Eksposisi Injil Lukas
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
1) Yesus
mengajak para murid untuk menyeberangi danau (ay 22b).
Ay 22b: “Pada suatu hari
Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-muridNya, dan Ia berkata
kepada mereka: ‘Marilah kita bertolak ke seberang danau.’”.
William Hendriksen: “We
must not forget that divine guidance was operative here, as always: Jesus must
be on these waters in order, by means of an astounding miracle, to strengthen
the faith of his disciples. He must land on the eastern shore because there a
demon-possessed man needs him (8:26-39). To what extent Jesus, according to his
human nature, was aware of these matters is not revealed” [= Kita tidak boleh lupa bahwa pimpinan ilahi sedang
bekerja di sini, seperti yang selalu terjadi: Yesus harus berada di danau ini
supaya, melalui mujijat yang sangat mengherankan, bisa menguatkan iman dari
murid-muridNya. Ia harus mendarat di pantai sebelah timur karena di sana
seorang yang dirasuk setan membutuhkan Dia (8:26-39). Sejauh mana Yesus,
berkenaan dengan hakekat manusiaNya, menyadari persoalan-persoalan ini, tidak
dinyatakan] - hal
438-439.
Sebagai keterangan tambahan, perlu
diketahui bahwa danau Galilea adalah danau yang cukup besar. Panjangnya 13 mil
(20,8 km) dan lebarnya 7 ½ mil (12 km) - William Hendriksen, hal 439.
2) Murid-murid
menuruti ajakan Yesus untuk menyeberangi danau.
Ay 22: “Pada suatu hari
Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-muridNya, dan Ia berkata
kepada mereka: ‘Marilah kita bertolak ke seberang danau.’ Lalu bertolaklah
mereka”.
Ay 22 ini / Mark 4:35
menunjukkan bahwa Yesus yang mengajak murid-murid untuk menyeberangi danau, dan
Mat 8:23 mengatakan bahwa murid-murid itu mengikuti Yesus. Jadi, kontras
dengan Yunus yang mengalami badai karena ketidak-taatan / pemberontakan, bahkan
karena suatu tindakan melarikan diri dari Tuhan, maka murid-murid ini mengalami
badai justru karena mereka mentaati Yesus, dan mereka ada bersama dengan Yesus.
Penerapan:
Jangan menganggap bahwa kalau saudara
mentaati / bersama Yesus, hidup akan selalu tenang tanpa badai / bahaya.
3) Ketika
mereka sedang berlayar, Yesus tertidur (ay 23a).
Dari Mark 4:35 terlihat bahwa peristiwa
ini terjadi pada malam hari, dan karena itu tidak heran kalau Yesus tertidur.
Ia lelah setelah melayani sepanjang hari.
William Hendriksen: “Since
Jesus was not only thoroughly divine but also thoroughly human, he was in need
of rest” (= Karena Yesus bukan
hanya sepenuhnya ilahi tetapi juga sepenuhnya manusiawi, Ia membutuhkan
istirahat) - hal 438.
4) Sekonyong-konyong
turunlah badai (ay 23b).
Ay 23: “Dan ketika
mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah
taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam
bahaya”.
a) Baik dalam Mat 8:24 maupun
Luk 8:23 ada kata ‘sekonyong-konyong’, yang menunjukkan bahwa badai itu
datang secara mendadak. Letak danau Galilea secara geografis menyebabkan badai
bisa datang secara mendadak di sana.
Ini sama seperti apa yang terjadi dalam
kehidupan. Badai dalam kehidupan bisa datang secara mendadak. Contoh: kehidupan
Ayub.
C. H. Spurgeon: “Thus
may our loveliest calms be succeeded by overwhelming storms. A Christian man is
seldom long at ease. ... ‘Boast not thyself of tomorrow,’ saith the wise man;
and he might have added, ‘Boast not thyself of today, for thou knowest not how
the evening may close, however brightly the morning may have opened.’” [= Demikianlah
ketenangan kita yang paling menyenangkan bisa digantikan oleh badai yang sangat
hebat. Seorang Kristen jarang mengalami kesenangan / ketenteraman untuk waktu
yang lama. ... ‘Janganlah memuji / membanggakan diri karena / tentang esok
hari’ (Amsal 27:1), kata orang yang bijaksana; dan ia sebetulnya bisa
menambahkan, ‘Jangan membanggakan diri tentang hari ini, karena engkau tidak
tahu bagaimana sore / malam akan berakhir, bagaimanapun cerahnya pagi itu
dimulai’] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 3, hal 263,264.
b) Banyak penafsir yang menganggap ini
sebagai pekerjaan / serangan setan, tetapi ada yang tidak setuju dengan
pandangan itu. Apakah itu pekerjaan setan atau bukan, tidak terlalu jadi soal,
karena kalaupun itu pekerjaan setan, pasti harus ada ijin dari Tuhan bagi setan
untuk melakukan hal itu.
