Eksposisi Injil Lukas
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
1) Simon, seorang Farisi, mengundang
Yesus untuk makan di rumahnya (ay 36,40).
Dari undangan ini, dan dari
sebutan ‘guru’ terhadap Yesus dalam ay 40,
kelihatannya Simon, berbeda dengan kebanyakan orang Farisi pada saat itu, tidak
memusuhi ataupun membenci Yesus maupun ajaranNya. Tetapi, kalau kita melihat
seluruh bacaan hari ini, khususnya ay 44-46, terlihat bahwa Simon bukanlah
orang yang percaya / mengasihi / menghormati Yesus. Mungkin ia mengundang Yesus
hanya karena ingin tahu tentang Yesus. Jadi, bolehlah dikatakan bahwa Simon
bukanlah orang yang anti Yesus maupun pro Yesus. Ia adalah orang yang ‘netral’.
Penerapan:
Apakah saudara adalah orang
yang ‘netral’ seperti Simon? Apakah saudara puas dengan keadaan saudara sebagai
seorang ‘simpatisan kristen’ yang tidak sungguh-sungguh percaya dan mengasihi
Yesus? Apakah saudara puas dengan keadaan saudara sebagai orang yang pergi ke
gereja, tetapi dalam hati tidak sungguh-sungguh percaya dan mengasihi Yesus?
Kalau ya, perhatikan Mat 12:30 dimana Yesus berkata: “Siapa tidak
bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia
mencerai-beraikan”.
Dalam ayat ini Yesus dengan jelas berkata bahwa tidak ada orang ‘netral’ dalam
hubungannya dengan Yesus! Pokoknya kalau saudara bukan kawan Yesus, itu berarti
saudara adalah lawan Yesus. Kalau saudara tidak betul-betul pro Yesus dengan
segenap hati dan jiwa saudara, maka Yesus menganggap bahwa saudara adalah orang
yang anti Dia! Karena itu, cepatlah bertobat dan datang kepada Yesus dengan
sungguh-sungguh, dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
2) Yesus datang memenuhi undangan
Simon itu dan Ia lalu ‘duduk makan’ (ay 36b).
a) Bukan hanya sekali ini Yesus mau
datang untuk memenuhi undangan makan di rumah seorang Farisi. Itu terjadi lagi
sedikitnya 2 x, yaitu dalam Luk 11:37 dan Luk 14:1. Sikap Yesus ini harus
diperhatikan oleh hamba-hamba Tuhan yang begitu sombong sehingga tidak mau
diundang makan oleh jemaatnya.
Tetapi, apakah tindakan
Yesus ini tidak bertentangan dengan kata-kata Paulus dalam 1Kor 5:9-11?
1Kor 5:9-11 - “Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu
jangan bergaul dengan orang-orang cabul. Yang aku maksudkan bukanlah dengan
semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan
penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus
meninggalkan dunia ini. Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu
jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah
orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan
orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama”.
Catatan: text ini text tentang pengucilan /
siasat gerejani, dan karena itu harus diberlakukan baik terhadap orang kristen
yang hidup dalam dosa yang menyolok, maupun terhadap orang kristen yang sesat /
nabi palsu.
Ada 2 hal yang bisa
diberikan sebagai jawaban:
1. Pada saat itu kata-kata Paulus itu belum ada.
2. Jangan lupa bahwa Paulus juga
berkata: “Seorang bidat yang sudah
satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi” (Tit
3:10). Jadi, sebelum ‘menjauhi nabi palsu
/ bidat’ kita harus ‘menasehati dulu satu atau dua kali’. Jelas bahwa kita boleh bertemu dan
bercakap-cakap dengan seorang nabi palsu dengan tujuan untuk mempertobatkan
dia, karena bagaimana kita bisa menasehati bidat / nabi palsu itu, kalau kita
tidak boleh bertemu / bercakap-cakap dengan dia? Kalau kita mendapatkan
kesempatan untuk itu, dan kita tidak mau melakukannya, itu justru salah. Kalau
kita sudah melakukannya satu atau dua kali, dan orang itu tidak mau bertobat,
barulah kita harus menjauhinya.
b) Posisi duduk pada saat makan.
Jangan membayangkan bahwa
Yesus duduk makan dengan cara dan posisi yang sama seperti kalau kita duduk
makan, apalagi dengan kursi yang mempunyai sandaran. Alasannya:
1. Kalau Yesus duduk makan sama seperti
kalau kita duduk makan, dengan kursi yang mempunyai sandaran, maka jelas bahwa
tidak mungkin perempuan yang berdiri di belakang Yesus itu bisa berada dekat
dengan kaki Yesus, dan bisa membasahi kaki Yesus dengan air matanya,
menyekanya dengan rambutnya, menciuminya, dsb (ay 38).
2. Terjemahan ‘duduk
makan’ itu sebetulnya tidak tepat.
NIV/NASB (ay 36b): ‘reclined at the table’ (= bersandar
pada meja).
NASB (ay 37): ‘he was reclining at the table’ (= ia
sedang bersandar pada meja).
Hal yang sama terjadi
dengan ay 49.
Ada 2 kemungkinan posisi
Yesus pada saat ‘duduk makan’ itu:
a. Ia bukan duduk pada sebuah kursi
dengan sandaran yang biasanya kita gunakan, tetapi pada semacam bangku / sofa
panjang dan lebar yang tidak mempunyai sandaran. Kedua belah kakiNya
(legs) ada di atas bangku itu, di sebelah kanan badanNya atau
agak di belakang badannya, tubuhNya miring ke sebelah kiri dan siku kiriNya
disandarkan pada meja yang rendah, yang tingginya maximum 35 cm (dalam
gambar-gambar yang ada kelihatannya bahkan lebih rendah lagi dari ini), dan
tangan kananNya bebas untuk makan. Kedua lutut ditekuk / agak ditekuk, dan
kedua telapak kaki menghadap ke belakang.
Adam Clarke: “In
taking their meals, the eastern people reclined on one side; the loins and
knees being bent to make the more room, the feet of each person were turned
outwards behind him” (= Pada
waktu makan, orang-orang Timur berbaring / bersandar pada satu sisi; pinggang
dan lutut-lutut ditekuk untuk membuat lebih banyak tempat, kaki-kaki (feet) dari setiap orang diarahkan ke luar di belakangnya) - hal 414.
Pulpit Commentary: “The
Jews at that time followed in their repasts the Greek (or Roman) custom of
reclining on couches; the guest lay with his elbows on the table, and his feet,
unsandalled, stretched out on the couch” [= Orang-orang Yahudi pada saat itu dalam jamuan makan
mereka mengikuti kebiasaan orang-orang Yunani (atau Romawi) dengan berbaring /
bersandar pada dipan-dipan; tamu berbaring dengan siku-siku pada meja, dan
kaki-kakinya (feet), tanpa sandal, direntangkan / dibaringkan pada dipan] - hal 177.
Catatan: penggambaran Pulpit Commentary ini
aneh, masakan kedua siku (perhatikan bentuk jamak yang ia pakai) ada di
atas meja? Rasanya tidak mungkin duduk dengan posisi seperti ini.
Fred H. Wight: “According
to general Arabic custom, the seemly posture while eating is ‘to sit erect on
the floor at the low table, with the legs either folded under the body, or
thrown back as in the act of kneeling.’ ... And we can be sure that this was
the posture of the common people of Bible days in most cases. The exception to
this rule is the custom of the wealthy, or the habit of the people on special
occasions such as suppers or feasts; and this will be dealt with in a later
section” [= Menurut tradisi Arab
umum, kelihatannya posisi pada saat makan adalah: ‘duduk tegak di lantai pada
meja yang rendah, dengan kaki-kaki (legs) yang ditekuk
di bawah tubuh, atau dilemparkan ke belakang seperti dalam posisi berlutut’.
... Dan kita bisa yakin bahwa ini adalah posisi dari orang-orang umum dari
jaman Alkitab dalam kebanyakan kasus. Perkecualian terhadap peraturan ini
adalah kebiasaan dari orang yang kaya, atau kebiasaan dari orang-orang pada
keadaan-keadaan khusus seperti makan malam / perjamuan atau pesta; dan ini akan
dibahas pada bagian belakangan] - ‘Manners and Customs of Bible
Lands’, hal 56.
Fred H. Wight: “In
many cases the Arab custom would seem to indicate to the Westerner that they
use no table at all when serving a meal. Actually, a mat spread upon the ground
serves the purposes of a table. ... the Hebrew word ‘Shool-khawn,’ usually
translated ‘table,’ has its root meaning, ‘a skin or leather mat spread on the
ground.’ ... If the Arabs use more of a table than this mat, then it is likely
to be a polygon stool, no higher than about fourteen inches, and those eating
would sit on the floor around this stool. ... With such an Oriental table in
general use, it would follow that Occidental chairs would be largely missing.
In regard to making use of chairs in ancient Bible days it has been said: ‘On
ordinary occasions they probably sat or squatted on the floor around a low
table, while at meals of more ceremony they sat on chairs or stools” [= Dalam banyak kasus tradisi Arab kelihatannya
menunjukkan kepada orang-orang Barat bahwa mereka tidak menggunakan meja sama
sekali pada waktu menghidangkan makanan. Keadaan yang sebenarnya adalah,
semacam tikar dibeber di lantai / tanah dan berfungsi sebagai sebuah meja. ...
kata Ibrani ‘Shool-khawn’, yang biasanya diterjemahkan ‘meja’, mempunyai kata
dasar yang berarti ‘lembaran kulit yang dibeberkan di tanah / lantai’. ... Jika
orang-orang Arab menggunakan meja dan bukannya hanya tikar seperti ini, maka
itu mungkin merupakan bangku bersegi banyak yang tidak mempunyai sandaran,
tidak lebih tinggi dari 14 inci (35 cm), dan mereka yang
makan duduk di lantai di sekeliling bangku ini. ... Dengan meja Timur seperti
itu digunakan secara umum, akibatnya kursi-kursi Barat pada umumnya tidak ada.
Berkenaan dengan penggunaan kursi-kursi dalam jaman Alkitab dikatakan: ‘Pada
keadaan-keadaan biasa mereka mungkin duduk atau berjongkok di lantai di
sekeliling sebuah meja yang rendah, sementara pada acara makan yang lebih
bersifat upacara, mereka duduk pada kursi-kursi atau bangku-bangku] - ‘Manners
and Customs of Bible Lands’, hal 56,57,58.
Ia lalu memberikan 2 contoh
dalam Kitab Suci:
·
Kej 43:33
- “Saudara-saudaranya itu duduk di depan
Yusuf, dari yang sulung sampai yang bungsu, sehingga mereka
berpandang-pandangan dengan heran”.
·
1Sam 20:5,18
- “(5) Lalu kata Daud kepada Yonatan:
‘Kautahu, besok bulan baru, maka sebenarnya aku harus duduk makan
bersama-sama dengan raja. Jika engkau membiarkan aku pergi, maka aku akan
bersembunyi di padang sampai lusa petang. ... (18) Kemudian berkatalah Yonatan
kepadanya: ‘Besok bulan baru; maka engkau nanti akan ditanyakan, sebab tempat
dudukmu akan tinggal kosong”.
