang baru
dari Allah bisa merupakan pribadi maupun pejabat pemerintah. Dalam peranan
yang pertama kita tidak pernah boleh membalas dendam atau membalas kejahatan
dengan kejahatan, tetapi sebaliknya memberkati penganiaya kita (12:14),
melayani musuh kita (12:20), dan berusaha mengalahkan kejahatan dengan
kebaikan (12:21). Tetapi, dalam peranan yang terakhir, jika kita dipanggil
oleh Allah untuk melayani sebagai polisi atau pejabat penjara atau hakim,
kita adalah agen Allah dalam menghukum pelaku kejahatan. Memang benar ‘pembalasan’
dan ‘murka’ adalah milik Allah, tetapi salah satu cara yang Ia pakai untuk
melaksanakan penghakimanNya terhadap pelaku kejahatan sekarang ini adalah
melalui pemerintah. ‘Memberi tempat kepada murka Allah’ (12:19) berarti
mengijinkan pemerintah untuk menjadi ‘agen kemurkaan untuk membawa hukuman
kepada pelaku kejahatan’ (13:4)]
- ‘Involvement’, vol I, hal 127.
Jadi,
ay 29 ini tidak berarti bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi,
hakim atau pengadilan. Konsekwensinya, sebagai orang kristen kita boleh
melaporkan orang yang menampar / memukul / menganiaya kita ke polisi atau
mengajukannya ke pengadilan, karena kalau tidak maka apa gunanya polisi,
hakim dan pengadilan itu? Melaporkan si pemukul ke polisi / mengajukannya
ke pengadilan dengan tujuan supaya keadilan ditegakkan, dan supaya ia tidak
melakukan hal itu kepada orang lain, dan supaya orang lain tidak meniru
tindakannya, boleh dilakukan. Jadi yang dilarang oleh ayat ini adalah balas
dendam pribadi.
c)
Kata-kata ‘berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain’ dalam ay 29a ini
tidak boleh diartikan secara hurufiah.
Perhatikanlah
beberapa kutipan yang memberikan komentar tentang ay 29 ini:
-
Pulpit
Commentary: "No reasonable, thoughtful man would feel
himself bound to the letter of these commandments. Our Lord, for instance,
himself did not offer himself to be stricken again (John 18:22,23), but
firmly, though with exquisite courtesy, rebuked the one who struck him.
St. Paul, too (Acts 23:3), never dreamed of obeying the letter of this
charge. It is but an assertion of a great principle, and so, with the exception
of a very few mistaken fanatics, all the great teachers of Christianity
have understood it" [= Tidak ada orang yang bijaksana dan berpikiran
sehat yang merasa dirinya terikat oleh arti hurufiah dari perintah-perintah
ini. Sebagai contoh, Tuhan kita sendiri tidak menawarkan diriNya untuk
dipukul lagi (Yoh 18:22,23), tetapi dengan tegas, sekalipun dengan kesopanan
yang sangat indah / halus, mencela orang yang memukulNya. Juga santo Paulus
(Kis 23:3), tidak pernah memikirkan untuk mentaati arti hurufiah dari perintah
/ tuntutan ini. Ini hanya merupakan pernyataan yang tegas dari suatu prinsip
yang besar, dan demikianlah, dengan beberapa orang fanatik yang salah sebagai
perkecualian, semua pengajar-pengajar kekristenan yang besar telah mengertinya]
- hal 147.
-
A.
T. Robertson: "Sticklers for extreme literalism find trouble
with the conduct of Jesus in John 18:22f. where Jesus, on receiving a slap
in the face, protested against it" (= Orang-orang yang berpegang teguh
pada penghurufiahan yang extrim akan mendapatkan problem dengan tingkah
laku Yesus dalam Yoh 18:22-dst dimana Yesus, pada waktu menerima tamparan
di wajahNya, memprotes hal itu) - hal
90.
-
Leon
Morris (Tyndale): "Jesus illustrates from physical violence.