Calvin: “it
is certain that the storm which agitated the lake was not accidental: for how
would God have permitted his Son to be driven about at random by the violence
of the waves? But on this occasion he intended to make known to the apostles
how weak and inconsiderable their faith still was. Though Christ’s sleep was
natural, yet it served the additional purpose of making the disciples better
acquainted with their weakness. I will not say, as many do, that Christ
pretended (to?) sleep, in order to try them. On the contrary, I think that he
was asleep in such a manner as the condition and necessity of human nature
required” (= adalah pasti bahwa
badai yang menggoncangkan danau bukanlah kebetulan: karena bagaimana Allah bisa
mengijinkan AnakNya didorong kesana kemari dengan sembarangan oleh kehebatan
gelombang-gelombang? Tetapi pada peristiwa ini Ia bermaksud untuk menyatakan
kepada rasul-rasul betapa lemah dan tidak berartinya iman mereka. Sekalipun
tidurnya Kristus merupakan sesuatu yang alamiah, tetapi itu mempunyai tujuan
tambahan untuk membuat murid-murid mengetahui kelemahan mereka dengan lebih
baik. Saya tidak akan mengatakan, seperti yang dikatakan oleh banyak orang,
bahwa Kristus berpura-pura untuk tidur, untuk menguji mereka. Sebaliknya, saya
berpikir bahwa Ia tidur dengan cara sedemikian rupa seperti yang dibutuhkan
oleh kondisi dan kebutuhan manusia) - hal 423-424.
Calvin: “Let
us therefore conclude, that all this was arranged by the secret providence of
God, - that Christ was asleep, that a violent tempest arose, and that the waves
covered the ship, which was in imminent danger of perishing. And let us learn
hence that, whenever any adverse occurrence takes place, the Lord tries our
faith” (= Karena itu hendaknya
kita menyimpulkan, bahwa semua ini diatur oleh providensia rahasia dari Allah,
- supaya Kristus tidur, supaya suatu badai yang hebat muncul, dan supaya
gelombang-gelombang melingkupi perahu, yang ada dalam bahaya dari kehancuran.
Dan hendaknya kita belajar bahwa kapanpun terjadi peristiwa apapun yang
merugikan / bersifat bermusuhan, Tuhan menguji iman kita) -
hal 424.
1) Murid-murid
menjadi takut.
Ay 24a: “Maka datanglah
murid-muridNya membangunkan Dia, katanya: ‘Guru, Guru, kita binasa!’”.
Bahwa murid-murid Yesus, yang beberapa
di antaranya adalah tukang ikan, bisa takut, menunjukkan bahwa badai itu luar biasa.
Tetapi bagaimanapun, rasa takut ini menunjukkan kelemahan iman mereka. Ini
mungkin tidak akan pernah mereka sadari seandainya mereka tidak mengalami badai
ini.
Adam Clarke: “One
advantage of trials is to make us know our weakness” (= Satu keuntungan dari ujian-ujian adalah membuat kita
mengetahui kelemahan kita)
- hal 105.
2) Murid-murid membangunkan Yesus,
tetapi dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak menunjukkan iman.
a) Cerita dalam Lukas bertentangan
dengan Matius dan Markus?
Ay 24a - “Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya:
‘Guru, Guru, kita binasa!’”.
Mark 4:38b - “Maka murid-muridNya membangunkan Dia dan berkata
kepadaNya: ‘Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’”.
Mat 8:25 - “Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya:
‘Tuhan, tolonglah, kita binasa.’”.
Kata-kata yang berbeda ini bukan
kontradiksi. Dalam kepanikan seperti itu, bisa saja murid yang satu mengucapkan
suatu hal, dan murid yang lain mengucapkan hal yang lain.
b) Bahwa kata-kata / tindakan ini
mereka ucapkan / lakukan tanpa iman, terlihat jelas dari reaksi Yesus terhadap
kata-kata / sikap mereka ini (ay 25).
c) Saya ingin menyoroti bagian paralel
dari cerita ini dalam Injil Markus, yaitu Mark 4:38 - “Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah
tilam. Maka murid-muridNya membangunkan Dia dan berkata kepadaNya: ‘Guru,
Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’”.
Contoh lain dimana Yesus kelihatannya
tidak peduli pada badai yang dialami oleh orang-orang percaya adalah dalam Yoh
11. Pada saat Lazarus sakit, Maria dan Marta mengirim pesan kepada Yesus,
tetapi Yesus santai-santai saja, sungguh pada saat sampai di sana, Lazarus
sudah mati selama 4 hari.