Fred H. Wight: “Both
of these cases are connected with royalty or high position” (= Kedua kasus ini dihubungkan dengan posisi raja /
keluarga raja atau posisi yang tinggi) - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 58.
Fred H. Wight: “Posture
while eating at feasts. ... In the kings circle, or at other times of special
ceremony, seats were sometimes provided” (= Sikap / posisi tubuh pada waktu makan pada
pesta-pesta. ... Dalam kalangan raja-raja, atau pada saat-saat upacara yang
lain, kadang-kadang disediakan tempat duduk) - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 63.
Fred H. Wight: “By
the time of Jesus, the Roman custom of reclining on couches at supper had been
adopted in some Jewish circles. The Roman table and couches combined was called
a triclinium. There were three couches which were located on the three sides of
a square, the fourth side being left open, so that a servant could get on the
inside to assist in serving the meal. The guest’s position was to recline with
the body’s upper part resting on the left arm, and the head raised, and a
cushion at the back, and the lower part of the body stretched out. The head of
the second guest was opposite the breast of the first guest, so that if he
wanted to speak to him in secret he would lean upon his breast” (= Pada jaman Yesus, tradisi Romawi tentang berbaring /
bersandar pada dipan-dipan pada saat makan telah diadopsi / diterima dalam
sebagian kalangan Yahudi. Kombinasi dari meja dan dipan-dipan Romawi disebut
sebuah triclinium. Itu merupakan 3 buah dipan yang ditempatkan pada 3 sisi dari
sebuah segi empat, dan sisi yang ke 4 dibiarkan terbuka, sehingga seorang
pelayan bisa masuk ke dalam untuk menolong dalam menghidangkan makanan. Posisi
dari tamu adalah berbaring / bersandar dengan bagian atas tubuh bersandar pada
lengan kiri, dan kepala ditegakkan / diangkat, dan sebuah bantal kecil pada
punggung, dan bagian bawah tubuh direntangkan / dibaringkan. Kepala dari tamu
yang kedua berlawan / berhadapan dengan / membelakangi dada dari tamu yang
pertama, sehingga jika tamu kedua itu ingin berbicara dengan tamu pertama
secara diam-diam maka tamu kedua itu menyandarkan kepalanya pada dada dari tamu
pertama) - ‘Manners
and Customs of Bible Lands’, hal 64.
Catatan: bandingkan kalimat yang terakhir dari
kutipan di atas ini dengan Yoh 13:23-25 -
“Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihiNya, bersandar dekat
kepadaNya, di sebelah kananNya. Kepada murid itu Simon Petrus memberi isyarat
dan berkata: ‘Tanyalah siapa yang dimaksudkanNya!’ Murid yang duduk dekat Yesus
itu berpaling dan berkata kepadaNya: ‘Tuhan, siapakah itu?’”.
NASB:
“There was reclining on Jesus’
breast one of His disciples, whom Jesus loved. Simon Peter therefore
gestured to him, and said to him, ‘Tell us who it is of whom He is speaking.’
He, leaning back thus on Jesus’ breast, said to Him, ‘Lord, who is it?’” (= Di sana bersandar
pada dada Yesus, seorang dari murid-muridNya, yang dikasihi oleh Yesus.
Karena itu Simon Petrus memberi isyarat kepadanya, dan berkata kepadanya:
‘Beritahu kami siapa yang dibicarakanNya’. Ia, kembali bersandar demikian
pada dada Yesus, berkata kepadaNya: ‘Tuhan, siapa dia?’).
Ayat-ayat pendukung yang
lain:
¨
Amos 6:4
- “yang berbaring di tempat tidur
dari gading dan duduk berjuntai di ranjang; yang memakan anak-anak domba
dari kumpulan kambing domba dan anak-anak lembu dari tengah-tengah kawanan
binatang yang tambun”.
KJV: ‘That lie upon beds of ivory, and stretch themselves upon their couches,
and eat the lambs out of the flock, and the calves out of the midst of the
stall’ (= yang berbaring di atas ranjang dari gading, dan
merentangkan tubuh mereka sendiri di atas dipan, dan makan anak domba
dari kawanan ternak, dan anak sapi dari tengah-tengah kandang).
RSV: ‘Woe to those who lie upon bed of ivory, and stretch themselves
upon their couches, and eat lambs from the flock, and calves from the
midst of the stall’ (= Celakalah mereka yang berbaring di atas ranjang
dari gading, dan merentangkan tubuh mereka sendiri di atas dipan, dan
makan anak domba dari kawanan ternak, dan anak sapi dari tengah-tengah
kandang).
NASB: ‘Those who recline on beds of ivory And sprawl on their couches,
And eat lambs from the flock And calves from the midst of the stall’ (=
Mereka yang berbaring di atas ranjang dari gading Dan merentangkan tubuh
dengan relax di atas dipan mereka, Dan makan anak domba dari kawanan
ternak Dan anak sapi dari tengah-tengah kandang).
Jadi ayat ini menunjukkan orang yang
makan sambil berbaring pada ranjang / dipan.
¨
Mat 8:11
- “Banyak
orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama
dengan Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga”.
NASB: ‘many shall come from east and west, and recline at the table
with Abraham, and Isaac, and Jacob, in the kingdom of heaven’ (= banyak
orang akan datang dari timur dan barat, dan bersandar / berbaring di meja
dengan Abraham, dan Ishak, dan Yakub, di dalam Kerajaan sorga).
¨
Luk 16:22-23
- “Kemudian
matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan
Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita
sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham,
dan Lazarus duduk di pangkuannya”.
Sama seperti dalam kasus Yoh 1:18,
Kitab Suci Indonesia secara salah menterjemahkan ‘pangkuan’. NASB
menterjemahkan lebih benar yaitu ‘bosom’
(= dada), dan tidak mempunyai kata ‘duduk’. Bagian ini mungkin hanya
menunjukkan bahwa Lazarus ada di pelukan Abraham, tetapi mungkin juga bagian
ini menggambarkan Perjamuan Besar di surga dimana posisi Lazarus dan Abraham
sama seperti posisi Yohanes dan Yesus dalam Yoh 13, dimana kepala Yohanes bisa
ada di dada Yesus.
Fred H. Wight: “this
position of reclining at table explains how the woman could come during a
dinner and take her position behind at the feet of Jesus and wash them (Luke
7:38)” [= posisi berbaring /
bersandar pada meja ini menjelaskan bagaimana perempuan itu bisa datang pada
waktu makan dan mengambil posisi di belakang pada kaki-kaki (feet) Yesus dan mencucinya (Luk 7:38)] - ‘Manners
and Customs of Bible Lands’, hal 64.
b. Yesus duduk dengan posisi berlutut,
dan kedua telapak kaki menghadap ke atas.
William Hendriksen: “Not
all agree with this very generally accepted representation. On the basis of
such Old Testament passages as Judg. 19:6; 1Sam. 20:5; 1Kings 13:20, all of
which speak of sitting at table, and of his own observation in the Near East,
where he lived and taught for several years, Dr. H. Mulder (spoorzoeker, pp.
87-91) arrives at the conclusion that ‘just like the other quests so also Jesus
sat in kneeled position, his feet extended backward with the underside turned
upward.’ He calls attention to the fact that lying down to eat was a ‘western’
(Greek and Roman) custom, and he states that this eating style had not been
universally adopted in Palestine and the surrounding regions. The matter is
probably not as important as it may seem, for whether Jesus was reclining or
sitting at the table, in either case his feet were in a position that made it
possible for the woman to stand behind them” [= Tidak semua setuju dengan gambaran yang diterima
secara sangat umum ini. Berdasarkan text-text Perjanjian Lama seperti Hakim
19:6; 1Sam 20:5; 1Raja 13:20, yang semuanya berbicara tentang duduk
pada / sekitar meja, dan berdasarkan pengamatannya sendiri di Timur Dekat,
dimana ia pernah tinggal dan mengajar untuk beberapa tahun, Dr. H. Mulder
(spoorzoeker, pp. 87-91) sampai pada kesimpulan bahwa ‘sama seperti tamu-tamu
yang lain begitu juga Yesus duduk dengan posisi berlutut, kaki-kakiNya (feet) diarahkan (?) ke belakang dengan
bagian bawahnya menghadap ke atas’. Ia meminta perhatian pada fakta bahwa
berbaring untuk makan merupakan tradisi Barat (Yunani atau Romawi), dan ia
menyatakan bahwa cara / gaya makan seperti ini tidak diterima secara universal
di Palestina dan daerah-daerah sekitarnya. Persoalannya mungkin tidak sepenting
kelihatannya, karena apakah Yesus sedang berbaring / bersandar atau duduk di
meja, dalam kasus yang manapun kaki-kakiNya (feet) ada
dalam posisi yang memungkinkan bagi perempuan itu untuk berdiri di belakang
kaki-kaki (feet)
itu] -
hal 406 (footnote).
Keberatan
saya terhadap posisi kedua ini:
·
Memang
dengan posisi kedua ini, tetap memungkinkan bagi perempuan itu untuk berada di
belakang Yesus, tetapi dekat dengan kaki Yesus. Tetapi itu berarti ia hanya
bisa menjangkau telapak kaki Yesus.
·
Sepanjang
yang saya ketahui tidak ada penafsir lain yang mengambil pandangan ini, kecuali
Dr. H. Mulder yang pandangannya dikutip oleh Hendriksen di atas.
·
pandangan
ini tidak sesuai dengan banyak ayat yang saya kutip di atas yang menggunakan
kata ‘recline’ (= berbaring / bersandar), khususnya dalam terjemahan
NASB yang dalam hal ini memberikan terjemahan yang hurufiah.
Mungkin saudara bertanya: mengapa
mereka duduk dengan posisi seperti itu?
*
Pada
Paskah I, terlihat dari Kel 12:11 bahwa mereka harus makan dengan
berdiri, berikat pinggang dan berkasut, dengan tongkat di tangan, yang
menunjukkan bahwa setiap saat mereka siap untuk bertangkat. Ini disebabkan
karena pada saat itu mereka terburu-buru, karena sebentar lagi mereka akan
diusir oleh Firaun / orang Mesir.
Kel 12:11 - “Dan beginilah
kamu memakannya: pinggangmu berikat, kasut pada kakimu dan tongkat di tanganmu;
buru-burulah kamu memakannya; itulah Paskah bagi TUHAN”.
*
Pada
Paskah-paskah yang berikutnya (untuk memperingati Paskah I itu), mereka
tidak sedang terburu-buru untuk meninggalkan Mesir dan mereka bukan lagi budak
seperti pada waktu mereka ada di Mesir, tetapi bangsa yang merdeka. Karena itu,
mereka sengaja makan Paskah dengan posisi duduk santai, bahkan dengan posisi
duduk yang paling menyulitkan untuk berdiri! Posisi duduk seperti ini memang
disengaja untuk melambangkan bahwa mereka tidak terburu-buru, dan juga bahwa
mereka bukan lagi budak, tetapi orang merdeka (Matthew Poole, hal 125-126).
