Bagaimana menaklukkan dan
membongkar fitnah/dusta/kepalsuan
Saksi-saksi palsu Yehuwa?
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Perhatikan kutipan-kutipan dari buku ‘Haruskah Anda
Percaya Kepada Tritunggal?’ di bawah ini:
·
“The Encyclopedia of Religion mengakui: ‘Para teolog dewasa ini
setuju bahwa Alkitab Ibrani tidak memuat doktrin tentang Tritunggal’. Dan New
Catholic Encyclopedia juga mengatakan: ‘Doktrin Tritunggal Kudus tidak
diajarkan dalam P(erjanjian) L(ama)’” (hal
6).
·
“Demikian pula dalam bukunya The Triune God, imam Yesuit Edmund
Fortman mengakui: Perjanjian Lama ... tidak secara tegas ataupun samar-samar
memberi tahu kepada kita mengenai Allah tiga serangkai yang adalah Allah,
Anak dan Roh Kudus ... Tidak ada bukti bahwa penulis tulisan suci manapun
bahkan menduga adanya suatu (Tritunggal) di dalam Keilahian ... Bahkan mencari
di dalam (Perjanjian Lama) kesan-kesan atau gambaran di muka atau ‘tanda-tanda
terselubung’ mengenai trinitas dari pribadi-pribadi, berarti melampaui
kata-kata dan tujuan dari para penulis tulisan-tulisan suci” (hal 6).
Catatan:
kata ‘Allah’
yang saya garis bawahi itu salah cetak. Dalam CD mereka dituliskan ‘Father’ (= Bapa).
·
“The Encyclopedia of Religion mengatakan: ‘Para teolog setuju bahwa
Perjanjian Baru juga tidak memuat doktrin yang jelas mengenai
Tritunggal’” (hal 6).
·
“The New Encyclopedia Britannica menyatakan: ‘Kata Tritunggal
atau doktrinnya yang jelas tidak terdapat dalam Perjanjian Baru’” (hal 6).
Catatan:
kata-kata ‘yang jelas’ dalam 2 kutipan terakhir, diterjemahkan dari kata bahasa Inggris ‘explicit’, yang sebetulnya artinya berbeda dengan ‘yang jelas’. Ini akan
saya bahas nanti.
Dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’,
hal 393, mereka memberikan kutipan yang lebih panjang dari Encyclopedia
Britannica:
“Kata Tritunggal, maupun doktrin Tritunggal yang jelas,
tidak terdapat dalam Perjanjian Baru. Yesus dan pengikut-pengikutnya juga tidak
bermaksud menentang Shema dalam Perjanjian
Lama: ‘Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!’ (Ul.
6:4). ... Doktrin ini berkembang secara bertahap selama beberapa abad dan
melalui banyak perdebatan. ... Menjelang akhir abad ke-4 ... doktrin Tritunggal
pada dasarnya mengambil bentuk yang sampai sekarang dipertahankan.”.
Catatan:
kata SHEMA adalah kata Ibrani yang diterjemahkan ‘dengarlah’ dalam Ul 6:4, dan biasanya istilah ini menunjuk kepada
Pengakuan Iman dari orang-orang Yahudi / dalam agama Yahudi, khususnya yang
menekankan bahwa Allah itu esa.
a) Saksi
Yehuwa sendiri menggunakan istilah yang tidak ada dalam Kitab Suci.
Ajaran Saksi Yehuwa untuk menyebut nama Allah dengan
sebutan ‘Jehovah’
(dalam bahasa Inggris) dan ‘Yehuwa’ (dalam bahasa Indonesia), juga tidak mempunyai dasar
Kitab Suci apapun. Mengapa? Karena dalam Kitab Suci Ibrani, kata yang digunakan
hanyalah 4 huruf mati, yaitu ‘YHWH’, dan pada jaman ini tidak ada orang yang tahu dengan
persis, bagaimana sebetulnya pengucapan (pronunciation) dari kata / nama itu [Walter Martin, ‘The Kingdom of
the Cults’, hal 61 (footnote)].