The cheek is SIAGON, which is rather the jaw. Jesus is speaking of a punch
to the side of the jaw rather than a light slap in the face. The natural
reaction to such a blow is to strike back hard. Jesus enjoins His followers
to offer the other side of the jaw. He is speaking about an attitude. When
we receive an injury we must not seek revenge, but be ready if need be
to accept another such injury. A literal turning of the other side of the
face is not always the best way of fulfilling the command (cf. Jesus’ own
attitude to a blow, Jn. 18:22f.)" [= Yesus memberikan ilustrasi dari
kekerasan / kekejaman secara fisik. ‘Pipi’ adalah SIAGON, yang sebetulnya
adalah ‘rahang’. Yesus berbicara tentang sebuah pukulan pada rahang, dan
bukannya suatu tamparan ringan pada wajah. Reaksi yang alamiah terhadap
pukulan seperti itu adalah memukul kembali dengan keras. Yesus memerintahkan
para pengikutNya untuk menawarkan rahang yang satunya. Ia berbicara tentang
sikap. Pada waktu kita disakiti kita tidak boleh membalas dendam, tetapi
jika diperlukan harus siap untuk menerima lagi tindakan yang menyakitkan
itu. Memberikan pipi yang lain secara hurufiah tidak selalu merupakan cara
yang terbaik untuk memenuhi perintah ini (bdk. sikap Yesus sendiri terhadap
pukulan, Yoh 18:22-dst.)] - hal 129.
Jadi,
kalau suatu hari saudara ditampar orang, jangan betul-betul memberikan
pipi yang lain untuk ditampar lagi. Cukuplah kalau saudara tidak membalas
tamparan itu dan tetap mengasihi orang itu.
d)
Perlu diingat bahwa ‘menampar’ (ay 29) merupakan serangan yang tidak membahayakan
jiwa. Pada waktu mendapatkan serangan yang tidak membahayakan jiwa kita
tidak boleh membalas. Tetapi, kalau serangan itu membahayakan jiwa, orang
kristen boleh membela diri, karena kita juga harus mengasihi diri kita
sendiri (Mat 22:39), sehingga kita tidak boleh membiarkan begitu saja diri
kita sendiri dibunuh orang. Bdk. Ester 9.
Barnes’
Notes: "The general principle which he laid down was,
that we are not to resist evil; ... But even this general direction is
not to be pressed too strictly. Christ did not intend to teach that we
are to see our families murdered, or to be murdered ourselves, rather than
to make resistance. The law of nature, and all laws, human and Divine,
have justified self-defence, when life is in danger" (= Prinsip umum
yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak boleh melawan kejahatan; Tetapi
bahkan pengarahan umum ini tidak boleh ditekankan secara terlalu ketat.
Kristus tidak bermaksud untuk mengajar bahwa kita harus membiarkan keluarga
kita atau diri kita dibunuh, dan bukannya melakukan perlawanan. Hukum alam,
dan semua hukum, baik hukum manusia maupun hukum ilahi, membenarkan pembelaan
diri, pada waktu jiwa ada dalam bahaya)
- hal 26.
e) Larangan
untuk melakukan balas dendam pribadi ini sejalan dengan apa yang dikatakan
oleh Paulus dalam Ro 12:17-21, yang berbunyi: "Janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian
dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri
menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada
tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan,
firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus,
berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di
atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah
kejahatan dengan kebaikan!".
Catatan: kita
tidak boleh membalas karena pembalasan adalah hak Tuhan. Tetapi awas, kita
bukannya tidak membalas supaya Tuhan yang membalas orang itu!
Leon Morris (Tyndale):
"He who retaliates thinks that he is manfully resisting aggression;
in fact, he is making an unconditional surrender to evil" (= Ia yang
membalas, berpikir bahwa ia menahan serangan / agresi secara jantan; tetapi
sebenarnya ia sedang menyerah tanpa syarat kepada kejahatan)
- hal 129.