Di sini saya memberikan beberapa
kutipan tentang ‘ketidak-pedulian’ Kristus terhadap badai yang kita alami:
1. Kristus hanya tampaknya saja tidak
peduli, tetapi sebetulnya Ia selalu siap menolong kita.
Pulpit Commentary: “Christ
sleeping when the boat was sinking! It looked like negligence! ‘Carest thou not
that we perish?’ That negligence was only apparent; there was no real danger.
... That was not the last time that the Master seemed negligent of his own. To
his Church in its storm of terrible persecution, to his people (in their
individual lives) in the tempest of temptation or adversity through which they
have passed, Christ may often, indeed has often, seemed to be heedless and
indifferent. But he has always been at hand, always ready for action at the
right moment” [= Kristus tidur
pada waktu perahu sedang tenggelam! Itu kelihatannya seperti kecerobohan /
kealpaan! ‘Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’ Kecerobohan / kealpaan itu
hanya kelihatannya; di sana tidak ada bahaya yang sebenarnya. ... Itu bukan
kali yang terakhir sang Guru kelihatannya mengabaikan milikNya. Bagi GerejaNya
dalam badai penganiayaan yang hebat, bagi umatNya (dalam kehidupan pribadi
mereka) dalam badai pencobaan atau kesengsaraan melalui mana mereka lewat,
Kristus bisa sering, dan memang telah sering, kelihatan seperti tidak
memperdulikan dan acuh tak acuh. Tetapi Ia selalu tersedia di dekat kita,
selalu siap untuk bertindak pada saat yang tepat] - hal 224.
2. Segala sesuatu ditetapkan dan
diatur oleh Allah untuk kebaikan kita, dan karena itu semua badai yang kita
alami pasti berguna untuk kita.
C. H. Spurgeon: “There
is no such power as a law of nature acting by itself; all power lies in God,
... The laws of nature are but a powerless letter; God worketh all things. What
hath he himself said, ‘I create the light, and I create darkness.’ Not a seed
swells beneath the soil, not a bud bursts into beauty, not an ear of corn
ripens for the harvest, without God; ... Happy is he who in all things beholds
a present Deity. ... His ways of action must be right, and if they cause us
grief, we nevertheless feel that he is not afflicting us willingly, or grieving
us without design. When we perceive his hand we kiss the rod. Instead of
saying, ‘Master, carest thou not that we perish,’ we cry out in resignation,
‘It is the Lord, let him do what seemeth him good.’” [= Tidak ada
kuasa yang merupakan hukum alam yang bertindak sendiri; semua kuasa ada pada
Allah, ... Hukum-hukum alam hanyalah merupakan huruf yang tidak mempunyai
kuasa; Allah mengerjakan segala sesuatu. Apa yang telah dikatakanNya sendiri:
‘Aku menciptakan terang, dan Aku menciptakan kegelapan’ (Yes 45:7). Tidak ada
benih yang berkembang dalam tanah, tidak ada kuncup yang berkembang menjadi
suatu keindahan, tidak ada bulir jagung yang matang untuk panen, tanpa Allah;
... Berbahagialah ia yang di dalam segala sesuatu melihat Allah yang hadir. ...
Jalan dari tindakanNya pasti benar, dan jika itu menyebabkan kita sedih,
bagaimanapun kita merasa bahwa Ia tidak dengan senang hati menyakiti kita, atau
menyedihkan kita tanpa rencana. Pada waktu kita merasakan tanganNya kita
mencium tongkatNya. Dari pada mengatakan ‘Guru, Engkau tidak perduli kalau kita
binasa?’, kita berteriak dalam penyerahan ‘Itu Tuhan, biarlah Ia melakukan apa
yang Ia anggap baik’ (1Sam 3:18)] - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol 3, hal 265.
Bdk. Yes 45:7 - “yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang
menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat
semuanya ini”.
C. H. Spurgeon: “we
believe that all things, great and small, are fixed in the eternal purpose, and
will surely be as they are ordained. This doctrine becomes the lurking-place of
a temptation. We gaze upon the ponderous wheels of predestination in their
awful revolution, and fear that they will grind us to powder. ... God hath his
purpose and his way, and his purposes are both for his own glory and for the
good of his people. Who among us would wish the Lord to turn aside from his
holy and gracious designs? He has ordained the best, would we have him vary? He
hath determined all things wisely, would we have him determine otherwise? ...