Saksi-Saksi Yehuwa sendiri mengakui bahwa pada jaman ini
tidak ada orang yang tahu bagaimana seharusnya mengucapkan nama ‘YHWH’ tersebut, dan ini
terlihat dari 2 kutipan dari buku mereka di bawah ini:
·
“orang-orang modern
menyusun nama Yehuwa, yang tidak dikenal oleh semua orang pada jaman dulu,
orang Yahudi ataupun orang Kristen; karena ucapan yang benar dari nama itu,
yang ada dalam naskah Ibrani, karena sudah lama tidak digunakan, kini tidak
diketahui lagi” - ‘Bertukar Pikiran
Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 420.
·
“Bentuk manakah dari nama
ilahi yang benar - Yehuwa atau Yahweh? Tidak seorang pun dewasa ini dapat
merasa pasti bagaimana nama itu mula-mula diucapkan dalam bahasa Ibrani.
Mengapa tidak? Bahasa Ibrani dari Alkitab pada mulanya ditulis dengan huruf
mati saja, tanpa huruf hidup. Ketika bahasa itu digunakan sehari-hari, para
pembaca dengan mudah menyisipkan huruf-huruf hidup yang tepat. Tetapi, lambat
laun, orang Yahudi mempunyai gagasan takhyul bahwa adalah salah untuk
mengucapkan nama pribadi Allah dengan keras, jadi mereka menggunakan
ungkapan-ungkapan pengganti. ... Jadi ucapan yang semula dari nama ilahi
sama sekali tidak diketahui lagi” -
‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 423,424.
Kalau demikian, mengapa Saksi-Saksi Yehuwa mau
menggunakan, dan bahkan menekankan keharusan untuk menggunakan, nama ‘Jehovah’ atau ‘Yehuwa’, padahal istilah
itu tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi menolak ‘Tritunggal’ dengan alasan bahwa istilah itu tidak ada dalam Kitab
Suci? Bukankah ini merupakan suatu ketidak-konsistenan?
Catatan: Penyebutan / penggunaan nama ‘Yehuwa’ dalam kalangan
Saksi-Saksi Yehuwa di Indonesia, bahkan pasti salah, karena mereka membuang
huruf ‘H’ (Ibrani: h)
yang terakhir dari nama YHWH!
Juga istilah seperti ‘Balai
Kerajaan’ yang mereka gunakan untuk
tempat dimana mereka berbakti, adalah istilah yang tidak pernah ada dalam Kitab
Suci. Mengapa mereka mau menggunakan istilah itu?
b) Istilah
‘Tritunggal’ memang tidak
ada dalam Kitab Suci.
W. G. T. Shedd: “The technical terms ‘trinity’ is not found in Scripture; ...
The earliest use of the word is in Theophilus of Antioch (+ 181, or 188), ...
Tertullian (+ 220) employs the term trinitas” [= Istilah tekhnis ‘Tritunggal’ tidak ditemukan dalam Kitab
Suci; ... penggunaan yang paling awal dari kata itu adalah dalam Theophilus
dari Antiokhia (+ 181, atau 182), ... Tertullian (+ 220) menggunakan istilah
‘Trinitas’] -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 267.
Calvin: “I have long since and
repeatedly been experiencing that all who persistently quarrel over words nurse
a secret poison” (= Sudah sejak lama dan
berulang-ulang saya mengalami bahwa semua yang dengan gigih bertengkar tentang
kata-kata memelihara racun yang tersembunyi / rahasia) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 5.
Calvin: “although the heretics rail
at the word ‘person,’ or certain squeamish men cry out against admitting a term
fashioned by the human mind, they cannot shake our conviction that three are
spoken of, each of which is entirely God, yet there is not more than one God.
What wickedness, then, it is to disapprove of words that explain nothing else
than what is attested and sealed by Scripture! ... If they call a foreign word
one that cannot be shown to stand written syllable by syllable in Scripture,
they are indeed imposing upon us an unjust law which condemns all
interpretation not patched together out of the fabric of Scripture. ... what
prevents us from explaining in clearer words those matters in Scripture which
perplex and hinder our understanding, yet which conscientiously and faithfully
serve the truth of Scripture itself, and are made use of sparingly and
modestly and on due occasion? ... What is to be said, moreover, when it has
been proved that the church is utterly compelled to make use of the words
‘Trinity’ and ‘Persons’? If anyone, then, finds fault with the novelty of the
words, does he not deserve to be judged as bearing the light of truth
unworthily, since he is finding fault only with what renders the truth plain
and clear?” (= sekalipun bidat-bidat / orang-orang sesat mencemooh pada
kata ‘pribadi’, atau orang-orang yang sangat kritis / cerewet berteriak
menentang penerimaan suatu istilah yang diciptakan oleh pikiran manusia, mereka
tidak bisa menggoyahkan keyakinan kami bahwa tiga yang dibicarakan,
masing-masing adalah Allah sepenuhnya, tetapi tidak ada lebih dari satu Allah.