Atau, bisa juga, seperti dikatakan oleh Fred H. Wright di atas, mereka secara
sengaja meniru posisi duduk orang Yunani / Romawi, yang adalah orang merdeka.
Jadi jelaslah bahwa posisi duduk
seperti ini merupakan tradisi mereka, dan ini diharuskan hanya pada saat makan
Paskah. Kalau bukan makan Paskah, posisi duduk bebas, jadi boleh duduk biasa,
tetapi boleh juga seperti pada saat makan Paskah (Matthew Poole, hal 125).
Dalam Luk 7 ini memang mereka bukan makan Perjamuan Paskah, tetapi mereka tetap
duduk dengan cara seperti itu.
Satu hal yang perlu
diperhatikan di sini adalah: sekalipun posisi duduk seperti ini hanya merupakan
suatu tradisi, dan tidak pernah diperintahkan oleh bagian manapun dalam Firman
Tuhan / Perjanjian Lama (tetapi juga tidak dilarang / bertentangan dengan
Firman Tuhan / Perjanjian Lama), dan yang mungkin sekali mereka tiru dari
orang-orang kafir (Yunani / Romawi), tetapi Yesus tetap mengikutinya! Jadi
tidak salah untuk mengikuti suatu tradisi, selama tradisi itu tidak
bertentangan dengan Firman Tuhan. Ini bisa kita gunakan untuk membenarkan
perayaan Natal, yang ditentang oleh banyak orang kristen, dengan alasan itu
tidak pernah diperintahkan oleh Firman Tuhan, dan berasal dari kalangan kafir,
dan sebagainya.
3) Pada saat Yesus sedang makan itu, datanglah
seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ia menangis dan
membasahi kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, menciuminya
dan meminyakinya dengan minyak wangi (ay 37b-38).
a) Siapakah perempuan ini?
·
Ada yang
mengatakan bahwa ia adalah Maria dari Betania, yaitu saudara Marta dan Lazarus.
Tetapi perlu dicamkan bahwa sekalipun Maria dari Betania pernah mengurapi Yesus
dalam peristiwa yang serupa (bdk. Mat 26:6-13 Mark 14:3-9
Yoh 12:1-8), tetapi peristiwa itu berbeda / tidak paralel dengan
peristiwa dalam Luk 7:36-50 ini!
Memang pemilik rumah dalam Matius /
Markus maupun Lukas namanya adalah sama yaitu ‘Simon’,
tetapi perlu diingat bahwa nama ‘Simon’ adalah
nama yang umum, dan disamping itu dalam Matius / Markus ia disebut sebagai ‘Simon si kusta’ (Mat 26:6
Mark 14:3), sedangkan
dalam Lukas, ia adalah ‘seorang Farisi’
(ay 36).
Perbedaan-perbedaan yang lain antara
kedua cerita dalam Matius / Markus / Yohanes dan Lukas adalah sebagai berikut:
*
dalam
Matius / Markus / Yohanes cerita itu diceritakan pada akhir dari pelayanan
Yesus (mendekati saat kematianNya atau dalam minggu terakhir menjelang
kematianNya), sedangkan dalam Lukas cerita itu diceritakan jauh lebih awal
[Leon Morris (Tyndale), hal 146)].
*
dalam
Lukas perempuan yang mengurapi ditekankan sebagai perempuan berdosa, dalam
Matius / Markus / Yohanes tidak.
*
dalam
Lukas perempuan itu datang tanpa diundang, sedangkan dalam Yohanes kelihatannya
ia diundang (Yoh 12:2 - Marta melayani, Lazarus ikut makan, Maria mengurapi
kaki Yesus).
A. T. Robertson: “This woman was an intruder whereas
Mary of Bethany was an invited guest” (= Perempuan ini
merupakan seorang penyusup sedangkan Maria dari Betania adalah tamu yang
diundang) - ‘Word Pictures in the New Testament’,
vol II, hal 106.
*
dalam
Lukas ada tangisan, air mata dan ciuman dari perempuan itu, sedangkan dalam
Matius / Markus / Yohanes tidak.
*
dalam
Lukas ada dialog antara Yesus dengan Simon, dalam Matius / Markus / Yohanes
tidak.
*
dalam
Lukas, yang mengkritik tindakan perempuan itu adalah Simon, dan ia mengkritik dalam
hatinya. Sedangkan dalam Matius / Yohanes, yang mengkritik adalah
murid-murid / Yudas Iskariot, dan mereka mengkritik dengan ucapan.
*
dalam
Lukas, kritikannya adalah karena Yesus, yang adalah seorang nabi, mau diurapi
oleh seorang perempuan berdosa. Sedangkan dalam Matius / Markus / Yohanes,
kritikannya adalah karena pengurapan dengan minyak wangi yang mahal itu
dianggap sebagai suatu pemborosan.
Kesimpulannya: cerita dalam Matius / Markus /
Yohanes berbeda dengan cerita dalam Lukas! Karena itu perempuan berdosa ini
jelas tidak sama dengan Maria saudara Marta dan Lazarus!
·
Ada juga
yang menganggap bahwa perempuan ini adalah Maria Magdalena (bdk. Luk 8:2).
Pulpit Commentary mengatakan (hal 176) bahwa dalam gereja-gereja Barat,
pandangan itu merupakan tradisi yang diterima. Tetapi sedikitpun tidak ada
dasar untuk beranggapan seperti itu.
Jadi, sebetulnya kita tidak
tahu siapa perempuan ini. Yang jelas ia adalah seseorang yang terkenal sebagai
seorang yang berdosa (ay 36). Dari istilah itu kebanyakan penafsir
menganggap bahwa ia adalah seorang pelacur, tetapi inipun belum tentu benar,
karena Kitab Suci biasanya menyebut pelacur secara terang-terangan.
William Hendriksen: “woman
of bad reputation. To say that she was probably a harlot is being unfair to
her. A woman could be a ‘sinner’ without being a harlot” (= perempuan dengan reputasi yang buruk. Mengatakan
bahwa ia mungkin adalah seorang pelacur merupakan sesuatu yang tidak adil
terhadap dia. Seorang perempuan bisa adalah ‘seorang yang berdosa’ tanpa
menjadi seorang pelacur)
- hal 405.
Adam Clarke menganggap
(hal 413) bahwa istilah ‘orang
berdosa’ menunjukkan
bahwa perempuan ini adalah seorang non Yahudi, karena dalam Kitab Suci istilah
itu kadang-kadang diartikan seperti itu. Contoh:
¨
Mat 26:45
- “Sesudah itu Ia datang kepada
murid-muridNya dan berkata kepada mereka: ‘Tidurlah sekarang dan istirahatlah.
Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang
berdosa”.
¨
Gal 2:15
- “Menurut kelahiran kami adalah orang
Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain”.
Argumentasi tambahan dari Clarke adalah ciuman yang
dilakukan oleh perempuan itu terhadap kaki Yesus.
Adam Clarke: “Kissing the feet is a farther proof that this person
had been educated a heathen. This was no part of a Jew’s practice” (= Mencium kaki merupakan bukti
lebih lanjut bahwa orang ini telah dididik sebagai orang kafir. Ini bukan
merupakan bagian dari praktek Yahudi) - hal 414.
Clarke mengatakan bahwa
kekafiran / ke-non-Yahudi-an ini yang menyebabkan Simon, yang adalah orang
Farisi, merasa yakin bahwa Yesus bukan nabi pada waktu Yesus membiarkan
perempuan itu menciumi dan mengurapi kakiNya (ay 39). Ingat bahwa pada
saat itu ada batasan yang sangat keras antara orang Yahudi dan orang non Yahudi
(bdk. Kis 10:28 Kis 11:2-3).
b) Ia terkenal sebagai seorang yang
berdosa (ay 37a).
Calvin berkata (hal 136)
bahwa Erasmus menterjemahkan bagian ini ke dalam past perfect tense: ‘who
had been a sinner’ (= yang dulunya adalah seorang berdosa), supaya orang
tidak beranggapan bahwa pada saat itu ia masih adalah orang berdosa.
Tetapi Calvin tidak setuju dengan terjemahan dan pandangan Erasmus ini, karena
menurut Calvin, Lukas justru bermaksud untuk menyatakan tempat dari perempuan
itu dalam masyarakat dan menunjukkan pandangan masyarakat tentang dia.
Sekalipun pertobatan perempuan itu menyebabkan ia dibenarkan oleh Allah / dalam
pandangan Allah, tetapi aib yang ada dalam hidupnya dalam pandangan masyarakat tetap
ada, dan ini terlihat dari pandangan Simon tentang dia (ay 39).
c) Perempuan itu bisa mengatasi
halangan untuk datang kepada Yesus.
Rasanya pasti tidak mudah
bagi perempuan itu, yang terkenal sebagai orang yang berdosa itu, untuk datang
dan melakukan tindakan kasih kepada Yesus, yang saat itu dianggap sebagai nabi
yang hebat. Ingat bahwa pada jaman itu batasan antara orang berdosa dan orang
saleh sangat kuat (bdk. Mat 9:11
Luk 15:1-2). Pasti ada halangan bagi dia, mungkin dari orang-orang
di sekitarnya / teman-temannya, atau mungkin dari bisikan setan ke dalam hati /
pikirannya, yang mengatakan bahwa ia tidak layak untuk datang kepada Yesus.
Tetapi benarkah ada
halangan bagi perempuan itu untuk masuk dan mendekat kepada Yesus? Hendriksen
mengatakan bahwa pada saat itu bukan merupakan sesuatu yang aneh kalau orang
yang tidak diundang tahu-tahu masuk dan berbicara dengan tamu yang ada di situ.
Barclay mengatakan hal yang sama.
William Barclay: “It
was the custom that when a Rabbi was at meal in such a house, all kinds of
people came in - they were quite free to do so - to listen to the pearls of
wisdom which fell from his lips. That explains the presence of the woman” (= Merupakan suatu kebiasaan bahwa pada waktu seorang
Rabi sedang makan di suatu rumah, semua jenis orang datang / masuk ke rumah itu
- mereka cukup bebas untuk melakukan hal itu - untuk mendengar pada
mutiara-mutiara hikmat yang jatuh dari bibirnya. Itu menjelaskan kehadiran dari
perempuan itu) - hal
94.
Tetapi Hendriksen
mengatakan bahwa dalam kasus ini persoalannya lain, karena perempuan itu
terkenal sebagai orang berdosa, dan pemilik rumah adalah seorang Farisi. Jadi
jelas ada halangan, tetapi perempuan itu berani menerjang semua halangan itu
dan tetap melakukan tindakan kasihnya kepada Yesus.
William Hendriksen: “the
urge within her to express gratitude to Jesus was so irresistible that nothing
could stop her from doing what she wanted to do” (= desakan di dalamnya untuk menyatakan rasa terima
kasih kepada Yesus begitu tidak bisa ditahan sehingga tidak ada apapun yang
bisa menghentikan dia dari melakukan apa yang ingin dilakukannya) - hal 406.