Leon Morris (Tyndale):
"It is possible to be outwardly forgiving without showing
real love. But it is love that Jesus looks for" (= Adalah mungkin untuk
mengampuni secara lahiriah tanpa menunjukkan kasih yang sungguh-sungguh.
Tetapi adalah kasih yang dicari oleh Yesus)
- hal 129.
f) Ay 29b: ‘jubah’ menunjuk
pada ‘outer garment’ (= pakaian luar);
sedangkan ‘baju’ menunjuk pada ‘tunic / under garment’
(= pakaian dalam).
-
Mat 5:40 mengatakan
sebaliknya; kalau mereka mengambil baju kita, kita harus menyerahkan juga
jubah kita. Mungkin Yesus mengucapkan keduanya, Lukas menulis yang satu,
Matius menulis yang lain. Jadi Matius dan Lukas bukannya bertentangan tetapi
saling melengkapi.
-
sama seperti ay 29a,
ini tidak boleh diartikan secara hurufiah, tetapi harus diartikan bahwa
kita tidak boleh membalas perlakuan jahat kepada kita. Jadi, kalau saudara
dirampok di jalan, lalu saudara pulang dan mengambil uang di rumah dan
memberikannya kepada perampok itu, saudara sudah menerapkan ayat ini secara
salah.
g) Ay 30a: ‘berilah
kepada setiap orang yang meminta kepadamu’.
Yang membingungkan
dari bagian ini adalah: apakah si peminta ini seorang musuh yang meminta
secara paksa / setengah memaksa, atau ia adalah peminta biasa?
1. Kebanyakan penafsir
mengartikan orang ini sebagai peminta biasa.
2. Kontexnya menunjukkan
bahwa peminta ini adalah musuh, dalam arti ia adalah orang yang meminta
secara paksa / setengah memaksa. Bagian paralelnya yaitu Mat 5:42 juga
ada dalam kontex musuh.
Kalau ini memang adalah
musuh, maka artinya adalah: dari pada gegeran / berkelahi untuk mempertahankan
hak, lebih baik memberikan apa yang ia minta.
Yang manapun penafsiran
yang kita terima dari 2 penafsiran di atas ini, kita tetap harus mempertimbangkan
hal-hal di bawah ini:
a. Sekalipun ay
30a ini kelihatannya berlaku mutlak, tetapi tidak boleh diartikan secara
mutlak. Apa dasarnya?
-
pada waktu Yesus melarang
sumpah (Mat 5:33-37) kelihatannya juga berlaku mutlak, tetapi tidak mungkin
ditafsirkan seperti itu, karena:
-
Tuhan Yesus tidak mungkin
menentang Perjanjian Lama (bdk. Mat 5:17-19) yang bukan hanya mengijinkan
sumpah, tetapi bahkan dalam hal-hal tertentu mengharuskan sumpah (Ul 6:13
Kel 22:10-11).
-
Paulus sering bersumpah
(Ro 1:9 Ro 9:1 2Kor 1:23,12:19 Gal 1:20 Fil 1:8 1Tes 2:5,10).
-
Tuhan Yesus menghargai
sumpah (Mat 26:63).
-
Kitab Suci mengajar
bahwa hanya orang yang miskin dan yang berhak ditolong, yang perlu diberi
(Ul 15:7-8 - perhatikan kata-kata ‘seorang miskin’; Amsal 3:27-28 - perhatikan
kata-kata ‘yang berhak menerimanya’). Kalau kita menafsirkan ay 30a ini
secara mutlak, maka kita akan bertentangan dengan Ul 15:7-8 dan Amsal 3:27-28
ini.
b. Sekalipun memberi
itu merupakan kebiasaan yang baik, tetapi ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.
Barnes’ Notes:
"It is good to be in the habit of giving. At the same time,
the rule must be interpreted so as to be consistent with our duty to our
families, (1Tim 5:8) and with other objects of justice and charity. It
is seldom, perhaps never, good to give to a man that is able to work, 2Tes
3:10. To give to such is to encourage laziness, and to support the idle
at the expense of the industrious" [= Adalah baik untuk terbiasa memberi.