Do not say - ‘Carest thou not that we perish?’ but believe that instead of
perishing your complete salvation will be promoted by all the events of
providence” (= kita percaya bahwa segala sesuatu, besar atau kecil,
ditentukan dalam rencana kekal, dan pasti akan terjadi seperti mereka
ditentukan. Doktrin ini menjadi tempat bersembunyi dari suatu pencobaan. Kita
memandang pada roda-roda yang berat / membosankan dari predestinasi dalam
perputaran mereka yang tidak menyenangkan, dan takut bahwa mereka akan
menghancurkan kita menjadi bubuk. ... Allah mempunyai rencana dan jalanNya, dan
rencanaNya adalah bagi kemuliaanNya sendiri maupun bagi kebaikan umatNya. Siapa
di antara kita menginginkan supaya Tuhan menyimpang dari rencanaNya yang kudus
dan murah hati / penuh kasih karunia? Ia telah menentukan yang terbaik, apakah
kita menghendaki Ia berubah? Ia telah menentukan segala sesuatu dengan
bijaksana, apakah kita menghendaki Ia menentukan yang lain? ... Jangan berkata
‘Engkau tidak perduli kalau kita binasa?’ tetapi percayalah bahwa sebaliknya
dari binasa, keselamatanmu yang lengkap / sempurna akan dimajukan oleh semua
peristiwa-peristiwa dari providensia) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 265-266.
3. Mungkin kita menganggap bahwa kalau
orang-orang brengsek terkena badai, dan bahkan binasa dalam badai itu, maka itu
memang sudah pada tempatnya. Tetapi kita tidak bisa menerima bahwa kita, yang
betul-betul beriman dan mengasihi / menaati Tuhan, terkena badai. Tetapi orang
yang dididik / dihajar oleh Tuhan, justru adalah orang yang dikasihiNya.
C. H. Spurgeon: “‘We
are thine apostles, we love thee, we spend our lives for thee, carest thou not
that we perish. We could understand that the vessel which carries a load
of publicans and sinners should go to the bottom; but carest thou not that we
perish?’ ... Sometimes under trouble we have wondered why we are so afflicted,
for we have felt that the Lord has kept us from known sin, and led us in the
way of holiness; and therefore we have seen no special cause for his scourging.
... It is not written, ‘As many as I hate I chasten,’ far from it: ... But it
is written, ‘As many as I love I rebuke and chasten:’ the favourites of heaven
are inheritors of the rod. It is not said, ‘The branches which bring forth no
fruit shall be pruned.’ No, they shall be utterly taken away in due season, and
cast into the fire; but it is written, ‘Every branch that beareth fruit, he
purgeth it, that it may bring forth more fruit.’ ... The gold is put into the
furnace because it is gold; it would have been of no use to put mere stones and
rubbish there” [= ‘Kami adalah rasul-rasulMu, kami mengasihiMu, kami
menghabiskan hidup kami untukMu, apakah Engkau tidak perduli bahwa kami / kita
binasa? Kami bisa mengerti bahwa perahu yang mengangkut pemungut-pemungut cukai
dan orang-orang berdosa tenggelam; tetapi apakah Engkau tidak perduli kalau kami
/ kita binasa?’ ... Kadang-kadang di bawah kesukaran kita bertanya-tanya
mengapa kita ditimpa penderitaan seperti itu, karena kita merasa bahwa Tuhan
telah menjaga kita dari dosa-dosa yang kita ketahui, dan memimpin kita di jalan
kekudusan; dan karena itu kita tidak melihat penyebab khusus untuk hajaran ini.
... Tidak dituliskan, ‘Sebanyak yang Aku benci Aku hajar’, jauh dari itu: ...
Tetapi tertulis ‘Sebanyak yang Aku kasihi Kutegur dan Kuhajar’; orang-orang
kesukaan surga adalah pewaris-pewaris dari tongkat (untuk menghajar). Tidak
dikatakan ‘Ranting-ranting yang tidak berbuah dibersihkannya’. Tidak, mereka
akan dipotong sama sekali pada saatnya, dan dibuang ke dalam api; tetapi
dituliskan ‘Setiap ranting yang berbuah dibersihkannya, supaya lebih banyak
berbuah’. ... Emas dimasukkan ke dapur api karena ia adalah emas; tidak ada
gunanya memasukkan batu dan sampah ke sana] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 266-267.
4. Juga ada orang percaya yang dalam
badai mengharapkan terjadinya mujijat, tetapi karena Tuhan tidak memberikan
mujijat yang ia inginkan, ia menganggap Tuhan tidak peduli kepadanya. Padahal
merupakan sesuatu yang lebih hebat kalau Tuhan menopang kita di dalam badai,
dari pada kalau Ia mengeluarkan kita dari badai / menghentikan badai.