Pulpit Commentary: “It
was a bold step for one like her to press uninvited, in broad daylight, into
the house of a rigid purist like Simon” (= Itu merupakan suatu langkah yang berani untuk
seseorang seperti dia untuk mendesak tanpa diundang, pada siang hari, ke dalam
rumah dari seorang penyuci diri yang kaku seperti Simon) - hal 177.
Leon Morris (Tyndale): “a
sinner, which probably means a prostitute, ... A meal such as the one that
Jesus was attending was not private. People could come in and watch what went
on. At the same time a prostitute would not have been very welcome in Simon’s
house, so it took courage to come”
(= seorang berdosa, yang mungkin berarti seorang pelacur, ... Perjamuan seperti
yang Yesus hadiri pada saat itu bukanlah bersifat pribadi. Orang-orang boleh
masuk dan mengamati apa yang terjadi. Pada saat yang sama seorang pelacur tidak
ada terlalu diterima dalam rumah Simon, jadi membutuhkan keberanian untuk
datang) - hal 146.
Penerapan:
·
Kalau
saudara mau melakukan tindakan kasih kepada Tuhan, baik dalam bentuk berbakti,
belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani, memberitakan Injil, memberikan
persembahan dsb, ingatlah bahwa setan pasti akan memberikan halangan. Halangan
itu bisa diberikan oleh setan melalui bermacam-macam hal / orang, misalnya:
hujan, problem, kesibukan, pekerjaan, istri / suami / keluarga, diri saudara
sendiri, acara TV, dan sebagainya. Persoalannya adalah: beranikah / maukah
saudara menerjang halangan itu dan tetap melakukan tindakan kasih saudara? Atau
saudara membatalkan tindakan kasih itu, dan dengan demikian menuruti setan?
·
Juga
kalau saudara mempunyai latar belakang yang gelap, baik itu merupakan latar
belakang keluarga atau diri saudara sendiri, maka setan pasti akan menggunakan
hal itu sebagai suatu halangan bagi saudara dalam melakukan tindakan kasih
kepada Tuhan. Bisa terjadi pada saat saudara mau dibaptis, dan juga pada saat
saudara mau melayani Tuhan. Setan mungkin sekali akan berbisik kepada saudara,
dan mengatakan bahwa saudara tidak layak untuk hal itu. Dalam hal ini perlu
saudara ketahui, bahwa tidak ada orang yang layak untuk datang kepada Tuhan!
Kita dilayakkan bukan karena kebaikan kita sendiri, tetapi karena penebusan
Kristus!
d) Perempuan itu menangis, dan
membasahi kaki Yesus dengan air matanya, dan menyekanya dengan rambutnya, dan
mencium kaki Yesus (ay 38a).
1. ‘Mencium’.
Kata ‘mencium’ dalam bahasa
Yunaninya adalah KATEPHILEI, yang artinya ‘fervently / affectionately
kissed’ (= mencium dengan sungguh-sungguh / dengan penuh kasih sayang),
atau ‘repeatedly kissed’ (= mencium berulang-ulang).
Kata yang sama digunakan
dalam Luk 15:20 (ciuman bapa kepada anak bungsu yang kembali), dan juga
dalam Mat 26:49 / Mark 14:45 (ciuman Yudas Iskariot kepada Yesus!).
Ciuman mempunyai beberapa
kemungkinan makna yaitu: kasih, penghormatan, permohonan, ketundukan, dan
ibadah atau penyembahan.
Adam Clarke: “The
kiss was used in ancient times as the emblem of love, religious reverence,
subjection, and supplication” (=
Ciuman digunakan pada jaman kuno sebagai simbol dari kasih, penghormatan agama,
ketundukan, dan permohonan) - hal 414.
Matthew Poole: “The
kiss is a symbol of love, and not of love only, but of subjection and worship” (= Ciuman adalah simbol dari kasih, dan bukan hanya dari
kasih saja, tetapi dari ketundukan dan ibadah / penyembahan) - hal 218. Bandingkan dengan:
·
1Raja 19:18
- “Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh
ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan
yang mulutnya tidak mencium dia.’”. Bdk. Hos 13:2 - ‘manusia
mencium anak-anak lembu’. Di sini jelas penekanan dari ciuman itu adalah ketundukan /
ibadah / penyembahan.
·
Maz 2:11
- “Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut
dan ciumlah kakiNya dengan gemetar”. Kata ‘kakiNya’ salah
terjemahan; seharusnya adalah ‘Anak’.
KJV: ‘Serve
the LORD with fear, and rejoice with trembling. Kiss the Son’ (=
Beribadahlah / layanilah TUHAN dengan takut, dan bersukacitalah dengan gemetar.
Ciumlah Anak).
NIV: ‘Serve the LORD with fear and rejoice with trembling. Kiss the Son’ (= Beribadahlah
kepada TUHAN dengan takut dan gemetar. Ciumlah Anak).
2. ‘menyeka dengan rambutnya’.
A. T. Robertson mengutip kata-kata Plummer yang
mengatakan bahwa di antara orang-orang Yahudi merupakan sesuatu yang memalukan
bagi seorang perempuan untuk menunjukkan rambutnya di depan umum, tetapi
perempuan ini mau melakukan pengorbanan tersebut. Maria dari Betania (saudara
Marta dan Lazarus) melakukan pengorbanan yang serupa, karena kasihnya yang
besar terhadap Yesus (Yoh 12:3).
e) Perempuan itu meminyaki kaki Yesus
dengan menggunakan minyak wangi, yang tentu saja mahal harganya.
Leon Morris (Tyndale): “We
may fairly deduce that this perfume was costly. Jewish ladies commonly wore a
perfume flask suspended from a cord round the neck, and it was so much a part
of them that they were allowed to wear it on the sabbath (Shabbath 6:3)” [= Kita bisa menarik kesimpulan secara adil / benar
bahwa minyak wangi ini mahal. Perempuan-perempuan Yahudi umumnya memakai sebuah
botol minyak wangi yang digantungkan pada seutas tali di sekeliling leher, dan
itu merupakan sebagian dari diri mereka sedemikian rupa sehingga mereka
diijinkan untuk memakainya pada hari Sabat (Shabbath 6:3)] - hal 146-147.
Dari kata-kata Leon Morris
di atas ini terlihat bahwa minyak wangi itu bukan hanya mahal, tetapi juga
merupakan sebagian dari diri pemiliknya. Tetapi perempuan ini tetap mau
mempersembahkannya / menggunakannya untuk Yesus!
William Hendriksen: “Nothing
is too good for Jesus!” (= Tidak
ada yang terlalu bagus untuk Yesus) - hal 406.
Memang,
kalau seseorang betul-betul mengasihi Yesus, ia akan mau mempersembahkan apapun
juga, seakan-akan itu adalah sesuatu yang tidak berharga. Bagaimana
dengan saudara? Apakah saudara masih sering merasa sayang dalam mempersembahkan
sesuatu kepada Tuhan? Renungkanlah hal ini: kalau Yesus, dengan tidak
menyayangkan nyawaNya sendiri rela menyerahkannya bagi saudara, pantaskah
saudara merasa sayang untuk mempersembahkan sesuatu bagi Dia?
Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam persoalan ini adalah bahwa perempuan itu mencurahkan minyak
wangi tersebut bukan pada kepala Yesus tetapi pada kaki Yesus
(ay 38b).
Leon Morris (Tyndale): “Finally
she anointed Jesus’ feet with the unguent. Normally this would have been poured
on the head. Her using it on the feet is probably a mark of humility. To attend
to the feet was a menial task, one assigned to a slave” (= Akhirnya ia mengurapi kaki-kaki Yesus dengan minyak
wangi itu. Biasanya ini dicurahkan pada kepala. Penggunaannya pada kaki-kaki
mungkin merupakan suatu tanda kerendahan hati. Mengurusi kaki-kaki merupakan
tugas yang rendah, tugas yang diberikan kepada seorang budak) - hal 147.
Sesuatu yang luar biasa dari perempuan
ini adalah bahwa ia memberikan sesuatu yang berharga untuk Yesus, tetapi ia
tidak memberikannya dengan perasaan bangga, tetapi dengan perasaan tidak layak,
sehingga ia mencurahkannya ke kaki Yesus! Ada banyak orang kristen, karena
memberi banyak, lalu memberi dengan sombong / bangga, dan dengan pemikiran
bahwa mereka sangat berjasa, karena tanpa mereka gereja / Tuhan pasti bangkrut!
Bagaimana kalau saudara memberikan sesuatu yang berharga kepada Yesus? Apakah
saudara memberi dengan sikap seperti ini, atau dengan sikap seperti perempuan
berdosa dalam cerita ini?
Catatan: pada saat Maria dari Betania mengurapi
Yesus, kelihatannya ia mencurahkan minyak itu ke kepala Yesus
(Mat 26:7 Mark 14:3b)
tetapi karena minyak itu banyak, maka minyak itu turun ke tubuh Yesus
(Mat 26:12 Mark 14:8)
dan kaki Yesus yang lalu disekanya dengan rambutnya (Yoh 12:3).
4) Melihat apa yang dilakukan oleh
perempuan itu, Simon berkata dalam hatinya.
Ay 39: “Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal
itu, ia berkata dalam hatinya: ‘Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan
orang apakah perempuan yang menjamahNya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu
adalah seorang berdosa.’”.
Ada 2 hal yang bisa kita
bahas tentang kata-kata Simon dalam ay 39 itu:
a) Simon merendahkan perempuan berdosa
itu dan menganggapnya tidak layak untuk datang kepada Yesus. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan di sini:
1. Secara implicit ini menunjukkan
bahwa ia menganggap dirinya sendiri layak untuk datang kepada Yesus.
Anggapan seperti ini bisa
timbul karena kesombongan dan kurangnya ia mengintrospeksi dirinya sendiri.
Orang yang merasa dirinya layak untuk datang kepada Tuhan, sebetulnya justru
adalah orang yang paling tidak layak untuk datang kepada Tuhan! Bdk. Luk 18:9-14
(perumpamaan tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah).
Pulpit Commentary
mengatakan tentang orang-orang Yahudi pada jaman Yesus dengan kata-kata sebagai
berikut:
“They did not acknowledge any sin in
their own souls, any shortcoming in their own lives. Simon probably thought
that Jesus was putting the debt which represented his obligation (fifty pence)
at a high figure. And, thus mistaking themselves, it is not to be wondered at
that they took a false view of their neighbours; that they looked upon those who
were outwardly bad as hopelessly irrecoverable” [= Mereka tidak mengakui dosa apapun dalam jiwa mereka
sendiri, kekurangan / kelemahan apapun dalam kehidupan mereka. Simon mungkin
berpikir bahwa Yesus menaksir hutang yang menggambarkan kewajibannya (lima
puluh dinar) sebagai sesuatu yang terlalu tinggi. Dan karena salah tentang diri
sendiri seperti itu, tidak mengherankan bahwa mereka mempunyai pandangan yang
salah tentang sesama mereka; dan bahwa mereka memandang kepada orang-orang yang
buruk secara lahiriah sebagai tidak ada harapan untuk dipulihkan] - hal 193.