Pada saat yang sama, perintah ini harus ditafsirkan sedemikian rupa sehingga
konsisten dengan kewajiban kita terhadap keluarga kita (1Tim 5:8), dan
dengan obyek-obyek keadilan dan kasih yang lain. Jarang, mungkin tidak
pernah, merupakan hal yang baik untuk memberi kepada orang yang bisa bekerja
(2Tes 3:10). Memberi kepada orang seperti itu sama dengan menganjurkan
kemalasan, dan menyokong orang malas dengan mengorbankan orang rajin]
- hal 27.
Matthew Poole:
"These precepts of our Saviour must be interpreted, not according
to the strict sense of the words, as if every man were by them obliged,
without regard to his own abilities, or the circumstances of the persons
begging or asking of him, to give to every one that hath the confidence
to ask of him; but as obliging us to liberality and charity according to
our abilities, and the true needs and circumstances of our poor brethren,
and in that order which God’s word hath directed us; first providing for
our own families, then doing good to the household of faith, then also
to others, as we are able, and see any of them true objects of our charity"
(= Perintah-perintah Juruselamat kita ini harus ditafsirkan, bukan menurut
arti kata yang ketat, seakan-akan setiap orang diwajibkan oleh perintah-perintah
ini untuk memberi kepada setiap orang yang mempunyai keberanian untuk meminta
kepadanya, tanpa memandang kemampuannya sendiri, atau keadaan dari orang
yang mengemis atau meminta kepadanya; tetapi mewajibkan kita kepada kedermawanan
dan kasih sesuai dengan kemampuan kita, dan kebutuhan yang sungguh-sungguh
dan keadaan dari saudara-saudara kita yang miskin, dan dalam urut-urutan
sesuai dengan pengarahan Firman Allah; pertama-tama pemeliharaan terhadap
keluarga kita sendiri, lalu berbuat baik kepada saudara-saudara seiman,
lalu juga kepada orang-orang lain, sesuai dengan kemampuan kita, dan memastikan
setiap dari mereka sebagai obyek yang benar dari kasih kita)
- hal 213.
Jadi ada 3 hal yang
harus dipertimbangkan, yaitu:
-
kewajiban untuk mencukupi
kebutuhan keluarga. Kalau kita terus memberi kepada seadanya orang yang
meminta sehingga keluarga kita sendiri tidak tercukupi, maka ini salah.
Bdk. 1Tim 5:8.
-
adanya orang-orang lain
yang juga harus diberi. Kalau kita terus memberi kepada seseorang yang
tidak tahu diri dalam meminta, sehingga kita lalu tidak bisa memberi kepada
orang lain yang sebetulnya lebih berhak, maka ini salah.
-
apa pengaruh pemberian
ini bagi orang yang menerima? Kalau itu menjadikannya makin malas maka
ini justru tidak kasih.
Leon Morris
(Tyndale): "it is the spirit of the saying that is important.
If Christians took this one absolutely literally there would soon be a
class of saintly paupers, owning nothing, and another of prosperous idlers
and thieves. It is not this that Jesus is seeking, but a readiness among
His followers to give and give and give. The Christian should never refrain
from giving out of a love for his possessions. Love must be ready
to be deprived of everything if need be. Of course, in a given case it
may not be the way of love to give. But it is love that must decide
whether we give or withhold, not a regard for our possessions"
(= arti dari kata-kata inilah yang penting. Jika orang kristen menerima
/ menuruti perintah ini dalam arti hurufiah sepenuhnya, maka segera akan
ada segolongan orang kudus yang miskin, yang tidak mempunyai apa-apa, dan
golongan lain yang makmur yang terdiri dari orang-orang malas dan pencuri-pencuri.
Bukan ini yang dicari oleh Yesus, tetapi suatu kesediaan di antara para
pengikutNya untuk memberi dan memberi dan memberi. Orang kristen seharusnya
tidak pernah menahan diri dari memberi karena cinta kepada miliknya.