Maka, kejahatan apakah itu, yang mencela / tidak menyetujui kata-kata yang tidak
menjelaskan apapun juga selain dari apa yang ditegaskan dan dimeteraikan oleh
Kitab Suci! ... Jika mereka menyebut satu kata asing yang tidak bisa
ditunjukkan tertulis suku kata demi suku kata dalam Kitab Suci, mereka
memaksakan kepada kita suatu hukum yang tidak benar, yang mengecam semua
penafsiran yang tidak menyatukan potongan-potongan dari Kitab Suci. ... apa
yang menghalangi kita dari tindakan menjelaskan dalam kata-kata yang lebih
jelas persoalan-persoalan dalam Kitab Suci yang membingungkan dan menghalangi
pengertian kita, tetapi yang dengan teliti dan setia melayani kebenaran dari
Kitab Suci sendiri, dan digunakan dengan hemat dan dengan rendah hati
dan pada saat yang seharusnya? ... Selanjutnya, apa yang harus dikatakan pada
waktu telah dibuktikan bahwa gereja sepenuhnya dipaksa untuk menggunakan kata
‘Tritunggal’ dan ‘Pribadi-Pribadi’? Jadi, jika seseorang mencari kesalahan
dengan kata-kata yang baru, tidakkah ia layak untuk dihakimi sebagai
menghasilkan terang kebenaran yang tidak berharga, karena ia mencari kesalahan
hanya pada apa yang membuat kebenaran terang dan jelas?) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I,
Chapter XIII, No 3.
Catatan:
kata ‘sparingly’ (= dengan hemat) mungkin
maksudnya ‘tidak dengan sembarangan’.
c) Sekalipun
istilah ‘Tritunggal’ tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi ajarannya jelas ada.
Herman Bavinck: “Scripture does not give us
a fully formulated doctrine of the Trinity, but contains all the elements out
of which Theology has constructed this doctrine” (= Kitab Suci tidak memberi kita doktrin tentang Tritunggal yang
diformulakan secara penuh, tetapi mencakup semua elemen dari mana Theologia
telah menyusun doktrin ini) - ‘The
Doctrine of God’, hal 274.
Dengan kata lain, sekalipun dalam Kitab Suci tidak ada
pernyataan explicit bahwa Allah itu adalah satu hakekat, 3 pribadi, dan bahwa 3
pribadi itu setingkat, dan sama sifat-sifatNya, dan sebagainya, tetapi dalam
Kitab Suci semua elemen dari doktrin Allah Tritunggal ada.
Dalam Perjanjian Lama hanya ada secara samar-samar,
tetapi dalam Perjanjian Baru menjadi lebih jelas. Untuk jelasnya nanti kita
akan melihat dasar Kitab Suci dari doktrin Allah Tritunggal, baik dari
Perjanjian Lama maupun dari Perjanjian Baru.
d) Pengutipan
sebagian dari Encyclopedia Britannica, yang merupakan suatu tindakan kurang
ajar dari Saksi-Saksi Yehuwa.
Saksi-Saksi
Yehuwa mengutip dari Encyclopedia Britannica sebanyak 2 x dalam persoalan ini.
·
Dalam buku ‘Haruskah Anda Percaya Kepada
Tritunggal?’, hal 6, mereka berkata: “The New Encyclopedia Britannica menyatakan: ‘Kata Tritunggal
atau doktrinnya yang jelas tidak
terdapat dalam Perjanjian Baru’”.