Pulpit Commentary: “He
thought himself a very long way on in the kingdom of God as compared with that
poor woman; he did not know that, she being poor in spirit and he being proud
in spirit, she was much nearer to its entrance-gates than he” (= Ia menganggap dirinya sendiri jauh di depan perempuan
itu dalam jalanan dalam Kerajaan Allah dibandingkan dengan perempuan yang
malang itu; ia tidak tahu bahwa perempuan itu miskin dalam roh sedangkan ia
sombong dalam roh, sehingga perempuan itu jauh lebih dekat pada pintu masuk
dari pada dia) - hal
194.
Bdk. Mat 5:3 - “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah,
karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.
Kata-kata ‘di hadapan Allah’
salah terjemahan;
seharusnya adalah ‘dalam roh’.
KJV: ‘Blessed
are the poor in spirit: for theirs is the kingdom of heaven’ (=
Diberkatilah orang yang miskin dalam roh: karena merekalah yang empunya
kerajaan surga).
2. Ini menunjukkan bahwa ia tidak
melihat Yesus sebagai pengantara antara Allah dengan manusia yang berdosa.
Matanya buta terhadap misi Yesus untuk mendamaikan orang berdosa dengan Allah.
3. Sekalipun Simon menolak perempuan
itu, tetapi Yesus sendiri menerima perempuan itu (ay 37-38 bdk. Yoh 6:37 Luk 5:31-32).
Karena
itu, kalau saudara merasa bahwa saudara adalah orang yang sangat berdosa dan
kotor, janganlah peduli bahwa orang-orang lain menganggap saudara tidak layak
untuk datang kepada Yesus. Yesus sendiri mau menerima saudara, asal saudara mau
datang kepadaNya!
b) Tadinya Simon meragukan kenabian
Yesus, dan mungkin ia mengundang Yesus untuk memastikan hal itu. Sekarang ia
menjadi yakin bahwa Yesus bukan nabi. Alasannya ada dalam ay 39: “Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan
orang apakah perempuan yang menjamahNya ini; tentu Ia tahu, bahwa
perempuan itu adalah seorang berdosa”.
Simon berpikir: seorang
nabi pasti tahu kalau perempuan itu adalah perempuan berdosa. Kalau Yesus
adalah seorang nabi, Ia pasti tahu bahwa perempuan itu adalah perempuan yang
berdosa, dan Ia pasti menolaknya. Tetapi kenyataannya, Yesus membiarkan
perempuan berdosa itu menciumi kakiNya dsb.
Perlu diperhatikan bahwa
pandangan Simon ini tidak benar! Seorang nabi tidak maha tahu. Memang
kadang-kadang nabi bisa tahu apa yang ada dalam hati manusia (bdk.
Kis 5:1-11 1Raja 14:6),
karena Allah memberitahu dia, tetapi tidak selalu demikian (bdk.
Yos 9:1-27
2Sam 16:1-4 19:24-30).
Dari
sini bisa kita lihat bahwa kesimpulan Simon bahwa Yesus bukan nabi, timbul dari
pengertian-pengertian yang salah yang ada dalam diri Simon! Ini secara jelas
menunjukkan bahwa pengertian yang salah yang ada dalam diri kita akan
berkembang makin lama makin sesat! Mengapa? Karena di atas suatu pengertian
yang salah, kita akan membangun pengertian lain yang lebih salah lagi. Ini sama
seperti suatu rumah yang miring fondasinya, akan menyebabkan seluruh rumah
menjadi miring.
Karena itu janganlah
membiarkan diri saudara dalam keadaan tidak mengerti atau salah mengerti
tentang Kitab Suci / kebenaran! Rajin dan tekunlah dalam belajar Firman Tuhan /
datang dalam Pemahaman Alkitab dan banyaklah / seringlah berdoa supaya Tuhan
memberikan pengertian yang benar kepada saudara dan membuang semua pengertian
yang salah yang ada pada saudara!
1) Dari sini terlihat bahwa Yesus
adalah Allah sendiri, karena:
a) Yesus mahatahu.
·
Ia tahu
hati / pikiran Simon.
Perumpamaan dalam
ay 40-50 ini diberikan karena Yesus tahu apa yang Simon katakan dalam
hatinya dalam ay 39!
·
Ia tahu
bahwa perempuan itu adalah perempuan berdosa.
Ini
terlihat dari:
*
ay 41:
perempuan itu digambarkan sebagai orang yang berhutang 500 dinar.
*
ay 47:
‘dosanya yang banyak’.
Penerapan:
Mungkin tidak ada orang
yang tahu dosa-dosa saudara, tetapi Yesus tahu semua itu! Karena itu
bertobatlah sebelum terlambat!
b) Yesus mengampuni dosa
(ay 48-50).
Hanya Allah yang bisa
mengampuni dosa. Tetapi Yesus bisa mengampuni dosa. Ini sudah terbukti dalam
Luk 5:17-26, dan ini membuktikan bahwa Ia memang adalah Allah sendiri!
Penerapan:
Kalau saudara sadar akan
keberdosaan saudara, itu bagus, tetapi belum cukup! Datanglah kepada Yesus dan
terimalah Ia sebagai Juruselamat dan Penebus saudara. Ia bisa dan mau
mengampuni dosa saudara, betapapun banyaknya dosa saudara!
c) Tindakan kasih perempuan berdosa
itu dilakukan sebagai balasan atas pengampunan dosa yang Tuhan berikan
kepada dia. Tetapi tindakan kasih itu ia lakukan kepada Yesus, dan Yesus
menerimanya! Ini menunjukkan 2 kemungkinan:
·
Yesus
adalah orang yang kurang ajar, karena mau menerima sesuatu yang seharusnya
diberikan kepada Allah.
·
Yesus
memang adalah Allah sendiri.
Yang mana dari 2
kemungkinan ini yang saudara terima?
Penerapan:
Yesus bukanlah sekedar
orang baik, nabi dsb, tetapi juga adalah Allah sendiri! Kalau saudara tidak
percaya, menentang, bersikap acuh tak acuh kepada Yesus, itu berarti saudara
tidak percaya, menentang, bersikap acuh tak acuh kepada Allah sendiri!
¨
Luk 10:16b
- “Barangsiapa
menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.
¨
Yoh 5:23b
- “Barangsiapa
tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
¨
Yoh 15:23
- “Barangsiapa
membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.
Karena itu, percayalah,
ikutlah, kasihilah, sembahlah, taatilah, dan muliakanlah Yesus!
2) Perumpamaan Yesus (ay 41-43).
a) Ada 2 orang yang berhutang; dan
hutang di sini jelas menggambarkan dosa.
Kitab Suci mengatakan tidak
ada orang yang tidak berdosa (Ro 3:10-12,23). Karena itu, bagaimanapun
baiknya kehidupan saudara, sadarilah bahwa saudara adalah orang yang berdosa!
b) Hutang dari 2 orang ini berbeda;
yang satu banyak (500 dinar), yang lain sedikit (50 dinar). Tetapi ada satu hal
yang sama, yaitu mereka sama-sama tidak bisa membayar hutangnya (ay 42)!
Barnes’ Notes: “Simon,
whose life had been comparatively upright, was denoted by the one that owed
fifty pence; the woman, who had been an open and shameless sinner, was
represented by the one that owed five hundred. Yet neither could pay. Both must
be forgiven, or perish. So, however much difference there is among men, yet all
need the pardoning mercy of God; and all, without that, must perish” (= Simon, yang dalam perbandingan mempunyai hidup yang
benar / lurus, ditunjukkan oleh orang yang berhutang 50 dinar; sedangkan
perempuan itu, yang adalah orang berdosa yang terbuka / terang-terangan dan
tidak tahu malu, digambarkan oleh orang yang berhutang 500 dinar. Tetapi tidak
ada dari mereka berdua yang bisa membayar. Keduanya harus diampuni, atau
binasa. Jadi, betapapun besarnya perbedaan yang ada di antara manusia, tetapi
semua orang membutuhkan belas kasihan yang mengampuni dari Allah; dan semua
orang, tanpa itu, harus binasa) - hal 205.
Memang dalam dunia ini, secara
relatif ada orang yang dosanya banyak, dan ada orang yang dosanya sedikit.
Tetapi tidak ada orang yang bisa membayar hutang dosanya! Apakah saudara adalah
orang yang sangat bejad atau orang yang relatif baik, sadarilah satu hal ini: saudara
tidak bisa membayar hutang dosa saudara! Perbuatan baik, ibadah, atau
apapun juga yang saudara lakukan tidak bisa membayar hutang dosa saudara!
Tetapi Kristus sudah mati di atas kayu salib untuk membayar hutang dosa
saudara. Karena itu datanglah dan percayalah kepada Dia! Kalau tidak, saudara
akan harus membayar hutang saudara di neraka secara kekal!
c) Hutang kedua orang itu dihapuskan
(ay 42).
Kata ‘menghapuskan’ oleh Kitab Suci bahasa Inggris (kecuali
NIV) diterjemahkan ‘forgave’ (= mengampuni).
Dalam perumpamaan ini
pelepas uang itu bisa menghapuskan hutang kedua orang itu begitu saja / dengan
gampang. Tetapi ini tidak bisa diterapkan pada pengampunan dosa yang Tuhan
lakukan bagi kita, karena dalam bagian-bagian yang lain dari Kitab Suci
dijelaskan bahwa untuk bisa menghapuskan / mengampuni dosa manusia, Allah harus
menjadi manusia di dalam diri Yesus Kristus, dan mati di atas kayu salib untuk
menebus dosa manusia. Mengapa harus demikian? Tidak bisakah Allah mengampuni
dosa manusia begitu saja (tanpa salib)? Jawabnya adalah tidak bisa, karena
kalau Ia melakukan hal itu, maka tuntutan keadilan Allah tidak terpenuhi, dan
dengan kata lain Allah itu tidak adil (bdk. Nahum 1:3)! Dengan adanya
salib, maka terlihat bahwa Allah itu adil (karena Ia menghukum dosa), dan juga
bahwa Allah itu kasih (karena Ia sendirilah yang menanggung hukuman itu di kayu
salib sehingga kita tidak terkena hukuman itu).
d) Ternyata kasih dari kedua orang itu
berbeda.
Yang tadi hutangnya lebih
banyak, sekarang mengasihi dengan kasih yang lebih besar! Ini adalah sesuatu
yang logis. Makin besar dosa seseorang, makin besar kasihnya kepada Tuhan pada
saat ia mendapatkan pengampunan dosa.
3) Yesus menerapkan perumpamaan itu
(ay 44-47).
a) Yesus membandingkan Simon dengan perempuan
itu (ay 44-46).
Ini dimulai dengan
pertanyaan: ‘Engkau lihat perempuan ini?’ (ay 44a), dan Yesus lalu membandingkan
Simon dan perempuan itu, dan dari bagian ini terlihat beberapa hal:
1. Sekalipun Simon mengundang Yesus
dan menyebutNya ‘guru’, tetapi jelas bahwa ia tidak
menghormati ataupun mengasihi Yesus. Ia pasti mengundang Yesus dengan motivasi
yang salah!