Kasih harus siap untuk kehilangan segala sesuatu jika itu diperlukan. Tentu
saja, dalam kasus tertentu, memberi bukanlah merupakan jalan kasih. Tetapi
adalah kasih, dan bukannya perhatian / penilaian terhadap milik kita, yang
harus menentukan apakah kita memberi atau menahan)
- hal 130.
h) Ay 30b: ‘janganlah
meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu’.
Ada 2 pandangan tentang
ayat ini:
1. Ini adalah orang
miskin.
Jadi seluruh ay 30
artinya: dalam urusan pribadi, kasih menuntut supaya apapun yang dibutuhkan
diberikan dengan cuma-cuma, tanpa mengharap dikembalikan.
2. Ini adalah musuh.
Alasan:
a. Dalam bahasa
Yunaninya kata-kata ‘from the one who takes away’ (= dari
orang yang mengambil) muncul 2 x, yaitu
ay 29b dan ay 30. Dalam ay 29b mereka ambil dengan paksa / secara tidak
benar, maka dalam ay 30 mesti juga demikian.
b. kontex bicara
tentang ‘musuh’.
Sama seperti ay 30a
di atas, ay 30b ini juga tidak berlaku mutlak.
Matthew Poole:
"Nor must the second part of the verse be interpreted, as
if it were a restraint of Christians from pursuing of thieves or oppressors,
but as a precept prohibiting us private revenge, or too great contending
for little things, &c." [= Juga bagian kedua dari ayat ini (ay
30) tidak boleh diartikan seakan-akan itu merupakan pengekangan terhadap
orang-orang kristen untuk tidak melakukan pengejaran / penangkapan terhadap
pencuri atau penindas, tetapi sebagai larangan yang melarang kita untuk
melakukan balas dendam pribadi, atau untuk bercekcok untuk hal-hal kecil,
dsb.] - hal 213.
4) Melakukan kepada
mereka apa yang kita inginkan mereka lakukan terhadap kita (ay 31).
William Hendriksen:
"It should be noted that the Golden Rule does not read, ‘Treat
others as they treat you,’ but ‘Treat others as you would have them treat
you.’" (= Harus diperhatikan bahwa Peraturan Emas ini tidak berbunyi:
‘Perlakukan orang lain seperti mereka memperlakukan kamu’, tetapi ‘Perlakukan
orang lain seperti yang kamu inginkan mereka memperlakukanmu’)
- hal 352.
Dalam Apocrypha, yaitu
dalam Tobit 4:15a, ada bentuk negatifnya, yang berbunyi: ‘Apa yang tidak
kausukai sendiri, janganlah kauperbuat kepada siapapun’.
William Barclay:
"The Christian ethics is positive. It does not consist in
not doing things but in doing them. Jesus gave us the Golden Rule which
bids us do to others as we would have them do to us. That rule exists in
many writers of many creeds in its negative form. Hillel, ... ‘What is
hateful to thee, do not to another’. ... Philo, ‘What you hate to suffer,
do not do to anyone else’. Isocrates, ... ‘What things make you angry when
you suffer them at the hands of others, do not you do to other people’.
The Stoics ..., ‘What you do not wish to be done to yourself, do not you
do to any other’. ... Confucius ... ‘... What you do not want done to yourself,
do not do to others’ Every one of these forms is negative. ... The very
essence of Christian conduct is that it consists, not in refraining from
bad things, but in actively doing good things" (= Etika Kristen itu
positif. Itu tidak berarti tidak melakukan hal-hal tertentu, tetapi melakukan
hal-hal tertentu. Yesus memberikan kita Peraturan Emas yang meminta kita
untuk melakukan apa yang kita inginkan mereka lakukan terhadap kita. Peraturan
itu ada dalam banyak penulis dari banyak kepercayaan dalam bentuk negatifnya.