·
Dalam buku ‘Bertukar
Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 393, mereka memberikan kutipan yang
lebih panjang dari Encyclopedia Britannica itu: “Kata
Tritunggal, maupun doktrin Tritunggal yang jelas, tidak terdapat dalam
Perjanjian Baru. Yesus dan pengikut-pengikutnya juga tidak bermaksud menentang
Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah
kita, TUHAN itu esa!’ (Ul. 6:4). ... Doktrin ini berkembang secara bertahap
selama beberapa abad dan melalui banyak perdebatan. ... Menjelang akhir abad
ke-4 ... doktrin Tritunggal pada dasarnya mengambil bentuk yang sampai sekarang
dipertahankan.”.
Sekarang, untuk menunjukkan kekurang-ajaran Saksi-Saksi
Yehuwa, saya akan membandingkan kutipan sebagian dari mereka, dengan kutipan
penuh dari Encyclopedia Britannica 2000.
Encyclopedia Britannica
2000: “in Christian doctrine, the
unity of Father, Son, and Holy Spirit as three persons in one Godhead. Neither
the word Trinity nor the explicit
doctrine appears in the New Testament, nor did Jesus and his followers intend
to contradict the Shema in the Old Testament: ‘Hear, O Israel: The Lord our God
is one Lord’ (Deuteronomy 6:4). The earliest Christians,
however, had to cope with the implications of the coming of Jesus Christ and of
the presumed presence and power of God among them--i.e., the Holy Spirit, whose
coming was connected with the celebration of the Pentecost. The Father, Son, and Holy Spirit were associated
in such New Testament passages as the Great Commission: ‘Go therefore and make
disciples of all nations, baptizing them in the name of the Father and of the
Son and of the Holy Spirit’ (Matthew 28:19); and in the apostolic benediction:
‘The grace of the Lord Jesus Christ and the love of God and the fellowship of
the Holy Spirit be with you all’ (2 Corinthians 13:14). Thus, the New Testament
established the basis for the doctrine of the Trinity. The doctrine developed
gradually over several centuries and through many controversies. Initially, both the
requirements of monotheism inherited from the Old Testament and the
implications of the need to interpret the biblical teaching to Greco-Roman
religions seemed to demand that the divine in Christ as the Word, or Logos, be
interpreted as subordinate to the Supreme Being. An alternative solution was to
interpret Father, Son, and Holy Spirit as three modes of the self-disclosure of
the one God but not as distinct within the being of God itself. The first
tendency recognized the distinctness among the three, but at the cost of their
equality and hence of their unity (subordinationism); the second came to terms
with their unity, but at the cost of their distinctness as ‘persons’
(modalism). It was not until the 4th century that the distinctness of the three
and their unity were brought together in a single orthodox doctrine of one
essence and three persons. The Council of Nicaea in 325 stated the crucial
formula for that doctrine in its confession that the Son is ‘of the same
substance (homoousios) as the Father,’ even though it said very little about
the Holy Spirit. Over the next half century, Athanasius defended and refined
the Nicene formula, and, by the end of the 4th century, under the
leadership of Basil of Caesarea, Gregory of Nyssa, and Gregory of Nazianzus
(the Cappadocian Fathers), the doctrine of the Trinity took substantially
the form it has maintained ever since. Copyright
© 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.”.
Terjemahannya: “Dalam doktrin Kristen, kesatuan dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus
sebagai tiga pribadi dalam satu keAllahan. Baik kata Tritunggal maupun
doktrinnya yang EXPLICIT tidak muncul / tampak dalam Perjanjian Baru, juga
Yesus maupun para pengikutNya tidak bermaksud untuk menentang Shema dalam
Perjanjian Lama: ‘Dengarlah hai orang Israel, TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu
esa’ (Ulangan 6:4). Tetapi orang-orang Kristen mula-mula harus menghadapi
pengertian tentang datangnya Yesus Kristus dan tentang anggapan tentang
kehadiran dan kuasa dari Allah di antara mereka, yaitu Roh Kudus, yang
kedatanganNya dihubungkan dengan perayaan dari Pentakosta. Bapa, Anak, dan Roh Kudus digabungkan / disatukan dalam text-text
Perjanjian Baru seperti Amanat Agung: ‘Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus’
(Matius 28:19); dan dalam pemberian berkat rasuli: ‘Kasih karunia Tuhan Yesus
Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian’
(2Kor 13:13). Dengan cara ini / Karena itu, Perjanjian Baru menegakkan /
memperlihatkan / membuktikan dasar untuk doktrin dari Tritunggal. Doktrin
ini berkembang secara perlahan-lahan selama berabad-abad dan melalui banyak
kontroversi / perdebatan. Pada awalnya, tuntutan monotheisme dari
Perjanjian Lama maupun adanya kebutuhan untuk menafsirkan ajaran alkitabiah
kepada agama-agama Yunani-Romawi kelihatannya menuntut bahwa keilahian dalam
Kristus sebagai Firman, atau LOGOS, ditafsirkan sebagai lebih rendah dari pada
Allah. Pemecahan alternatif adalah dengan menafsirkan Bapa, Anak, dan Roh Kudus
sebagai tiga mode / cara penyingkapan diri sendiri dari Allah yang esa, tetapi
tidak berbeda dalam diri Allah sendiri. Kecenderungan yang pertama mengakui
perbedaan di antara ketiganya, tetapi dengan mengorbankan kesetaraan dan karena
itu juga kesatuan mereka (subordinationisme); yang kedua sesuai dengan kesatuan
mereka, tetapi dengan mengorbankan perbedaan mereka sebagai ‘pribadi-pribadi’ (modalisme).