Penerapan:
Kalau saudara melakukan
suatu tindakan kasih bagi Tuhan, maka perhatikanlah apakah motivasi saudara
betul-betul adalah kasih kepada Tuhan? Misalnya kalau saudara pergi ke gereja
atau memberikan persembahan; apa motivasi saudara? Karena kebiasaan? Supaya
dilihat orang? Supaya diberkati Tuhan atau karena takut dihukum / tidak
diberkati Tuhan? Atau betul-betul karena saudara mengasihi Tuhan?
2. Sekalipun Simon menyebut Yesus
dengan sebutan ‘guru’, tetapi fakta dalam kehidupannya, atau
sikapnya terhadap Yesus, sama sekali tidak sesuai dengan penyebutan ‘guru’ tersebut.
Ada kata-kata indah yang berbunyi:
“You call Me the way but you do not follow Me,
You call Me the light but you do not see Me,
You call Me the teacher but you do not listen to Me,
You call Me the Lord but you do not serve Me,
You call Me the truth but you do not believe in Me,
Do not be surprised if one day I don’t know you”.
Terjemahannya:
“Engkau
menyebut Aku jalan, tetapi engkau tidak mengikut Aku,
Engkau menyebut
Aku terang, tetapi engkau tidak melihat Aku,
Engkau menyebut
Aku guru, tetapi engkau tidak mendengarkan Aku,
Engkau menyebut
Aku Tuhan, tetapi engkau tidak melayani Aku,
Engkau menyebut
Aku kebenaran, tetapi engkau tidak percaya kepadaKu,
Jangan kaget,
jika suatu hari Aku tidak mengenal kamu”.
Kontradiksi antara pengakuan di mulut
dan kehidupan sehari-hari ini banyak sekali, misalnya:
·
orang
yang mengaku bahwa Allah itu ada, tetapi ia hidup seakan-akan Allah tidak ada
(atheis praktis).
·
orang
Kristen / pendeta yang mengaku bahwa Kitab Suci adalah Firman Tuhan, tetapi
tidak mempelajarinya ataupun mengajarkannya secara serius.
·
orang Kristen
/ pendeta yang mengaku Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, tetapi tidak
memberitakan Injil dan tidak mendorong orang lain untuk memberitakan Injil.
·
orang
Kristen yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi tidak melayaniNya /
mentaatiNya.
Bandingkan dengan kata-kata
Yesus dalam Luk 6:46 - “Mengapa kamu berseru
kepadaKu: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”.
Renungkan: adakah kontradiksi antara pengakuan
terhadap Yesus dan kehidupan praktis dalam diri saudara?
3. Yesus bukan hanya memperhatikan
tindakan kasih yang dilakukan oleh perempuan itu, tetapi juga memperhatikan
tindakan kasih yang tidak dilakukan oleh Simon, yaitu:
·
tidak
memberi air pembasuh kaki (bdk. Kej 18:4 24:32 Hakim
19:21).
·
tidak
memberi ciuman (bdk. Kej 29:13 Kel
18:7).
·
tidak
mengurapi kepala dengan minyak (bdk. Maz 23:5). Leon Morris mengatakan
(hal 148) bahwa ‘minyak’ yang
tidak diberikan oleh Simon ini (ay 46a) menunjuk pada ‘minyak zaitun’ yang banyak dan murah, dan ini kontras dengan ‘minyak wangi’ yang digunakan oleh perempuan itu
(ay 46b), yang menunjuk pada sesuatu yang jarang dan mahal.
William Barclay: “When
a guest entered such a house three things were always done. The host placed his
hand on the guest’s shoulder and gave him the kiss of peace. That was a mark of
respect which was never omitted in the case of a distinguished Rabbi. The roads
were only dust tracks, and shoes were merely soles held in place by straps
across the foot. So always cool water was poured over the guest’s feet to
cleanse and comfort them. Either a pinch of sweet-smelling incense was burned
or a drop of attar of roses was placed on the guest’s head. These things good
manners demanded, and in this case not one of them was done” (= Pada waktu seorang tamu memasuki rumah seperti itu
ada 3 hal yang selalu dilakukan. Tuan rumah meletakkan tangannya pada bahu dari
sang tamu, dan memberikannya ciuman damai. Itu merupakan tanda penghormatan
yang tidak pernah dihapuskan dalam kasus dari seorang rabi / guru yang terkemuka.
Jalan-jalan hanya merupakan jalan-jalan dari tanah, dan sepatu hanya merupakan
tapak / alas sepatu yang diikatkan pada kaki. Jadi, air dingin selalu
dicurahkan pada kaki tamu untuk membersihkan dan menyegarkannya. Sedikit /
sejemput kemenyan / dupa yang berbau wangi dibakar atau setetes minyak wangi
dari bunga mawar diberikan pada kepala sang tamu. Hal-hal ini dituntut oleh
kelakuan / tatakrama yang baik, dan dalam kasus ini tidak satupun dari hal-hal
itu yang dilakukan) -
hal 94.
Penerapan:
Jadi, Yesus bukan hanya
memperhatikan tindakan kasih yang kita lakukan, tetapi juga tindakan kasih yang
tidak kita lakukan (bdk. Mat 25:31-46 dimana ‘kambing-kambing’ itu dihukum karena tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan).
Karena itu, janganlah
terlalu cepat puas dengan hal-hal yang sudah saudara lakukan bagi Tuhan.
Pikirkanlah hal-hal lain yang sebetulnya bisa saudara lakukan bagi Tuhan,
tetapi selama ini belum / tidak saudara lakukan, dan lakukanlah hal-hal itu!
Misalnya:
¨
tetap
berbakti sekalipun hujan.
¨
datang
secara rajin dalam Pemahaman Alkitab.
¨
datang
secara rajin dalam Persekutuan Doa.
¨
menaikkan
doa syafaat / doa untuk orang lain, baik gereja, pendeta, maupun orang kristen
yang lain.
¨
memberikan
persembahan persepuluhan.
¨
melayani
Tuhan.
¨
memberitakan
Injil.
4. Sekalipun Simon sendiri, dan juga
mayoritas manusia saat itu, menganggap Simon jauh lebih baik dari perempuan
itu, tetapi Yesus beranggapan sebaliknya! Perhatikan supaya saudara jangan
dianggap benar oleh orang-orang di sekitar saudara atau oleh saudara sendiri,
tetapi dianggap brengsek oleh Tuhan! Yang terpenting adalah pandangan Tuhan
tentang diri saudara!
1Kor 4:3-5 -
“Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi
oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak
kuhakimi. Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena
itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. Karena itu,
janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan
menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan
memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan
menerima pujian dari Allah”.
Bagian yang
digaris-bawahi itu salah terjemahan.
NIV: “I care very little if I am judged by you or by any human court;
indeed, I do not even judge myself. My conscience is clear, but that does
not make me innocent. It is the Lord who judges me. Therefore judge nothing
before the appointed time; wait till the Lord comes. He will bring to light
what is hidden in darkness and will expose the motives of men’s hearts. At that
time each will receive his praise from God” (= Aku tidak terlalu peduli
jika aku dihakimi olehmu atau oleh pengadilan manusia; bahkan aku tidak
menghakimi diriku sendiri. Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat
aku tak berdosa. Tuhanlah yang menghakimi aku. Karena itu jangan menghakimi
apapun sebelum waktu yang ditetapkan; tunggulah sampai Tuhan datang. Ia akan
menerangi apa yang tersembunyi dalam kegelapan dan menyingkapkan motivasi dari
hati manusia. Pada saat itu setiap orang akan menerima pujiannya dari Allah).
b) Dari perbandingan itu, Yesus lalu
menyimpulkan (ay 47).
1. Ay 47a: ‘Dosanya yang
banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih’.
KJV/RSV:
‘Her sins, which
are many, are forgiven’ (= Dosa-dosanya
yang banyak diampuni).
Calvin: “The verb, which is in the present
tense, must, no doubt, be resolved into a preterite” (= Kata kerjanya, yang ada dalam
present tense, tidak diragukan harus diubahkan menjadi past tense) - hal 139.
NIV/NASB menterjemahkan ‘have
been forgiven’ (= telah diampuni).
Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan:
a. Dosa yang banyak tidak menghalangi
pengampunan dari Allah / Yesus.
Calvin mengatakan bahwa
kata-kata / jawaban Yesus ini diucapkan bukan sekedar demi Simon, tetapi:
“to assure every one of us, that we
have no reason to fear lest any sinner be rejected by him, who not only gives
them kind and friendly invitations, but is prepared with equal liberality, and
- as we might say - with outstretched arms, to receive them all” (= untuk meyakinkan setiap orang dari kita, bahwa kita
tidak mempunyai alasan untuk takut bahwa ada orang berdosa yang ditolak
olehNya, yang bukan hanya memberi mereka undangan yang baik dan ramah, tetapi
siap dengan kemurahan hati yang sama, dan - seperti yang bisa kami katakakan -
dengan tangan yang terbuka, untuk menerima mereka semua) - hal 136-137.
Bdk. Yoh 6:37 - “Semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu,
dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang”.
Penerapan:
Apakah saudara menganggap
diri saudara begitu berdosa sehingga Yesus tidak mau menerima saudara? Buanglah
jauh-jauh pemikiran sesat dari setan tersebut. Ia berjanji untuk menerima
siapapun yang mau datang kepadaNya, betapapun berdosanya orang tersebut.
b. Yesus tidak mengajarkan keselamatan
karena perbuatan baik!
Sekalipun kata-kata
ay 47a ini kelihatannya menunjukkan bahwa perempuan itu diampuni karena ia
banyak berbuat kasih, tetapi jelas bahwa arti sebenarnya tidaklah demikian.
Arti sebenarnya ialah: ia telah diampuni dari dosanya yang banyak, dan karena
itu ia banyak berbuat kasih. Mengapa harus ditafsirkan begitu?
·
karena
seluruh Kitab Suci menentang ajaran ‘salvation
by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik / ketaatan), yang memang
merupakan ajaran sesat! Bandingkan dengan Ef 2:8-9 Gal 2:16,21 Gal 3:1-14 Gal 5:1-6 Ro
3:24,27-28 Kis 15:1-21 Fil 3:9 Ro 9:30-10:3.
·
Perumpamaan
Yesus dalam ay 41-43 itu (khususnya ay 42nya) menunjukkan bahwa hutangnya
dihapuskan lebih dulu, barulah orangnya berbuat kasih!
Ay 42: “Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia
menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan
terlebih mengasihi dia?’”.
Ada beberapa hal yang perlu
disoroti dari ay 42 ini, yaitu:
*
kedua
orang tersebut tidak bisa membayar hutangnya.
*
lalu
hutang mereka dihapuskan dengan cuma-cuma.
RSV: ‘he
forgave them both’ (= ia mengampuni mereka berdua).