Hillel, ... ‘Apa yang menjengkelkan bagimu, jangan lakukan itu kepada orang
lain’. ... Philo, ‘Apa yang engkau tidak senang mengalaminya, jangan lakukan
itu kepada siapapun’. Isocrates, ... ‘Hal-hal yang membuatmu marah pada
waktu kamu mengalaminya dari orang lain, jangan engkau lakukan kepada orang
lain’. The Stoics ..., ‘Apa yang engkau tidak inginkan untuk dilakukan
kepadamu, jangan lakukan kepada siapapun’. ... Confucius ... ‘...Apa yang
kamu tidak ingin dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada orang lain’.
Setiap bentuk-bentuk ini adalah negatif. ... Hakekat dari tingkah laku
Kristen adalah bahwa kita bukannya menahan diri dari hal-hal yang jelek,
tetapi secara aktif melakukan hal-hal yang baik)
- hal 79.
Untuk mentaati ajaran-ajaran
yang bersifat negatif ini, kita hanya perlu berpikir: ’Apakah aku senang
orang lain melakukan hal ini terhadap aku?’. Tetapi untuk melakukan ajaran
Yesus dalam ay 31 ini membutuhkan imaginasi / perenungan: ’Apa yang aku
ingin orang lakukan terhadap aku dalam situasi ini?’. Jadi pada waktu ada
teman yang sakit, kita harus merenungkan: ‘Kalau aku sakit, apa yang aku
ingin ia lakukan terhadapku?’. Pada waktu ada seorang yang sangat kekurangan
uang, kita harus merenungkan: ‘Kalau aku kekurangan uang, apa yang aku
inginkan ia lakukan terhadapku?’. Lalu lakukanlah hal-hal itu!
5)
Meminjami mereka tanpa mengharapkan dibayar kembali (ay 34,35).
Ay
35: ‘pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan’.
NIV:
‘lend to them without expecting to get anything back’
(= pinjamilah mereka tanpa mengharapkan untuk mendapatkan apapun kembali).
RSV/NASB:
‘lend, expecting nothing in return’ (= pinjamilah, tanpa
mengharapkan pengembalian apa-apa).
KJV:
‘lend, hoping for nothing again’ (= pinjamilah, tanpa
mengharapkan apa-apa lagi).
Calvin
(hal 302) berkata bahwa adalah salah kalau ini diartikan hanya sebagai:
‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan bunga’. Arti yang benar adalah:
‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan pembayaran sama sekali’.
Barnes’
Notes: "This deserves, however, some limitation. It must
be done in consistency with other duties. To lend to every worthless man,
would be to throw away our property, encourage laziness and crime, and
ruin our families. ... Perhaps our Saviour meant to teach that where there
was a deserving friend or brother in want, we should lend to him,
without usury, and without standing much about the security" (= Tetapi
ini harus dibatasi. Ini harus dilakukan secara konsisten dengan kewajiban-kewajiban
yang lain. Meminjamkan kepada setiap orang yang tak berharga, sama dengan
membuang milik kita, menganjurkan kemalasan dan kejahatan, dan menghancurkan
keluarga kita. ... Mungkin Juruselamat kita bermaksud untuk mengajar bahwa
dimana ada teman atau saudara yang kekurangan, yang layak untuk dibantu,
kita harus meminjaminya, tanpa bunga, dan tanpa terlalu mempersoalkan keamanan)
- hal 27.
Keberatan
saya terhadap kutipan ini adalah dalam bagian yang saya garisbawahi. Ay
34-35 ini terletak dalam kontex mengasihi musuh. Jadi perintah untuk
meminjami ini harus diterapkan bukan hanya kepada teman atau saudara kita,
tetapi juga kepada musuh / orang yang jahat terhadap kita. Biasanya kita
hanya mau meminjami orang yang baik kepada kita. Tetapi Tuhan menyuruh
kita untuk mau meminjami orang yang jahat kepada kita, bahkan tanpa mengharapkan
untuk dibayar kembali.
III) Mengapa harus mengasihi musuh.
1)
Tuhan menghendaki kita lebih baik dari orang-orang brengsek.