C. H. Spurgeon: “Mayhap,
dear brethren, we have thought that Jesus did not care for us because he has
not wrought a miracle for our deliverance, and has not interposed in any
remarkable way to help us. You are at this time in such sore distress that you
would fain cry, O that he would rend the heavens and descend for my
deliverance!’ but he has not rent the heavens. You have read in biographies of
holy men the details of very extraordinary providence, but no extraordinary
providence has come to your rescue. You are getting gradually poorer and
poorer, or you are becoming more and more afflicted in body, and you had hoped
that God would have taken some extraordinary method with you, but he has done
nothing of the sort. My dear brother, do you know that sometimes God works a
greater wonder when he sustains his people in trouble than he would do if he
brought them out of it. For him to let the bush burn on and yet not to be
consumed is a grander thing than for him to quench the flame and so save the
bush” (= Mungkin saudara-saudara yang kekasih, kita berpikir
bahwa Yesus tidak peduli kepada kita karena Ia tidak melakukan suatu mujijat
untuk pembebasan kita, dan tidak melakukan intervensi dengan cara yang luar
biasa untuk menolong kita. Pada saat ini engkau ada dalam keadaan yang sangat
sukar / berbahaya sehingga engkau berteriak dengan sungguh-sungguh, ‘Oh supaya
Ia membuka langit / surga dan turun untuk pembebebasanku!’ tetapi Ia tidak
membuka langit / surga. Engkau telah membaca dalam biografi dari orang-orang
kudus detail-detail dari providensia yang luar biasa, tetapi tidak ada
providensia yang luar biasa yang datang untuk menolongmu. Engkau menjadi makin
lama makin miskin, atau engkau menjadi makin menderita / sakit dalam tubuhmu,
dan engkau berharap bahwa Allah mengambil metode yang luar biasa dengan kamu,
tetapi Ia tidak melakukan hal seperti itu. Saudaraku yang kekasih, tahukah kamu
bahwa Allah kadang-kadang mengerjakan mujijat yang lebih besar pada waktu Ia
menopang umatNya dalam kesukaran dari pada jika Ia membawa mereka keluar
darinya. Bagi Dia untuk membiarkan semak menyala tetapi tidak terbakar
merupakan sesuatu yang lebih agung / hebat dari pada memadamkan nyala itu dan
dengan demikian menyelamatkan semak itu)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 267.
5. Ada juga orang yang bukannya
menginginkan mujijat, tetapi hanya menginginkan supaya di tengah-tengah badai,
ia merasakan kehadiran Tuhan sedemikian rupa, sehingga ada sukacita dan damai
yang begitu hebat, yang seakan-akan menguburkan semua penderitaan yang sedang
ia alami. Tetapi ternyata hal-hal itu tidak terjadi; ia tidak merasakan kehadiran
Tuhan, Ia tidak merasa damai dan sukacita, sehingga ia menganggap Tuhan tidak
peduli kepadanya. Ini tetap merupakan sikap yang salah, karena kita harus tetap
percaya kepada Allah sekalipun Ia ‘menyembunyikan diri’. Fakta tentang
penderitaan dan kematian Yesus di atas kayu salib harus membuat kita tetap
percaya akan kasih dan kepedulianNya terhadap kita sekalipun kita tidak melihat
Dia.
C. H. Spurgeon: “Possibly
the hard suspicion that Jesus does not care for you takes another form. ‘I do
not ask the Lord to work a miracle, but I do ask him to cheer my heart. I want
him to apply the promises to my soul. I want his Spirit to visit me, as I know
he does some good people, so that my pain may be forgotten in the delight of
the Lord’s presence. I want to feel such a full assurance of the Saviour’s
presence that the present trial shall, as it were, be swallowed up in a far
more exceeding weight of joy. But, alas, the Lord hides his face from me, and
this makes my trial all the heavier.’ Beloved, can you not believe in a silent
God? Do you always want tokens from God? Must you be petted like a spoiled
child? Is your God of such a character that you must needs mistrust him if his
face be veiled? Can you trust him no further than you can see him? ... what
greater tokens do you require than he had already given you in your past
experience, or than he has presented to you in the flowing wounds of a dying
Saviour?” (= Mungkin kecurigaan keras bahwa Yesus tidak peduli
kepadamu mengambil bentuk yang lain. ‘Aku tidak meminta Tuhan untuk mengerjakan
mujijat, tetapi aku meminta Dia untuk menggembirakan hatiku. Aku ingin Ia
menerapkan janji-janjiNya kepada jiwaku. Aku ingin RohNya mengunjungi aku,
seperti yang aku tahu Ia lakukan kepada beberapa orang saleh, supaya rasa
sakitku bisa terlupakan dalam kesenangan karena kehadiran Tuhan. Aku ingin
merasakan keyakinan yang begitu penuh tentang kehadiran sang Juruselamat supaya
ujian saat ini akan seakan-akan ditelan dalam suatu sukacita yang jauh
melebihinya. Tetapi ternyata Tuhan menyembunyikan wajahNya dari aku, dan ini
membuat ujianku makin berat’. Kekasih, tidak bisakah engkau percaya kepada
Allah yang diam? Apakah kamu selalu menginginkan tanda-tanda / bukti-bukti dari
Allah? Haruskah kamu dielus-elus seperti anak yang manja? Apakah Allahmu
mempunyai karakter seperti itu sehingga engkau harus tidak percaya kepadaNya
jika wajahNya ditutupi? Tidak bisakah engkau mempercayai Dia sekalipun engkau
tidak bisa melihat Dia? ... tanda-tanda / bukti-bukti lebih besar apa yang
engkau butuhkan / kehendaki dari pada yang Ia sudah berikan kepadamu dalam
pengalamanmu yang lalu, atau dari pada yang Ia sudah berikan kepadamu dalam
luka-luka yang mengalir dari Juruselamat yang sekarat?) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 267,268.