NIV: ‘he canceled
the debts of both’ (= ia membatalkan hutang keduanya).
KJV: ‘he
frankly forgave them both’ (= ia mengampuni mereka berdua dengan
cuma-cuma). Pulpit Commentary mengatakan (hal 178) bahwa kata ‘frankly’
di sini, harus diterjemahkan ‘freely’ (= dengan cuma-cuma).
NASB: ‘he graciously forgave them
both’ (= ia mengampuni mereka berdua dengan murah hati / penuh kasih
karunia).
NKJV:
‘he freely forgave them both’ (= ia mengampuni mereka
berdua dengan cuma-cuma).
Kata
Yunani yang dipakai adalah EKHARISATO (perhatikan adanya kata KHARIS, yang
artinya adalah ‘kasih
karunia’).
Kalau
tindakan kasih mereka yang menyebabkan mereka diampuni, maka tidak bisa
dikatakan bahwa pengampunan itu diberikan dengan cuma-cuma / sebagai kasih
karunia!
*
Baru
setelah hutang mereka dihapuskan, muncul pertanyaan: ‘Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi
dia?’. Jadi jelas
bahwa pengampunan dosa terjadi dulu, dan baru setelah itu muncul tindakan
kasih.
Calvin: “He
proves that she is righteous, not because she pleased God, but because her
sins were forgiven; for otherwise her case would not correspond to the
parable, in which Christ expressly states, that the creditor freely forgave
the debtors who were not able to pay” (= Ia membuktikan bahwa perempuan itu benar, bukan
karena ia menyenangkan Allah, tetapi karena dosa-dosanya telah diampuni;
karena kalau tidak maka kasusnya tidak sesuai dengan perumpamaannya, dalam mana
Kristus menyatakan secara jelas / explicit, bahwa pelepas hutang itu mengampuni
dengan cuma-cuma orang-orang berhutang yang tidak bisa membayar) - hal 137.
·
Clarke
beranggapan (hal 415) bahwa kata ‘sebab’ dalam
ay 47a, yang dalam bahasa Yunaninya adalah HOTI, bisa diterjemahkan ‘therefore’
(= karena itu). Dengan demikian ay 47a menjadi: ‘Dosanya yang
banyak itu telah diampuni, karena itu ia telah banyak berbuat kasih’.
·
Ay 48:
“Lalu Ia berkata kepada perempuan itu:
‘Dosamu telah diampuni.’”.
Calvin beranggapan bahwa
kata-kata dalam ay 48 tidak menunjukkan bahwa saat itu merupakan saat
pertama perempuan itu diampuni. Ay 48 ini merupakan peneguhan dari
pengampunan dosa yang sudah diberikan sebelum perempuan berdosa itu melakukan
tindakan kasihnya di sini.
·
Ay 50
mengatakan ‘imanmu telah menyelamatkan engkau’, bukan ‘kasihmu / perbuatan baikmu telah
menyelamatkan engkau’!
Calvin: “loving
is not here said to be the cause of pardon” (= mengasihi di sini tidak dikatakan sebagai penyebab
dari pengampunan) -
hal 139.
Calvin: “This
saying refutes also the error of those who imagine that the forgiveness of sins
is purchased by charity; for Christ lays down a quite different method, which
is, that we embrace by faith the offered mercy” (= Kata-kata ini juga menyangkal kesalahan dari mereka
yang membayangkan bahwa pengampunan dosa dibeli oleh kasih; karena Kristus
meletakkan suatu metode yang cukup berbeda, yaitu bahwa kita memeluk oleh iman
belas kasihan yang ditawarkan) - hal 141.
Pulpit Commentary: “The
principle on which forgiveness was granted to the woman was faith, not love” (= Dasar di atas mana pengampunan diberikan kepada perempuan
itu adalah iman, bukan kasih) - hal 179.
Dari semua ini jelaslah
bahwa rumus yang sebenarnya adalah:
Iman ®
pengampunan / keselamatan ®
kasih / tindakan kasih.
Calvin: “We
cannot avoid wondering, ... that the greater part of commentators have fallen
into so gross a blunder as to imagine that this woman, by her tears, and her
anointing, and her kissing his feet, deserved the pardon of her sins. The
argument which Christ employs was taken, not from the cause, but from the
effect; for, until a favour has been received, it cannot awaken gratitude, and
the cause of reciprocal love is here declared to be a free forgiveness. In a
word, Christ argues from the fruit or effects that follow it, that this woman
has been reconciled to God” (=
Kami tidak bisa menghindari rasa heran, ... bahwa sebagian besar dari para
penafsir telah jatuh ke dalam suatu kesalahan yang begitu besar sehingga
membayangkan bahwa perempuan ini, oleh air matanya, dan pengurapan, dan
penciuman kakiNya, layak mendapat pengampunan atas dosa-dosanya. Argumentasi
yang digunakan oleh Kristus diambil, bukan dari penyebab, tetapi dari hasil /
akibatnya; karena, sampai suatu kebaikan telah diterima, itu tidak bisa
membangkitkan rasa terima kasih, dan penyebab dari kasih balasan di sini dinyatakan
sebagai pengampunan yang cuma-cuma. Singkatnya, Kristus berargumentasi dari
buah atau hasil / akibat yang mengikutinya, bahwa perempuan ini telah
diperdamaikan dengan Allah) - hal 137.
Bandingkan dengan kata-kata
dari lagu ‘Rock of Ages, Cleft for Me’, bait ke 2 dan 3, yang berbunyi
sebagai berikut:
Not the labors of my hands, (= bukan
pekerjaan tanganku,)
Can fulfill Thy law’s demands; (= Dapat
memenuhi tuntutan hukumMu;)
Could my zeal no respite know, (= Andaikata
semangatku tidak mengenal istirahat,)
Could my tears forever flow, (= Andaikata
airmataku mengalir selama-lamanya,)
All for sin could not atone; (= Semua itu
tidak bisa menebus dosa;)
Thou must save, and Thou alone. (= Engkau
harus menyelamatkan, dan Engkau saja).
Nothing in my hand I bring, (= Tidak ada
yang kubawa dalam tanganku,)
Simply to Thy cross I cling; (= Hanya
kepada salib aku berpegang;)
Naked, come to Thee for dress, (= Telanjang,
datang kepadaMu untuk pakaian,)
Helpless, look to Thee for grace; (= Tak
berdaya, memandangMu untuk kasih karunia;)
Foul, I to the fountain fly, (= Kotor, Aku
terbang kepada air mancur,)
Wash me, Saviour, or I die! (= Cucilah
aku, Juruselamat, atau aku mati).
William Hendriksen: “What
Jesus teaches is that the outpouring of love results from the sense of having
been forgiven. ... Love for Jesus - hence, for God - is, and must ever be, the
result of forgiveness” (= Apa
yang Yesus ajarkan adalah bahwa pencurahan kasih diakibatkan oleh rasa telah
diampuni. ... Kasih bagi Yesus - dan karena itu, bagi Allah -merupakan, dan
harus selalu merupakan, akibat dari pengampunan) - hal 409.
Hendriksen lalu memberi
syair sebagai berikut:
Nothing to pay! yes, nothing to pay! (= Tidak ada yang harus dibayar! ya, tidak ada yang
harus dibayar!)
Jesus has cleared all the debt away, (= Yesus telah melunasi semua hutang,)
Blotted it out with his bleeding hand! (= Menghapuskannya dengan tanganNya yang berdarah!)
Free and forgiven and loved you stand. (= Engkau bebas dan diampuni dan dikasihi)
Hear the voice of Jesus say, (= Dengarlah suara Yesus berkata,)
Verily thou hast nothing to pay! (= Sesungguhnya engkau tidak mempunyai apapun untuk
membayar!)
Paid is the debt, and the debtor free! (= Hutang dibayar, dan orang yang berhutang bebas!)
Now I ask thee, Lovest thou me?” (= Sekarang Aku bertanya kepadamu: Apakah engkau
mengasihi Aku?’) - hal
409.
2. Ay 47b: ‘Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia
berbuat kasih’.
Tadi dalam ay 44-46,
Yesus membandingkan Simon dengan perempuan yang berdosa itu. Lalu dalam
ay 47a Yesus menarik kesimpulan tentang perempuan berdosa itu. Maka
seharusnya dalam ay 47b Yesus menarik kesimpulan tentang Simon. Tetapi
ternyata dalam ay 47b ini Yesus tidak menggunakan kata ‘Simon’ / ‘engkau’, tetapi ‘orang’. Ada 2 kemungkinan arti:
·
‘Orang’ di sini adalah Simon, dan kalau
demikian, maka kata-kata ‘sedikit
diampuni’ dan ‘sedikit berbuat
kasih’ hanyalah
merupakan suatu bahasa halus untuk mengatakan ‘tidak diampuni’ dan ‘tidak
berbuat kasih’.
·
‘Orang’ di
sini bukanlah ‘Simon’. Orang itu sedikit diampuni, dan
karenanya ia hanya sedikit berbuat kasih. Sedangkan untuk Simon, yang tidak
melakukan tindakan kasih, Yesus tidak menjelaskan karena sudah cukup jelas.
Simon jelas tak diampuni, dan karena itu ia tidak melakukan tindakan kasih!
William Barclay: “The
one thing which shuts a man off from God is self-sufficiency. ... It is true to
say that the greatest of sins is to be conscious of no sin” (= Satu hal yang menghalangi manusia dari Allah adalah
kecukupan diri sendiri / merasa diri cukup baik. ... Merupakan sesuatu yang
benar untuk mengatakan bahwa dosa yang terbesar adalah ketidak-sadaran akan
dosa) - hal 95.
Charles Haddon Spurgeon: “Nothing
is more deadly than self-righteousness, or more hopeful than contrition” (= Tidak
ada yang lebih mematikan dari pada perasaan bahwa dirinya sendiri adalah benar,
atau lebih memberikan pengharapan dari pada perasaan menyesal karena dosa) - ‘Morning
and Evening’, September 29, morning.
Pertanyaan: Kalau seseorang yang dosanya banyak
diampuni, maka ia akan banyak mengasihi / berbuat kasih. Sebaliknya, kalau
seseorang yang dosanya sedikit diampuni, maka ia akan sedikit mengasihi /
berbuat kasih. Kalau demikian, apakah kita perlu berbuat banyak dosa, lalu
minta ampun, supaya kita bisa banyak mengasihi / berbuat kasih?
Pulpit Commentary: “Some
may ask - What great amount of sin is necessary in order to loving much? Godet
well answers, ‘We need add nothing to what each of us already has, for ... - to
the noblest and purest of us, what is wanting in order to love much, is not sin,
but the knowledge of it”
(= Beberapa orang mungkin bertanya - Dosa sebanyak apa yang diperlukan supaya
kita banyak mengasihi? Godet menjawab dengan benar: ‘Kita tidak perlu menambah
apapun pada apa yang setiap kita sudah miliki, karena ... - bagi yang termulia
dan termurni dari kita, apa yang kurang supaya banyak mengasihi, bukanlah dosa,
tetapi pengetahuan / pengenalan / kesadaran terhadap dosa) - hal 179.