Baru pada abad ke 4lah perbedaan dari ketiganya dan kesatuan mereka
dipersatukan dalam suatu doktrin orthodox tunggal tentang satu hakekat dan tiga
pribadi. Sidang Gereja Nicea pada tahun 325 menyatakan formula yang sangat
penting untuk doktrin itu dalam pengakuannya bahwa Anak adalah ‘dari zat yang
sama (HOMOOUSIOS) dengan Bapa’, sekalipun pengakuan itu berkata-kata sangat
sedikit tentang Roh Kudus. Selama setengah abad selanjutnya, Athanasius
mempertahankan dan menghaluskan / membersihkan formula Nicea itu, dan pada
akhir dari abad keempat, dibawah pimpinan dari Basil dari Kaisarea, Gregory
dari Nyssa, dan Gregory dari Nazianzus, (Bapa-bapa Kappadokia), doktrin
Tritunggal mendapat bentuk secara kokoh yang dipertahankannya sejak saat itu.
Hak cipta © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.”.
Catatan:
¨
bagian yang saya beri
garis-bawah tunggal adalah bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa,
sedangkan yang saya beri garis bawah ganda / dobel, adalah bagian, yang secara
kurang ajar mereka loncati, padahal itu adalah bagian yang sangat penting.
Pengutipan sebagian, dan pembuangan bagian yang seharusnya penting untuk
dikutip, membuat Encyclopedia Britannica kelihatannya mengatakan sesuatu yang
berbeda dengan yang seharusnya.
¨
kata ‘EXPLICIT’ diterjemahkan ‘yang jelas’ oleh
Saksi-Saksi Yehuwa, dan ini jelas merupakan terjemahan yang menyesatkan. Dalam
Perjanjian Baru dan bahkan dalam seluruh Kitab Suci memang tidak ada dasar yang
explicit untuk doktrin Allah Tritunggal (misalnya ayat yang mengatakan bahwa
Allah itu satu hakekatNya, tetapi ada dalam 3 pribadi yang setara). Tetapi
dasar-dasar yang jelas, jelas ada. Dan Encyclopedia Britannica 2000
sendiri memberikan 2 text yang dipakai sebagai bukti / dasar dari doktrin Allah
Tritunggal, yaitu Mat 28:19 dan 2Kor 13:13.
¨
untuk ayat terakhir ini
penomoran ayat antara Kitab Suci Indonesia dan Kitab Suci Inggris berbeda satu
angka; dalam Kitab Suci Indonesia 2Kor 13:13; dalam Kitab Suci Inggris 2Kor
13:14.
Dari pengutipan sebagian, yang membuat artinya berbeda
dengan aslinya, yang lalu digunakan sebagai tuduhan / fitnahan, maka saya kira
tidak terlalu berlebihan kalau saya mengubah nama mereka, dari ‘Saksi-Saksi Yehuwa’
menjadi ‘Saksi-Saksi palsu
Yehuwa’. Atau dalam bahasa Inggris dari ‘Jehovah’s
Witnesses’ menjadi ‘Jehovah’s
false Witnesses’.
email
us at : gkri_exodus@lycos.com