Ay 24b-25 - “(24b) Iapun bangun, lalu menghardik angin dan air yang
mengamuk itu. Dan angin dan air itupun reda dan danau itu menjadi teduh. (25)
Lalu kataNya kepada mereka: ‘Di manakah kepercayaanmu?’ Maka takutlah mereka
dan heran, lalu berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa gerangan orang ini,
sehingga Ia memberi perintah kepada angin dan air dan mereka taat kepadaNya?’”.
1) Yesus
bangun.
a) Yesus tidur, tetapi tidak pernah
terlambat bangun.
C. H. Spurgeon: “I
am, however, comforted by the reflection that Jesus sleeps, but he never
oversleeps” (= Tetapi saya terhibur oleh pemikiran bahwa Yesus tidur
tetapi Ia tidak pernah terlambat bangun) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 3, hal 273.
b) Badai tak bisa membangunkan Dia, tetapi
teriakan / doa dari para murid bisa.
William Hendriksen: “It
is comforting to know that an outcry of human distress awakens the One whom a
most violent storm cannot awaken”
(= Merupakan sesuatu yang menghibur untuk tahu bahwa suatu teriakan dari kesedihan
manusia membangunkan Orang yang tidak bisa dibangunkan oleh suatu badai yang
paling hebat) - hal
442.
2) Ada
perbedaan antara Lukas dan Markus di satu pihak, dan Matius di pihak lain.
Lukas dan Markus mengatakan bahwa Yesus
menenangkan badai itu dulu, baru menegur para murid, tetapi Matius mengatakan
bahwa Yesus menegur para murid dulu, dan baru setelah itu menenangkan badai.
Ada 2 kemungkinan untuk mengharmoniskan
bagian-bagian ini:
·
Matius
atau Markus / Lukas menceritakan secara tidak khronologis.
·
Yesus
menegur para murid sebelum maupun sesudah menenangkan badai.
3) Yesus
menenangkan badai / ombak.
a) Ay 24 - Yesus menghardik angin
(Mat 8:26 Mark 4:39). Ada yang
mengatakan bahwa kata ‘menghardik’ menunjukkan bahwa ada setan di balik
badai itu. Tetapi ini belum tentu. Dalam Luk 4:39 juga dikatakan bahwa Yesus
menghardik demam dari ibu mertua Simon Petrus.
William Hendriksen: “this
is simply a figurative or poetic manner of speaking” (= ini hanya merupakan cara bicara yang bersifat
simbolis atau puisi) -
hal 439.
b) Hardikan ini menyebabkan badai dan
ombak langsung berhenti.
1. Tafsiran
sesat dan bodoh dari orang Liberal.
A. T. Robertson: “‘J. Weiss explains that by an
astounding coincidence the storm happened to lull at the moment that Jesus spoke!’
(McNeile). Some minds are easily satisfied by their own stupidities” [= ‘J. Weiss menjelaskan bahwa oleh suatu kebetulan yang sangat
mengherankan badai itu kebetulan reda pada saat Yesus berbicara!’ (McNeile).
Ada pikiran-pikiran yang dipuaskan dengan mudah oleh ketololan-ketololan mereka
sendiri] - ‘Word Pictures in the New
Testament’, vol I, hal
69.
Kata-kata ini cocok untuk orang-orang
Liberal yang tidak percaya mujijat sehingga selalu mencari penjelasan ‘yang
masuk akal’, padahal penjelasan itu seringkali lebih tidak masuk akal dari pada
kalau hal itu diterima sebagai mujijat.
2. Ini jelas merupakan suatu mujijat,
dan ini membuktikan bahwa Yesus adalah Allah.
a. Tadi Yesus tidur, dan ini
menunjukkan bahwa Ia adalah manusia sama seperti kita. Sekarang Yesus
menghardik dan menghentikan badai, dan ini menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.