Pulpit Commentary: “It
is not the quantity of sins, but the conscience of sin, the sense of its
sinfulness and bitterness and tyranny, which determines the question of the
larger or smaller debtor. ... The much love is measured by the sense of there
having been much forgiven. The love is as the knowledge of sin. If you think
there is little to forgive, you will love only little” (= Bukan jumlah / banyaknya dosa, tetapi kesadaran /
perasaan / pengenalan tentang dosa, perasaan / pengertian tentang keberdosaan
dan kepahitan dan kekejamannya, yang menentukan pertanyaan tentang orang yang
berhutang lebih banyak atau lebih sedikit. ... Kasih yang banyak diukur oleh
perasaan / pengertian tentang pengampunan yang banyak. Kasih itu sebanyak
pengenalan terhadap dosa. Jika engkau berpikir bahwa hanya ada sedikit untuk
diampuni, engkau akan mengasihi hanya sedikit) -
hal 185.
Pulpit Commentary: “If
we have a very imperfect sense of our guilt, and therefore of God’s mercy to
us, our response in gratitude and love will be far below what it should be. It
is, therefore, of the gravest importance that we should know and feel our own
faultiness in the sight of God. For clearly it is not the magnitude of our past
sin, but the fulness of our sense of guilt, which determines the measure of our
feeling in the matter of gratitude and love” (= Jika kita mempunyai perasaan / pengertian yang sangat
tidak sempurna tentang kesalahan kita, dan karena itu juga tentang belas
kasihan Allah bagi kita, maka tanggapan kita dalam rasa terima kasih dan kasih
akan jauh di bawah apa yang seharusnya. Karena itu, merupakan sesuatu yang
sangat penting bahwa kita mengetahui dan merasakan kekotoran kita sendiri dalam
pandangan Allah. Karena jelas bahwa bukanlah besarnya dosa masa lalu kita,
tetapi kepenuhan dari perasaan / pengertian kita tentang kesalahan, yang
menentukan ukuran dari perasaan kita dalam persoalan rasa terima kasih dan
kasih) - hal 193.
Pulpit Commentary: “God
wants our love, as we want the love of our children and of our friends, and
cannot accept anything, however valuable, in its stead: so Christ wants the
pure, deep, lasting affection of our souls. No ceremonies, or services, or even
sacrifices, will compensate for its absence (see 1Cor. 13). And the measure of
our love will depend on the depth of our sense of God’s forgiving love toward us” [= Allah menginginkan kasih kita, seperti kita
menginginkan kasih dari anak-anak kita dan dari teman-teman kita, dan tidak
bisa menerima apapun, betapapun berharganya, sebagai gantinya: demikianlah
Kristus menginginkan kasih yang murni, dalam, dan kekal dari jiwa kita. Tidak
ada upacara, atau pelayanan, atau bahkan pengorbanan, yang bisa menggantikan
tidak adanya kasih (lihat 1Kor 13). Dan ukuran dari kasih kita tergantung pada
dalamnya perasaan / pengertian kita tentang kasih yang mengampuni dari Allah terhadap
kita] - hal 194.
Catatan: penggunaan 1Kor 13 itu sebetulnya
salah, karena text itu mempersoalkan kasih kita kepada sesama, bukan kepada
Allah. Itu terlihat khususnya dalam 1Kor 13:4-7 - “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan
dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan
kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena
kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan
segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”. Tetapi memang kasih kita kepada
sesama berhubungan erat dengan kasih kita kepada Allah.
Pulpit Commentary: “our
sense of sin is always vastly below the reality” (= perasaan / pengertian kita tentang dosa selalu jauh
di bawah kenyataannya)
- hal 199.
Jelas bahwa ada banyak
orang yang dosanya banyak, tetapi mengira bahwa dosanya sedikit. Ini
menyebabkan pada saat dosa mereka diampuni, mereka tetap memberikan kasih /
melakukan tindakan kasih yang sedikit. Jadi jelas bahwa merupakan sesuatu yang
penting bagi semua orang, bahkan bagi orang kristen sekalipun, untuk menjadi
orang yang sadar sepenuhnya akan semua dosa-dosanya.
Untuk bisa makin sadar akan
dosa, maka:
a. Berdoalah supaya Tuhan membukakan
mata saudara sehingga saudara makin sadar akan banyaknya dosa saudara. Ingat
bahwa salah satu fungsi Roh Kudus adalah menyadarkan kita akan dosa kita (Yoh
16:8).
Penerapan:
Banyak orang berdoa meminta
berkat Tuhan, jasmani maupun rohani, tetapi jarang ada orang yang berdoa,
apalagi secara tekun, supaya Tuhan mencelikkan matanya terhadap dosa-dosanya!
b. Banyaklah belajar / membaca /
mendengar Firman Tuhan, karena salah satu fungsi dari Firman Tuhan ialah
menyadarkan kita akan dosa kita (Ro 3:20 2Tim 3:16).
Sekalipun saudara sudah
berdoa supaya Tuhan menunjukkan dosa saudara, saudara tidak akan sadar akan
dosa-dosa saudara kalau saudara tidak belajar Firman Tuhan, karena Tuhan memang
menyadarkan dosa kita menggunakan / melalui Firman Tuhan.
Karena itu, maulah banyak
mengisi diri saudara dengan Firman Tuhan, bukan hanya yang enak-enak saja,
tetapi juga yang keras / menegur saudara!
c. Perhatikan gambaran
Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia di hadapan Allah.
Yes 64:6a
- “Demikianlah
kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain
kotor”.
Perhatikan
bahwa Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa kami seperti kain kotor’. Ia juga tidak
mengatakan ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’. Yesaya
mengatakan ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’.
Sekarang,
kalau ‘segala
kesalehan’ kita
digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan ‘dosa’ kita?
Perhatikan ayat di bawah ini.
Yeh 36:17
- “‘Hai
anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka menajiskannya
dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di
hadapanKu”.
Dosa
/ kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya: ‘a woman’s
monthly uncleanness’ (=
kenajisan bulanan dari seorang perempuan).
Bandingkan juga dengan Im 15:20,24
- “(20)
Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan
segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang
laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan
itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang
ditidurinya menjadi najis juga”.
Untuk
kata ‘cemar
kain’ yang pertama
(ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa datang bulannya), sedangkan untuk kata
‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).
Jadi kelihatannya yang dimaksudkan dengan ‘cemar kain’ itu adalah cairan darah yang
dikeluarkan seorang perempuan pada saat datang bulan.
Dengan demikian Kitab Suci menggambarkan
segala kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa / kejahatan
kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat mengalami
datang bulan! Itulah keadaan saudara di hadapan Allah!
Keberatan: Tetapi
mengapa dalam Kitab Suci kadang-kadang diceritakan tentang orang yang saleh,
tak bercacat, seperti Nuh, Ayub, Zakharia, dsb?
Jawab: Itu harus
diartikan hanya dalam perbandingan dengan orang-orang lain di sekitar mereka.
Tetapi kalau kehidupan mereka dibandingkan dengan Firman Tuhan / Kitab Suci,
maka jelas mereka tetap penuh dengan dosa.
Ro 3:10-12,23
- “seperti
ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun
yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah
menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik,
seorangpun tidak. ... Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah”.
Kiranya semua ini bisa meyakinkan saudara
bahwa saudara tidak mungkin bisa diterima oleh Allah karena kebaikan saudara,
karena saudara memang tidak mempunyai kebaikan di hadapan Allah. Dan kiranya
gambaran tentang kenajisan dan keberdosaan saudara ini bisa mendorong saudara
untuk banyak melakukan tindakan kasih kepada Tuhan yang sudah mengampuni
kenajisan dan keberdosaan yang begitu banyak dari saudara!
Kalau saudara mau tahu apakah diri
saudara (Catatan: ini juga bisa diterapkan pada orang lain, sekalipun ini sukar
karena kita seringkali tidak bisa tahu motivasi orang lain) betul-betul adalah
orang kristen yang sudah selamat dan sudah diampuni, maka periksalah kasih /
tindakan kasih saudara:
·
Bagaimana
keaktifan saudara dalam Kebaktian, Pemahaman Alkitab, Persekutuan Doa, dan
acara-acara gereja yang lain?
·
Bagaimana
kehidupan doa dan saat teduh saudara?
·
Bagaimana
ketaatan saudara kepada Tuhan / Firman Tuhan?
·
Bagaimana
keaktifan saudara dalam melayani Tuhan dan memberitakan Injil?
·
Apakah
saudara sudah mempersembahkan persembahan yang selayaknya seperti yang
diajarkan oleh Firman Tuhan, baik dalam persoalan persembahan persepuluhan
maupun persembahan sukarela?
·
Bagaimana
penyangkalan diri saudara dan kerelaan saudara berkorban bagi Tuhan?
·
Bagaimana
ketaatan saudara, baik dalam membuang dosa, atau melakukan hal-hal yang
diperintahkan oleh Tuhan? Ini jelas merupakan wujud dari tindakan kasih kepada
Tuhan (Yoh 14:15).
·
Mengikuti
Perjamuan Kudus. Mengingat Perjamuan Kudus tujuannya adalah untuk memperingati
dan memberitakan kematian Kristus (1Kor 11:24b,25b,26b), dan juga merupakan
suatu persekutuan dengan Kristus (1Kor 10:16), maka jelas bahwa ikut sertanya
kita dalam Perjamuan Kudus, selama itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
dengan benar, merupakan suatu tindakan kasih kepada Tuhan.
·
Dan yang
terpenting adalah: apakah dalam melakukan hal-hal di atas ini, motivasi saudara
betul-betul adalah kasih kepada Tuhan?
Kalau dalam diri / hidup saudara tidak
ada kasih / tindakan kasih kepada Tuhan, maka sadarilah bahwa saudara bukanlah
orang kristen yang sejati! Saudara belum selamat dan belum diampuni
dosa-dosanya. Karena itu bertobatlah dan datanglah kepada Yesus dan terimalah
Ia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
Kalau dalam diri / hidup saudara sudah
ada kasih / tindakan kasih kepada Tuhan, maka saudara betul-betul adalah orang
kristen yang sudah selamat / diampuni dosa-dosanya. Maka tingkatkanlah kasih /
tindakan kasih itu!
Sesuatu yang sangat menarik bagi saya ialah: perempuan berdosa
itu melakukan tindakan kasih yang luar biasa, sekalipun ia tidak tahu bahwa
untuk mengampuni dosa-dosanya Yesus harus menderita dan mati di atas kayu salib
(karena pada saat itu salib belum terjadi). Kita yang hidup pada masa ini, tahu
bahwa untuk mengampuni kita, Yesus harus menderita dan mati di atas kayu salib.
Dan karena itu sudah seharusnyalah kalau kasih / tindakan kasih kita kepada
Tuhan melebihi kasih / tindakan kasih perempuan itu kepada Tuhan! Karena itu,
maukah saudara meningkatkan kasih / tindakan kasih saudara kepada Tuhan?
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com