Ay
32b,33b mengatakan: kalau kita mengasihi / berbuat baik kepada orang yang
mengasihi / berbuat baik kepada kita, apa jasa kita? Ay 34 mengatakan kalau
kita meminjami orang supaya dibayar kembali, apa jasa kita?
Kata
yang diterjemahkan ‘jasa’ dalam bahasa Yunaninya adalah KHARIS, yang biasanya
diartikan ‘grace’ (= kasih karunia).
Jadi kita harus berbuat baik kepada orang yang jahat kepada kita, karena
Tuhan menghendaki kita menunjukkan kasih karunia / menunjukkan kebaikan
bagi orang yang tidak layak menerima kebaikan kita.
Sebaliknya
kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita,
maka kita tidak lebih baik dari orang-orang berdosa (ay 32b,33b,34b). Orang
berdosa di sini harus diartikan sebagai orang yang sangat brengsek. Bdk.
Mat 5:46 - ‘pemungut cukai’, dan Mat 5:47 - ‘orang yang tidak mengenal
Allah’ [NIV: ‘pagans’ (= orang-orang kafir);
NASB/Lit: ‘Gentiles’ (= orang non Yahudi)].
Adam
Clarke: "A man should tremble who finds nothing in his
life besides the external part of religion, but what may be found in the
life of a Turk or a heathen" (= Seseorang harus gemetar jika ia tidak
mendapati apapun dalam hidupnya selain bagian agama yang bersifat lahiriah,
tetapi yang bisa didapatkan dalam kehidupan seorang Turki atau seorang
kafir) - hal 408.
2)
Upahmu akan besar (ay 35b).
Yang
dimaksud dengan ‘upah’ adalah: dalam hidup ini ada damai dan sukacita dan
di surga ada pahala.
Tetapi
jangan mengasihi orang jahat karena mengharapkan hal ini.
3)
Kamu akan menjadi anak-anak Allah (ay 35).
Ini
tidak boleh diartikan bahwa perbuatan baik kita itu menjadikan kita anak
Allah, karena kalau ditafsirkan seperti ini akan bertentangan dengan Yoh
1:12 yang menunjukkan bahwa iman kepada Kristuslah yang menjadikan kita
anak-anak Allah. Jadi artinya adalah: perbuatan baik itu membuktikan bahwa
kita adalah anak-anak Allah, atau perbuatan baik itu sesuai dengan kedudukan
kita sebagai anak-anak Allah. Ini terlihat dari kata-kata selanjutnya yang
menggambarkan bahwa Allah baik kepada orang jahat (ay 35c).
William
Hendriksen: "Not that unselfish love makes them sons,
but it proves that they are sons" (= Bukan bahwa kasih yang tidak egois
membuat mereka menjadi anak-anak, tetapi itu membuktikan bahwa mereka adalah
anak-anak) - hal 354.
4)
Karena kita harus menyerupai Bapa, yaitu:
-
baik kepada
orang yang tidak tahu berterima kasih dan kepada orang jahat (ay 35c).
Penutup.
Perintah
untuk mengasihi musuh dalam bagian ini menunjukkan standard tuntutan Allah
yang begitu tinggi, sehingga tidak mungkin bisa dicapai oleh siapapun secara
sempurna. Mungkin patut dipertanyakan mengapa Tuhan memberi standard yang
begitu tidak masuk akal?
-
Ini tunjukkan
kesucian Allah.
-
Ini bukan
tidak masuk akal, tetapi menjadi tidak masuk akal, karena manusia jatuh
ke dalam dosa, sehingga lalu mempunyuai kecondongan kepada dosa. Allah
tak mau menurunkan standardnya, karena itu akan menurunkan kesucianNya.
Tuntutan
yang begitu tinggi ini tidak mungkin bisa dicapai secara sempurna oleh
siapapun, dan karenanya makin menunjukkan bahwa semua orang membutuhkan
Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa. Dengan seseorang mau percaya
kepada Kristus, pertama-tama ia mendapatkan pengampunan dosa, dan kedua
ia mendapatkan Roh Kudus untuk membantunya mentaati standard Allah ini.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@mailcity.com