Pulpit Commentary: “Who
but the Son of God could, of his own will and in his own name, command the
mighty elements of nature? Who but a veritable Son of man could be overcome by
weariness, and sleep in the midst of the raging of the storm?” (= Siapa kecuali Anak Allah yang bisa, dari kehendakNya
sendiri dan dalam namaNya sendiri, memerintahkan elemen-elemen yang kuat dari
alam? Siapa kecuali Anak Manusia
yang sejati bisa dikuasai oleh kelelahan, dan tidur di tengah-tengah badai yang
mengamuk?) - hal 224.
Bandingkan dengan pengakuan-pengakuan
iman yang kita pakai.
b. Ada dukungan lain terhadap
keilahian Kristus ini yaitu dalam ay 25 yang menunjukkan bahwa setelah
angin itu menjadi reda, murid-murid tetap takut, tetapi sekarang ketakutan
mereka terjadi karena mereka berhadapan dengan seseorang yang bisa menenangkan
badai. Mereka menyadari keilahian Yesus, dan karena itu mereka takut.
William Hendriksen: “Filled
with deep reverence were they. They began to realize: Jesus is even greater
than we had previously imagined. He exercised control not only over audience
(4:32), sicknesses (6:19), demons (4:35,36), and death (7:11-17; cf. 7:22), but
even over the elements of nature, the winds and the water. ... it takes deity
to change the weather. It is Jesus who commands the elements of the weather,
with the result that even the winds and the water obey him!” [= Mereka dipenuhi dengan rasa takut dan hormat yang
mendalam. Mereka mulai menyadari: Yesus bahkan lebih besar dari pada yang
tadinya mereka bayangkan. Ia mempunyai kendali bukan hanya atas
pendengar-pendengar (4:32), penyakit-penyakit (6:19), setan-setan (4:35,36),
dan kematian (7:11-17; bdk. 7:22), tetapi bahkan atas elemen-elemen dari alam,
angin dan air. ... membutuhkan keallahan untuk mengubah cuaca. Yesuslah yang
memerintah elemen-elemen cuaca, dengan hasil / akibat bahwa bahkan angin dan
air taat kepadaNya!] -
hal 442.
c. Dukungan lain terhadap keilahian
Yesus datang dari Maz 89:9-10.
Maz 89:9-10 - “(9) Ya TUHAN (YAHWEH), Allah semesta
alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya TUHAN (YAHWEH), dan kesetiaanMu ada di sekelilingMu. (10) Engkaulah
yang memerintah kecongkakan laut, pada waktu naik gelombang-gelombangnya,
Engkau juga yang meredakannya”.
Kalau saudara memperhatikan
Maz 89:9, terlihat bahwa ayat ini berbicara tentang TUHAN (YAHWEH). Dan
dalam Maz 89:10nya dikatakan bahwa YAHWEH itulah yang memerintah
kecongkakan laut, meredakannya dan sebagainya. Jadi kalau di sini Yesus bisa
memerintah badai / laut, sehingga semua menjadi reda, itu jelas membuktikan
bahwa Ia adalah Allah / YAHWEH sendiri.
c) Tindakan Yesus ini mengeluarkan
mereka semua dari bahaya.
Pulpit Commentary: “Jesus
may lead his people into danger, but he always shares it with them, and leads
in due time out of it” (= Yesus
bisa membimbing umatNya ke dalam bahaya, tetapi Ia selalu mengalaminya bersama
mereka, dan membimbing keluar darinya pada saatnya) - hal 230.
4) Yesus
menegur para murid (ay 25a).
a) Dari teguran ini terlihat bahwa
sekalipun para murid ‘berdoa’ kepada Yesus pada saat mereka ada dalam bahaya,
mereka berdoa secara salah (tanpa / kurang iman). Tetapi, sekalipun doa mereka
cacat, doa itu tetap didengar dan dikabulkan.
Adam Clarke: “our
imperfections may not hinder us from praying to God. ... it is not our merits
which make our prayers effectual”
(= ketidak-sempurnaan kita tidak boleh menghalangi kita dari berdoa kepada
Allah. ... bukan jasa kita yang membuat doa-doa kita effektif) - hal 106.
Kata-kata ini ada benarnya, karena kita
tidak harus suci dulu baru boleh berdoa, karena kalau demikian tidak ada orang
yang bisa berdoa. Tetapi kata-kata ini juga tidak boleh diextrimkan,
seakan-akan sekalipun kita mempertahankan dosa secara sengaja, doa kita tetap
didengar dan dikabulkan oleh Allah.
Bandingkan dengan beberapa ayat di
bawah ini:
·
Amsal 1:23-31
- “(23) Berpalinglah kamu kepada
teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan
memberitahukan perkataanku kepadamu. (24) Oleh karena kamu menolak ketika aku
memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan
tanganku, (25) bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima
teguranku, (26) maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan
berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, (27) apabila kedahsyatan
datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh,
apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. (28) Pada waktu itu mereka
akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari
aku, tetapi tidak akan menemukan aku. (29) Oleh karena mereka benci kepada
pengetahuan dan tidak memilih takut akan TUHAN, (30) tidak mau menerima
nasihatku, tetapi menolak segala teguranku, (31) maka mereka akan memakan buah
perbuatan mereka, dan menjadi kenyang oleh rencana mereka”.
·
Amsal 28:9
- “Siapa memalingkan telinganya untuk
tidak mendengarkan hukum, juga doanya adalah kekejian”.
·
Yes 1:15
- “Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk
berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa,
Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.
·
Yes 59:1-2
- “(1) Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak
kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk
mendengar; (2) tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah
segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu,
sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.
b) Dari teguran Yesus ini terlihat
bahwa Yesus menghendaki mereka tetap beriman dan tidak takut.
Ay 25 - “Lalu kataNya kepada mereka: ‘Di manakah kepercayaanmu?’”.
Mark 4:40 - “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu begitu
takut? Mengapa kamu tidak percaya?’”.
Mat 8:26a - “Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu takut, kamu yang
kurang percaya?’”.
Barnes’ Notes: “Christians
should never fear danger, disease, or death. With Jesus they are safe” (= Orang-orang Kristen tidak pernah boleh takut pada
bahaya, penyakit, atau kematian. Bersama Yesus mereka aman) - hal 40.
Kata-kata Albert Barnes ini ada
bahayanya. Bandingkan dengan kata-kata Calvin di bawah ini untuk memberikan
keseimbangan.
Calvin: “It
is not every kind of fear that is opposed to faith. This is evident from the
consideration that, if we fear nothing, an indolent and carnal security steals
upon us; and thus faith languishes, the desire to pray becomes sluggish, and
the remembrance of God is at length extinguished. Besides, those who are not
affected by a sense of calamities, so as to fear, are rather insensible than
firm. Thus we see that fear, which awakens faith, is not in itself faulty till
it go beyond bounds. ... But as it never happens that believers exercise such
restraint on themselves as to keep their faith from being injured, their fear
is almost always attended by sin. Yet we ought to be aware that it is not every
kind of fear which indicates a want of faith, but only that dread which
disturbs the peace of the conscience in such a manner that it does not rest on
the promise of God” (= Bukan
setiap jenis rasa takut bertentangan dengan iman. Ini nyata dari pertimbangan
bahwa, jika kita tidak takut pada apapun, suatu rasa aman yang tidak
berperasaan dan bersifat daging mendatangi kita dengan tiba-tiba; dan lalu iman
kendor / layu, keinginan berdoa menjadi melempem, dan ingatan kepada Allah
akhirnya padam. Disamping itu, mereka yang tidak dipengaruhi oleh suatu
perasaan bahaya, sehingga menjadi takut, bukannya teguh tetapi tidak
berperasaan. Karena itu kita lihat bahwa rasa takut, yang membangunkan iman,
dalam dirinya sendiri bukan merupakan sesuatu yang salah kecuali itu melampaui
batas. ... Tetapi karena tidak pernah terjadi bahwa orang-orang percaya
mempunyai kekang seperti itu terhadap diri mereka sendiri sehingga menjaga iman
mereka dari luka, rasa takut mereka hampir selalu disertai oleh dosa. Tetapi
kita harus sadar bahwa bukan setiap jenis rasa takut menunjukkan kurangnya
iman, tetapi hanya rasa takut yang mengganggu damai dari hati nurani sedemikian
rupa sehingga tidak bersandar pada janji Allah) - hal 425.
Terhadap teguran / pertanyaan Yesus
yang bersifat menegur dalam ay 25 ini tidak ada jawaban yang diberikan
(kecuali mereka menjadi takut).
William Hendriksen: “The
answer is not given. ... Very appropriately the present narrative ends by
fixing the attention upon the person of Jesus Christ, so that everyone who
reads it may give his own answer, may profess his own faith, and add his own
doxology” (= Jawabannya tidak
diberikan. ... Sangat tepat / cocok bahwa cerita ini berakhir dengan mencamkan
perhatian pada pribadi dari Yesus Kristus, sehingga setiap orang yang
membacanya bisa memberikan jawabannya sendiri, bisa mengaku imannya sendiri,
dan menambahkan pujiannya sendiri) - hal 442.
Apakah saat ini saudara sedang ada dalam penderitaan / problem /
bahaya yang hebat? Pertama-tama pastikan bahwa itu bukan disebabkan oleh dosa.
Setelah itu yakinlah bahwa Yesus bersama dengan saudara dalam badai kehidupan
tersebut. Tetaplah beriman dan berharap kepada Dia. Ia pasti akan menolong
saudara pada waktuNya.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com